Otonari no Tenshi-sama Jilid 5.5 Bab 2

Chapter 2 — Rutinitas Harian Dan Makanan Yang Mengesankan.

 

“... Kamu lagi menulis apa?”

Setelah makan malam ketika Amane selesai mencuci piring, Ia memandangi Mahiru yang sedang duduk di sofa dan menulis sesuatu di buku catatannya. Amane mengira kalau dia sedang mengerjakan PR-nya, tapi sepertinya bukan seperti itu. Rasanya tidak sopan untuk melihat isinya sehingga Amane tidak ingin mengintip di buku catatan, tapi ketika dirinya kebetulan lewat di belakangnya, Amane tak sengaja melirik buku itu dan melihat nama-nama beberapa hidangan yang ditulis dengan rapi. Sepertinyanya Mahiru sudah terbiasa duduk di sebelahnya karena dia tidak bereaksi terhadapnya ketika Amane duduk di sebelahnya dan dengan tenang menggeser pulpennya.

“Ini semua daftar menu yang kita makan untuk makan malam kemarin. Rasanya sangat membantu jika aku mencatat apa yang kamu buat.”

Mahiru menjawab dengan santai setelah jeda sesaat.

“Sebagai juru masak, ada baiknya mengulas apa saja yang sudah kamu makan.”

“Ini sangat rinci sekali.”

“Aku hanya mencatat ulang hidangan yang pernah dibuat. Aku memang bisa memakan hal yang sama terus tapi aku adalah manusia. Jika kita terus memakan makanan hal yang sama dalam jangka waktu tertentu, itu sama sekali tidak bergizi dan menganggu keseimbangan nutrisi dalam tubuh.”

Amane juga tipe orang yang bisa terus makan jenis makanan yang sama, tapi dirinya lebih menyukai mencicipi berbagai makanan. Pertama-tama, Mahiru sering menyajikan hidangan yang bervariasi sehingga dia tidak pernah memasak hal yang sama dua kali. Paling banter, dia cuma menggunakan sisaan kari atau saus daging dari hari sebelumnya dan membuat versi hidangan yang dimodifikasi. Walaupun Amane tidak terlalu memikirkannya, dirinya sering melihat masakan dengan bergizi seimbang seperti daging, ikan, telur, kacang, dan produk susu. Amane bersyukur bahwa Mahiru bukan tipe orang yang mubazir makanan, tetapi pada saat yang sama, Amane merasa tidak enakan padanya.

“Entah bagaimana, aku benar-benar sangat berterima kasih padamu.” ucapnya.

“Tolong hentikan, aku melakukannya demi kepuasanku sendiri. Menyimpan catatan untuk manajemen gizi juga tidak sulit, kok.”

“Benar, apalagi jauh lebih mudah untuk memeriksa apa ada sesuatu yang salah dengan makanan saat rasanya buruk atau rasanya tidak sesuai selera.”

“Bukannya aku ingin dipuji atau semacamnya, tapi lebih mudah untuk membuat kebiasaan karena mungkin akan berguna nanti.”

“Aku masih berpikir itu bagus ... jadi terima kasih.”

Amane benar-benar terkesan dengan seberapa seriusnya Mahiru dan dirinya mendapatkannya tanpa usaha.

“Pada dasarnya aku cenderung terampil dalam memasak daripada makan, jadi nama-nama hidangan tidak muncul di benakku secepat itu, jadi aku mencoba untuk menjadi kreatif ... ngomong-ngomong, Amane-kun sendiri luar biasanya. Kamu bisa mengentahui beberapa hidangan saat disajikan di atas meja.”

“Ternyata kamu mengingatnya, ya? Orang tuaku yang di rumah ... Atau lebih tepatnya kebanyakan dari ayahku, Ia memasak banyak hal, jadi aku bisa menyicipi berbagai makanan yang enak darinya.”

Jika ada yang mengatakan bahwa lidahnya buruk karena Amane tidak bisa memasak, maka mereka salah kaprah. Sama seperti tidak semua kritikus makanan adalah juru masak, seseorang bisa meningkatkan rasa seleranya bahkan jika kamu tidak bisa memasak. Orang tua Amane, terutama ayahnya, merupakan koki yang hebat dan dirinya sering pergi ke restoran bersama mereka, sehingga lidahnya secara alami menjadi lebih peka. Dan sekarang berkat Mahiru, kriteria evaluasinya menjadi lebih ketat, tapi Amane tidak bisa mengatakan bahwa dirinya selalu benar.

“Begitu ya .... jika memang begitu, rasanya jadi masuk akal. Karena aku juga sama begitu”

Mahiru tampaknya yakin dengan penjelasan itu, tapi ekspresinya tidak jelas. Mungkin itu karena lingkungan keluarganya. Amane tidak tahu banyak tentang urusan keluarga Mahiru dan tidak masuk ke dalam urusan pribadinya, jadi dirinya menahan diri untuk tidak mengatakan sesuatu lebih lanjut. Amane lalu melihat buku catatan yang sempat ditulis Mahiru.

“Boleh aku melihatnya?”

“Buku catatan ini? Aku tidak keberatan sih, tapi ini tidak terlalu rapi, loh.”

“Menurutku enggak begitu, tapi aku tetap ingin melihatnya.”

Mahiru tampaknya tidak terlalu khawatir dengan permintaan Amane karena dia hanya menyerahkan buku itu kepadanya.

Amane lalu membuka buku setelah berterima kasih padanya, dan menemukan bahwa nama-nama menu selama tiga bulan terakhir ditulis sesuai urutan tanggal dengan tulisan tangan yang rapi dan bersih khas Mahiru.

Buku catatan tersebut dimulai pada hari pertama mereka makan bersama. Di sana tertulis beberapa menu termasuk sup miso, ikan rebus, sayuran hijau, gulungan telur dadar, dan hidangan nostalgia lainnya. Amane tak bisa menahan senyumnya setelah membaca nama-nama hidangan itu.

Amane berpikir bahwa sikap Mahiru sudah semakin melunak sejak hari itu, dan dirinya terus melihat nama-nama hidangan itu dengan perasaan nostalgia seolah-olah sedang melihat kembali kenangan itu.

Mahiru pada dasarnya memasukkan berbagai hidangan dari genre yang berbeda ke dalam menunya, tapi ketika memeriksanya lagi seperti ini, Amane menyadari kalau ada banyak menu hidangan bergaya Jepang. Karena Mahiru sangat menyadari kesukaan Amane pada telur, jadi hidangan telur sering disajikan di atas meja, dan Amane sangat menyadari bahwa dirinya telah diberi banyak perhatian.

“Oh, yang ini rasanya enak banget.”

Di antara hidangan telur yang dibuat Mahiru, Amane sangat menyukai Dashimaki Tamago, itu adalah hidangan favoritnya. Selain itu juga ada Kinchaku tamago yang menjadi hidangan kesukaannya yang lain. Amane menjadi sangat bersemangat ketika melihat telur rebus dengan hiasan yang dia buat satu kali.

Mahiru yang duduk di sebelahnya sedikit terkejut dan tersenyum cerah. Itu adalah hidangan di mana tahu goreng berisi telur di dalamnya, lalu dimasak dengan saus manis dan pedas, dan sepertinya tidak sulit bagi Mahiru. Tentu saja Amane tahu kalau Mahiru akan merasa senang jika dirinya mengatakan bahwa apa yang dia buat rasanya enak. Namun, semua hidangan yang dibuat Mahiru sangat lezat, jadi sisanya tinggal masalah selera.

“…… Kamu itu beneran sangat suka telur, ya?”

“Telur adalah makanan yang luar biasa, loh? Rasanya masih tetap enak meski itu direbus, dipanggang, direbus, digoreng, dikukus, maupun diasap, dan penuh protein juga. Aku ingin memakannya setiap hari.”

“Secara nutrisi, tentu saja telur merupakan makanan yang seimbang dan harus makan setidaknya satu kali sehari, tapi jarang-jarang menemukan seseorang yang sangat menyukainya seperti Amane-kun.”

“Benarkah? Habisnya aku sangat menyukainya, sih.”

“Apa kamu ingin makan kinchaku tamago?”

“Eh?”

Amane tertegun saat mendegar tawaran Mahiru yang begitu mendadak. Ekspresi tenangnya yang biasa tetap tidak berubah. Amane tidak berniat mendesaknya untuk membuatnya sama sekali. tapi sepertinya Ia membuat Mahiru menjadi khawatir dengan membicarakan kecintaannya pada telur.

“Entah kenapa, aku minta maaf untuk itu.”

“Kamu enggak perlu meminta maaf segala, lagian kita sudah kehabisan telur, jadi aku akan sekalian membelinya. Yah, menu besok sudah sudah ditetapkan, jadi kita dapat menyesuaikannya untuk hari lusa nanti. Aku akan membuat beberapa lauk lain untuk mencocokkannya supaya gizinya seimbang, kalau hanya sebatas itu aku siap menerima permintaanmu., kok….?

“Benarkah?”

Amane mendapati dirinya menatap Mahiru dengan gembira. Mahiru untuk beberapa alasan berdeham setelah menerima tatapan Amane, dan kemudian menjawab, “Aku tidak keberatan.” Amane tidak melewatkan perkataan Mahiru, yang menjawab dengan pipinya yang merah merona

“Asyikk, aku jadi sangat menantikan hari besok.”

Amane selalu menantikan makanan Mahiru setiap hari, tapi jika dia membuat makanan kesukaannya, Amane jadi sangat menantikannya. Hari lusa nanti dirinya harus berlari marathon karena pelajaran olahraga dan hal itu akan menjadi neraka baginya. Tetapi karena Ia bisa mencicipi masakan Mahiru, Amane merasa bisa berlari melalui dengan sekuat tenaganya.

“... jika kamu sangat menikmatinya, maka ada baiknya dibuat. Yah karena Amane-kun adalah tipe orang yang selalu memuji masakan apapun yang kubuat.”

“Karena makanan yang lezat tetap makanan lezat. Apalagi, masakan yang dibuat Mahiru selalu enak.”

“…… Terima kasih banyak.”

“Karena itu sesuatu yang selalu aku nantikan setiap hari, sih. Kamu sangat membantuku, terima kasih.”

Amane menyampaikan perasaannya seperti yang dia rasakan, tetapi Mahiru tampak terang-terangan terganggu dan secara halus terkejut. Setelah bergerak sedikit tidak nyaman, dia dengan lembut menghela nafas dan tampak agak lelah.

“Bahkan jika kamu terlalu memujiku, kamu takkan mendapatkan apa pun dariku, oke.”

“Tapi aku akan mendapatkan makanan yang sangat enak, iya ‘kan?”

“… Hal semacam itu benar-benar salah satu kelebihan darimu, Amane-kun.”

“Apanya?

“Tidak, bukan apa-apa, kok.”

Amane sedikit panik karena berpikir kalau dirinya mungkin mengatakan sesuatu yang menyinggung Mahiru karena dia menolak untuk melakukan kontak mata dengannya.

 

 

Sebelumnya  ||  Daftar isi  ||  Selanjutnya

 

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama