Chapter 4 — Gadis SMA dan Pertengkaran
“Aku pulang.”
“Selamat datang kembali,
Kanon-chan,” sambil tersenyum, Himari menyambut Kanon yang kembali dari
sekolah.
Hari ini adalah hari dimana
Himari bekerja, namun ternyata, dia sudah pulang duluan.
“Hei, Kanon-chan, ada sesuatu
yang ingin kubicarakan ...”
“Hm?”
Ketika Himari dengan malu-malu
mengatakan itu padanya, Kanon memiringkan kepalanya dengan bingung.
Dia penasaran apa itu mengenai masalah
serius dilihat dari ekspresinya. Kanon meletakkan tasnya di ruang tamu dan
duduk di sofa di sebelah Himari.
“Jadi, apa yang ingin kamu
bicarakan?”
“Hmm, begini… aku sedang
memikirkan tentang apa yang harus dilakukan untuk ulang tahun Komamura-san.”
“Ah ...” tanpa sengaja, Kanon
mengangkat suara.
Ketika Yuuri berkunjung
beberapa hari yang lalu, mereka secara implisit menanyakan kapan ulang tahun
Kazuki. Jawaban yang mereka dapatkan adalah 7 Juni.
Tanggalnya sudah dekat.
Dia memiliki firasat bahwa
Yuuri mungkin akan menyiapkan kuenya.
Kanon merasa bahwa Yuuri juga
menaruh perasaan terhadap Kazuki. Jika tidak, saat dia mendengar tentang
masalah Himari, dia akan memarahi Kazuki lebih keras.
Selain itu, ekspresi wajah
Yuuri saat berbincang dengan Kazuki mengatakan lebih banyak tentang perasaannya
lebih dari apa pun.
Sembari tersipu, sesekali
dihiasi senyuman kebahagiaan murni, seolah detak jantungnya yang bersemangat
berbicara — itu adalah ekspresi dari seorang wanita yang sedang jatuh cinta.
Himari juga memiliki ekspresi yang mirip, jadi Kanon sangat mengetahuinya. Dan,
mungkin, tanpa dia sadari, Kanon juga mungkin…
“Kanon-chan?”
Kanon kembali tersadar dengan
cepat karena mendengar suara Himari. Dia tiba-tiba merasa malu saat memikirkan
hal tadi.
“Ah maaf, ulang tahun Kazu-nii, ‘kan? Hmmm. Serius, apa
yang kita lakukan?” seolah-olah untuk menutupi masalah tersebut, Kanon
menanggapi dengan paksa, mungkin sedikit berlebihan.
Namun, Himari tidak
menyadarinya, dan, sama seperti Kanon, dia hanya berkata “hmmm ...” dalam
hatinya, Kanon merasa lega dan kemudian mengalihkan perhatiannya pada hari
ulang tahun Kazuki.
“Mungkin mustahil membelikannya
hadiah, ya…”
“Benar… Gajiku baru keluar di
tanggal 15, jadi aku tidak bisa mendapatkannya tepat waktu…”
“Aku bahkan tidak tahu apa yang
bisa membuatnya bahagia.”
Mereka sudah tinggal bersama
selama hampir sebulan, tapi Kazuki tidak memiliki keinginan material tertentu…
Itulah yang mereka berdua rasakan.
Mungkin jam tangan atau
peralatan elektronik akan membuatnya senang, tapi tentu saja, tak satu pun dari
mereka yang punya uang tunai untuk membeli barang-barang semacam itu.
Tapi setelah mereka tahu
tentang ulang tahunnya, mereka tidak bisa mengabaikannnya begitu saja. Mereka
ingin merayakannya dengan baik. Dan, di atas segalanya, mereka ingin
merayakannya sendiri.
“Anggap saja Yuuri akan membeli
kuenya… tidak ada yang tersisa untuk kita lakukan selain melakukan apa yang
kita bisa, ya?”
“Kalau begitu… gimana kalau
mendekorasi ruangan?”
“Dekorasi? Sesuatu yang kamu buat
dengan origami? Sama seperti buat di
acara kelas SD gitu? ”
“Betul sekali! Sesuatu seperti
karangan bunga kertas dan sejenisnya.”
Yah, mereka pasti bisa mengatur
mood untuk pesta.
Selain itu, jika cuma origami,
mereka bisa membelinya saat berbelanja seperti biasa dan yang terpenting,
harganya terjangkau.
Meski terlihat agak kekanak-kanakan,
tapi mungkin karena alasan itulah mungkin akan disukai.
“Mengapa tidak menyiapkan
makanan yang disukai Kazu-nii?”
“Ah… Tentang itu, apa tidak
apa-apa jika aku ikut membantu juga?”
“Ya itu baik baik saja. Ayo
masak sama-sama.” Meski dia setuju, hati Kanon menyimpan perasaan yang sedikit
bertentangan. Dia berpikir bahwa jika harus memasak, dia punya kesempatan untuk
lebih dekat sendiri. Tapi dia juga takut untuk menolak, karena dia benar-benar
bisa memahami keinginan Himari untuk membuat Kazuki bahagia.
Pokoknya, rencana perayaan ultahnya
sudah diputuskan.
“Kita harus segera memulai
persiapannya mulai besok. Kita harus berhati-hati supaya Komamura-san tidak
mengetahuinya. ”
Mungkin tidak masalah untuk
menyembunyikan dekorasi. Jika mereka menyembunyikannya di rak paling atas kamar
mandi, Kazuki tidak akan menyadarinya. Kanon tahu bahwa Kazuki jarang
membukanya, karena di situ hanyalah tempat di mana mereka menyimpan stok busa
cukur dan gelas plastik yang tidak terpakai.
“Aku akan memikirkan menu
makanan besok saat aku berbelanja.”
“Terima kasih!”
Namun, mengingat selera Kazuki,
ada kemungkinan besar bahwa sebagian besar terdiri dari daging.
Ulang
tahun ya… Aku ingin tahu kapan ulang tahun Himari. Maksudku, sampai berapa lama
dia akan disini? Aku bahkan tidak tahu nama aslinya…
tiba-tiba, pertanyaan tersebut muncul di kepala Kanon.
Pertanyaan-pertanyaan itu
dengan cepat mengambil alih pikirannya.
“Hei…”
“Hm?”
“Himari… apa yang akan kamu
lakukan mulai dari sekarang?”
“Hah?”
“Kamu mengikuti kompetisi, ‘kan?
Kapan hasilnya akan keluar? ”
“Err… Setelah lima bulan…”
seolah-olah sulit baginya untuk mengatakannya, Himari menjawab dengan suara
kecil.
Kanon tidak memiliki
pengetahuan tentang kontes yang dibuka untuk umum. Namun, dia terkejut kalau
waktu pengumumannya sangat jauh dari yang dia bayangkan.
“Lima bulan, katamu… baru
keluar di musim gugur, ‘kan? Apa yang akan kamu lakukan selama rentang waktu
itu? Mau sampai berapa lama kamu akan berada di sini? ”
“Kalau itu…” Himari tetap diam.
Kanon menilai bahwa Himari
mungkin belum berpikir sejauh itu. Karena itu, dia akhirnya sedikit kesal
dengan cara berpikirnya yang terlalu santai.
“Sekarang sudah hampir liburan
musim panas, bukan? Alangkah baiknya jika kamu membuat keputusan untuk—”
“Aku tahu, aku tahu, tapi aku
masih…” Jawaban Himari masih ambigu.
Keheningan menyelimuti mereka
berdua. Himari merasa gugup dan sepertinya ingin lari dari masalah tersebut.
“… Himari, kamu terlalu banyak
menuntut.”
Himari menundukkan kepalanya
karena terkejut mendengar gumaman singkat Kanon.
Tidak, itu buruk. Dia
melampiaskan amarah cemburunya.
Dia adalah seorang gadis yang
melarikan diri dari rumah, mendapat pekerjaan sambilan, menggambar ... Dia tidak
tahan dengan tindakan berani Himari seperti ini dan merasa iri padanya karena
memiliki sesuatu yang tidak dia punya. Mana mungkin dia takkan melampiaskan
amarahnya ke titik yang tidak menyenangkan.
Tetap saja, Kanon tidak bisa
menghentikan kata-kata yang sudah naik ke tenggorokannya.
“Himari, kamu punya rumah untuk
kembali dan orang tua yang akan menunggumu, ‘kan? Menurutku, tindakan mereka
memang sedikit kejam, kurasa menyakitkan untuk tidak setuju dengan pendapat
orang tuamu dan membuat mereka tidak mendukung impianmu. Tapi…! Tapi…!” Nada
suara Kanon lambat laun menjadi kasar.
Ini
salah. Jika aku terus melanjutkannya… di kepala Kanon, dirinya yang
tenang memperingatkannya. Kamu tidak boleh
mengatakannya. Kamu harus mengendalikan dirimu sendiri.
Tapi dia tidak bisa menahan
diri. Emosi yang sudah menggebu dan keruh menggerakkan bibir Kanon: “Sejak aku
lahir, aku tidak memiliki kedua orang tua! Aku hanya mengenal ibuku, dan bahkan
sekarang dia pergi meninggalkanku! Aku tidak mempunyai sesuatu seperti orang tua
yang peduli dengan masa depanku!”
Dia akhirnya mengatakannya dan
mengungkapkan pikirannya.
Butiran air mata mengalir di sudut
mata Kanon.
Dia iri pada Himari, Dia iri
terhadap seseorang yang memiliki sesuatu yang tidak dia miliki.
Himari, yang memiliki masalah
dengan hal-hal itu, akhirnya terlihat seperti orang yang menuntut di mata
Kanon. Dia frustrasi dan iri karena dia tidak mampu mengkhawatirkan hal-hal
itu…
Emosi di hati Kanon menjadi
campur aduk.
Sama seperti saat mencampurkan
semua warna sekaligus dalam sebuah lukisan, emosi tersebut sama sekali tidak
indah.
Himari terus menundukkan
kepalanya, tapi akhirnya ...
“Ba-Bagiku, bukan berarti aku memilih
lahir di rumah itu!” Himari membantah dengan nada suara yang kuat. Ada air mata
di matanya juga.
Tampaknya bahkan Himari sendiri
menyadari perilakunya yang egois. Itulah mengapa dia selalu tidak menonjolkan
diri, Kanon juga menyadarinya.
“…!”
Himari dengan kasar menyeka air
matanya dengan lengannya dan kemudian bergegas ke kamar Kazuki.
Kanon berjongkok di tempat.
Dia akhirnya mengatakan sesuatu
yang kejam.
Kata-kata Himari membuatnya
terkejut.
Tidak ada yang bisa memilih
baik tempat mereka dilahirkan maupun orang tua mereka.
Tidak ada gunanya menyesali hal
itu, apalagi melampiaskannya pada orang lain.
Rasa bersalah, penyesalan, dan
kesedihan langsung menimpanya.
Untuk sementara, Kanon tetap
menangis di tempat.
※※※
(Sudut Pandang Kazuki)
“… Terima kasih untuk
makanannya yang enak.”
“…”
Himari meletakkan sumpit dan
membisikkan salam perpisahan setelah makan selesai. Kemudian, dia dengan cepat
meletakkan piring di wastafel dan meninggalkan dapur.
Kanon tidak bereaksi dan terus
menyeruput sup misonya.
Suasananya berat sekali…
Mereka berdua sudah seperti ini
sejak aku pulang kerja.
Aku tahu mereka sedang
bertengkar, tapi aku tidak tahu apa permasalahannya.
Aku tidak bisa sembarangan
bertanya — jika aku akhirnya salah paham, itu bisa membuat situasi menjadi
lebih runyam.
Tetap saja, suasana ini sangat
tidak nyaman…
“Ah, hmm… Kerang dalam sup miso
benar-benar mengklaim rasanya, tahu?”
“…”
Aku tidak tahan lagi dengan
suasana yang tidak nyaman, dan, untuk beberapa alasan, permainan kata-kata
buruk keluar dari mulutku.
Tidak, bukannya aku bertujuan
untuk itu, tidak sama sekali. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, jadi
ide tersebut muncul begitu saja.
Kanon menatapku sejenak dengan
mata sedingin es.
“Aku memasaknya seperti biasa,”
dia menggumamkan jawabannya, dan kali ini dia memasukkan nasi ke dalam
mulutnya.
…Judesnya.
Aku bisa memahami perasaan
pahit pelawak ketika lelucon yang mereka ucapkan gagal. Lain kali aku melihat
seorang komedian gagal di TV, aku bisa melihatnya dengan sedikit simpati.
Namun, mereka berdua bisa
bertengkar juga, ya? Rasanya sedikit mengejutkan karena selama ini hubungan
mereka terlihat baik-baik saja.
Aku jadi sedikit khawatir.
Sampai berapa lama situasi
berat ini berlangsung…?
“Kazu-nii, sumpitmu tidak bergerak,
tuh.”
“Oh? Ahhh.”
Kanon bergumam singkat, “terima
kasih untuk makanannya” dan meninggalkan kursinya. Aku juga buru-buru makan
nasinya.
Hari itu, sampai aku tertidur,
suasana di sekitar mereka berdua tidak berubah.
Apa lebih baik untuk menanyakan
secara detail ketika aku pulang kerja keesokan harinya?
※※※
(Sudut Pandang Orang Ketiga)
Biasanya mereka berdua tidur
dengan futon bersebelahan di lantai ruang tamu.
Namun, kedua futon itu menjauh
satu sama lain.
Kanon menunggu waktu yang tepat
untuk meminta maaf, tapi Himari tidak melakukan kontak mata atau mencoba
berbicara dengannya sejak saat itu.
Aku
memang salah… tapi… Dia yakin dia tidak salah bertanya ketika
berkata “sampai berapa lama kamu akan berada di sini?”
Meski dia sendiri yang membuat Himari
tinggal di rumah ini, masalah tersebut akhirnya masih merupakan masalah yang
harus dipikirkan semua orang.
Tapi Kanon menyesal karena dia
seharusnya tidak menyebutkannya sekarang. Karena beberapa saat sebelumnya
mereka dengan riang gembira mendiskusikan ulang tahun Kazuki.
Benar,
ulang tahun Kazu-nii…
Dia harus memikirkan sesuatu.
Tapi sekarang dia sama sekali
tidak merasa seperti itu.
Pertama-tama, dia berencana
untuk tidur sekarang…
Kanon menutupi kepalanya. Hal
itu dilakukan supaya dia tidak mendengar nafas Himari.
Keesokan paginya, mereka berdua
menyelesaikan sarapan tanpa berbicara satu sama lain. Himari tidak meninggalkan
ruangan ketika Kanon pergi ke sekolah, bahkan ketika Kazuki pergi ke kantor.
Saat sore hari…
Kanon berhenti di depan pintu
masuk utama sambil memegang kuncinya. Bayangan akalau akan bertatap muka dengan
Himari terasa pahit untuknya.
Dia akhirnya memikirkan masalah
Himari terus menerus di sekolah. Bahkan teman-temannya mengatakan kepadanya,
“Kanon, kamu dari tadi melamun terus, tahu?”
Tapi dia tidak bisa tinggal di
luar rumah. Kanon menarik napas dalam-dalam, mengambil keputusan, dan memutar
kuncinya.
“Aku pulang…”
Tidak ada respon dari dalam
rumah.
Sepatu Himari juga tidak di
pintu masuk.
Oh
iya, aku baru ingat, dia sedang bekerja hari ini…
Setelah memikirkan hal itu, Kanon tiba-tiba merasa tidak nyaman.
Apa yang akan dia lakukan jika
Himari tidak kembali? Dia tidak bisa mengabaikan kemungkinan tersebut.
Lagipula, Himari adalah gadis
yang serius kabur dari rumah.
Dia juga cukup terampil untuk mendapatkan
pekerjaan sambilan dalam situasi seperti itu.
Dan, dengan kemarin, perasaan
ketidaknyamanan Himari berada di rumah ini mungkin diperkuat.
Dan, yang terpenting, dia mungkin membenci Kanon.
Kanon buru-buru melihat
sekeliling kamar Kazuki.
Barang-barang dan pakaian
pribadi Himari masih ada di sana.
Namun, dia masih belum bisa
merasa tenang hanya karena barang-barangnya ada di sana.
Karena Himari juga kabur dari
rumahnya tanpa membawa baju ganti.
Dia bisa saja meninggalkan
semuanya apa adanya dan pergi sendiri.
Pada saat itu, yang terlintas
di benak Kanon hanyalah pemandangan kosong rumahnya yang mana ibunya tak pernah
kembali ...
“Ah, apa yang harus aku
lakukan…?”
Kanon tetap di ruang tamu tanpa
tujuan apa pun.
Pada saat itu, kenop pintu
depan berderak.
“…!”
Kanon segera menuju ke sana.
Tapi bukan Himari yang kembali,
melainkan Kazuki.
“Aku pulang ... Ada apa, Kanon?
Wajahmu sampai sesedih itu.”
“Kazu-nii ... Apa yang harus aku
lakukan ...” dengan wajah yang tampak seperti akan menangis setiap saat, Kanon
berbicara dengan Kazuki.
※※※
“Jadi begitu kejadiannya…”
Ketika Kanon bercerita tentang kejadian
kemarin, aku tidak bisa menahan napas dalam-dalam saat aku merosot kembali di
sofa.
“Aku pikir masalah Himari tidak
masuk akal. Lagipula, orang tuaku telah meninggalkanku… Tapi masalah
masing-masing orang itu berbeda, ‘kan…? ”
“Kanon…”
Kanon menundukkan kepalanya
saat duduk di sofa. Dia sepertinya dengan tulus menyesali apa yang sudah dia
katakan.
“Selain itu, menurutku Himari
sama sekali tidak memikirkan masa depan… Tapi aku juga belum memikirkannya…
Akulah yang memberitahu Himari bahwa aku ingin dia tinggal di sini. Meski
begitu, aku akhirnya melampiaskan amarahku padanya… ”
“Tidak, Himari adalah tanggung
jawabku. Aku tidak pernah memikirkan sesuatu yang pasti di masa depan.
Tindakanku memang tidak bisa dimaafkan… ”
“Kazu-nii…”
Kami seharusnya tahu bahwa ada
masalah dengan cara hidup ini, tapi kami menutup mata pada kenyataan tersebut.
Aku menundanya. Aku melarikan
diri dari itu.
Tapi sudah waktunya untuk
menganggapnya serius.
Himari sudah mengirimkan
karyanya ke kontes. Namun, hasilnya belum keluar sampai lima bulan lagi, bukan?
Jelas sekali, aku tidak bisa
menahan Himari di rumah selama itu.
Sungguh, aku harus
memikirkannya dengan benar…
“Apa yang akan aku lakukan jika
Himari tidak kembali…” gumam Kanon dengan lemah.
“Dia mungkin baik-baik saja,
kan?”
“Namun, Himari tidak tahu harus
kemana. Gadis itu mungkin… Dia mungkin belum berniat untuk kembali ke rumah…
”Kanon menundukkan kepalanya.
Tidak ada yang bisa aku
katakan.
Sebagian diriku mengira aku
tidak punya hak untuk menghentikannya, tetapi ada juga sebagian diriku yang
menganggap kalau itu tindakan tidak bertanggung jawab untuk menahannya sampai
sekarang.
Tapi, di atas segalanya, kecil
kemungkinannya Himari bisa menemukan orang untuk membantunya seperti kita.
“Tidak bisa berdiam diri lagi
...” Aku terkejut mendengar gumaman Kanon.
Begitu ya... Itu pasti perasaan
Kanon yang sebenarnya.
Di luar, Kanon berpura-pura
tenang, tapi hilangnya bibiku telah membuat hatinya lebih rusak daripada yang
bisa kubayangkan…
“…Aku takkan pergi
kemana-mana.”
Kanon, yang selama ini
menundukkan kepalanya, mengangkat wajahnya.
“Kazu-nii…”
“Aku tidak pergi kemana-mana.
Aku janji ... Yah, bukan berarti aku harus pergi ke manapun.”
Untuk sesaat, Kanon menatap
wajahku…
Setelah dia mengangguk pelan
dengan "oke," dia tertawa singkat dengan “pfft.” Aku merasakan atmosfer
berat yang mengelilingi Kanon sejauh ini memudar.
Saat aku lega dia baik-baik
saja untuk saat ini…
Pintu masuk utama terbuka.
“…!” Kanon segera berdiri dan
menuju pintu masuk. Selanjutnya, aku mengikutinya dari belakang.
“Himari!” Kanon lalu dengan
penuh semangat memeluk Himari yang sedang melepas sepatunya.
“Ka-Kanon-chan?”
“Himari, maafkan aku. Maafkan aku…
Aku seharusnya tidak mengatakan kata-kata sekejam itu. Aku benar-benar minta
maaf… ” dengan wajah terkubur di leher Himari, Kanon meminta maaf kepada Himari
dengan berlinang air mata.
“Kanon-chan…”
Himari yang bingung sesaat,
tapi akhirnya dengan lembut menyentuh bahu Kanon.
“Tidak masalah. Akulah yang seharsunya
meminta maaf… Tentu saja, apa yang kamu katakan ada benarnya, Kanon-chan. Aku
menjadi sangat egois.”
“Itu bukan…”
“Jadi, saat bekerja hari ini, aku
terus memikirkan tentang apa yang akan aku lakukan mulai sekarang.”
Kanon mengangkat wajahnya,
terlihat khawatir pada kata-kata Himari. Lalu, sambil melihat ke arahku, Himari
berkata:
“Komamura-san, aku tidak
berniat tinggal di sini selamanya. Tapi untuk saat ini, izinkan aku menghemat
uang. Setelah aku menabung dari gaji kerja sambilanku, aku akan pergi.”
“Himari ...”
“Aku berniat untuk kembali ke
rumahku setelah selesai. Tapi aku ingin menabung untuk membeli peralatan yang
dibuang orang tuaku. Komamura-san, kamu sudah membelikanku tablet grafis, tapi…
ada hal lain yang aku inginkan juga. Aku ingin membelinya dengan uang dari
hasil jerih payahku. Jadi orang tuaku akan mengerti apa yang ingin aku lakukan…
”
“…Jadi begitu ya.”
“Aku harus menghadapi orang
tuaku. Tapi untuk itu, beri aku sedikit waktu lagi, tolong… Setelah aku
menabung cukup uang, aku rasa aku akan memiliki keberanian untuk kembali ke
rumah… ”
“Jika itu yang sudah kamu
putuskan, aku akan mendukungmu.”
“Terima kasih banyak…” Himari
menundukkan kepalanya dalam-dalam.
“Saat kamu menabung ...” dengan
tenang, Kanon merenungkan kata-kata yang diucapkan Himari.
“Iya. Aku sedang memikirkan
liburan pertengahan musim panas, tapi… Aku ingin tahu apakah itu terlalu lama…
”
Kanon menggelengkan kepalanya.
Dua bulan atau lebih… Setelah
batas waktu ditetapkan, tiba-tiba rasanya terlalu singkat buatku.
“Itu sebabnya, Komamura-san,
Kanon-chan, aku akan berada di bawah perawatan kalian lebih lama lagi.”
“Baiklah.”
“Hm.”
Mengenai insiden ini, semuanya
sudah diselesaikan sekarang, bukan? Sepertinya mereka berdua bisa berbaikan.
Namun, aku harus memastikan
bahwa orang lain tidak akan mengetahui tentang keberadaan Himari selama dua
bulan.
Aku sudah terbiasa akhir-akhir
ini dan agak santai, tetapi aku harus tetap waspada.
“Sekarang, ayo makan. Kurasa
kalian berdua sudah lapar.”
“Tapi aku belum membuat makan
malam…”
“Tenang, aku akan memesan
makanan.”
Aku merasa tidak enakan karena
membuat Kanon memasak setiap saat.
Aku langsung mengeluarkan
smartphone-ku dan mencari toko yang memiliki layanan antar ruma di lingkungan
terdekat.
Sampai saat ini aku
mengandalkan brosur untuk pengiriman, tetapi aku mengetahui bahwa aku bisa
memesan dari smartphone.
“Hari ini aku menginginkan
sesuatu selain pizza. Kalau bisa sih, bento atau donburi. ”
“Ah, aku ingin nasi goreng
Cina.”
“Aku ingin hamburger.”
“Kalian berdua sama sekali
tidak serasi.”
Aku tidak bisa menahan tawa
saat mengingat adegan yang aku lihat di food court tempo hari.
*****
Beberapa hari kemudian…
Aku sedang memikirkan sesuatu
saat bermain dengan smartphone-ku di tempat tidur. Mereka berdua bertingkah
aneh belakangan ini.
Bukan seperti suasana yang sama
saat mereka bertengkar tempo hari. Mereka tidak mengatakan apa pun yang
spesifik kepadaku, yang menjadi biang masalahnya. Lebih buruk lagi, aku sering
melihat mereka saling berbisik.
Selain itu, mereka sering
menghindari tatapanku …
Apa aku akhirnya melakukan
sesuatu yang buruk tanpa kusadari?
Lalu, ada beberapa kemungkinan yang
muncul di benakku.
Misalnya saja, saat cuaca semakin
panas, aku mulai bau keringat. Atau tidak hanya itu, tapi aku bisa memiliki
penampilan yang tidak menyenangkan karena kepanasan.
Atau aku sembarangan mengatakan
sesuatu yang tidak sensitif.
Atau, seperti yang diharapkan,
mereka sudah muak dengan seorang pria paruh baya.
Sekarang setelah dipikir-pikir
lagi, aku jadi lebih terbiasa dengan gaya hidup ini dan akhirnya menunggu
piring menumpuk di wastafel sebelum mencucinya.
Mereka sepenuhnya bergantung
pada kosmetik Yuuri dan perlengkapan umum, dan pada saat yang sama, aku belum
membeli apa pun untuk mereka berdua.
Nah, ini sebagian karena aku
harus berhemat, jadi apa boleh buat.
Tapi mungkin tidak baik jika
terus berlanjut seperti ini. Jika sesuatu harus diubah, maka tidak ada pilihan
selain mengubahnya.
Sifat sejati manusia akan
muncul saat merasa kesal . Mungkin keberadaanku sendiri mulai sedikit
mengganggu.
Aku merasakan alarm peringatan
dan bersumpah untuk memeriksa kembali gaya hidup ini mulai besok.
Di saat seperti ini, penting
untuk kembali ke awal.
Keesokan paginya, aku bangun
lebih awal dari orang lain.
Aku menggoreng telur, bacon, dan menyajikan roti untuk tiga
orang. Aku juga menyiapkan consommé.
Sejauh yang aku ketahui,
sarapan yang begini termasuk pemborosan.
Ketika aku tinggal sendiri, aku
tidak pernah menyiapkan sarapan yang seperti ini.
“Hah? Kazu-nii, apa kamu sudah
bangun?” Kanon mendekat sambil mengusap-usap matanya yang mengantuk.
Mungkin karena dia selalu
membuat sarapan, Kanon bangun lebih awal dari Himari.
“Atau lebih tepatnya, uwah!
Sarapan sudah matang — tumben sekali? ”
“Aku pikir aku harus
melakukannya sendiri sesekali. Sekarang sana cuci muka dulu.”
“O-oke…”
Dengan ekspresi bingung, Kanon
menuju ke kamar mandi.
Seolah-olah mereka bertukar
tempat, kali ini Himari yang bangun.
“Selamat pagi… Komamura-san?
Ah, apa yang terjadi?”
“Kamu tidak bereaksi dengan
cara yang sama seperti Kanon. Nah, itu hal yang wajar bagiku untuk melakukan
ini dari waktu ke waktu. Awalnya, ini adalah rumahku.”
“Pa-Pastinya, seperti itu…”
“Kamu boleh sarapan setelah
merapihkan kekacauan di kepalamu.”
Himari juga menuju ke kamar
mandi sambil malu-malu menutupi rambutnya yang berantakan.
Mereka berdua tampak terkejut,
tapi bukan itu tujuan awalnya.
Aku harus meningkatkan opini
mereka tentangku sebagai orang dewasa. Saat aku memikirkan hal itu, aku
menyadari sesuatu.
Pertama-tama, mengapa aku
bertingkah seperti sedang mencoba menebus kesalahanku pada mereka berdua? Apa
mungkin karena aku takut mereka tidak menyukaiku?
Meski sebagai orang dewasa, aku
memilih untuk tidak menyadari perasaan mereka.
Jadi aku harus bertindak menyesuaikan
hal itu, tapi… entah bagaimana, aku akhirnya mengambil tindakan yang
kontradiktif.
Bukannya ini akan membuat
perasaan mereka kepadaku semakin tumbuh berkembang?
…Tunggu sebentar.
Seperti yang aku katakan pada
Himari — awalnya, ini adalah rumahku. Akulah yang menjadi orang dewasa di sini.
Dengan kata lain, bukanlah hal
yang aneh untuk bertindak demi mereka.
Meski aku masih merasa ragu
tentang jawaban yang aku dapatkan, untuk saat ini, aku akan menunggu kedatangan
mereka berdua di meja makan.
*****
“Aku pulang,” ketika pulang
kerja, aku mengucapkan salam yang sesuai data kamu tiba di rumah. Hal ini sudah
menjadi kebiasaan.
Biasanya, Kanon dan Himari akan
menyambutku dengan "selamat datang
kembali", tapi hari ini tidak ada tanggapan.
Hah? Apa mereka tidak ada di
rumah?
Tapi kedua sepatu mereka masih ada
di pintu masuk.
Aku pergi ke ruang tamu dan
mendengar suara mereka datang dari kamarku.
Di kamarku? Mungkin mereka
sedang menonton sesuatu di komputer.
Aku rasa aku telah menghapus semua
tautan ke situs video-dewasa sejak Himari pertama kali menyentuh komputer, tapi…
jangan-jangan, apa masih ada yang tersisa?
Aku mengintip ke dalam ruangan
dan, seperti yang aku duga, mereka duduk berdampingan di depan komputer.
Punggungku tersentak tanpa
sadar, tetapi dari suasana yang harmonis, sepertinya tidak seperti yang aku bayangkan
terjadi.Melegakan sekali.
"Bagaimana dengan yang
ini?”
“Hmmmm, yang itu tidak akan
menjadi masalah. Tapi ... “
“Aku pulang.”
“Uhya!” mendengar sapaanku,
mereka berdua membuat suara lucu dan tersentak kaget.
“Ah… Komamura-san, selamat
datang kembali.”
“Selamat datang kembali,
Kazu-nii. Maaf, kami tidak menyadarinya.”
“Kalian tampak sedang mencari
sesuatu. Apa yang sedang kalian lihat?”
“Rahasia, urusan khusus gadis.”
Aku sangat penasaran, tapi aku
tidak bisa menilik lebih dalam jika mereka berkata seperti itu.
“Begitu ya... Kalau begitu,
jangan pergi ke kamar mandi."
“Dimengerti.”
Aku menuju kamar mandi sambil
melonggarkan dasiku.
Namun, aku masih bertanya-tanya
apa yang sebenarnya mereka tonton.
Aku merasa agak tersisih,
karena mereka terlihat seperti sedang bersenang-senang… Tidak, tidak, tidak,
tidak. Akan sangat aneh bagi pria seusiaku untuk terus-menerus mengungkit
hal-hal yang ingin dirahasiakan oleh gadis-gadis SMA.
Tapi perilaku mereka
akhir-akhir ini, aku masih sedikit khawatir.
Hmm…
Tidak, mana mungkin aku tidak
memikirkannya. Aku akan melenyapkan rasa ketidakpastian ini dengan mandi.
Oh, benar, besok aku bisa
membeli kue untuk diriku sendiri, bukan?
Aku akan mampir ke toko tempat
Yuuri membeli kue krim beberapa hari yang lalu.
*****
… Jadi, aku pulang ke rumah dengan
membawa sebuah kotak kue di dalamnya. Aku
pikir takkan ada banyak orang karena sudah larut malam, tetapi ada beberapa
wanita yang, seperti aku, sepertinya mengatakan, “Aku akan mampir dalam
perjalanan pulang dari kerja,” jadi aku merasa sedikit gugup di dalam toko yang
sempit.
Nah, aku sudah membeli kue yang
tampak cukup enak sehingga sepadan dengan usaha yang kualalui, dan aku tidak
sabar untuk mencicipinya.
“Aku pulang.”
Saat aku membuka pintu depan, aku
melangkah mundur. Bagian dalam rumah tampak gelap gulita. Belum lagi pintu
masuknya, tidak ada penerangan baik di dapur maupun di dalam ruang tamu.
Apa-apaan ini…
Pemadaman listrik?
Aku memutuskan untuk memulai
dengan memeriksa sakelar… Aku melepas sepatuku dan berjalan ke dalam rumah, dan
pada saat itu:
Tiba-tiba lampu menyala.
“Ahhh ?!”
“Kazu-nii, selamat ulang
tahun!”
“Selamat ulang tahun,
Komamura-san!”
“Selamat, Kazuki-kun!” Dengan bunyi
pop-pop-pop, popper pesta meledak ke
arahku. Sesaat aku berdiri kaget dengan tubuhku dihujani confetti di pintu masuk.
“Ulang tahun…”
Oh… Aku baru mengingatnya
sekarang.
Beberapa hari terakhir ini isi
kepalaku penuh dengan permasalahan mereka berdua, jadi hal itu tak pernah
terlintas di benakku.
Terutama karena aku tidak pernah
merayakan hari ulang tahunku sendiri dalam beberapa tahun terakhir.
“Ya. Sebenarnya, kami
merencanakan ini dengan Yuuri-san, dan kami sudah membuat persiapan jauh-jauh
hari. ”
“Heh, heh. Betul sekali.
Sekarang, ayo kita rayakan sekarang juga, Komamura-san! ” ucap Himari sambil
tersenyum dan menarik tanganku hingga dia membawaku ke meja dapur.
Di atas meja ditempatkan kue
krim ulang tahun. Di atas lempengan coklat tertulis 'Selamat Ulang Tahun, Kazuki-kun.' Seriusan…? Uhh rasanya memalukan…
Namaku belum pernah tertulis di
kue seperti ini sejak aku masih SD…
Juga, saat aku melihat ke dapur
lagi, aku menyadari ada dekorasi origami yang menempel di dinding dan
langit-langit. Bahkan ada balon juga.
“Ah, dekorasinya? Kami
sebenarnya mencari di Internet untuk referensi. Dekorasi yang sangat meriah,
bukan?”
Begitu rupanya…
Jadi ini yang mereka cari di
komputer, ya?
“Ngomong-ngomong, Kazuki-kun,
apa itu? Kamu mampir ke toko tempat aku membeli kue krim beberapa hari yang lalu,
bukan?” Yuuri memperhatikan kotak yang kubawa.
“Tidak, aku sebenarnya hanya
berpikir ingin membeli kue dalam perjalanan pulang… Aku benar-benar lupa kalau
hari adalah hari ulang tahunku, hei…”
Mustahil, siapa menyangka situasi
ini dengan dua kue. Sungguh pengalaman yang aneh…
“Jadi, aku akan makan kue
sesuka hati! Fu fu, aku sangat menantikannya!”
“Selain itu, aku dan Himari
juga membuat gorengan. Ternyata sangat enak! Makan nanti. ”
“Benarkah? Kanon, Himari,
terima kasih.”
“Heh heh. Aku berusaha sebaik
mungkin untuk belajar dari Kanon-chan ”balas Himari sambil tersenyum sambil
mengepalkan tinjunya.
Tidak ada pria yang akan tidak
senang dengan gadis SMA yang mengatakan kepadanya secara langsung bahwa dia
mencoba yang terbaik demi satu hal.
… Aku mencoba untuk berpura-pura
tidak peduli dalam hatiku, tapi bagaimanapun juga aku tetap merasa bahagia.
Tapi, kue dan gorengan…?
Tunggu, tidak sopan jika
memikirkan kombinasi makanan sekarang.
Masing-masing makanan tersebut
memang enak. Bukannya itu bagus? Aku tinggal berpikir bahwa ini mirip seperti
Natal.
“Baik. Aku akan menyalakan
lilinnya. Ah, kamu akan baik-baik saja hanya dengan itu? ”
Aku menganggukkan kepalaku pada
kata-kata Kanon.
Sejak dulu, aku tidak terlalu
menyukai pemakaian lilin, karena bisa membuat kuenya berlubang.
Kanon menyalakan lilin langsung
dari api kompor dan mendorongnya ke dalam kue.
Sejujurnya, kami tidak memiliki
korek api atau pemantik api di rumah, namun itu cara yang cukup barbar…
“Okey, Kazuki-kun, kamu harus
meniupnya” sambil tersenyum, Yuuri menyemangatiku. Memangnya aku ini anak TK?
Tapi sebelum meniup lilin di
kue, aku sudah merasa sangat malu…
Tatapan mereka bertiga membuat
hatiku semakin tersipu.
Tapi aku tidak bisa berdiam
diri terus.
Aku mengambil keputusan,
menghirup nafas, dan meniup lilin. Lalu, mereka bertiga bertepuk tangan dengan
meriah.
“Nah, sekali lagi: Kazu-nii,
selamat ulang tahun yang ke-27!”
“Selamat!”
“Selamat!”
Baru pertama kalinya aku
merayakan ulang tahun sejak sudah menjadi dewasa. Aku merasa malu, tapi juga
menikmati suasananya. Ini akan menjadi perayaan ulang tahun yang akan kuingat
selamanya.
Merasa bersyukur akan hal itu, aku
lalu berterima kasih kepada mereka bertiga.
<<=Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya=>>