Chapter 11 – Apa Bayanganmu tentang “Pembicaraan yang Enggak guna”?
uSudut Pandang si Senpai u
Aku tidak menjawab
pertanyaan Kouhai-chan pada “Bagaimana kalau mencoba mengubah aturan sekolah bersama-sama?”.
Karena itu bentuk
kalimat pertanyaan, aku tidak punya kewajiban untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak dihitung sebagai “pertanyaan hari ini” dengan jawaban jujur.
Sambil menggumamkan itu
pada diriku sendiri, aku tidak menjawab pertanyaannya sama sekali.
Atau bisa dibilang
kalau aku melarikan diri.
Sejujurnya, aku
sendiri juga merasa tidak yakin.
Aku bertanya apakah
itu benar-benar mungkin.
Meski ada
kemungkinan, memangnya ada untungnya dalam melakukan itu?
Apa yang akan terjadi
padaku setelah aku mengubah peraturan sekolah?
Pikiranku tidak cukup
mendalam untuk memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu. Aku juga tidak punya
banyak waktu untuk memikirkan hal tersebut.
Itu sebabnya, aku
tidak punya pilihan selain menjawab pertanyaannya dengan diam, dan hanya
mengirim pesanku sebagai ditunda.
... Awalnya aku cuma
menjatuhkan earphone-ku, tetapi
kenapa ceritanya malah jadi rumit begini?
Waktupun perlahan
mulai berganti menjadi hari Rabu, dan aku belum bisa menjawabnya.
Ah, tapi jika dia
menggunakan 『pertanyaan hari ini』, aku harus menjawab dengan jujur, ‘kan? Apa yang harus aku
lakukan…
vvvv
“Selamat pagi!”
Saat aku tiba di
stasiun, Kouhai-chan sudah menungguku sambil meletakkan tangan kanannya di pelipis
matanya dengan pose berdiri tegak menghadapku.
“Apa-apaan sikap hormat
itu?”
“Aku berpikir untuk
memberi hormat kepada Keita Iguchi-senpai, sebagai ketua OSIS, jadi aku sedang melakukannya
sekarang!”
Dia mengingat namaku,
eh ... Dia memberitahuku kalau dia tahu namaku lewat website sekolah, jadi dia masih
mengingatnya setelah itu?
Di sisi lain, aku
sendiri masih belum bisa mengingat nama keluarganya. Aku ingat nama
depannya sejak dia mengirimiku pesan LINE setiap hari, lagipula nama “Maharun ♪” tertulis di akunnya.
Jika aku tidak bisa
mengingat nama lengkapnya, aku takkan bisa membalasnya. Uhh ...apa ya nama
belakangnya…
Errr….…
Walau nama depannya
adalah “Maharu”, aku mendapat kesan kalau nama keluarganya sangat mirip musim
gugur. Ah, sekarang ‘kan musim gugur. September…..Oktober…
Bacaan musim gugur,
bukan itu ... Olahraga, bukan itu juga ... Keinginan musim gugur ... Aku merasa
ada hubungannya dengan itu.
Kastanye, jamur, nasi
baru ...
Ah, itu dia. Nasi,
kome. (TN: Kome itu bahasa jepang dari nasi,
kanji ç±³ mempunyai 2 pengucapan
kunyomi, yang satunya kome, dan yang satunya lagi yone)
Aku akhirnya ingat.
“Begitu ya. Aku
menghargai upayamu, Letnan Satu Yoneyama.”
Pangkat itu cukup
cocok menurutku.
“Mana yang lebih baik,
letnan pertama atau ketua?”
“Aku tak berpikir
kalau ada posisi ketua di militer.”
“Lalu Senpai bisa
menjadi komandan.”
“Tapi, komandan harus
memiliki pleton atau pasukan.”
“Karena kita adalah
murid SMA, Kamu bisa punya jumlah yang banyak!”
“Tidak, jika kita
menghitung jumlahnya, seharusnya dibagi jadi sedikit, sedang, dan banyak, ‘kan? Lalu
itu akan disebut batalion di atas kertas.”
Apakah pengetahuan
militer gadis ini cuma sebatas itu? Atau dia hanya bertingkah konyol?
“Heee, jadi itu akan
menjadi batalion di atas kertas, ya. Aku kehabisan kantong kertas, tapi sekarang,
aku mengerti ”
Dia mengatakan plesetan
lain dengan wajah serius, yang mana hal itu membuatku hampir tertawa
terbahak-bahak. Untung aku masih bisa menahannya. (TN: Mimin ngga tau, bagian mana yang lucu :v)
“Ngomong-ngomong, pangkat
apa yang dimiliki seorang komandan yang punya batalion? Biar aku cari tahu.”
Aku mencarinya lewat
smartphone-ku. Bisa mencari tahu apa saja yang ingin kita ketahui hanya dengan googling pasti perawatan mental terbaik
di dunia ini.
“Hoo. Sepertinya pangkat
tersebut disebut Mayor. Mereka harus membuat surat kabar dengan peringkat
itu.”
Kouhai-chan perlahan
memalingkan wajahnya ke arahku.
“Pengulangan sangat
membosankan, Mayor.”
“Jangan mengatakan itu
dengan tatapan serius, kau akan menyakiti perasaanku.”
“Aku akan memintamu
untuk mengirim kertasmu.”
“Bukannya kau
mengulanginya juga!”
u Sudut Pandang si Kouhai u
Aku tidak terlalu
tahu mengenai urusan militer, tapi nampaknya posisi ketua jauh lebih tinggi
daripada letnan.
“Apa yang terjadi
padamu hari ini, mendadak melakukan hal aneh seperti itu? Rasanya kau
berbeda dari biasanya.”
Saat kami naik kereta
dan aku duduk di posisi yang biasa, senpai mulai menanyaiku. Seperti yang
diharapkan, Ia menyadarinya, ya.
“Kemarin, aku memikirkannya. Percakapan
kita selalu serius belakangan ini, dan itu membuat kita serasa agak tersedak,
bukan? Bukan berarti percakapan model begitu tidak menarik dan
menyenangkan, tapi kita pasti akan kelelahan jika terus-terusan membicarakan
hal serius.”
“Itu ... kau mungkin
benar.”
“Jadi, kita tidak
melakukan pembicaraan yang serius hari ini. Ayo kita bicarakan sesuatu
yang konyol.”
“Berbicara sesuatu
yang konyol, ya ... Sesuatu seperti yang『 mengerikan 』barusan?”
Sebenarnya,
pembicaraan seperti apa yang termasuk kategori konyol?
Aku yakin karena kami
akan memikirkan hal itu, kami takkan bisa sepenuhnya melakukan percakapan
konyol, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba.
“Tapi aku pikir
percakapan semacam itu akan membutuhkan keterampilan dan kosa kata khusus.”
“Wajahmu seolah-olah
mengatakan kalau kosa kata-ku tidak cukup baik, tahu.”
Yah, aku tidak
mengatakan hal semacam itu, oke?
“Pertama-tama, sampai
batasan mana baru dianggap konyol?”
Senpai bertanya
dengan nada seperti filsuf, sungguh tidak cocok untuk dirinya.
“Jika kamu bilang
begitu, itu bukan lagi percakapan konyol, Senpai.”
“Ehh, jadi kita
beneran akan melakukan percakapan konyol itu ...?”
“Jika kamu tidak suka
melakukan percakapan konyol, percakapan yang sepele pun tak masalah.”
Omong-omong, aku
belum memikirkan bagaimana menggunakan 『pertanyaan hari ini』. Haruskah aku bertanya padanya sekarang?
“Aku bahkan kurang
memahaminya sekarang ...”
u Sudut Pandang si Senpai u
Aku mengerti kalau
dia capek berbicara mengenai hal serius beberapa hari belakangan ini.
Tapi aku tidak
mengerti bagian dirinya yang ingin membicarakan hal konyol denganku.
“Oke, Senpai. Ini
adalah 『pertanyaan hari ini』dariku. Bagaimana bayanganmu tentang 『percakapan enggak
guna』?”
Meski aku bilang
kalau aku tidak tahu, dia entah bagaimana akan memaksaku untuk memberikan
jawaban dengan caranya sendiri. Yah, ini masih lebih baik ketimbang
ditanya tentang masalah kemarin.
“Percakapan enggak
guna”, ya ...
Berbicara mengenai [percakapan enggak guna], rasanya
seolah-olah seseorang introvert dapat
berbicara secara normal, namun dia masih bertindak sejauh untuk memperburuknya,
ya ...
Situasi macam apa itu
…..... Ah, aku mendadak memikirkan sesuatu.
“…Senpai?”
Uwahh, aku tidak
ingin mengatakan ini padanya …... Dia pasti akan menggodaku. Tapi yang
namanya kontrak masih kontrak ...
“Err, mungkin sesuatu
seperti ... love bird ...”
“Iya?”
Suara yang keluar
dari tenggorokanku terdengar lebih kecil daripada yang
kuinginkan. Telingaku juga terasa agak panas.
“Aku bilang,
percakapan love bird. Seperti
ketika mereka saling memandang satu sama lain, dan seakan-akan membuat dinding
penghalang di sekeliling mereka.”
“Ahh, love bird... orang pacaran
!? Pasangan yang manis dan canggung? Senpai membayangkan hal semacam
itu !? Sungguh anak yang dewasa sebelum waktunya !!”
“Anak dewasa sebelum
waktunya ... Aku bukan anak SD, tahu?”
“Pengalaman cinta
Senpai pasti di tingkat anak SD, bukan?”
“Sayang sekali.”
“Eh? Ah, jadi di
tingkat anak SMP? Senpai sudah melakukan sesuatu seperti berciuman?”
“Kau tidak perlu
khawatir, aku bahkan belum mencapai tingkat anak SD.”
Aku bahkan belum
pernah berpegangan tangan dengan seorang gadis! Aku ini hebat, ‘kan!
“Ahh ... Jadi seperti
itu.”
“Ngomong-ngomong, ini
adalah『 pertanyaanku hari ini 』dariku. Menurutmu “Percakapan engga
guna” itu kayak gimana, Kouhai-chan?”
Kouhai-chan meletakkan
jari telunjuk kanan di dagunya, terlihat seperti sedang berpikir
sejenak. Dia kemudian menunjukkan sisi tubuhnya, dan mengatakan ini dengan
suara lantang.
“Pisang!”
“Itu ‘orang yang enggak
guna’ di Twitter, ‘kan?”
“Ini seperti percakapan
yang akan dibalas apa saja dengan『 Pisang 』, ‘kan?”
“Apa itu masih disebut
[percakapan] ? Bagaimana itu bisa
mencapai kesimpulan? Bukankah itu cuma menghindari kata-kata?”
“Tentu saja takkan
mencapai kesimpulan apa-apa. Yang artinya, itu bukan percakapan.”
Aku merasa kecepatan
perkembangan percakapan kami sangat cepat hari ini.
Walau kami sudah
berbicara sejauh ini, kami masih hanya mencapai stasiun ketiga.
“Lalu, Senpai. Ayo
kita lakukan ide ‘percakapan enggak guna’ darimu…..”
Hah????!
“Memang benar kita
terus melakukan pembicaraan serius baru-baru ini. Itu sebabnya, ayo kita
coba lakukan ini.”
Apa yang gadis ini
katakan?
“Baiklah, kita akan
mulai saat pintu kereta ditutup. Cuma sampai stasiun berikutnya.”
Saat dia bilang
begitu, pintu kereta pun ditutup.
Pada saat itu,
Kouhai-chan menjalin jari-jarinya ke tangan kiriku, dan tiba-tiba menariknya dengan
erat. Tak perlu ditebak, apa yang dia coba lakukan adalah cara orang
pacaran yang sedang berpegangan tangan.
“Oi, apa yang kau ー”
“Senpai ~ ♡ Lihat aku baik-baik,
apa aku imut?”
Dia berbicara dengan
suara lembut, dipenuhi dengan sensasi perasaan manis yang belum pernah kudengar
sebelumnya.
Kadar gula mulai masuk
ke membran timpaniku, dan menembus sel-sel otak. Aku bahkan berkhayal
kalau suaranya terus bergema di dalam pikiranku.
Matanya terlihat sedikit
lembab, dibatasi bulu mata yang panjang. Tidak ada jerawat di wajahnya,
kulitnya bersinar dengan warna alami.
Dan kemudian, aku tak
bisa mengalihkan pandanganku dari bibir merah mudanya, sumber dari mana suara
manis itu berasal.
Memangnya apa lagi
sebutan yang cocok selain kata “imut”?
“Ya, kau ... im-imut
...”
Walau kata-kataku
terbata-bata, saat aku berkata “imut”, seluruh tubuhku langsung menjadi panas, dan hatiku mulai
berdebar sangat kencang.
“Ehehe. Terima
kasih banyak ~ Senpai, seberapa imutnya aku?”
“Paling ... imut di
dunia ...”
Setiap kali aku
mengucapkan kata “imut”, rasa malu dan kegembiraan bercampur dan mengalir ke otakku,
menyebabkan pikiranku meluap.
Aku tidak bisa
memikirkan hal lain, tapi aku tahu kalau aku merasa bahagia.
u Sudut Pandang si Kouhai u
Aku hanya memegang
tangannya sedikit, mendekatkan wajahku, dan berbicara dengannya dengan suaraku,
tetapi wajah Senpai sudah semerah ini. Ini sebabnya Ia tampak lucu.
“Aku benar-benar menyukai
Senpai, sangat-sangat saaaaaaangat suka, sampai-sampai itu tak tertahankan,
tapi ...”
Setiap kali aku
mengatakan “suka” dan setiap kali ia mengucapkan kata “imut” kepadaku, aku
merasa ada sesuatu yang mengalir dari bagian atas sampai ke bagian bawah tubuhku,
lalu bercampur dengan kebahagiaan dan perasaan tidak nyaman. Pipi dan
telingaku entah kenapa terasa panas.
Melakukan ini sangat
memalukan ...
“Senpai, bagaimana
denganmu? Apa kamu juga menyukaiku?”
Senpai seharusnya
merindukan smpai kapan kereta akan tiba di stasiun berikutnya karena betapa
malunya Ia, tapi karena aku sudah bilang akan melakukan ini「sampai stasiun
berikutnya」, aku harus menepati
janjiku.
Pintu terbuka segera
tanpa ada waktu bagi Senpai untuk menanggapiku.
“Senpai?”
Aku kembali ke
ekspresi asliku, dan menepuk tangan Senpai yang masih dalam mode linglung.
“Senpai?”
“Nn? Eh, kau
dekat, terlalu dekat ...”
Ah, Ia kembali. Senpai
yang wajahnya semerah tomat melangkah mundur dariku. Telingaku juga masih
panas, jadi kami pasti akan terlihat sama bila dari sudut pandang orang luar.
“... ‘Percakapan enggak guna’ sangat
menakutkan ...”
Senpai bergumam
serius.
“Ya ... Aku tak
berpikir itu akan sangat melelahkan bahkan belum satu stasiun.”
“Aku dibuat terkejut dengan
suara Kouhai-chan. Apa-apaan dengan suara manis-menggoda itu? Dari
mana asalnya? Juga, jangan mendadak melakukan sesuatu begitu .”
“Membuat suara semacam
ini adalah spesialisasi seorang gadis, tahu?”
“Keistimewaan macam
apa itu, sangat menyeramkan!”
Setelah menghela
nafas panjang, Senpai mengakhiri pembicaraan kami.
“Bagaimanapun. Dengan
ini, kita bisa membuktikan kalau 『percakapan yang cerah』 lebih baik dalam
artian tersendiri. Itu akan membuat kita tidak terlalu lelah.”
“Itu benar ... Ayo
kita sudahi saja. Itu terlalu menakutkan.”
Senpai yang biasanya
mengeluarkan bukunya walau dengan jarak sepuluh detik, malah tidak melakukannya
dan terlihat benar-benar kelelahan.
Aku juga merasa tidak
ingin melihat smartphone-ku, dan menatap jendela dengan linglung.
Hal yang kuketahui tentang
Senpai-ku, nomor ⑪
Ia mungkin tiba-tiba
punya pikiran yang bernafsu.