Bab 1 — Bukannya Orang-Orang Ini Terlalu Bersemangat?
“Ada pesanan masing-masing satu
mana potion dan elixir~”
“Oke~”
Setelah pertandingan kuis di
atas panggung berakhir, Masachika dan Alisa datang untuk membantu stan kelas.
Karena panitia festival diperkirakan akan lebih sibuk mulai besok karena ada
tamu dari luar, jadi mereka memutuskan setidaknya untuk mencoba membantu sebisa
mungkin.
“Kuze-kun~, pakaian itu sangat
cocok untukmu, loh~?”
“Haha, terima kasih... tapi
ternyata aku merasa lebih malu dari yang kukira, tau?”
“Karena semuanya juga memakai
hal yang sama, jadi mendingan menyerah saja. Aku sih sudah terbiasa.”
“Ketua memang mempunyai
tampilan yang berbeda...!”
“Fufufu, panggil aku guild
master, ingat, guild master, oke?”
Seorang cowok dari klub judo
dan bertubuh besar, tersenyum tanpa beban saat ia mengatakan hal ini. Ia mengenakan
mantel yang dihias berlebihan dengan kerah besar di tubuhnya yang kekar, dan
dikombinasikan dengan wajahnya yang sangar, membuatnya benar-benar menjadi
pemimpin bandit yang sempurna...... tidak, ia memiliki aura sebagai seorang
kepala serikat petualang.
(Pada
awalnya sih, konsep aslinya seharusnya mirip seperti kedai kopi, tapi......yah,
yang begini juga bisa dianggap sebagai kafe cosplay.)
Sambil tersenyum kecut karena
kurangnya elemen kedai kopi, Masachika mengeluarkan botol plastik dari kotak
pendingin.
Karena pelanggannya juga siswa
dari sekolah yang sama dan jumlah orangnya cukup banyak, maka pekerjaan menjaga
stan adalah pekerjaan yang relatif mudah. Satu-satunya yang membuatnya sedikit
khawatir adalah… jubah dan topi runcing yang ia kenakan sebagai cosplay
penyihir ternyata cukup mengganggu dan terasa lebih panas dari yang Masachika
duga.
(Setiap
kali aku berjongkok, kainnya selalu bergesekan dengan lantai, itu berkibar dan
mengumpulkan debu... topinya juga hampir selalu tersangkut, dan terus terang
saja, topi model begini tidak cocok untuk melayani pelanggan.)
Sambil sedikit ngedumel pada jubah
yang menempel di kakinya setiap kali dirinya berjalan, Masachika meletakkan
cangkir kertas berisi minuman di atas nampan. Kemudian, seorang gadis sekelas
yang berpakaian seperti ksatria wanita, membawa nampan tersebut ke tempat duduk
pelanggan.
(Perbedaan
kualitas ini kayak bumi dan langit...)
Masachika menunjukkan ekspresi
yang rumit ketika melihat kepergiannya. Jubahnya berasal dari bahan murahan,
dan baju zirah serta pedangnya juga terbuat dari kertas dan karton, tapi
tampaknya murid yang lebih mahir dalam bidang kerajinan, berusaha keras untuk
membuatnya, jadi kualitas baju zirahnya cukup bagus. Kostum Masachika paling banter
mirip seperti kostum anak-anak, tapi hal itu saja sudah cukup untuk cosplay.
Berkat itu, Masachika merasa kalau bahunya terasa sedikit sempit. Anggota klub
judo yang tadi? Itu sih bukan lagi disebut cosplay, tapi memang orangnya saja
yang begitu.
(Yah,
karena aku bertanggung jawab atas dapur, jadi aku tidak keberatan sama sekali,
sih... Ngomong-ngomong, kok Alya datangnya lama sekali, ya?)
Alisa juga datang ke kelas
bersama Masachika, karena mereka memiliki shift yang sama. Namun, segera
setelah itu, Alisa diseret entah kemana oleh tiga orang gadis dari kelasnya
yang telah menunggunya, dan meskipun sudah lebih dari lima belas menit sudah
berlalu, dia masih belum kembali.
(Waktu
shiftnya sudah hampir selesai… apa mereka masih belum selesai? Yah, waktu
sekarang masih bisa sempat untuk berkeliling, sih)
Ketika Masachika melihat
sekeliling ruang kelasnya, para siswa yang berkunjung sebagai tamu sedang
melakukan percakapan sambil memasang wajah keheranan dan kebingungan, dengan membawa
minuman di satu tangan mereka.
“Kurasa bahan dasarnya mungkin dari
ginger ale... tapi ini apaan ya? Entah kenapa aku merasa pernah mencicipinya di
suatu tempat.”
“Minuman ini…apa jangan-jangan
mengandung kakao di dalamnya? Entah bagaimana, rasanya jadi bikin
bernostalgia…”
“Hei, kenapa minuman ini baunya
seperti acar buah plum... apa ini cuma imajinasiku saja?”
“Eh, seriusan?”
Hal yang sedang mereka lakukan
adalah menebak resep untuk setiap minuman. Rencana awalnya, kelas mereka hanya
berniat untuk menyajikan minuman, tapi atas saran salah satu anak cowok, mereka
menulis di bagian belakang menu apa saja bahan-bahannya dan meminta orang-orang
untuk menebak apa saja yang ada di dalamnya sambil minum. Walaupun tidak ada
hadiah khusus untuk yang menang, tapi jika dilihat dari situasinya, sepertinya
mereka cukup menyukai konsep tersebut.
Tentu saja, jika kelasnya melakukan
ini, para pelanggan akan tinggal lebih lama, dan omzet penjualan toko akan menurun.
Namun, karena sejak awal kelasnya berniat melakukan proyek yang tidak membutuhkan
banyak tenaga kerja, jadi itu bukan masalah besar.
(Karena
kelas ini tidak mengincar Penghargaan Keunggulan atau Penghargaan Khusus...
Jadi, yang begini saja sudah tepat.)
Penghargaan Keunggulan adalah penghargaan yang diberikan kepada proyek paling populer berdasarkan
survei yang dilakukan oleh murid-murid dan pengunjung. Penghargaan khusus merupakan
penghargaan yang diberikan kepada proyek dengan penjualan terbanyak. Ada beberapa
kelas dan klub yang secara serius mengincar penghargaan tersebut, tetapi kali
ini kelas Masachika tidak bertujuan untuk hal itu.
(Lagipula,
dalam hal penghargaan khusus, kelas kami pasti tidak bisa mengalahkan
kelas-kelas yang menggunakan koneksi orang tua dan segala macam sumber daya
untuk membuka toko yang sangat mewah...)
Ketika Masachika sedang
memikirkan hal-hal seperti itu, pintu ruangan kelas tiba-tiba terbuka, dan
kemudian... ada sesosok Elf-san yang masuk.
“Fuaa?”
Masachika tanpa sadar
menceploskan suaranya seperti orang idiot. Tapi ternyata, bukan hanya Masachika
saja yang bereaksi begitu. Para siswa yang berada di dalam kelas, tidak peduli
apakah mereka pengunjung atau pelayan, tampak dibuat terpana dan tercengang ketika
melihat kemunculan tiba-tiba penduduk dunia lain.
“Oke, maaf sudah membuat kalian
menunggu lama~!”
Di sana, gadis yang tadinya di
belakang Elf-san sembari mendorong punggungnya, mengeluarkan suara gembira.
Jika dilihat baik-baik, dia adalah salah satu gadis yang baru saja menyeret Alisa.
Dua gadis yang menculik Alisa muncul
dari belakang mereka, dan terlihat senang setelah melihat reaksi di dalam kelas.
“Ahahaha, reaksi mereka sangat
bagus sekali~”
“Semuanya sepadan dengan usaha
kita...!”
“Habisnya, kita sudah benar-benar
melakukan yang terbaik, iya ‘kan ...”
Trio gadis tersebut terlihat
sangat puas dengan pencapaian mereka. Masachika dengan ragu-ragu mendekati
Elf-san tersebut, yang ekspresinya bercampur aduk dengan kebingungan dan rasa
malu, dan memanggilnya.
“... Alya?”
Setelah mendengar perkataan
Masachika, Alisa yang juga dikenal sebagai Elf-san, langsung menolehkan
wajahnya. Dia memiliki telinga panjang dan runcing yang menonjol melalui rambut
peraknya dan mengenakan gaun one-piece dengan perpaduan warna putih dan hijau.
Kostum cosplay-nya hanya sebatas sampai itu saja, dan sepertinya dia juga tidak
memakai riasan tertentu, tapi...... Alisa, yang sudah memiliki kecantikan yang
mampu melampaui batas dunia, berpakaian seperti itu, maka…...
(Dia
benar-benar tidak terlihat seperti manusia)
Dia benar-benar terlihat
seperti elf yang asli. Selain mempunyai “wajah
orang asing yang mudah bersahabat dengan orang Jepang” yang merupakan
cita-cita otaku yang tinggal di dalam dua
dimensi, dia juga mengenakan pakaian khas dunia lain dengan telinga runcing,
dia sudah berbubah menjadi elf yang sesungguh. Manamungkin seorang gadis yang terlalu
cantik seperti ini masih bisa disebut sebagai manusia.
【Ketika
aku memiliki keberanian untuk melangkah maju... aku malah tiba di dunia lain...
】
Masachika kembali tersadar dari
lamunannya ketika mendengar perkataan sinis bahasa Rusia Alisa, yang cenderung
terlihat muram dan agak jauh. Ia kemudian berdeham ringan dan memanggil Alisa
lagi.
“Ehemm, pakaian itu kelihatan cocok
untukmu... kamu terlihat sangat cantik sekali.”
Begitu Masachika melontarkan
pujian tersebut, trio gadis yang berada di sekitar Alisa, mengangkat suara mereka
dengan bersiul menggoda, “““Hyu~hyu~♪”””.
Namun tak berselang lama kemudian, para siswa yang berada di dalam kelas
langsung menghampiri mereka, tanpa membedakan antara pelanggan dan pegawai, dan
mereka langsung dengan cepat berbalik untuk menjaga Alisa.
“Uwahhh keren abis! Kamu
benar-benar seperti Elf! Elf sungguhan!”
“Muka begini mah licik... Orang
Jepang sih mana mungkin bisa menang melawannya.”
“Bo-Boleh aku mengambil fotomu!?
Satu foto saja tidak masalah!”
Sambil berdiri di depan
gerombolan anak cowok yang berkerumun mengelilingi mereka, trio gadis tadi
memasang raut muka mengancam dengan tampang seperti anak berandalan.
“Oraaa, jangan ada yang berani dekat-dekat!”
“Oi, kamu, jangan sembarangan
mengambil fotonya! Mau aku palak, hah!”
“Memangnya kalian tidak tahu
aturan mutlak bercosplay! Jika kalian memotret tanpa izin, kamu akan didepak
keluar, dasar orang-orang bego!”
…. Setidaknya, mereka juga
seharusnya merupakan putri dari keluarga yang terpandang. Mereka bukan tipe
gadis yang berbicara kasar seperti itu. Melihat penampilan Alisa ini, bisa jadi
mereka memiliki obsesi yang luar biasa terhadap cosplay.
(Tunggu,
lah? Jangan bilang kalau mereka bertiga berasal dari klub kerajinan tangan?Ahh…
kalau gitu, semuanya jadi masuk akal. Di sana itu sarangnya orang-orang yang
terlalu bersamangat… atau lebih tepatnya, orang yang terlalu antusias)
Ketika mengenang kembali
kejadian masa lalu dengan klub kerajinan tangan, pandangan Masachika terlihat
agak menjauh. Kemudian, Alisa dengan malu-malu melirik Masachika sembari menyembunyikan
telinganya dengan tangannya.
“Ja-Jangan terlalu sering
melihatku... rasanya memalukan, tau.”
“... Jika kualitas segitu saja
sudah membuatmu merasa malu, bagaimana denganku coba?”
Setelah mendengar keluhan
tersebut, Alisa pun melihat topi runcing dan jubah Masachika, lalu sedikit
mengangkat sudut mulutnya.
“Yah ... itu lumayan bagus,
kok?”
“Kamu pasti sedang mengejekku,
iya ‘kan?”
“Maksudku bukan begitu, kok? Jika
kamu memiliki tongkat dengan bintang di ujungnya, kamu akan kelihatan
sempurna.”
“Ini bukan kostum pesulap dari
pesta hiburan kalii!?”
Begitu mendengar tsukkomi Masachika, Alisa meletakkan
tangannya di atas mulutnya dan tertawa kecil. Melihat senyumnya yang begitu
lembut, para gerombolan anak cowok yang bersemangat tadi, tanpa sadar membuka
mulut mereka seolah-olah jiwa mereka telah ditarik keluar.
“Pu-Putri Alya sedang tertawa
...”
“Ehh, manis banget…”
“Kupikir dia itu gadis yang lebih
keren karena sering mendapat julukan 'Putri
Penyendiri... tapi rupanya dia bisa tertawa dengan normal, ya.”
“Enggak, enggak, Senpai!
Ekspresinya yang begitu lumayan langka, loh!?”
Setelah keheningan sejenak,
suara-suara terpana dan keterkejutan pun meluap. Alisa mengangkat alisnya
dengan tidak nyaman ketika dia sedikit terkejut oleh tanggapan mereka, dan
memperbaiki ekspresinya. Segera setelah itu,
“Ahh…” para anak cowok mengeluarkan suara penuh kecewa dan ketiga gadis
dari klub kerajinan mulai mengusir mereka. Usai berpaling dari pemandangan
tersebut, Alisa bergumam sambil menatap tubuhnya sendiri.
“Pertama-tama, aku tidak tahu
banyak mengenai elf... memangnya ini karakter seperti apa?”
“Daripada dibilang karakter,
itu lebih menggambarkan tentang ras. Elf adalah salah satu ras klise yang
sering muncul di dunia fantasi. Ras bertelinga panjang yang hidup harmoni
dengan alam di hutan, mereka memiliki wajah rupawan dan bisa hidup selama
ratusan tahu, tapi pertumbuhan penampilan luarnya akan berhenti sekitar usia 20
tahunan. Mereka umumnya memiliki harga diri yang tinggi, ras yang tertutup
dengan dunia luar, dan tidak bergaul dengan baik dengan manusia.”
“…Begitu ya.”
Masachika yang dengan santai
menjelaskan, tampak terkejut ketika menyadari bahwa tanggapan Alisa sedikit
murung. Ia melirik ke arah tiga gadis dari klub kerajinan tangan di
belakangnya, dan menindaklanjuti dengan sebuah bisikan cepat.
“Ah, maksudku bukan begitu...
Kurasa kostum itu dipilih bukan karena kepribadianmu yang seperti elf atau
semacamnya, oke? Intinya, hanya gadis tercantik saja yang bisa menjadi elf……
Secara umum, ras elf merupakan vegetarian dan membenci metal, mereka juga ahli
dalam menggunakan busur, jadi penggambaran ras mereka sangat berbeda denganmu,
ditambah lagi….”
“…? Apaan?”
Alisa melontarkan pandangan
bertanya kepada Masachika yang tiba-tiba berhenti berbicara. Sambil mengalihkan
pandangannya untuk menghindari tatapan matanya, Masachika dengan cepat
mengelabuiya.
“Tidak, pertama-tama… pola
klise dari ras elf biasanya memiliki rambut pirang yang pucat, loh? Jadi
kupikir tidak ada makna yang mendalam untuk itu, oke?”
Masachika sendiri merasa kalau
logikanya terlalu dipaksakan. Tapi mau bagaimana lagi. Seperti yang diharapkan,
mana mungkin dirinya akan mengatakan, “Semua
ras elf biasanya memiliki tubuh yang ramping!”. Terlebih lagi, elf yang
glamor biasanya disebut sebagai erofu...
tentu saja, mana mungkin Masachika bisa mengatakan itu. (TN: Plesetan dalam penyebutan elf dalam
bahasa jepang, kata elf dibaca erufu, nah biasanya kalau liat elf yang seksi
bakalan diplesetin jadi Erofu. Kata Erofu diambil dari kata ero)
(Yah,
para elf memang jago dengan busur...dalam artian, jika mereka punya payudara,
maka itu artinya…)
“… Entah kenapa, aku merasa
kalau kamu sedang memikirkan sesuatu yang aneh-aneh.”
“Enggak kok? Kenapa? Upss,
kurasa situasinya sudah cukup mereka, jadi lebih baik ayo kembali bekerja.”
Kemudian, ketika ia secara
alami memalingkan wajahnya, Masachika kembali ke posisinya. Setelah melihat
punggungnya dengan raut wajah yang mencurigakan, Alisa juga muncul di pintu
masuk untuk menarik pelanggan. Tetapi……
“Eh, ada Elf-san!?”
“Eh, eh, sini dulu deh, sini
dulu deh! Ini benar-benar gawat banget!!”
“Uwaahhh mantap banget.”
“Pe-Permisi, boleh aku
mengambil fotomu?!”
Kurang dari satu menit, terjadi
kemacetan di koridor, dan Alisa pun dijemput kembali oleh trio gadis klub
kerajinan tangan. Kemudian, kemacetan lalu lalang siswa berubah menjadi antrean
yang menunggu untuk memasuki toko, dan suasana di dalam toko tersebut berubah
menjadi medan perang.
“Jumlah pengunjung yang masuk
malah bertambah sekaligus... Guild master, kira-kira apa yang harus kita
lakukan?”
Ketika Masachika menanyakan hal
itu kepada Guild master yang telah mengganti namanya dari sebutan Ketua, Guild
master tersenyum lebar dan berkata,
“… Kira-kira apa ya?”
“Oi!?”
“Umm, untuk sementara ini, apa
kita perlu menyediakan layanan bawa
pulang...?”
“Tidak ada penutup untuk diletakkan di cangkir
kertas, dan lagipula, mereka semua sejak awal hanya mengincar Alya, jadi hal
itu percuma saja.”
“Ah begitu, kita butuh penutupnya,
ya. Benar juga, karena kemungkinan bisa tumpah, ya... ummm, gimana kalau kita
tambah tempat duduk lagi?”
“Bukankah kita harus lebih dulu
mengatur antrean dan batas waktu sebelum itu?”
“Kuze! Aku menyerahkan semuanya
kepadamu!”
“Ooooiii!”
Ketika Masachika membalas kembali
lemparan tanggung jawab tanpa ragu, Guild master meletakkan tangannya di bahu
Masachika dengan tatapan ramah.
“Kuze… mulai hari ini dan
seterusnya, kamu akan menjadi wakil guild master.”
“Ups, jangan bilang kalau aku
harus mengurus guild petualang untuk menggantikanmu? Tipe orang yang kuat dalam
bertempur, tapi tidak bisa mengerjakan dokumen?”
“Mohon kerja samanya ya,
Sub-master!”
“““Mohon kerja samanya!!”””
“Oi, kalian semua!”
Masachika memelototi Guild
Master dan teman-teman sekelasnya, yang segera bergabung dengan Guild Master
dan mencoba memaksanya ke dalam posisi manajemen, tapi..... mereka semua tampak
cuek. Bahkan Alisa memalingkan wajahnya engan ekspresi yang sedikit canggung.
(Oi
calon ketua OSIS.… Tidak, yah, kurasa tugas hal semacam ini memang cocok
untukku, ya?)
Setelah mempertimbangkan
kembali hal itu, Masachika mulai mengambil alih tugas guild master.
“Kalau begitu, untuk saat ini,
para pengunjung harus meninggalkan ruangan sepuluh menit setelah mereka
duduk...... kemudian, pastikan staf pengatur antrean juga memegang plakat yang
bertuliskan begitu, lalu oii~ kalian bertiga yang di sana. Jangan seenaknya
kabur, oke~? Kalian harus bertanggung jawab dan ikut bantu-bantu juga, paham~?”
Ketika Masachika menghentikan
trio gadis klub kerajinan tangan yang diam-diam akan pergi dari ruangan kelas,
mereka memasang ekspresi, “Hah? Jadwal
shift kami bukan di jam sekarang tau?”. Ia menunjuk satu orang sebagai
penanggung jawab antrian, satu orang sebagai pencatat waktu, dan satu orang
lagi sebagai penjaga Alisa.
“Eh, manajemen waktu, ya… memangnya
tidak ada pengatur waktu atau semacamnya? Mengatur enam kursi dengan satu
smartphone itu sedikit sulit, tau...”
“Kamu ‘kan bisa tinggal
mencatat waktu duduk dengan normal saja.”
“Tidak disangka-sangka pakai
cara super analog!”
Dengan begitu, meskipun ada
beberapa kebingungan, mereka berhasil merekonstruksi ulang metode layanan
pelanggan sebelum keluhan diajukan. Namun, para siswa yang berada dalam antrean
juga menonton Alisa dari jendela koridor saat mereka mengantre, jadi mungkin
tidak ada cara untuk menyampaikan keluhan.
“Yo Kuze. Kelihatannya sesuatu yang
luar biasa sedang terjadi.”
“Ah, halo. Apa semua anggota
klub basket datang ke sini?”
“Iya, kita sedang beristirahat
bersama-sama.”
Masachika menurunkan topinya
saat menyapa kakak kelas yang dikenalnya. Kemudian, para anggota klub basket yang
telah mengambil tempat duduk, mulai berbicara kepada Masachika dengan senyum
ramah.
“Aku melihatnya, loh~
pertandingan kuis barusan.”
“Pertandingan tadi sangat seru
sekali! Aku hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak menjerit ketika kamu membalikkan
keadaan di akhir pertandingan.”
“Terima kasih banyak”
“Kujou-san juga kelihatan
sangat keren!”
“Ehh, te-terima kasih banyak.”
Alisa yang sedang bekerja
melayani pelanggan, tidak bisa melihat dengan jelas karena panggilan yang
mendadak. Tanpa mempedulikan sikap Alisa yang canggung, para anggota klub
basket dengan antusias membagikan kesan mereka tentang pertandingan kuis
tersebut.
“Seriusan, pertandingan tadi
sangat menakjubkan banget. Meskipun aku bisa mengerjakan kuis biasa, tapi aku
bahkan tidak bisa menebak setengahnya.”
“Betul tuh~. Nih anak~ ia
sangat yakin bahwa ia akan menang, dan kemudian malah kalah sendirian. Berkat
itu, ia jadi mentraktir kami di sini.”
“Kujou-san berhasil mendapat
banyak jawaban benar di atas panggung. Itu masih sangat luar biasa.”
“Seriusan deh, sekali lagi
selamat karena sudah memenangkan pertandingan kuis!”
Ketika satu orang mulai
bertepuk tangan sambil mengatakan itu, anak laki-laki di meja yang sama
mengikuti dengan bersiul dan tepuk tangan. Terpengaruh oleh hal tersebut, siswa
di kursi lain mulai bertepuk tangan dan memberi selamat, dan tak lama kemudian,
seisi ruangan kelas dipenuhi tepuk tangan dan sorakan.
“Ah, eh, ummm...”
Tatapan penuh perhatian tiba-tiba
diarahkan padanya dari segala arah, dan setelah tersentak kaget beberapa saat,
Alisa diam-diam menundukkan kepalanya. Alisa terlihat bingung untuk menjawab
dan berulang kali menundukkan kepalanya sambil mengangkat bahunya. Berbeda
dengan penampilannya yang terlihat bermartabat di atas panggung, penampilannya
yang lugu tersebut menciptakan suasana hangat di dalam kelas.
“...Entah kenapa, suasana di
sekitar Kujou-san keliatan berubah, ya?”
“Benar banget, ‘kan? Aku memang
tidak begitu mengenalnya, tapi dia tampak lebih ramah daripada yang aku duga?”
“... Alya dari dulu sudah
seperti itu. Hanya saja, karena penampilannya, orang-orang di sekitarnya jadi
menghindarinya sampai sekarang."
“Eh, benarkah?”
“Ya. Itulah salah satu
alasannya, dia sendiri juga tidak memiliki keterampilan komunikasi yang tinggi,
tapi jika kamu berbicara dengannya, kamu bisa melakukan percakapan yang normal
dengannya, kok?”
Para anggota klub basket
mengangguk kaget ketika mendengar jawaban santai dari Masachika.
“Heee~Begitu ya? Kupikir kamu
termasuk pengecualian karena kamu adalah monster dengan kemampuan komunikasi
yang baik.”
“Sembarangan, siapa yang kamu
panggil dengan monster keterampilan komunikasi yang baik?”
“Ya kamu lah, memangnya siapa
lagi?”
“Seriusan, kamu itu memang
pandai bergaul dengan siapa saja.”
“Jangan seenaknya berbicara
kasar kepada seniormu sendiri !?”
“Hah? Memangnya aku melakukan
sesuatu, ya? Aduh, aduh.”
Segera setelah Masachika
memamerkan wajah tengilnya, dia diam-diam didorong oleh seniornya, dan
Masachika melarikan diri ke dapur (alias tempat penyimpanan minuman). Beberapa
menit kemudian, suasana koridor tiba-tiba menjadi gaduh.
Saat menyiapkan minuman,
Masachika khawatir tentang keributan tersebut, dan segera penyebab keributan
muncul di pintu masuk..
“Ara... apa yang lainnya
sungguh tidak keberatan? Entah kenapa, aku merasa tidak enakan karena
menyerobot antrian begini...”
“Ya, ya, silakan saja!
Sebaliknya, kami hanya ingin melihatnya dari sini!”
Orang yang didorong ke depan
oleh para siswa yang mengantri adalah Yuki. Dia mengenakan yukata mini dengan
embel-embel di bagian lengan dan kerah. Rambut hitamnya yang lurus, dikuncir ke
arah samping dengan hiasan rambut besar, terlihat serasi dengan pakaiannya yang
cukup cantik.
Yuki yang terlihat seperti
boneka, dan Alisa yang terlihat seperti figurine,
saling bertemu tatap muka. Ketegangan menyebar ke seluruh ruang kelas saat
mereka berdua, yang baru saja melakukan pertarungan sengit di atas panggung,
saling berhadapan satu sama lain.
Yuki adalah orang pertama yang
membuka mulutnya di tengah-tengah kerumunan orang yang menatapnya.
“Wahh Alya-san. Kamu sangat
cantik sekali. Kamu terlihat seperti peri sungguhan.”
“Terima kasih banyak… Yuki-san
juga kelihatan sangat cocok dengan pakaian itu.”
“Benarkah? Terima kasih
banyak.”
“Apa itu kostum untuk
pertunjukan? Kalau tidak salah, kelas Yuki mengadakan pertunjukan yang mirip
pekan raya, bukan?”
“Benar sekali. Karena berganti
pakaian terlalu merepotkan, jadi aku memakainya untuk mengiklankan kelasku
juga.”
Percakapan mereka tidak memancarkan
aura permusuhan, melainkan justru percakapan yang terdengar bersahabat. Meski
demikian, orang-orang di sekitarnya menyaksikan percakapan mereka berdua dengan
napas tertahan.
Entah mereka menyadari tatapan
orang-orang di sekitarnya... Tidak, mereka berdua pasti menyadarinya. Sebaliknya,
Yuki berbicara kepada Alisa dengan senyuman seolah-olah ingin memamerkannya
kepada orang-orang di sekitarnya dan membuat mereka mendengarkannya.
“Meski begitu, pertandingan
tadi merupakan pertarungan yang bagus. Aku tak pernah menyangka kalau
situasinya akan berbanding terbalik pada pertanyaan terakhir... Walaupun akuku
berada di pihak yang kalah, tapi perkembangan itu sangat dramatis sekali.”
“Ehh? Ah, itu... kurasa
begitu?”
Alisa mengangguk samar-samar,
tampak bingung untuk menjawab. Sebagai pemenang, dia mungkin tidak tahu
bagaimana memperlakukan Yuki yang kalah. Seolah-olah bisa melihat pikiran batin
Alisa, Yuki tertawa kecil.
“Aku jadi serba salah jika kamu
bersikap canggung seperti itu. Kamu harus bangga dengan dirimu sendiri, karena
ini merupakan hasil dari pertandingan yang adil dan jujur serta sudah
memberikan kemampuan terbaik kita.”
“Y-Ya…”
Meski diberitahu begitu, mana
mungkin dia bisa membanggakan diri di hadapan pihak yang kalah. Alisa
mengangguk samar-samar, dan Yuki tersenyum seraya terlihat tidak keberatan
dengan reaksi lawan bicaranya. Hanya dengan melihat pemandangan ini saja, hampir
tidak mungkin untuk membedakan mana yang menang dan mana yang kalah. Dan pada
kenyataannya, mungkin di situlah niat Yuki yang sebenarnya.
Hal ini berlaku di semua
kompetisi, namun respons pasca-pertandingan yang membuat seseorang lebih
disukai meskipun menjadi pihak yang kalah adalah menerima kekalahan dengan
lapang dada dan memuji sang pemenang.
Sebaliknya, orang lain akan mencemoohnya
jika mereka adalah pecundang yang sakit hati atau terang-terangan frustrasi dan
tidak mau berjabat tangan dengan lawan mereka. Yuki sangat memahami hal ini,
dan mungkin itulah sebabnya dia datang menemui Alisa atas inisiatifnya sendiri
segera setelah pertandingan selesai.
(Di
tambah lagi, dia ingin memamerkan ketenangannya bahkan setelah kalah, dan sifat
lapang dadanya... atau sesuatu yang seperti itu. Mungkin pertandingan satu
lawan satu begini sedikit berat untuk Alya.)
Meskipun begitu, jika Masachika
secara terang-terangan ikut campur di sini, hal tersebut justru dapat
menurunkan kelayakan Alisa. Jadi, Masachika memanggil gadis yang bertanggung
jawab atas manajemen waktu daripada mereka berdua untuk memecahkan suasana
tegang.
“Meja nomor 3, bukankah
waktunya sudah habis?”
“Hah? Ah, be-benar juga. Umm,
permisi. Waktu dudukmu sudah habis, jadi bisakah kamu menyerahkan tempat
dudukmu untuk orang lain?”
Mereka diminta untuk pergi pada
momen yang kelihatannya baru saja akan mulai menarik, dan para siswa yang duduk
di meja ketiga, merasa enggan meninggalkan tempat duduk mereka, meskipun mereka
menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap situasi tersebut. Tanpa membutuhkan
waktu lama, gadis yang berkostum kesatria wanita dengan cepat membersihkan dan
menyeka meja, lalu memandu Yuki ke tempat duduknya.
“Terima kasih banyak. Umm,
bisakah aku meminta Alya-san untuk menulis pesananku?”
“Ah...”
“Tentu saja boleh! Malahan,
lebih baik kalau kalian duduk bersama!”
“Eh?”
Menyela jawaban Alisa, gadis
yang bertugas menjaganya menarik kursi di sebelah Yuki, dan setengah memaksa Alisa
duduk di sana. Entah bagaimana, dia mirip seperti seorang Mamah dari kabaret yang
mendorong gadis barunya, yang sudah dipilih pelanggan tetap, untuk menuangkan
segelas anggur.
“Hou ... indah syekali.”
Dan kemudian, setelah dengan
paksa membuat mereka duduk berdampingan, trio gadis dari klub kerajinan tangan yang
bertindak seenak jidatnya, dibuat terpesona. Namun, bukan hanya mereka saja
satu-satunya yang terpesona, karena para siswa yang ada di dalam kelas maupun
di koridor sama-sama terpikat oleh dua gadis cantik tiada tara yang duduk
berdampingan.
“Um, pekerjaanku──”
“Biar aku saja yang
melakukannya! Suou-san, kamu mau pesan minuman apa?”
Ucapan Alisa sekali lagi disela
oleh anak yang bertugas menjaganya, dan menunjukkan menu kepada Yuki. Kemudian,
setelah melihat sekilas ke arah menu, Yuki lalu tersenyum dan berkata,
“Umm, apa ya...kira-kira apa
aku bisa memesan segelas susu?”
Pada saat itu, suasana tegang
mengalir di antara siswa Kelas 1-B, kecuali Masachika dan Alisa.
Sementara Masachika berkedip
karena ketegangan misterius yang begitu mendadak, Guild master perlahan-lahan
bergerak ke depan Yuki, meletakkan tangannya di atas meja, dan mengeluarkan
suara yang menakutkan.
“Ojou-chan... ini adalah bar,
oke? Jika kamu ingin susu, mendingan pulang sana sana dan minum susu ibumu.”
“Tidak, ini sama sekali bukan
bar, oke?”
Yuki menatap Guild Master
dengan senyuman di wajahnya sambil mengabaikan bisikan tsukkomi Masachika, yang
tidak dapat mengikuti perkembangan misterius itu. Perawakannya yang kecil
terlihat menonjol saat menghadapi Guild master yang bertubuh besar, namun dia
tidak menunjukkan tanda-tanda takut.
“Ibuku meninggal pada malam indah
yang diterangi bulan purnama.”
“Kagak, kagak, dia belum
meninggal kali...”
Sekali lagi, Masachika membalas
dengan suara rendah, tapi Guild master tersenyum kecut mendengar jawaban Yuki
dan mengeluarkan sebuah kotak kayu dari loker di belakang kelas. Ketika ia
menempatkannya di hadapan Yuki, Guild master sendiri ikutan duduk di kursi.
Kemudian, ia membuka kotak kayu
itu dengan gerakan yang terlalu lebay, dan di sana terdapat sebuah botol kaca
dengan hiasan yang rumit.
“Sungguh pelanggan cantik yang
tengil, ya... baiklah, biar kuladeni, ini minuman yang kamu inginkan.”
“Oi, tunggu dulu sebentar.”
Tidak dapat menahan diri dari
perkembangan yang belum pernah didengar dan toples yang belum pernah dilihatnya
sebelumnya, Masachika menepuk pundak Guild master. Yup, kerah besar itu sangat
mengganggunya.
"Eh, apa ini? Hei, minuman
macam apa ini?”
“Oi, oi, Kuze... bukannya sudah
disepakati kalau bar isekai memiliki sisi lain yang tersembunyi, ‘kan?”
“Sudah kubilang, ini bukan bar
kali.”
Setelah memelototi teman-teman
sekelasnya yang menggelengkan kepala berbarengan dengan Guild master, Masachika
melihat ekspresi Alisa dan menyadari kalau Alisa berada di pihak yang tidak
tahu apa-apa seperti dirinya.
“Lagipula... Sama seperti saat sesi
mencicipi tempo hari, seriusan, kenapa hanya aku dan Alya saja yang belum
diberitahu detailnya? Jangan bilang kalau kalian berurusan dengan sesuatu yang
akan menjadi berbahaya jika anggota OSIS mengetahuinya?”
“Mana mungkin kami berani
melakukan itu, kali? Tentu saja itu legal, itu legal, kok.”
“Hanya orang yang berurusan
dengan hal-hal yang belum dilarang oleh hukum yang akan mengatakan hal itu!
Lagian, pertama-tama, seenggaknya kalau itu hal yang berbahaya dibantah dulu
kek!”
“Ini bukan hal yang berbahaya.”
“Lantas apa?”
“Hewan?”
“Hewan!?”
Misterinya semakin lama semakin
mendalam, tapi Masachika mengesampingkan pertanyaan itu sejenak dan mengalihkan
perhatiannya kepada Yuki.
“Atau lebih tepatnya, kata sandi
rahasia? yang bahkan aku sendiri tidak mengetahuinya, tapi kenapa kamu justru
bisa mengetahuinya?”
“Aku mendengarnya dari desas-desus.
Jika kamu menyebutkan kata sandi itu di sini, kamu bisa mendapatkan minuman
misterius.”
“... Heh, begitu ya.”
Yuki yang memiliki lingkaran
pertemanan yang luas, pasti pernah mendengar gosip itu dari suatu tempat. Hanya
itu saja sih ia tidak memedulikannya, tapi hal yang masih ia khawatirkan adalah
apakah minuman itu benar-benar tidak berbahaya atau tidak. Karena bagaimanapun
juga, Masachika sendiri memiliki pengalaman buruk dengan minuman-minuman
tersebut pada tahap uji coba.
“Hei Guild master, minuman itu benar-benar
tidak ada efek samping yang aneh, ‘kan?”
“Entahlah, kurasa itu tanggung
jawabnya sendiri. Aku hanya memberikan apa yang diminta—”
Melihat guild master yang
menjawab itu tanpa kehilangan auranya sebagai guild master di belakang layar,
Masachika kembali bertanya sembari menusukkan jari-jarinya ke pundaknya.
“Beneran enggak ada efek
samping yang aneh-aneh, kan?”
“Ah, ya. Yang ini tidak
berbahaya.”
Pada akhirnya, guild master
menyerah pada tekanan seorang Onii-chan yang terlalu protektif.
Setelah menatap Guild masteryang
mengangguk dengan ekspresi polos serta pandangan mata yang mengembara
kemana-mana, Masachika akhirnya melepaskan tangannya dari bahunya.
Guild master kemudian
menuangkan isi botol tersebut ke dalam glass yang ada di dalam kotak kayu dan
meletakkannya di depan Yuki. Setelah berdehem dan menciptakan kembali
karakternya, ia pun berkata dengan
sombong.
“Baiklah, inilah minuman
rahasia dari bar isekai... Amrita!!”
Sekilas, minuman itu hanya
berisi cairan transparan yang terlihat seperti air putih biasa. Tidak ada yang
tahu bahan-bahan apa saja yang dicampur untuk bisa mencapai transparansi ini.
Tidak hanya Masachika, tapi
Alisa juga menunjukkan ekspresi ragu di wajahnya. Lalu, akhirnya Yuki mengambil
gelas dan berkata,
“Aku akan mencicipinya.”
Setelah mengatakan itu, dia
meneguk isinya dalam satu tegukan. Kemudian, matanya membelalak dengan lebar.
“Ini...! Aroma yang
mengingatkan pada langit musim gugur yang megah, dan kekayaannya seakan-akan
merupakan hasil bumi yang dipadatkan, jika aku harus menggambarkannya dalam
satu kata——”
Sembari menatap tajam pada
gelas minuman yang kosong, Yuki mengambil jeda cukup lama sebelum bergumam.
“Hambar.”
“Rasanya hambar, toh!?”
“Rasanya hambar.”
Sepertinya minuman itu
benar-benar hambar.
◇◇◇◇
“Untuk sementara waktu, aku
sedang beristiharat sebentar dari tugas kelasku, tapi Alya-san sendiri kapan
bisa istirahat? Kalau kamu tidak keberatan, bagaimana kalau kita jalan-jalan
bersama?”
“Ehm, aku—”
Lebih cepat sebelum Alisa bisa
menjawab pertanyaan Yuki. Gadis dari klub kerajinan tangan itu sekali lagi
menyela.
“Kalian mau pergi berkeliling
di luar!? Kalau begitu Kujou-san, bagaimana kalau kamu beriklan dengan pakaian
itu?”
“Terus terang saja, area koridornya
sudah macet total. Mungkin lebih baik kalau kamu mengambil waktu istirahat
lebih awal. Jika Suou-san ikut bersamamu, efek publisitasnya akan sempurna! Ah,
jika kamu mau, Kuze-kun juga bisa ikut bergabung denganmu.”
“Tidak ada masalah, ‘kan? Guild
master.”
“Eh, itu ──”
“““Humm?”””
“Ya, boleh saja kok!”
Mereka bertiga secara paksa
meminta izin dengan wajah yang seharusnya tidak boleh mereka tunjukkan sebagai
perempuan, lalu salah satu dari mereka memalingkan wajahnya ke arah Masachika.
“Jadi begitulah Kuze-kun,
bagaimana kalau kamu bercosplay sedikit lebih benar lagi. Mumpung sekalian.”
“Ehh, memangnya masih ada
kostum lain?”
“Ya. Masih ada cosplay
bangsawan atau orc, kamu mau pilih yang mana?”
“Bukannya itu dua sosok yang
berbahaya jika digabungkan bersama dengan elf!”
“Ayolah, sudah, sudah,
mendingan kamu coba saja dulu dan memikirkannya nanti.”
Dalam sekejap mata, Masachika
dibawa pergi, dan Alisa serta Yuki dibiarkan tertinggal. Sambil masih merasa
sedikit tidak nyaman dengan tatapan panas dari orang-orang di sekitarnya, Alisa
bertanya kepada Yuki.
“Yah, sepertinya kita bisa
jalan-jalan bersama… jadi, apa ada tempat yang ingin kamu kunjungi, Yuki-san?”
“Hmm ada sih... aku berniat
mengunjungi beberapa kelas temanku. Kalau Alya-san sendiri bagaimana?”
“Aku sih tidak mempunyai tempat
yang ingin aku kunjungi...”
“Benarkah? Oh iya, kalau
dipikir-pikir, sepertinya kelas Masha-senpai dan Sarashina-senpai mendirikan bar
sulap.”
“Ahh….”
Begitu mendengar perkataan Yuki,
Alisa tertawa sedikit ironis.
“Mengesampingkan
Sarashina-senpai… Aku ingin tahu apakah Masha bisa melakukan sulap?”
“Fufu, itu memang tidak cocok
dengan kesannya. Aku tidak bisa membayangkan pemandangan Masha-senpai melakukan
sulap kartu dengan mahir.”
“Masha sungguh orang yang
begitu santai.”
“Setidaknya, kenapa kamu tidak
mengatakan kalau dia orang yang kalem?”
Yuki sedikit terganggu oleh
evaluasi tanpa ampun dari saudara kandungnya sendiri. Sembari dengan ringan
mengangkat bahunya, Alisa tiba-tiba teringat sesuatu dan bertanya dengan
berbisik setelah melihat sekelilingnya.
“Yuki-san sendiri bagaimana…?”
“Ehh?”
“Bukannya kamu pernah
mengatakan sebelumnya kalau kamu mempunyai Onii-san? Aku ingin tahu seperti apa
orangnya.”
Setelah menanyakan itu dengan
santai, Alisa baru tersadar. Dia mendengar bahwa kakak laki-laki Yuki
meninggalkan rumah keluarganya dan sekarang tinggal jauh dari rumah. Dia tidak
tahu bagaimana situasinya, tapi mungkin saja itu adalah bagian yang seharusnya
tidak boleh diungkit dengan enteng.
“Ah, itu, kalau kamu tidak mau
menjawabnya, tidak apa-apa kok...”
Alisa menambahkan itu dengan
tergesa-gesa, dan Yuki tersenyum seolah-olah untuk menenangkannya.
“Fufu, kamu tidak perlu terlalu
khawatir tentang itu, kok? Aku dan Onii-sama memiliki hubungan yang sangat
baik.”
“Be-Begitukah?”
“Ya. Hmm benar juga… orang
seperti apa, ya…”
Setelah memiringkan kepalanya
dan membiarkan pandangannya mengembara secara diagonal ke atas, Yuki meletakkan
tangannya ke mulutnya dan tertawa kecil. Dia kemudian menengok ke arah wajah
Alisa dan berkata.
“Kalau ditanya orang yang
seperti apa, ia orang yang sangat imut, loh?”
“Im-Imut?”
“Ya, aku yakin kalau Alya-san
juga pasti akan menyukainya.”
“Eh~~...”
Alisa yang tadinya mengharapkan
kalau kakaknya itu akan digambarkan sebagai “Orang
yang baik hati” atau “dapat
diandalkan”, merasakan pipinya berkedut pada penggambaran yang sama sekali
tidak terduga.
(Imut...
meskipun ia cowok, tapi ia imut...)
Di dalam benak Alisa, terlintas
beberapa wajah idola yang dipasarkan sebagai kategori “Cowok tipe imut”. Dari sudut pandang Alisa, yang lebih menyukai
orang-orang yang sangat mandiri terlepas dari jenis kelaminnya, perilaku mereka
yang kegenitan merupakan hal yang tidak dia sukai.....
(Tidak,
meski begitu, kakak laki-laki yang dibilang imut oleh adik perempuannya...)
Bayangan berikutnya yang muncul
di otak Alisa adalah seorang cowok yang mirip seperti anjing chihuahua,
bertubuh mungil, memancarkan aura berbunga-bunga dan ramping seperti Yuki.
Alisa sedikit mengernyit ketika membayangkan adegan Yuki menggoda anak
laki-laki yang gemetar tak berdaya.
Dia tidak tahu apakah orang itu
tipe perhitungan atau tipe yang menyedihkan, tapi bagaimanapun juga, orang
tersebut sangat jauh dari selera Alisa.
(Meskipun
aku merasa tidak enakan dengan Yuki-san, tapi... sepertinya aku tidak bisa
rukun dengan orang itu.)
Namun, hal itu tidak akan
menjadi masalah, karena kesempatan untuk bertemu dengan kakak Yuki mungkin
takkan pernah datang. Setelah memikirkan hal itu, Alisa tersenyum samar-samar.
“Yah, bisa berhubungan baik
merupakan hal yang bagus, iya ‘kan?”
“Ya, aku berharap aku bisa
memperkenalkannya kepada Alya-san suatu hari nanti.”
“Y-Ya… aku sangat
menantikannya.”
Ketika dia melontarkan
basa-basi terbaik yang dia bisa, senyuman Yuki semakin lebar dan penuh makna.
Alisa dengan santai mengalihkan pandangannya karena senyum di wajahnya
membuatnya merasa seolah-olah kalau Yuki sudah bisa menebak basa-basi
sosialnya.
(Meski
begitu, aku penasaran apakah Yuki-san menyukai tipe laki-laki yang imut? … Aku
sih tidak bisa memahaminya)
Alisa memikirkan hal itu sambil
berpura-pura tidak memperhatikan tatapan Yuki yang agak tersenyum. Dan
kemudian…
“Maaf sudah membuat kalian
berdua menunggu~”
Pada saat yang tepat, Alisa
mendengar suara seorang siswi yang sebelumnya membawa Masachika, dan dia pun
menoleh ke arahnya.
Lalu, hal yang menarik
perhatiannya adalah celana pendek yang berwarna merah. Panjangnya seperempat bagian, celana
yang mirip seperti labu.
“Pffttt”
“Kuhh.”
“Tuh ‘kan~ dibilangin juga apa,
pasti bakalan begini~”
Alisa dan Yuki segera menutup
mulut mereka dan berpaling, sementara Masachika, yang berpakaian mirip seperti
pangeran dari buku bergambar, terlihat tidak senang. Kemudian, bersamaan dengan
perasaan tragis, perasaan tidak pada tempatnya meningkat, dan Arisa serta Yuki
tidak bisa menahan tawa mereka.
“Pfft, ah tidak, menurutku itu,
pffft, cocok untukmu, kok?”
“Bukannya kamu jelas-jelas
sedang meledekku?! Seenggaknya tutupi dengan sedikit lebih baik, kek.”
“Itu sama sekali, pfft, tidak
benar, kok? Kamu juga setuju ‘kan, Alya-san?”
“Y-Ya, it-itu sangat cocok
kok.”
Ketika Yuki mengajaknya
berbicara tentang hal itu, Alisa pun menatap Masachika.... penampilannya yang
sekarang jadi lebih terlihat seperti kostum badut pesta daripada sebelumnya,
dan Alisa pun segera memalingkan wajahnya.
“~~~~~~!!”
“Oi, hentikan! Aku akan merasa
sedikit terluka jika reaksimu begitu! Oii, kampret yang di sana! Apa kamu baru
saja mengambil fotoku!?”
Masachika yang tersipu malu dan
menatap sekelilingnya, dirinya terlihat seperti pangeran egois yang sedang membuat ulah
hanya karena penampilannya. Pemandangan itu membuatnya semakin tertawa, lalu Alisa
tertawa nakal dan bergumam.
【Imut
banget~♡】