Watashi no Shiranai, Senpai no Haykko no Koto Chapter 87

u Sudut Pandang si Senpai u   

Aku membahas semacam ini dengan Kouhai-chan sebelum tidur kemarin.

Iguchi Keita : Kouhai-chan masuknya di jam kedua besok, ‘kan?

Maharun ♪ : Ah, ya

Iguchi Keita : Kalau aku di jam pertama

Maharun ♪ : Aku tahu

Iguchi Keita : ... Kita tidak harus menyamai waktunya, tahu.

Aku berpikir kalau itu Kouhai-chan yang dulu, dia akan secara paksa mencocokkan waktunya denganku, baik pada hari ujian atau tidak.

Aku juga tidak bareng saat festival budaya. Pada saat itu, aku datang lebih lambat, tapi kali ini giliran Kouhai-chan yang datang agak siangan.

Meski dia bisa pergi ke sekolah lebih awal, tapi itu keputusannya, apakah dia akan naik kereta yang lebih pagi dari ujiannya atau tidak.

Maharun ♪ : Aku punya kebiasaan untuk berangkat lebih awal di hari ujian

Iguchi Keita : Apa ini kebetulan?

Iguchi Keita : Aku juga sama.

Maharun ♪ : Eh, yang benar.

Iguchi Keita : Lagipula, bukannya itu normal?

Maharun ♪ : Senpai, tolong beri tahu aku kereta mana yang kamu naiki

Maharun ♪ : Supaya kita berdua tidak harus melakukan upaya sia-sia seperti itu, oke.

Kami berdua yang selalu berangkat ke sekolah pada saat yang sama, sekarang akan pergi lebih awal karena ada ujian. Namun, salah satu pihak akan memulai ujian satu jam lebih awal dari yang lain, jadi dia akan naik kereta yang sesuai dengan jadwalnya. Berapa persen kemungkinan kalau mereka akan naik kereta yang sama?

... Tentu saja rendah.

Aku tidak ingin membuatnya bangun pagi-pagi pada hari ujiannya hanya untuk menemaniku.

Yah, jujur ​​saja, tak diragukan lagi dia akan bilang, "Aku akan belajar pada hari ujian!" Bagaimanapun juga, dia adalah Kouhai-chan.

Itu sebabnya, rasanya terlalu menggoda untuk mengatakan, "Aku tidak bisa menemanimu karena aku harus belajar cepat." Pertama, belajar di menit-menit terakhir tidak terlalu berguna. Bahkan jika aku mengarahkan mataku ke buku teks, aku tetap tidak bisa mengingatnya.

Tapi….

Jika seseorang bertanya kepadaku apakah aku ingin melihat Kouhai-chan atau tidak, memang benar aku ingin melihatnya. Ini bukan tentang masalah perasaan, tapi aku punya urusan dengan dia.

Dengan itu, ayo kita periksa jadwal untuk saat ini.

Iguchi Keita : Oke, aku mengerti

Iguchi Keita : Ujian Kouhai-chan dimulai di jam kedua, ‘kan?

Maharun ♪ : Ya

Iguchi Keita : Setelah itu kamu bebas, kan? Selain belajar

Maharun ♪ : Ya, bebas, sih.

 

u Sudut Pandang si Kouhai u   

Ujian akhir besok akan dimulai dari jam kedua untuk murid kelas satu. Dengan kata lain, aku tidak harus pergi pada jam pertama.

Namun, bahkan jika aku tidak harus pergi, aku pikir tidak apa-apa buatku untuk berangkat lebih awal.

Aku bertanya pada Senpai kereta apa yang akan Ia naiki karena ujiannya dimulai lebih dulu ketimbang diriku, tetapi Ia malah mengajukan saran ini.

Iguchi Keita : Ayo pulang bareng. Bagaimana dengan itu?

Meski aku berangkat ke sekolah bersama Senpai setiap hari, kami jarang pulang bersama.

Untungnya Ia mengajukan saran tersebut melalui pesan LINE. Jika itu lewat panggilan telepon, Rasanya akan menjadi canggung, atau suaraku akan bergetar karena kegirangan, dan aku merasa wajahku sedikit kemerahan. ... Tapi sedikit saja.

Iguchi Keita : Kita berdua sama-sama bebas setelah sekolah

Ketika aku tidak bisa menjawab, pesan tambahan muncul di layar.

Sepertinya Senpai juga panik di sana. Jika itu masalahnya, rasanya jadi menarik.

Maharun ♪ : Aku mengerti

Maharun ♪ : Ayo kita bertemu di stasiun

Iguchi Keita : 'Kay

 

u Sudut Pandang si Senpai u   

Aku menyelesaikan ujian tanpa insiden.

Tidak, ini belum berakhir. Masih ada tiga hari lagi. Aku lelah. Aku ingin tidur siang.

Aku menengok ke arah orang-orang yang santai untuk makan siang ketika aku meninggalkan ruang kelasku, berjalan menuju stasiun.

Bahkan jika aku mengubah kecepatan berjalanku hari ini, itu mungkin tidak ada artinya.

Ketika aku memikirkan hal itu, aku mendengar langkah kaki dari belakangku.

Senpai~!

Itu adalah Kouhai-chan.

Kita tidak perlu menunggu satu sama lain, ya.

“Iya!”

Aku menggaruk kepalaku dan mulai berjalan lagi.

Itu wajar karena waktunya tidak berubah,

Kepala Senpai tidak berfungsi, eh.

Tidak, jadi ayo kita cepat pulang.

Apa kamu akan tidur ...

Ketika kami berbicara tentang masalah ujian, kami tiba di stasiun dalam waktu singkat.

Berbicara mengenai ujian sungguh melelahkan, ya.

“Ya aku tahu.”

Kouhai-chan secara tak disangka setuju.

Eh?

Aku terkejut karena aku tidak berharap dia jujur ​​setuju denganku.

Mengapa kamu terkejut?

Aku hanya terkejut dengan hal yang mengejutkan. Tidak apa-apa, ‘kan?”

Memang, tapi ...

Singkatnya, Kouhai-chan tidak memiliki gambaran menggunakan kepalanya, atau secara khusus memeras otaknya atas sesuatu.

Meskipun dia tidak belajar (atau mungkin karena dia tidak belajar?), Dia akan lelah jika dia menggunakan seluruh otaknya selama 50 menit x 2 periode.

Kereta pun datang ketika kami berbicara tentang hal-hal yang tidak masuk akal.

Berbeda dengan jam sibuk pagi dan jam pulang, kereta sekarang sangat kosong.

Jika aku sendirian, aku akan duduk, tapi apa yang harus aku lakukan sekarang ...

Ketika aku kesusahan, Kouhai-chan bersandar pada posisi biasanya, jadi aku berdiri bersamanya.

Aku mencengkeram pegangan.

Pintu ditutup dengan suara aneh pshhh kereta, dan entah bagaimana, aku merasa lantai itu sedikit tidak rata.

Kouhai-chan menatap wajahku, menyembunyikan harapannya untuk sesuatu di balik matanya.

Aku mengerti.

Aku hanya bisa memberikannya padanya sekarang. Betul. Yah, sudah jelas kalau dia tahu itu, ya. Itu karena Kouhai-chan tahu, itu sebabnya dia memberiku tekanan seperti ini, ya.

Aku merasa sedikit malu sekarang ...

 

u Sudut Pandang si Kouhai u   

Kouhai-chan.

Kereta kosong, tapi aku memutuskan untuk menghadapnya di tempat yang biasa.

Ketika aku menatap Senpai, Ia juga membalas tatapanku dan memanggil namaku.

“Iya.”

“Tidak, Yoneyama-chan? Yone-chan?”

Y-ya?

Kata terakhirnya sekitar setengah oktaf lebih tinggi dari nada bicaranya yang biasa.

Apa yang kamu lakukan tiba-tiba? Meski Senpai selalu memanggilku “Kouhai-chan” ...

Atau mungkin, apa kau lebih suka dipanggil Maharu-chan ?

Saat Senpai memanggilku seperti itu, aku merasa jantungku berdebar sangat kencang karena suatu alasan.

Wajahku mungkin memerah. Aku tidak sanggup menatap lurus padanya. Aku ingin mengucapkan kata-kata kasar untuk memastikan Ia tidak tahu betapa gelisahnya aku, tetapi aku menahannya.

... Yang manapun tak masalah.

Lalu, aku akan panggil dengan Kouhai-chan. Aku lebih terbiasa dengan yang ini.”

Rasanya agak mengecewakan. Tetapi jika Senpai memanggilku lebih dari ini, aku merasa hati aku takkan bisa menerimanya, jadi mungkin itu benar.

Ngomong-ngomong, reaksi seperti apa yang akan dilakukan senpai ketika aku memanggilnya “Keita-kun”? Ayo kita coba itu suatu hari nanti.

Senpai mengambil bungkus kertas dari tas sekolahnya dan memberikannya kepadaku, tersenyum, dan mengatakan ini.

Ya, Kouhai-chan. Selamat ulang tahun ke-16.

16 tahun ... Aku bisa menikah secara resmi dengan seseorang sekarang.

Aku tidak bisa.

Usia minimal anak laki-laki untuk menikah adalah 18 tahun.

Tetapi lebih dari itu, ada bagian yang aku minati.

Hmm? Senpai bilang, Aku belum bisa, kan?

Aku bilang Aku tidak bisa . Jangan mengubah kata-kataku seenaknya.”

Apa kamu kepikiran?

Itu harusnya kalimatku. Jika aku bilang kalau aku belum bisa, seolah-olah aku tunanganmu, bukan?”

Aku yakin aku akan menginjak ranjauku sendiri jika ini terus berlanjut, jadi ayo ubah topik pembicaraan.

Sayangnya, aku takkan menerima aplikasi tunangan.

Ini adalah pertama kalinya aku mendengar itu.

Aku memutuskannya sekarang.

“Begitu ya…”

Ayo kembali ke percakapan kita sebelumnya. Senpai masih memegang hadiah, membuat gerakan itu sejak saat itu. 

Ngomong-ngomong, aku sudah pernah bilang kalau Senpai tidak perlu memberiku hadiah hari ini, kan?

Bukankah ini baik-baik saja?

Ya tentu saja. Bagaimanapun, terima kasih banyak.”

“Sama-sama.”

Aku mengguncang bungkus kertas yang Ia berikan padaku dan memeriksanya terlebih dahulu dengan Senpai.

Boleh aku membukanya?

“Tentu.”

Ketika aku melepas selotip dan membuka isinya, ada dua item di dalamnya.

Salah satunya adalah kue dalam kotak kecil. Itu terlihat enak. Ayo kita makan nanti.

Dan satu item lagi.

Ikat rambut?

Yup.

Ikat rambut berwarna ceri gelap tersimpan dalam kemasan plastik bening.

Senpai juga tahu tentang ikat rambut, ya ~

Setidaknya aku tahu tentang hiasan rambut.

Meski begitu, senpai mungkin tidak tahu namanya sebelum aku mengatakannya.

Karena ada ujian hari ini, rambutku jadi sedikit berantakan sekarang. Waktunya sangat pas.

 

u Sudut Pandang si Senpai u   

Kouhai-chan mengeluarkan ikat rambut dan memegangnya di tangan kanannya, menggerakkan tangannya yang lain ke bagian belakang kepalanya.

Saat aku kebingungan apa yang ingin dia lakukan, Kouhai-chan melonggarkan rambut yang telah dia atur.

Kouhai-chan meletakkan hadiah yang aku berikan di telapak tanganku dan mengatakan ini dengan nada sedikit provokatif.

Tolong ikat itu seperti yang Senpai suka, oke?

Seolah-olah dia mengatakan kalau jika aku bisa mengikatnya, cobalah untuk mengikatnya.

Dia berbalik dan menghadap ke jendela. Rambut cokelatnya yang mengkilap berkibar di depanku.

Aku anak tunggal. Aku tidak punya saudara. Jadi ini pertama kalinya aku menyentuh rambut seorang gadis.

Gaya rambut ... gaya rambut ...

Yah, tentu saja itu akan menjadi kuncie kuda. Beberapa grup idola juga menyanyikan “Ponytail to Shushu”. Aku pikir setidaknya aku bisa membuat kuncir kuda. Ini dia.

Aku dengan lembut mengumpulkan rambutnya di bagian belakang, memastikan aku tidak menjambaknya.

Aku harus memakai ikat rambut di sini. Aku sangat mengerti.

Yah ... mengikatnya satu kali akan membuat ikat rambutnya jatuh, kan? Itu terlalu longgar.

Bagaimana dengan dua kali? Bahkan jika aku melepaskan tanganku, rasanya tidak jatuh. Aku tidak berpikir itu cukup karena rambutnya halus.

Namun, ketika aku mencoba membuatnya tiga kali, aku tidak bisa membuat rambut diikat dengan baik. Apa yang harus aku lakukan dengan ini?

Bukannya aku bisa melepasnya saja, jadi ini seharusnya tidak apa-apa ... kan?

“Bagaimana itu? Itu mirip kuncir kuda, kan?”

Itulah yang ingin aku tanyakan.

Ketika aku menyerah, Kouhai-chan dengan ringan menyentuh rambut dan memeriksa kondisinya.

Alih-alih memperbaikinya, dia mengambil smartphone-nya dengan wajah puas. Eh?

Kau tidak mau memperbaikinya?

Aku akan pulang dan belajar sekarang, jadi tidak apa-apa.

“Begitukah?”

“Ya.”

Dengan ini dan itu, saat aku memberikan hadiahku dan kami melakukan berbagai hal, kami tiba di stasiun terdekat di rumah kami dalam waktu singkat.

Kami berbicara tatap muka sebelum meninggalkan gerbang tiket di peron stasiun. Biasanya ada banyak orang di pagi hari, tapi rasanya tenang dan sedikit aneh sekarang.

“Izinkan aku mengucapkan ini sekali lagi. Kouhai-chan, selamat ulang tahun.”

Bahkan jika itu di tengah ujian, terima kasih banyak sudah datang menemuiku.

“Tidak, tidak. Akulah yang harus minta maaf untuk memberikan ini padamu dengan berantakan.”

Ketika kami berjalan menuju gerbang tiket, kupikir kami akan pulang sekarang, tapi Kouhai-chan masih tidak bergerak.

Uhm, Senpai. Aku ingin tambahan hadiah ulang tahun, atau lebih tepatnya, permintaan ...”

Cara bicaranya agak aneh. Apa ini? Apa dia merasa malu?

Err ... Ini pertanyaan hari ini dariku, Senpai.

Apa yang ingin dia tanyakan? Tidak banyak yang perlu dipermalukan saat ini, oke. Mungkin.

Apa kamu mau pulang denganku lagi besok?

Kouhai-chan mengalihkan pandangannya, telinganya sedikit merah saat dia menanyakan "pertanyaan" ini padaku.

Sebelum aku menjawab, boleh aku menanyakan pertanyaan hari ini dulu?

“…Iya.”

Kouhai-chan, apa kau ingin pulang bersamaku?

Ini adalah pertanyaan hari ini bahwa dia takkan hanya memberitahuku dengan jujur ​​jika kita berbicara secara normal.

Dia tertegun dan bahkan merasa lebih malu ketika dia menanggapi dengan suara yang lebih kecil.

Yah, itu bagus jika kita bisa pulang bersama ... Sungguh, apa yang ingin kamu coba katakan padaku, Senpai.

Dia sangat malu sampai-sampai aku juga ikutan malu.

Itu sebabnya aku mengeluarkan kartu tiketku dan berbalik ke gerbang tiket sehingga dia tidak bisa melihat wajah memerahku.

“Terima kasih. Kalau begitu, ayo kita pulang bersama besok.”

 

 


Hal yang kuketahui tentang Senpai-ku, nomor (87)

Ia mengikat rambutku untukku. Tapi Ia mengikatnya dengan mengerikan.


close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama