1LDK, Soshite 2JK Vol.2 Chapter 04 Bahasa Indonesia

Chapter 4 — Gadis SMA dan Pertengkaran

 

“Aku pulang.”

“Selamat datang kembali, Kanon-chan,” sambil tersenyum, Himari menyambut Kanon yang kembali dari sekolah.

Hari ini adalah hari dimana Himari bekerja, namun ternyata, dia sudah pulang duluan.

“Hei, Kanon-chan, ada sesuatu yang ingin kubicarakan ...”

“Hm?”

Ketika Himari dengan malu-malu mengatakan itu padanya, Kanon memiringkan kepalanya dengan bingung.

Dia penasaran apa itu mengenai masalah serius dilihat dari ekspresinya. Kanon meletakkan tasnya di ruang tamu dan duduk di sofa di sebelah Himari.

“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”

“Hmm, begini… aku sedang memikirkan tentang apa yang harus dilakukan untuk ulang tahun Komamura-san.”

“Ah ...” tanpa sengaja, Kanon mengangkat suara.

Ketika Yuuri berkunjung beberapa hari yang lalu, mereka secara implisit menanyakan kapan ulang tahun Kazuki. Jawaban yang mereka dapatkan adalah 7 Juni.

Tanggalnya sudah dekat.

Dia memiliki firasat bahwa Yuuri mungkin akan menyiapkan kuenya.

Kanon merasa bahwa Yuuri juga menaruh perasaan terhadap Kazuki. Jika tidak, saat dia mendengar tentang masalah Himari, dia akan memarahi Kazuki lebih keras.

Selain itu, ekspresi wajah Yuuri saat berbincang dengan Kazuki mengatakan lebih banyak tentang perasaannya lebih dari apa pun.

Sembari tersipu, sesekali dihiasi senyuman kebahagiaan murni, seolah detak jantungnya yang bersemangat berbicara — itu adalah ekspresi dari seorang wanita yang sedang jatuh cinta. Himari juga memiliki ekspresi yang mirip, jadi Kanon sangat mengetahuinya. Dan, mungkin, tanpa dia sadari, Kanon juga mungkin…

“Kanon-chan?”

Kanon kembali tersadar dengan cepat karena mendengar suara Himari. Dia tiba-tiba merasa malu saat memikirkan hal tadi.

“Ah maaf,  ulang tahun Kazu-nii, ‘kan? Hmmm. Serius, apa yang kita lakukan?” seolah-olah untuk menutupi masalah tersebut, Kanon menanggapi dengan paksa, mungkin sedikit berlebihan.

Namun, Himari tidak menyadarinya, dan, sama seperti Kanon, dia hanya berkata “hmmm ...” dalam hatinya, Kanon merasa lega dan kemudian mengalihkan perhatiannya pada hari ulang tahun Kazuki.

“Mungkin mustahil membelikannya hadiah, ya…”

“Benar… Gajiku baru keluar di tanggal 15, jadi aku tidak bisa mendapatkannya tepat waktu…”

“Aku bahkan tidak tahu apa yang bisa membuatnya bahagia.”

Mereka sudah tinggal bersama selama hampir sebulan, tapi Kazuki tidak memiliki keinginan material tertentu… Itulah yang mereka berdua rasakan.

Mungkin jam tangan atau peralatan elektronik akan membuatnya senang, tapi tentu saja, tak satu pun dari mereka yang punya uang tunai untuk membeli barang-barang semacam itu.

Tapi setelah mereka tahu tentang ulang tahunnya, mereka tidak bisa mengabaikannnya begitu saja. Mereka ingin merayakannya dengan baik. Dan, di atas segalanya, mereka ingin merayakannya sendiri.

“Anggap saja Yuuri akan membeli kuenya… tidak ada yang tersisa untuk kita lakukan selain melakukan apa yang kita bisa, ya?”

“Kalau begitu… gimana kalau mendekorasi ruangan?”

“Dekorasi? Sesuatu yang kamu buat dengan origami? Sama seperti  buat di acara kelas SD gitu? ”

“Betul sekali! Sesuatu seperti karangan bunga kertas dan sejenisnya.”

Yah, mereka pasti bisa mengatur mood untuk pesta.

Selain itu, jika cuma origami, mereka bisa membelinya saat berbelanja seperti biasa dan yang terpenting, harganya terjangkau.

Meski terlihat agak kekanak-kanakan, tapi mungkin karena alasan itulah mungkin akan disukai.

“Mengapa tidak menyiapkan makanan yang disukai Kazu-nii?”

“Ah… Tentang itu, apa tidak apa-apa jika aku ikut membantu juga?”

“Ya itu baik baik saja. Ayo masak sama-sama.” Meski dia setuju, hati Kanon menyimpan perasaan yang sedikit bertentangan. Dia berpikir bahwa jika harus memasak, dia punya kesempatan untuk lebih dekat sendiri. Tapi dia juga takut untuk menolak, karena dia benar-benar bisa memahami keinginan Himari untuk membuat Kazuki bahagia.

Pokoknya, rencana perayaan ultahnya sudah diputuskan.

“Kita harus segera memulai persiapannya mulai besok. Kita harus berhati-hati supaya Komamura-san tidak mengetahuinya. ”

Mungkin tidak masalah untuk menyembunyikan dekorasi. Jika mereka menyembunyikannya di rak paling atas kamar mandi, Kazuki tidak akan menyadarinya. Kanon tahu bahwa Kazuki jarang membukanya, karena di situ hanyalah tempat di mana mereka menyimpan stok busa cukur dan gelas plastik yang tidak terpakai.

“Aku akan memikirkan menu makanan besok saat aku berbelanja.”

“Terima kasih!”

Namun, mengingat selera Kazuki, ada kemungkinan besar bahwa sebagian besar terdiri dari daging.

Ulang tahun ya… Aku ingin tahu kapan ulang tahun Himari. Maksudku, sampai berapa lama dia akan disini? Aku bahkan tidak tahu nama aslinya… tiba-tiba, pertanyaan tersebut muncul di kepala Kanon.

Pertanyaan-pertanyaan itu dengan cepat mengambil alih pikirannya.

“Hei…”

“Hm?”

“Himari… apa yang akan kamu lakukan mulai dari sekarang?”

“Hah?”

“Kamu mengikuti kompetisi, ‘kan? Kapan hasilnya akan keluar? ”

“Err… Setelah lima bulan…” seolah-olah sulit baginya untuk mengatakannya, Himari menjawab dengan suara kecil.

Kanon tidak memiliki pengetahuan tentang kontes yang dibuka untuk umum. Namun, dia terkejut kalau waktu pengumumannya sangat jauh dari yang dia bayangkan.

“Lima bulan, katamu… baru keluar di musim gugur, ‘kan? Apa yang akan kamu lakukan selama rentang waktu itu? Mau sampai berapa lama kamu akan berada di sini? ”

“Kalau itu…” Himari tetap diam.

Kanon menilai bahwa Himari mungkin belum berpikir sejauh itu. Karena itu, dia akhirnya sedikit kesal dengan cara berpikirnya yang terlalu santai.

“Sekarang sudah hampir liburan musim panas, bukan? Alangkah baiknya jika kamu membuat keputusan untuk—”

“Aku tahu, aku tahu, tapi aku masih…” Jawaban Himari masih ambigu.

Keheningan menyelimuti mereka berdua. Himari merasa gugup dan sepertinya ingin lari dari masalah tersebut.

“… Himari, kamu terlalu banyak menuntut.”

Himari menundukkan kepalanya karena terkejut mendengar gumaman singkat Kanon.

Tidak, itu buruk. Dia melampiaskan amarah cemburunya.

Dia adalah seorang gadis yang melarikan diri dari rumah, mendapat pekerjaan sambilan, menggambar ... Dia tidak tahan dengan tindakan berani Himari seperti ini dan merasa iri padanya karena memiliki sesuatu yang tidak dia punya. Mana mungkin dia takkan melampiaskan amarahnya ke titik yang tidak menyenangkan.

Tetap saja, Kanon tidak bisa menghentikan kata-kata yang sudah naik ke tenggorokannya.

“Himari, kamu punya rumah untuk kembali dan orang tua yang akan menunggumu, ‘kan? Menurutku, tindakan mereka memang sedikit kejam, kurasa menyakitkan untuk tidak setuju dengan pendapat orang tuamu dan membuat mereka tidak mendukung impianmu. Tapi…! Tapi…!” Nada suara Kanon lambat laun menjadi kasar.

Ini salah. Jika aku terus melanjutkannya… di kepala Kanon, dirinya yang tenang memperingatkannya. Kamu tidak boleh mengatakannya. Kamu harus mengendalikan dirimu sendiri.

Tapi dia tidak bisa menahan diri. Emosi yang sudah menggebu dan keruh menggerakkan bibir Kanon: “Sejak aku lahir, aku tidak memiliki kedua orang tua! Aku hanya mengenal ibuku, dan bahkan sekarang dia pergi meninggalkanku! Aku tidak mempunyai sesuatu seperti orang tua yang peduli dengan masa depanku!”

Dia akhirnya mengatakannya dan mengungkapkan pikirannya.

Butiran air mata mengalir di sudut mata Kanon.

Dia iri pada Himari, Dia iri terhadap seseorang yang memiliki sesuatu yang tidak dia miliki.

Himari, yang memiliki masalah dengan hal-hal itu, akhirnya terlihat seperti orang yang menuntut di mata Kanon. Dia frustrasi dan iri karena dia tidak mampu mengkhawatirkan hal-hal itu…

Emosi di hati Kanon menjadi campur aduk.

Sama seperti saat mencampurkan semua warna sekaligus dalam sebuah lukisan, emosi tersebut sama sekali tidak indah.

Himari terus menundukkan kepalanya, tapi akhirnya ...

“Ba-Bagiku, bukan berarti aku memilih lahir di rumah itu!” Himari membantah dengan nada suara yang kuat. Ada air mata di matanya juga.

Tampaknya bahkan Himari sendiri menyadari perilakunya yang egois. Itulah mengapa dia selalu tidak menonjolkan diri, Kanon juga menyadarinya.

“…!”

Himari dengan kasar menyeka air matanya dengan lengannya dan kemudian bergegas ke kamar Kazuki.

Kanon berjongkok di tempat.

Dia akhirnya mengatakan sesuatu yang kejam.

Kata-kata Himari membuatnya terkejut.

Tidak ada yang bisa memilih baik tempat mereka dilahirkan maupun orang tua mereka.

Tidak ada gunanya menyesali hal itu, apalagi melampiaskannya pada orang lain.

Rasa bersalah, penyesalan, dan kesedihan langsung menimpanya.

Untuk sementara, Kanon tetap menangis di tempat.

 

※※※

(Sudut Pandang Kazuki)

“… Terima kasih untuk makanannya yang enak.”

“…”

Himari meletakkan sumpit dan membisikkan salam perpisahan setelah makan selesai. Kemudian, dia dengan cepat meletakkan piring di wastafel dan meninggalkan dapur.

Kanon tidak bereaksi dan terus menyeruput sup misonya.

Suasananya berat sekali…

Mereka berdua sudah seperti ini sejak aku pulang kerja.

Aku tahu mereka sedang bertengkar, tapi aku tidak tahu apa permasalahannya.

Aku tidak bisa sembarangan bertanya — jika aku akhirnya salah paham, itu bisa membuat situasi menjadi lebih runyam.

Tetap saja, suasana ini sangat tidak nyaman…

“Ah, hmm… Kerang dalam sup miso benar-benar mengklaim rasanya, tahu?”

“…”

Aku tidak tahan lagi dengan suasana yang tidak nyaman, dan, untuk beberapa alasan, permainan kata-kata buruk keluar dari mulutku.

Tidak, bukannya aku bertujuan untuk itu, tidak sama sekali. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, jadi ide tersebut muncul begitu saja.

Kanon menatapku sejenak dengan mata sedingin es.

“Aku memasaknya seperti biasa,” dia menggumamkan jawabannya, dan kali ini dia memasukkan nasi ke dalam mulutnya.

…Judesnya.

Aku bisa memahami perasaan pahit pelawak ketika lelucon yang mereka ucapkan gagal. Lain kali aku melihat seorang komedian gagal di TV, aku bisa melihatnya dengan sedikit simpati.

Namun, mereka berdua bisa bertengkar juga, ya? Rasanya sedikit mengejutkan karena selama ini hubungan mereka terlihat baik-baik saja.

Aku jadi sedikit khawatir.

Sampai berapa lama situasi berat ini berlangsung…?

“Kazu-nii, sumpitmu tidak bergerak, tuh.”

“Oh? Ahhh.”

Kanon bergumam singkat, “terima kasih untuk makanannya” dan meninggalkan kursinya. Aku juga buru-buru makan nasinya.

Hari itu, sampai aku tertidur, suasana di sekitar mereka berdua tidak berubah.

Apa lebih baik untuk menanyakan secara detail ketika aku pulang kerja keesokan harinya?

 

※※※

(Sudut Pandang Orang Ketiga)

Biasanya mereka berdua tidur dengan futon bersebelahan di lantai ruang tamu.

Namun, kedua futon itu menjauh satu sama lain.

Kanon menunggu waktu yang tepat untuk meminta maaf, tapi Himari tidak melakukan kontak mata atau mencoba berbicara dengannya sejak saat itu.

Aku memang salah… tapi… Dia yakin dia tidak salah bertanya ketika berkata “sampai berapa lama kamu akan berada di sini?”

Meski dia sendiri yang membuat Himari tinggal di rumah ini, masalah tersebut akhirnya masih merupakan masalah yang harus dipikirkan semua orang.

Tapi Kanon menyesal karena dia seharusnya tidak menyebutkannya sekarang. Karena beberapa saat sebelumnya mereka dengan riang gembira mendiskusikan ulang tahun Kazuki.

Benar, ulang tahun Kazu-nii…

Dia harus memikirkan sesuatu.

Tapi sekarang dia sama sekali tidak merasa seperti itu.

Pertama-tama, dia berencana untuk tidur sekarang…

Kanon menutupi kepalanya. Hal itu dilakukan supaya dia tidak mendengar nafas Himari.

Keesokan paginya, mereka berdua menyelesaikan sarapan tanpa berbicara satu sama lain. Himari tidak meninggalkan ruangan ketika Kanon pergi ke sekolah, bahkan ketika Kazuki pergi ke kantor.

Saat sore hari…

Kanon berhenti di depan pintu masuk utama sambil memegang kuncinya. Bayangan akalau akan bertatap muka dengan Himari terasa pahit untuknya.

Dia akhirnya memikirkan masalah Himari terus menerus di sekolah. Bahkan teman-temannya mengatakan kepadanya, “Kanon, kamu dari tadi melamun terus, tahu?”

Tapi dia tidak bisa tinggal di luar rumah. Kanon menarik napas dalam-dalam, mengambil keputusan, dan memutar kuncinya.

“Aku pulang…”

Tidak ada respon dari dalam rumah.

Sepatu Himari juga tidak di pintu masuk.

Oh iya, aku baru ingat, dia sedang bekerja hari ini… Setelah memikirkan hal itu, Kanon tiba-tiba merasa tidak nyaman.

Apa yang akan dia lakukan jika Himari tidak kembali? Dia tidak bisa mengabaikan kemungkinan tersebut.

Lagipula, Himari adalah gadis yang serius kabur dari rumah.

Dia juga cukup terampil untuk mendapatkan pekerjaan sambilan dalam situasi seperti itu.

Dan, dengan kemarin, perasaan ketidaknyamanan Himari berada di rumah ini mungkin diperkuat.

Dan, yang terpenting, dia mungkin membenci Kanon.

Kanon buru-buru melihat sekeliling kamar Kazuki.

Barang-barang dan pakaian pribadi Himari masih ada di sana.

Namun, dia masih belum bisa merasa tenang hanya karena barang-barangnya ada di sana.

Karena Himari juga kabur dari rumahnya tanpa membawa baju ganti.

Dia bisa saja meninggalkan semuanya apa adanya dan pergi sendiri.

Pada saat itu, yang terlintas di benak Kanon hanyalah pemandangan kosong rumahnya yang mana ibunya tak pernah kembali ...

“Ah, apa yang harus aku lakukan…?”

Kanon tetap di ruang tamu tanpa tujuan apa pun.

Pada saat itu, kenop pintu depan berderak.

“…!”

Kanon segera menuju ke sana.

Tapi bukan Himari yang kembali, melainkan Kazuki.

“Aku pulang ... Ada apa, Kanon? Wajahmu sampai sesedih itu.”

“Kazu-nii ... Apa yang harus aku lakukan ...” dengan wajah yang tampak seperti akan menangis setiap saat, Kanon berbicara dengan Kazuki.

 

※※※

 

“Jadi begitu kejadiannya…”

Ketika Kanon bercerita tentang kejadian kemarin, aku tidak bisa menahan napas dalam-dalam saat aku merosot kembali di sofa.

“Aku pikir masalah Himari tidak masuk akal. Lagipula, orang tuaku telah meninggalkanku… Tapi masalah masing-masing orang itu berbeda, ‘kan…? ”

“Kanon…”

Kanon menundukkan kepalanya saat duduk di sofa. Dia sepertinya dengan tulus menyesali apa yang sudah dia katakan.

“Selain itu, menurutku Himari sama sekali tidak memikirkan masa depan… Tapi aku juga belum memikirkannya… Akulah yang memberitahu Himari bahwa aku ingin dia tinggal di sini. Meski begitu, aku akhirnya melampiaskan amarahku padanya… ”

“Tidak, Himari adalah tanggung jawabku. Aku tidak pernah memikirkan sesuatu yang pasti di masa depan. Tindakanku memang tidak bisa dimaafkan… ”

“Kazu-nii…”

Kami seharusnya tahu bahwa ada masalah dengan cara hidup ini, tapi kami menutup mata pada kenyataan tersebut.

Aku menundanya. Aku melarikan diri dari itu.

Tapi sudah waktunya untuk menganggapnya serius.

Himari sudah mengirimkan karyanya ke kontes. Namun, hasilnya belum keluar sampai lima bulan lagi, bukan?

Jelas sekali, aku tidak bisa menahan Himari di rumah selama itu.

Sungguh, aku harus memikirkannya dengan benar…

“Apa yang akan aku lakukan jika Himari tidak kembali…” gumam Kanon dengan lemah.

“Dia mungkin baik-baik saja, kan?”

“Namun, Himari tidak tahu harus kemana. Gadis itu mungkin… Dia mungkin belum berniat untuk kembali ke rumah… ”Kanon menundukkan kepalanya.

Tidak ada yang bisa aku katakan.

Sebagian diriku mengira aku tidak punya hak untuk menghentikannya, tetapi ada juga sebagian diriku yang menganggap kalau itu tindakan tidak bertanggung jawab untuk menahannya sampai sekarang.

Tapi, di atas segalanya, kecil kemungkinannya Himari bisa menemukan orang untuk membantunya seperti kita.

“Tidak bisa berdiam diri lagi ...” Aku terkejut mendengar gumaman Kanon.

Begitu ya... Itu pasti perasaan Kanon yang sebenarnya.

Di luar, Kanon berpura-pura tenang, tapi hilangnya bibiku telah membuat hatinya lebih rusak daripada yang bisa kubayangkan…

“…Aku takkan pergi kemana-mana.”

Kanon, yang selama ini menundukkan kepalanya, mengangkat wajahnya.

“Kazu-nii…”

“Aku tidak pergi kemana-mana. Aku janji ... Yah, bukan berarti aku harus pergi ke manapun.”

Untuk sesaat, Kanon menatap wajahku…

Setelah dia mengangguk pelan dengan "oke," dia tertawa singkat dengan “pfft.” Aku merasakan atmosfer berat yang mengelilingi Kanon sejauh ini memudar.

Saat aku lega dia baik-baik saja untuk saat ini…

Pintu masuk utama terbuka.

“…!” Kanon segera berdiri dan menuju pintu masuk. Selanjutnya, aku mengikutinya dari belakang.

“Himari!” Kanon lalu dengan penuh semangat memeluk Himari yang sedang melepas sepatunya.

“Ka-Kanon-chan?”

“Himari, maafkan aku. Maafkan aku… Aku seharusnya tidak mengatakan kata-kata sekejam itu. Aku benar-benar minta maaf… ” dengan wajah terkubur di leher Himari, Kanon meminta maaf kepada Himari dengan berlinang air mata.

“Kanon-chan…”

Himari yang bingung sesaat, tapi akhirnya dengan lembut menyentuh bahu Kanon.

“Tidak masalah. Akulah yang seharsunya meminta maaf… Tentu saja, apa yang kamu katakan ada benarnya, Kanon-chan. Aku menjadi sangat egois.”

“Itu bukan…”

“Jadi, saat bekerja hari ini, aku terus memikirkan tentang apa yang akan aku lakukan mulai sekarang.”

Kanon mengangkat wajahnya, terlihat khawatir pada kata-kata Himari. Lalu, sambil melihat ke arahku, Himari berkata:

“Komamura-san, aku tidak berniat tinggal di sini selamanya. Tapi untuk saat ini, izinkan aku menghemat uang. Setelah aku menabung dari gaji kerja sambilanku, aku akan pergi.”

“Himari ...”

“Aku berniat untuk kembali ke rumahku setelah selesai. Tapi aku ingin menabung untuk membeli peralatan yang dibuang orang tuaku. Komamura-san, kamu sudah membelikanku tablet grafis, tapi… ada hal lain yang aku inginkan juga. Aku ingin membelinya dengan uang dari hasil jerih payahku. Jadi orang tuaku akan mengerti apa yang ingin aku lakukan… ”

“…Jadi begitu ya.”

“Aku harus menghadapi orang tuaku. Tapi untuk itu, beri aku sedikit waktu lagi, tolong… Setelah aku menabung cukup uang, aku rasa aku akan memiliki keberanian untuk kembali ke rumah… ”

“Jika itu yang sudah kamu putuskan, aku akan mendukungmu.”

“Terima kasih banyak…” Himari menundukkan kepalanya dalam-dalam.

“Saat kamu menabung ...” dengan tenang, Kanon merenungkan kata-kata yang diucapkan Himari.

“Iya. Aku sedang memikirkan liburan pertengahan musim panas, tapi… Aku ingin tahu apakah itu terlalu lama… ”

Kanon menggelengkan kepalanya.

Dua bulan atau lebih… Setelah batas waktu ditetapkan, tiba-tiba rasanya terlalu singkat buatku.

“Itu sebabnya, Komamura-san, Kanon-chan, aku akan berada di bawah perawatan kalian lebih lama lagi.”

“Baiklah.”

“Hm.”

Mengenai insiden ini, semuanya sudah diselesaikan sekarang, bukan? Sepertinya mereka berdua bisa berbaikan.

Namun, aku harus memastikan bahwa orang lain tidak akan mengetahui tentang keberadaan Himari selama dua bulan.

Aku sudah terbiasa akhir-akhir ini dan agak santai, tetapi aku harus tetap waspada.

“Sekarang, ayo makan. Kurasa kalian berdua sudah lapar.”

“Tapi aku belum membuat makan malam…”

“Tenang, aku akan memesan makanan.”

Aku merasa tidak enakan karena membuat Kanon memasak setiap saat.

Aku langsung mengeluarkan smartphone-ku dan mencari toko yang memiliki layanan antar ruma di lingkungan terdekat.

Sampai saat ini aku mengandalkan brosur untuk pengiriman, tetapi aku mengetahui bahwa aku bisa memesan dari smartphone.

“Hari ini aku menginginkan sesuatu selain pizza. Kalau bisa sih, bento atau donburi. ”

“Ah, aku ingin nasi goreng Cina.”

“Aku ingin hamburger.”

“Kalian berdua sama sekali tidak serasi.”

Aku tidak bisa menahan tawa saat mengingat adegan yang aku lihat di food court tempo hari.

 

*****

Beberapa hari kemudian…

Aku sedang memikirkan sesuatu saat bermain dengan smartphone-ku di tempat tidur. Mereka berdua bertingkah aneh belakangan ini.

Bukan seperti suasana yang sama saat mereka bertengkar tempo hari. Mereka tidak mengatakan apa pun yang spesifik kepadaku, yang menjadi biang masalahnya. Lebih buruk lagi, aku sering melihat mereka saling berbisik.

Selain itu, mereka sering menghindari tatapanku …

Apa aku akhirnya melakukan sesuatu yang buruk tanpa kusadari?

Lalu, ada beberapa kemungkinan yang muncul di benakku.

Misalnya saja, saat cuaca semakin panas, aku mulai bau keringat. Atau tidak hanya itu, tapi aku bisa memiliki penampilan yang tidak menyenangkan karena kepanasan.

Atau aku sembarangan mengatakan sesuatu yang tidak sensitif.

Atau, seperti yang diharapkan, mereka sudah muak dengan seorang pria paruh baya.

Sekarang setelah dipikir-pikir lagi, aku jadi lebih terbiasa dengan gaya hidup ini dan akhirnya menunggu piring menumpuk di wastafel sebelum mencucinya.

Mereka sepenuhnya bergantung pada kosmetik Yuuri dan perlengkapan umum, dan pada saat yang sama, aku belum membeli apa pun untuk mereka berdua.

Nah, ini sebagian karena aku harus berhemat, jadi apa boleh buat.

Tapi mungkin tidak baik jika terus berlanjut seperti ini. Jika sesuatu harus diubah, maka tidak ada pilihan selain mengubahnya.

Sifat sejati manusia akan muncul saat merasa kesal . Mungkin keberadaanku sendiri mulai sedikit mengganggu.

Aku merasakan alarm peringatan dan bersumpah untuk memeriksa kembali gaya hidup ini mulai besok.

Di saat seperti ini, penting untuk kembali ke awal.

Keesokan paginya, aku bangun lebih awal dari orang lain.

Aku menggoreng telur, bacon, dan menyajikan roti untuk tiga orang. Aku juga menyiapkan consommé.

Sejauh yang aku ketahui, sarapan yang begini termasuk pemborosan.

Ketika aku tinggal sendiri, aku tidak pernah menyiapkan sarapan yang seperti ini.

“Hah? Kazu-nii, apa kamu sudah bangun?” Kanon mendekat sambil mengusap-usap matanya yang mengantuk.

Mungkin karena dia selalu membuat sarapan, Kanon bangun lebih awal dari Himari.

“Atau lebih tepatnya, uwah! Sarapan sudah matang — tumben sekali? ”

“Aku pikir aku harus melakukannya sendiri sesekali. Sekarang sana cuci muka dulu.”

“O-oke…”

Dengan ekspresi bingung, Kanon menuju ke kamar mandi.

Seolah-olah mereka bertukar tempat, kali ini Himari yang bangun.

“Selamat pagi… Komamura-san? Ah, apa yang terjadi?”

“Kamu tidak bereaksi dengan cara yang sama seperti Kanon. Nah, itu hal yang wajar bagiku untuk melakukan ini dari waktu ke waktu. Awalnya, ini adalah rumahku.”

“Pa-Pastinya, seperti itu…”

“Kamu boleh sarapan setelah merapihkan kekacauan di kepalamu.”

Himari juga menuju ke kamar mandi sambil malu-malu menutupi rambutnya yang berantakan.

Mereka berdua tampak terkejut, tapi bukan itu tujuan awalnya.

Aku harus meningkatkan opini mereka tentangku sebagai orang dewasa. Saat aku memikirkan hal itu, aku menyadari sesuatu.

Pertama-tama, mengapa aku bertingkah seperti sedang mencoba menebus kesalahanku pada mereka berdua? Apa mungkin karena aku takut mereka tidak menyukaiku?

Meski sebagai orang dewasa, aku memilih untuk tidak menyadari perasaan mereka.

Jadi aku harus bertindak menyesuaikan hal itu, tapi… entah bagaimana, aku akhirnya mengambil tindakan yang kontradiktif.

Bukannya ini akan membuat perasaan mereka kepadaku semakin tumbuh berkembang?

…Tunggu sebentar.

Seperti yang aku katakan pada Himari — awalnya, ini adalah rumahku. Akulah yang menjadi orang dewasa di sini.

Dengan kata lain, bukanlah hal yang aneh untuk bertindak demi mereka.

Meski aku masih merasa ragu tentang jawaban yang aku dapatkan, untuk saat ini, aku akan menunggu kedatangan mereka berdua di meja makan.

 

*****

“Aku pulang,” ketika pulang kerja, aku mengucapkan salam yang sesuai data kamu tiba di rumah. Hal ini sudah menjadi kebiasaan.

Biasanya, Kanon dan Himari akan menyambutku dengan "selamat datang kembali", tapi hari ini tidak ada tanggapan.

Hah? Apa mereka tidak ada di rumah?

Tapi kedua sepatu mereka masih ada di pintu masuk.

Aku pergi ke ruang tamu dan mendengar suara mereka datang dari kamarku.

Di kamarku? Mungkin mereka sedang menonton sesuatu di komputer.

Aku rasa aku telah menghapus semua tautan ke situs video-dewasa sejak  Himari pertama kali menyentuh komputer, tapi… jangan-jangan, apa masih ada yang tersisa?

Aku mengintip ke dalam ruangan dan, seperti yang aku duga, mereka duduk berdampingan di depan komputer.

Punggungku tersentak tanpa sadar, tetapi dari suasana yang harmonis, sepertinya tidak seperti yang aku bayangkan terjadi.Melegakan sekali.

"Bagaimana dengan yang ini?”

“Hmmmm, yang itu tidak akan menjadi masalah. Tapi ... “

“Aku pulang.”

“Uhya!” mendengar sapaanku, mereka berdua membuat suara lucu dan tersentak kaget.

“Ah… Komamura-san, selamat datang kembali.”

“Selamat datang kembali, Kazu-nii. Maaf, kami tidak menyadarinya.”

“Kalian tampak sedang mencari sesuatu. Apa yang sedang kalian lihat?”

“Rahasia, urusan khusus gadis.”

Aku sangat penasaran, tapi aku tidak bisa menilik lebih dalam jika mereka berkata seperti itu.

“Begitu ya... Kalau begitu, jangan pergi ke kamar mandi."

“Dimengerti.”

Aku menuju kamar mandi sambil melonggarkan dasiku.

Namun, aku masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya mereka tonton.

Aku merasa agak tersisih, karena mereka terlihat seperti sedang bersenang-senang… Tidak, tidak, tidak, tidak. Akan sangat aneh bagi pria seusiaku untuk terus-menerus mengungkit hal-hal yang ingin dirahasiakan oleh gadis-gadis SMA.

Tapi perilaku mereka akhir-akhir ini, aku masih sedikit khawatir.

Hmm…

Tidak, mana mungkin aku tidak memikirkannya. Aku akan melenyapkan rasa ketidakpastian ini dengan mandi.

Oh, benar, besok aku bisa membeli kue untuk diriku sendiri, bukan?

Aku akan mampir ke toko tempat Yuuri membeli kue krim beberapa hari yang lalu.

 

*****

… Jadi, aku pulang ke rumah dengan membawa sebuah kotak  kue di dalamnya. Aku pikir takkan ada banyak orang karena sudah larut malam, tetapi ada beberapa wanita yang, seperti aku, sepertinya mengatakan, “Aku akan mampir dalam perjalanan pulang dari kerja,” jadi aku merasa sedikit gugup di dalam toko yang sempit.

Nah, aku sudah membeli kue yang tampak cukup enak sehingga sepadan dengan usaha yang kualalui, dan aku tidak sabar untuk mencicipinya.

“Aku pulang.”

Saat aku membuka pintu depan, aku melangkah mundur. Bagian dalam rumah tampak gelap gulita. Belum lagi pintu masuknya, tidak ada penerangan baik di dapur maupun di dalam ruang tamu.

Apa-apaan ini…

Pemadaman listrik?

Aku memutuskan untuk memulai dengan memeriksa sakelar… Aku melepas sepatuku dan berjalan ke dalam rumah, dan pada saat itu:

Tiba-tiba lampu menyala.

“Ahhh ?!”

“Kazu-nii, selamat ulang tahun!”

“Selamat ulang tahun, Komamura-san!”

“Selamat, Kazuki-kun!” Dengan bunyi pop-pop-pop, popper pesta meledak ke arahku. Sesaat aku berdiri kaget dengan tubuhku dihujani confetti di pintu masuk.

“Ulang tahun…”

Oh… Aku baru mengingatnya sekarang.

Beberapa hari terakhir ini isi kepalaku penuh dengan permasalahan mereka berdua, jadi hal itu tak pernah terlintas di benakku.

Terutama karena aku tidak pernah merayakan hari ulang tahunku sendiri dalam beberapa tahun terakhir.

“Ya. Sebenarnya, kami merencanakan ini dengan Yuuri-san, dan kami sudah membuat persiapan jauh-jauh hari. ”

“Heh, heh. Betul sekali. Sekarang, ayo kita rayakan sekarang juga, Komamura-san! ” ucap Himari sambil tersenyum dan menarik tanganku hingga dia membawaku ke meja dapur.

Di atas meja ditempatkan kue krim ulang tahun. Di atas lempengan coklat tertulis 'Selamat Ulang Tahun, Kazuki-kun.' Seriusan…? Uhh rasanya memalukan…

Namaku belum pernah tertulis di kue seperti ini sejak aku masih SD…

Juga, saat aku melihat ke dapur lagi, aku menyadari ada dekorasi origami yang menempel di dinding dan langit-langit. Bahkan ada balon juga.

“Ah, dekorasinya? Kami sebenarnya mencari di Internet untuk referensi. Dekorasi yang sangat meriah, bukan?”

Begitu rupanya…

Jadi ini yang mereka cari di komputer, ya?

“Ngomong-ngomong, Kazuki-kun, apa itu? Kamu mampir ke toko tempat aku membeli kue krim beberapa hari yang lalu, bukan?” Yuuri memperhatikan kotak yang kubawa.

“Tidak, aku sebenarnya hanya berpikir ingin membeli kue dalam perjalanan pulang… Aku benar-benar lupa kalau hari adalah hari ulang tahunku, hei…”

Mustahil, siapa menyangka situasi ini dengan dua kue. Sungguh pengalaman yang aneh…

“Jadi, aku akan makan kue sesuka hati! Fu fu, aku sangat menantikannya!”

“Selain itu, aku dan Himari juga membuat gorengan. Ternyata sangat enak! Makan nanti. ”

“Benarkah? Kanon, Himari, terima kasih.”

“Heh heh. Aku berusaha sebaik mungkin untuk belajar dari Kanon-chan ”balas Himari sambil tersenyum sambil mengepalkan tinjunya.

Tidak ada pria yang akan tidak senang dengan gadis SMA yang mengatakan kepadanya secara langsung bahwa dia mencoba yang terbaik demi satu hal.

… Aku mencoba untuk berpura-pura tidak peduli dalam hatiku, tapi bagaimanapun juga aku tetap merasa bahagia.

Tapi, kue dan gorengan…?

Tunggu, tidak sopan jika memikirkan kombinasi makanan sekarang.

Masing-masing makanan tersebut memang enak. Bukannya itu bagus? Aku tinggal berpikir bahwa ini mirip seperti Natal.

“Baik. Aku akan menyalakan lilinnya. Ah, kamu akan baik-baik saja hanya dengan itu? ”

Aku menganggukkan kepalaku pada kata-kata Kanon.

Sejak dulu, aku tidak terlalu menyukai pemakaian lilin, karena bisa membuat kuenya berlubang.

Kanon menyalakan lilin langsung dari api kompor dan mendorongnya ke dalam kue.

Sejujurnya, kami tidak memiliki korek api atau pemantik api di rumah, namun itu cara yang cukup barbar…

“Okey, Kazuki-kun, kamu harus meniupnya” sambil tersenyum, Yuuri menyemangatiku. Memangnya aku ini anak TK?

Tapi sebelum meniup lilin di kue, aku sudah merasa sangat malu…

Tatapan mereka bertiga membuat hatiku semakin tersipu.

Tapi aku tidak bisa berdiam diri terus.

Aku mengambil keputusan, menghirup nafas, dan meniup lilin. Lalu, mereka bertiga bertepuk tangan dengan meriah.

“Nah, sekali lagi: Kazu-nii, selamat ulang tahun yang ke-27!”

“Selamat!”

“Selamat!”

Baru pertama kalinya aku merayakan ulang tahun sejak sudah menjadi dewasa. Aku merasa malu, tapi juga menikmati suasananya. Ini akan menjadi perayaan ulang tahun yang akan kuingat selamanya.

Merasa bersyukur akan hal itu, aku lalu berterima kasih kepada mereka bertiga.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya=>>

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama