Bab 6 —
Kemampuan Bertarung Itu Penting, Bukan?
“Yosh, bukannya tadi itu sudah sempurna?”
“Ya, kupikir itu sudah sangat
bagus.”
Setelah menyelesaikan latihan
terakhir sebelum konser, Takeshi dan Hikaru menyuarakan kepuasan mereka. Untuk
kali ini, tidak ada petunjuk yang keluar dari Sayaka, dan Alisa serta.... Nonoa
yang tampak tidak terlalu peduli juga terlihat puas dengan situasi ini.
Hal yang sama juga dirasakan
oleh Masachika, yang secara jujur berpikir bahwa latihan mereka berlima,
sembari mengenakan kostum yang diproduksi oleh Nonoa untuk pertunjukan dan dengan
antusiasme baru, merupakan latihan terbaik yang pernah ia tonton selama ini.
“Tadi itu sudah sangat bagus
... seriusan.”
Takeshi berkata dengan
malu-malu kepada Masachika, yang bertepuk tangan sambil berkata begitu seolah-olah
ia merasa terkesan.
“Oi oi, oi, kamu bertingkah
seolah-olah kami sudah menyelesaikan konsernya saja. Kami masih berlatih, tau?”
“Hahaha. Itu memang benar sih…
hiyaa, aku tak pernah menyangka kalau anggota ini bisa begitu kompak.”
“Lah, bukannya Kuzecchi sendiri
yang mengumpulkan kami?”
“Bener, tuh.”
“... Oh iya, benar juga.”
“Kamu malah melupakannya, toh!”
Alisa dan Sayaka pun tertawa ketika
mendengar celetukan Takeshi. Ngomong-ngomong, cara Nonoa memanggil Masachika
kembali menjadi 'Kuzecchi' setelah
beberapa hari. Menurutnya, panggilan sebelumnya terasa ada yang kurang tepat.
“Oke, baiklah! Sekarang kita
sudah mendapat persetujuan dari manajer, meskipun ini masih sedikit terlalu
cepat, tapi ayo pindah ke belakang panggung sekarang!”
“Tunggu dulu sebentar, Takeshi.
Masih ada hal penting yang harus kamu lakukan, bukan?”
“Ehh?”
“Jangan bilang, 'Ehh?' begitu kali... kamu belum memutuskan
pemimpinnya, ‘kan?”
Masachika berkata kepada
Takeshi yang tercengang. Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia bisa melihat
ekspresi Alisa menegang di ujung pandangannya. Namun, reaksi Takeshi cukup
santai-santai saja.
“Ah, ahhh~, ahhhh~~…. ada
masalah itu, ya.”
“Tidak, itu cukup penting tau,
jangan lupakan itu kali.”
“Yah, ketimbang dibilang lupa
...”
Setelah menggaruk-garuk
kepalanya dengan sedikit bermasalah, Takeshi menatap ke arah Alisa.
“Aku sudah lama mendapat kesan
kalau Alya-san adalah pemimpinnya...”
“Ehh……?”
Mata Alisa membelalak ketika
mendengar kata-kata Takeshi. Tapi kemudian, bahkan Hikaru pun mengangguk setuju
dengan ucapan Takeshi.
“Ya, kupikir juga begitu.
Kurasa orang yang paling cocok untuk menjadi pemimpin hanya Alya-san saja.”
“Eh, Hikaru-kun...?”
Ketika Alisa menoleh karena
terkejut, Hikaru tersenyum lembut dan memberitahunya.
“Sebelumnya, Masachika berkata,
‘aku tak pernah menyangka kalau anggota
ini bisa begitu kompak’…. Faktanya, kurasa sebagian besar itu berkat
Alya-san bahwa kelima orang ini bisa berkumpul. Aku merasa senang karena kamulah orang pertama yang mau membentuk kembali
band yang hampir bubar ini. Selain itu…. ketika kita memutuskan nama band…”
Di sana, Hikaru menggaruk-garuk
pipinya, terlihat sedikit malu.
“Sementara semua orang
memikirkan nama yang mengutamakan selera mereka sendiri, hanya Alya-san yang menyarankan
nama dengan pesan kepada kami, bukan? Malahan menurut saya, hal itu menjadi
penentu arah band ini. Itulah sebabnya... Sejak saat itu, Alya-san adalah satu-satunya
pemimpin di dalam benakku.”
Setelah mendengar kata-kata
Hikaru, bibir Alisa terkatup rapat dan kelopak matanya bergetar, seakan-akan dia
sedang berusaha menahan sesuatu. Dan….
“Oi Hikaru! Kamu mengatakan
terlalu banyak hal baik! Aku merasa menjadi seperti orang idiot, tau!”
“Bacalah suasananya dulu kek,
dasar bego.”
“Begitulah adanya, dasar
idiot.”
“Kalian berdua kejam banget,
oi!”
Takeshi berteriak dengan jenaka,
dan Masachika serta Hikaru segera membalas. Suasananya yang tadinya cukup
menyenangkan, sekarang berubah menjadi kacau. Alisa juga tersenyum kecut
seolah-olah ikutan merasa geli.
“Sekarang… aku sudah mendapat
dua suara untuk Alya, tapi bagaimana dengan Sayaka dan Nonoa?”
Saat Masachika bertanya
kepadanya, Sayaka mengangkat bahunya tanpa mengubah ekspresinya.
“Aku bukan orang yang terlalu
naif untuk menentang aliran pembicaraan ini.”
“Ah Sayacchi, kamu enggak mau
jujur~”
“Apa kamu mengatakan sesuatu?
Nonoa.”
“Sayacchi, kamu enggak mau
jujur~”
“Kamu tidak perlu mengulanginya
dua kali juga!”
Masachika dan yang lainnya
menertawakan percakapan mereka berdua.
“Lantas, kamu sendiri bagaimana,
Nonoa?”
“Aku sih setuju-setuju saja,
kok? Senang bisa bekerja sama denganmu, Leader.”
Setelah mengatakan itu dengan
ringan, Nonoa melambaikan tangannya kepada Alisa. Perhatian kelima orang itu
terfokus pada Alisa, dan pandangan matanya sedikit berkaca-kaca. Namun, setelah
memejamkan mata sejenak dan mengubah ekspresinya, dia tertawa cerah dan
mengepalkan tinjunya.
“Kalau begitu, mari kita ulangi
kembali…. ayo lakukan yang terbaik untuk pertunjukan konser pertama 'Fortitude'! Ei~ei~, Ooo~~!”
Menanggapi teriakan Alisa,
Masachika dan yang lainnya ──
“Oh~!”
“O-Ohh~!”
“Oh~?”
“Ooh... oo”
“Ohhhhh”
“Tidak, kita harus melakukannya
berbarengan. Kenapa tadi malah tidak serempak, oi.”
Tepat setelah Masachika membuat
tsukkomi, bahu Alisa meringkuk saat dia menurunkan tinjunya.
“~~~~”
“Nah, hayoo, lihat tuh! Alya
jadi merasa malu, ‘kan! Baiklah, baiklah, kamu sudah melakukan yang terbaik,
bukan? Kamu berusaha bersikap seperti seorang pemimpin padahal belum pernah
melakukannya, kan? Oi, kalian! Jangan bully pemimpin kalian sendiri dong!”
“Masachika-kun.”
“Hmm?”
“Aku mohon, tolong tutup
mulutmu.”
“Ya”
◇◇◇◇
“Ooh~, sudah ada banyak orang yang
berkumpul di sini... waduh gawat nih, aku jadi merasa gugup.”
“Hahaha, setuju... tapi kurasa penontonnya
akan lebih banyak dari ini, tau? Meski rasanya aneh kalau aku sendiri yang
mengatakannya, tapi sepertinya kita mendapat cukup banyak perhatian.”
“Bener banget... kemarin, aku
sampai diajak bicara di sana-sini.”
Dua puluh menit sebelum
pertunjukan, setelah bergerak ke belakang panggung dengan membawa alat musik.
Takeshi mengintip dari sisi panggung yang menuju kea rah panggung, dan setelah
sedikit menggigil, ia kemudian tiba-tiba melihat ke arah Masachika.
“Oh iya, ngomong-ngomong, kami
tak sengaja bertemu Kiryuuin kemarin, tapi... apa kamu ada sesuatu dengannya,
Masachika?”
“Kiryuuin yang kamu maksud itu
Kiryuuin yang laki-laki, ‘kan? Ada sesuatu apanya? Entahlah, kamu menanyakannya
terlalu ambigu gitu.”
“Bener, Kiryuuin yang laki-laki
yang kumaksud. Tidak, yah... Anak itu terus-menerus ngotot bertanya padaku apa
kamu akan tampil di atas panggung atau enggak...”
“? Apa-apaan itu? 'kamu' yang dimaksud itu adalah aku,
‘kan?”
“Ya.”
Masachika memiringkan kepalanya
pada informasi yang disampaikan oleh Takeshi. Kalau dipikir-pikir lagi,
Masachika merasa kalau Yushou pernah menanyakan hal serupa sebelumnya, tapi...
ia tidak tahu apa maksudnya.
“Ketika aku memberitahunya
kalau kamu adalah manajer band kami, dan mengatakan kalau kamu takkan tampil di
atas panggung….Ia justru memberiku tatapan aneh... kira-kira, apa kamu
kepikiran tentang sesuatu?”
“... Tidak, kurasa tidak ada
sama sekali.”
“Uwaahhh~”
Pada saat itu, Masachika dan
Takeshi menoleh ke arah suara mencemooh yang tiba-tiba muncul. Kemudian, Nonoa,
yang sepertinya sudah mendengarkan percakapan mereka dari tadi, membuka
mulutnya seolah-olah dia menarik kembali matanya yang setengah tertutup.
“? Ada apa?”
“Enggak, kok~... aku cuma
merasa kasihan saja buat Junyusho-chan~”
Masachika mengerutkan alisnya
pada kata-kata yang diucapkan seolah-olah dia sedang berbicara pada dirinya
sendiri.
(Junyushou...
Junyushou-chan? Hah? Kedengarannya itu julukan yang tidak asing...)
Sensasi kesemutan yang
menstimulasi salah satu sudut otaknya menyebabkan Masachika mencari ingatannya
dengan menunduk. Tapi kemudian Takeshi meninggikan suaranya dan pikirannya
terhenti.
“Upss ... baiklah, kalau begitu
aku pergi dulu untuk menjemput Kanau.”
“Ah, ya. Pergilah~”
“Kembalilah tepat waktu, ya~”
“Tentu, kalau gitu aku akan
pergi dulu.”
Melihat Takeshi beranjak pergi
setelah mengatakan hal tersebut, kali ini giliran Nonoa yang meninggikan
suaranya.
“Ah~ Kalau begitu, kurasa aku
juga harus memanggil Leo dan Rea~”
“? Siapa?”
“Adik laki-laki dan
perempuanku~ Kalau begitu, aku pergi dulu sebentar, ya~”
“Ahh, maaf. Aku juga mau mampir
ke toilet sebentar….”
“Oi, oi, oi…”
Setelah mengeluh kepada anggota
yang pergi meninggalkan tempat itu satu demi satu, Masachika mengangkat
bahunya.
“... Yah, kurasa itu lebih baik
daripada terus menunggu di belakang panggung sepanjang waktu dan menambah
ketegangan secara aneh.”
Ketika Masachika mengatakan itu
dan dengan santai berbalik, entah bagaimana pandangan matanya menatap mata
Sayaka. Setelah melakukan kontak mata dengan Masachika, Sayaka mengalihkan pandangannya
ke arah Alisa, lalu melihat ke atas secara diagonal, dan kemudian tiba-tiba membalikkan
badannya.
“Aku juga ingin bertemu Leo dan
Rea, jadi aku akan mengejar Nonoa.”
“Hei, kenapa kamu tiba-tiba
jadi sungkan begitu?”
“Kamu ini bicara apa? Tenang saja,
aku akan kembali dalam sepuluh menit.”
“Oooi~”
Dan kemudian, dalam sekejap
mata, hanya ada Masachika dan Alisa yang tertinggal di tempat itu. Sebagai
seseorang yang baru kemarin melakukan sesuatu yang memalukan yang bisa saja
disalahartikan sebagai lamaran, situasi di antara mereka berdua memang sedikit
canggung.
“Umm, gimana ya? Sepertinya band-nya
masih belum sekompak yang aku kira, ya? Bagaimana menurutmu, Leader?”
Meskipun Masachika bercanda
menanyakan hal itu, tapi Alisa tidak menanggapinya. Masachika menatap wajah
Alisa dengan sedikit ragu, dan matanya membelalak melihat ekspresi wajah Alisa.
“A-Alya?”
Alisa terlihat seolah-olah akan
menangis kapan, dengan alis membentuk huruf 'ハ' dan
matanya sudah berkaca-kaca. Ketika Masachika memanggilnya dengan kebingungan,
Alisa dengan cepat menundukkan wajahnya dan menyembunyikan ekspresinya.
Kebingungan Masachika memuncak ketika dia melihat bahunya sedikit bergetar.
(Eh,
di-dia menangis? Ap-Apa yang harus aku lakukan? Apa aku perlu memberinya
pelukan lembut? Tidak, tidak, hanya cowok tampan saja yang boleh melakukan itu,
dan aku tidak tahu mengapa dia menangis, tapi menurutku memang lebih baik
menyembunyikan wajahnya── )
Setelah melalui detik-detik
konflik yang sengit, Masachika memutuskan untuk meminjamkan bahunya sebagai
kompromi. Alih-alih memeluknya, ia malah mendekati Alisa dan dengan
canggung membiarkan Alisa membenamkan kepalanya di bahunya. Dan kemudian, sama seperti
yang dilakukan Maria pada dirinya, Masachika mulai mengelus kepalanya selembut
mungkin.
“Ada apa? Apa kamu saking
senangnya terpilih sebagai pemimpin?”
Ketika Masachika mengatakan
kesimpulan yang dibuatnya setelah memikirkannya, ia bisa melihat Alisa
menganggukkan kepalanya dengan anggukan kecil di bahunya. Kemudian sebuah
pertanyaan kecil dengan suara bergetar sampai ke telinga Masachika.
“Apa aku sudah berhasil
memenuhi harapanmu...?”
Masachika sangat terkejut
dengan kata-kata tersebut. Segera setelah itu, Masachika menyesali
kedangkalannya.
Masachika sendiri lah yang
memberikan tugas kepada Alisa untuk
'melampaui Sayaka untuk menjadi pemimpin band'. Alisa telah melakukan yang
terbaik untuk memenuhi harapan ini. Namun... Masachika merasa cemburu pada Alisa
dan tidak peduli dengan kondisi mentalnya.
(Dasar
bajingan bodoh...! Tidak peduli seberapa baik keadaannya, tentu saja hatinya
akan dipenuhi dengan kecemasan! Alya yang selama tidak terlalu menonjolkan diri
di OSIS sampai sekarang, tiba-tiba berusaha keras untuk berkomunikasi dengan
empat orang yang tidak begitu dekat dengannya! Kenapa aku tidak bisa lebih
memperhatikannya!)
Seberapa besar beban psikologis
bagi seseorang yang bahkan belum pernah berteman dengan orang lain, diminta
untuk berteman dengan empat orang sekaligus? Masachika benar-benar tidak bisa
membayangkannya. Selain itu, sambil mengatakan hal-hal seperti, “Aku akan mendukungmu seperti biasa,”
dirinya berasumsi kalau semuanya akan baik-baik saja tanpa dukungannya, dan
menjadi cemburu seenaknya...
“Kamu adalah partner luar biasa
yang melebihi harapanku... Aku sangat menghormatimu. Maaf, aku seharusnya bisa
lebih perhatian lagi. Aku benar-benar minta maaf...”
Alisa diam-diam menggelengkan
kepalanya pada Masachika yang meminta maaf dengan suara penuh penyesalan.
Masachika terus melanjutkan dengan lembut, meski ia merasa sedikit bersalah.
“Kamu benar-benar hebat...kamu
pasti tidak terbiasa dengan kegiatan kelompok, dan terlebih lagi, menunjukkan
kepemimpinan di dalamnya... kamu sudah melakukan pekerjaan dengan baik.”
Masachika mengatakan itu sambil
menepuk-nepuk punggungnya dengan ringan, dan Alisa pun mulai berbicara sedikit
demi sedikit.
“Aku selalu berpikir bahwa akulah
yang bekerja paling keras dan terhebat.”
Masachika mendengarkan tanpa
mengatakan apapun pada pengakuan yang tiba-tiba itu.
“Tapi itu hanyalah ilusi. Aku
akhirnya menyadarinya selama upacara penutupan semester pertama.”
Mendengar monolog yang mencela
diri sendiri itu, pikiran Masachika kembali teringat pada pidato Alisa, di mana
dia langsung mengakui ketidakdewasaannya.
“Sementara aku berupaya keras,
orang lain bekerja keras di tempat lain... Di dunia ini, tidak ada yang namanya
unggul dalam segala bidang, iya ‘kan?. Nyatanya, aku memang pandai menyanyi. tapi
aku tidak terlalu pandai memainkan alat musik. Selain itu....”
Dengan nada suara yang sedikit
lebih tenang, Alisa berkata pelan.
“Aku tidak bisa melihat
gambaran besar dan memberikan instruksi yang tepat seperti Sayaka-san, dan aku
tidak bisa secara fleksibel beradaptasi dengan lingkungan seperti Nonoa-san. Aku
tidak bisa bertingkah ceria dan mencairkan suasana seperti Takeshi-kun, aku
bahkan tidak bisa menjaga mereka sebaik Hikaru-kun. Tidak mengherankan. Karena
aku selalu menghindari dalam hal hubungan antar manusia.”
Dia menyatakan dirinya bahwa
dia lalai dalam hubungan antar manusia karena dia terus berusaha untuk
menghindari konflik dengan orang lain. Masachika merasa sangat tersentuh dan
kagum dengan ketegasannya yang jujur terhadap dirinya sendiri.
“Jika aku ingin diakui sebagai
pemimpin oleh keempat orang itu… Kupikir aku tidak punya pilihan selain mendekati
mereka secara langsung. Aku ingin menyingkirkan taktik yang buruk…. tetapi aku ingin
bekerja lebih keras daripada siapa pun dan menarik semua orang.”
“Umm... jadi begitu ya. Kamu benar-benar
sudah melakukan yang terbaik.”
Sambil menepuk-nepuk kepala
Alisa dengan canggung, Masachika merasa menyesal dalam hati. Seharusnya dirinya
bisa melakukan ini lebih cepat. Seharusnya dirinya mampu mendengarkannya dengan
baik dan tetap dekat dengan hatinya.
(Apanya
dengan [Apa aku dibutuhkan di sini?]. Sebelum aku menjadi manajer band, aku
adalah partner Alya. Jika band sepertinya tidak memiliki masalah, Aku harus
mendahulukan Alya...)
Masachika berbicara dengan
lembut kepada Alisa sambil menyesali itu dan merenung.
“Syukurlah. Semua upayamu
berhasil terbayar.”
“… Ya.”
Setelah sedikit mengangguk, Alisa
membenamkan wajahnya di bahu Masachika dan bergumam.
【 Aku
merasa senang karena berhasil diakui..... 】
Masachika tidak bisa sepenuhnya
memahami arti sebenarnya dari kata-kata tersebut. Alisa sepertinya merasa lega
karena diakui sebagai pemimpin, tapi bukan hanya itu saja... Tapi, sebelum
Masachika bisa menjernihkan keraguannya, ada satu penyusup yang menerobos
masuk dari belakang panggung.
“E-Ehh!?”
Orang yang berhenti dengan
suara terkejut ialah anak laki-laki yang anehnya, orang yang sama ketika
memergoki mereka bersama kemarin. Tatapannya tertuju pada Alisa, yang
membenamkan wajahnya di bahu Masachika untuk menahan air matanya, dan
Masachika, yang dengan lembut membelai kepalanya.
Anak laki-laki itu bertanya
dengan setengah tersenyum pada adegan yang sepertinya mengundang
kesalahpahaman.
“Etto... apa kamu sudah
memberinya cincin pertunangan?”
“... Haa, aku capek untuk
meluruskannya, jadi anggap saja begitu. Apa kamu bisa meninggalkan kami
sendirian?”
“Ah, baiklah~. Silakan nikmati
waktu kalian sepuasnya~...”
Saat melihat murid laki-laki
itu berjalan kembali ke belakang panggung, Alisa menjauh dari Masachika dengan
ekspresi malu.
“...apa kamu sudah sedikit
tenang?”
“Ya, aku sudah sedikit baikan
sekarang ...”
Setelah mengatakan itu, Alisa
meletakkan tangannya di atas matanya.
“Apa mataku sedikit memerah?”
“... Cuma sedikit. Tapi, tenang
saja. Para penonton takkan menyadarinya, dan mereka tidak akan mengatakan
apapun.”
“Ya.”
Ketika Arisa mengangguk dengan
senyum kecil, Masachika mendapatkan kembali ketenangannya dan berkata dengan
suara yang lebih ceria.
“Oke, aku merasa telah
melakukan kesalahan, tapi kemudian kita akan kembali ke pertunjukkan——”
Pada saat itu, suara ledakan
bergema di atas panggung.
◇◇◇◇
Waktunya sedikit mundur ke
belakang, ketika Masachika dan yang lainnya masih sedang melakukan latihan
terakhir. Setelah menyerahkan pekerjaan mereka sebagai anggota panitia kepada
anggota panitia lainnya, Touya dan Chisaki menyapa para anggota Raikokai, VIP
terbesar dalam Festival Shureisai.
“Selamat datang di sekolah
kami. Saya adalah ketua OSIS angkatan tahun ini, Kenzaki Touya, saya senang
bisa menyambut para tamu yang terhormat.”
“Saya Sarashina Chisaki,
menjabat sebagai wakil ketua OSIS.”
Para mantan ketua OSIS dan
wakil ketua OSIS terdahulu telah berkumpul di ruang OSIS yang sudah disiapkan
untuk pengunjung. Di antara mereka, ada beberapa tokoh penting yang mempunyai
reputasi besar di bidangnya masing-masing. Di antara mereka adalah ayah Sayaka,
yang merupakan presiden dari Taniyama
Heavy Industries. Kemudian…
“Anda pasti Suou Gensei-sama,
bukan? Saya dan Yuki-san biasanya berhubungan dekat selama kegiatan OSIS.”
“Begitu ya.”
Kakek Masachika dan Yuki, Suou
Gensei, juga ada di sana.
“Kalau begitu, tapa basa-basi
lagi, izinkan saya mengajak anda semua berkeliling sekolah. Silakan lewat
sini.”
Setelah bersusah payah memperkenalkan
dirinya kepada para alumni yang super elit, Touya mulai mengajak mereka
berkeliling festival sekolah. Begitu mereka keluar menuju koridor, para siswa
yang menyadari kedatangan para anggota Raikokai, tiba-tiba membuka jalan
setelah membuat wajah terkejut.
Mereka mungkin tergoda untuk
setidaknya menyapa nama-nama besar di dunia politik dan bisnis yang biasanya
hanya bisa mereka lihat di TV atau majalah. Tapi mereka tidak diperbolehkan
untuk melakukannya.
Hal itu dikarenakan ada
peraturan tidak tertulis bahwa siswa tidak diperbolehkan berbicara dengan anggota
Raikoukai yang berkunjung selama festival sekolah. Hanya ketua dan wakil ketua
OSIS saja yang diizinkan untuk berurusan dengan mereka, dan siswa lain tidak
boleh berbicara dengan mereka kecuali menjawab saat diajak bicara. Tentu saja,
membuat kerumunan atau mengambil foto mereka adalah sesuatu yang dilarang. Para
tamu luar yang datang sebagai tamu undangan juga merupakan alumni akademi, dan
mereka sudah dibujuk secara tegas oleh para undangan, sehingga mereka ikut
mematuhi peraturan.
Itulah sebabnya, meski tidak
ada pengurus atau pengawal pribadi, bimbingan berjalan dengan sangat lancar.
“Ara... waktu aku masih
sekolah, tidak ada bangunan rumah kaca yang seperti itu.”
“Ya. Bangunan rumah kaca itu
disumbangkan untuk klub berkebun dan klub merangkai bunga oleh seorang alumni
delapan tahun lalu.”
“Begitu rupanya, jadi mereka
menanam bahan bunga yang digunakan untuk merangkai bunga di sana?”
“Benar sekali.”
“Hmm, menyumbangkan rumah kaca,
ya.… Kalau dipikir-pikir, ada orang yang menyumbangkan ring untuk klub tinju, bukan?”
“Yang anda maksud mungkin
adalah presiden Tamura dari Forrestin.
Saya mendengar bahwa beliau sendiri merupakan penggemar berat tinju.”
“Ahh, presiden Forrestin ...
begitukah?”
Seraya melihat keluar jendela
ke arah rumah kaca, Touya menjawab pertanyaan para anggota Raikokai tanpa ragu.
Tentu saja, Touya hanya tampak mengesankan dari luar, tetapi batinnya sudah
merasa gugup setengah mati, bertanya-tanya pertanyaan macam apa yang akan
muncul berikutnya. Terus terang saja, Touya merasa sangat gugup sampai-sampai
dirinya ingin muntah setiap saat.
Sejak awal Touya tidak memiliki
nyali yang begitu besar. Sebaliknya, sampai satu setengah tahun yang lalu, mentalnya
sangat lemah sehingga ia bisa digambarkan sebagai orang yang penakut.
Ia kurang percaya diri dan
selalu merasa akan diremehkan dan diejek oleh orang-orang di sekitarnya.
Dirinya menumbuhkan rasa takut terhadap lingkungan dan mengurung diri di dalam
cangkangnya sendiri. Tidak lain dan tidak bukan, Chisaki lah yang menghancurkan
cangkang Touya dengan cara hidupnya yang berani. Touya mengagumi kepercayaan
dirinya tanpa menyanjung siapa pun, dan hal itulah yang mengubah dirinya. Dan sekarang...
gadis itu mendukung dirinya di sampingnya.
“...?”
Chisaki berkedip dengan curiga
pada tatapan Touya.
Fakta bahwa dia tidak terlihat
gugup memberinya keberanian, dan Touya pun menegakkan punggungnya.
“Selagi ada kesempatan, apa
anda ingin melihatnya dari dekat?”
“Ya. Jika waktunya masih tidak
terlalu mepet.”
“Baiklah, saya mengerti.
Kira-kira, apa anda semua tidak keberatan untuk mengunjungi rumah kaca
sebentar?”
Dengan persetujuan anggota
lain, Touya mengerahkan kekuatan pada perut dan kakinya, ia lalu berjalan
dengan penuh percaya diri. Sebagaimana layaknya seorang siswa yang mewakili
sekolah ini. Dan untuk tidak bertindak memalukan sebagai kekasih Sarashina
Chisaki.
Ketika dirinya bisa sedikit
rileks, bidang pandangnya secara alami melebar, dan Touya bisa secara jelas
melihat wajah para siswa yang menatapnya. Touya merasa sedikit tersentuh oleh
tatapan penuh kekaguman yang ditujukan padanya.
Siapa yang bisa membayangkan
itu? Touya, yang dulunya selalu menjadi bahan cemoohan dan ejekan, kini
dipandang dengan penuh rasa hormat dari segala penjuru. Chisaki yang dulunya
ditakuti oleh laki-laki, sekarang dipandang dengan rasa percaya. Ketika dia
berpikir bahwa semua ini adalah hasil usahanya sendiri, hati Touya dipenuhi
dengan semangat.
“Touya? Ada apa?”
“Tidak…”
Mungkin merasakan sesuatu dari
ekspresi wajah Touya, Chisaki berbicara kepadanya dengan berbisik. Setelah
membalas dengan senyuman yang menenangkannya, Touya melihat sekeliling dan
berkata,
“Apa kamu memahaminya? Tatapan
ini.”
Perubahan cara mereka
memandangnya tidak ada bandingannya dengan tahun lalu.
Pertanyaan Touya merupakan
pertanyaan retorika. Namun, harus dikatakan bahwa mereka berdua memang sepasang
kekasih. Setelah melihat sekelilingnya, Chisaki diam-diam mengangguk pelan
ketika mendengar perkataan Touya. Dia kemudian memberi tahu Touya, yang
mengendurkan ekspresinya dengan penuh kasih, dengan sikap acuh tak acuh sambil
menghadap ke depan.
“Ada dua hawa niat membunuh.”
“Yup, maaf, kalau itu sih aku
tidak tahu.”
“Di depan tangga yang berjarak
20 meter, seorang pria berkemeja biru dan seorang pria bertopi hitam.”
“Tunggu dulu, tunggu dulu,
ehh?”
Meskipun pikirannya tidak bisa
mengikutinya, Touya mengalihkan pandangannya ke arah yang disebutkan Chisaki.
Lalu, memang ada dua pria mencurigakan seperti yang dikatakan Chisaki. Saat
mereka sedang melakukan percakapan semacam ini, jarak di antara mereka semakin
dekat.
“Menurutmu, apa yang harus kita
lakukan?”
Touya lebih mempercayai
penilaian Chisaki daripada penilaiannya sendiri apabila menyangkut situasi
seperti ini. Karena memahami hal tersebut, Touya segera meminta pertimbangan
Chisaki.
“Kamu bisa menunggu di sini
dulu, Touya. Aku akan pergi untuk memeriksa——”
Saat Chisaki mengatakan ini,
dia mencoba untuk bergerak karena akan menyia-nyiakan waktu untuk berbicara.
Namun sebelum itu, kedua pria tersebut justru bergerak lebih dulu.
“!!!”
Orang yang diwaspadainya
barusan langsung berlari ke arahnya, dan Touya segera mengambil sikap kuda-kuda.
“Kalian, dua orang yang di
sana! Berhenti—”
Dan saat itu juga ia memberikan
peringatan kepada keduanya. Pria berkemeja biru yang berlari di depan
memasukkan tangannya ke dalam tas yang dibawanya. Touya dikejutkan oleh benda
hitam mengkilap yang dikeluarkan dari dalam tas.
(Hah...?
Tinju, senjata? Yang benar saja!?)
Touya benar-benar membeku pada
situasi yang berada di luar jangkauan ekspektasinya. Otaknya menolak untuk
memahami realitas di depannya dan tidak dapat memberikan perintah apa pun
kepada tubuhnya. Namun demikian, meskipun Touya membeku di tempat, pria itu
mengangkat pistol di tangannya dan mengarahkan bidikannya ke belakang punggung
Touya——— tetapi Chisaki bergerak lebih cepat menendang pistol itu ke atas.
Kaki kirinya yang melesat di
udara seperti angin kencang, menangkap laras pistol dengan akurat dan
mengibaskannya dari tangan pria tersebut. Dan kemudian, kaki kanannya menendang
tanpa ampun ke arah selangkangan pria itu.
“Hoooo!?”
Seberapa kuat dia menendangnya?
Pria itu melompat dari tanah sambil menekuk tubuhnya menjadi tidak berdaya. Dan
kemudian pada saat berikutnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Touya
menyaksikan kombo udara secara langsung.
Jotosan yang mengerikan
diarahkan ke rahang pria yang sedang membungkuk ke depan, menghantam dagunya
tanpa ada perlawanan. Tubuh pria itu melayang lebih jauh ke udara karena
pukulan keras, lalu tubuhnya yang tadinya membungkuk, kembali diluruskan dan
diregangkan ke dalam posisi samsak tinju yang ideal. Lima serangan
berturut-turut cari Chisaki menghantam tubuhnya yang sangat tak berdaya karena
sedang melayang. Tidak, Touya tidak tahu apakah itu sebenarnya lima serangan
berturut-turut. Setidaknya itulah yang Touya lihat. Bisa dibilang kalau ia
hanya bisa melihatnya sebanyak itu.
“Geho, goho.”
Sambil meninggikan suara
seperti katak yang tergencet, pria itu tergeletak dengan keadaan babak belur di
lorong.
Pria satunya, yang sedang
menyaksikan pemandangan itu dengan ekspresi terpana, melihat tatapan Chisaki
menoleh ke arahnya dan buru-buru mengangkat smartphone yang dipegang di
tangannya.
“Tidak, tidak, kamu salah
sangka—— In-Ini kejutan, ya kejutan! Ini cuma acara kejutan!”
“Hee begitu. Kalau begitu, ini
adalah kejutan yang terbalik.”
Dia mengatakan kepadanya tanpa
ampun, dan Chisaki melakukan kombo udara dengan cara yang sama. Sambil
mengatakan “Tettere~♪” dengan nada
suara monoton.
Hanya dalam waktu dua detik,
pria kedua juga tersungkur tak berdaya di koridor, dan para siswa di sekitarnya
menjadi kaku seolah-olah mereka tidak bisa memahami peristiwa yang tiba-tiba
terjadi. Namun, salah satu dari siswa laki-laki tiba-tiba berteriak kaget saat
melihat pria yang memegang pistol.
“Lah? Bukannya orang ini
Gwilish, ya?”
“Ehh? Streamer menyebalkan yang terkenal itu?”
“Seriusan? Bukannya ia pernah
ditangkap karena mengejutkan seorang pejalan kaki di jalan dan melukainya?”
“Ah, pistol ini cuma mainan,
toh.”
“Jangan bilang, ia mau mencoba
melakukan kejutan percobaan pembunuhan kepada anggota Raikokai? Memangnya ia
itu bego, ya?”
Dimulai dengan suara tersebut,
siswa lain mulai bergerak satu demi satu, dan Touya mendapatkan kembali
semangatnya. Hal pertama yang ia lakukan adalah menoleh ke belakang dan
membungkuk kepada para anggota Raikoukai.
“Maaf. Sepertinya seseorang
yang tidak cocok untuk akademi ini telah menyelinap masuk. Saya benar-benar
meminta maaf atas kejadian yang tidak sedap dipandang ini, tetapi bisakah wakil
ketua saya meminta izin untuk meninggalkan tempat ini?”
Setelah menerima permintaan
maaf Touya, anggota tertua dan paling senior di antara anggota Raikokai,
meninggikan suaranya.
“Fumu, sepertinya ada kesalahan
dalam manajemen penerimaan tamu undangan. Tapi, baiklah, cobalah untuk
mengendalikan situasi sekarang.”
“Terima kasih banyak!”
Setelah mengucapkan terima
kasih dengan lantang dan mengangkat kepalanya, Touya mendekati Chisaki dan
berbicara dengan cepat.
“Maafkan aku, Chisaki. Apa aku
bisa menyerahkan orang-orang ini kepadamu? Aku harus mencari tahu siapa yang
mengundang mereka ke sini.... Untuk sementara waktu, aku akan berurusan dengan
para anggota Raikokai.”
“Siap. Aku akan mengurus
orang-orang ini. Aku akan menginterogasi mereka di ruang kedisiplinan publik.”
“... Asal jangan terlalu
berlebihan, oke?”
Touya memperingatkan Chisaki,
yang sudah melakukan tindakan pertahanan berlebihan, untuk melakukannya
secara aman-aman saja. Chisaki kemudian mengangguk dengan penuh perhatian.
“Tenang saja. Sama seperti
sampah pada umumnya, aku hanya perlu memisahkan mana yang mudah terbakar dan mana
yang tidak mudah terbakar.”
“Apa itu bisa disebut baik-baik
saja? Lagian, apa maksudmu dengan memisahkan bahan yang mudah terbakar dan
tidak mudah terbakar?”
“Hah? Tentu saja dengan merobek
otot dari tulang—”
“Aduh, aduh! Aku tidak tahu
maksudnya, tapi aku yakin itu sesuatu yang menyakitkan!”
Meski dirinya secara tidak
sadar merasa ngeri, Touya mencoba menyerahkan situasi tersebut kepada Chisaki,
tapi──
“────! ──!”
Touya mendongak dengan kaget
ketika mendengar teriakan kasar yang datang dari suatu tempat.
◇◇◇◇
Sementara itu di sisi lain,
Takeshi yang sedari tadi berpisah dengan Masachika dan lainnya, sedang
berkeliaran di sekitar halaman sekolah untuk mencari adiknya dengan smartphone
di tangan.
“Lahh~? Perasaan dia ada di
sekitar sini, ‘kan... karena terlalu banyak orang, aku jadi kesulitan
mencarinya.”
Adik laki-lakinya yang baru berusia
sembilan tahun, mempunyai tubuh yang masih kecil. Di sisi lain, karena sebagian
besar orang di sini adalah siswa SMA atau lebih tua, sulit untuk menemukannya
di tengah keramaian. Meski begitu, Takeshi masih melihat sekeliling dan
berusaha menemukannya, tapi tiba-tiba ada sosok yang memasuki bidang
penglihatannya. Tampilan belakang yang akrab dengan topi yang hampir menutupi
matanya. Punggungnya secara tidak sengaja menarik perhatiannya... saat orang
itu tiba-tiba menoleh ke samping, Takeshi tanpa sadar mengeluarkan suaranya.
“Eh... Nao?”
Seorang teman yang tiba-tiba menghilang
sebulan yang lalu. Tatapan mata mereka bertemu saat dia berbalik secara refleks
ketika mendengar suara Tekeshi.
“Tekeshi...”
“Ke-Kenapa...?”
Di tengah kerumunan, keduanya
saling bertukar pandang, yang satu tertegun dan yang lainnya canggung. Dan
kemudian, saat Nao hendak mengatakan sesuatu.... suara ledakan bergema dari
suatu tempat.
◇◇◇◇
(Tak
kusangka, hal ini benar-benar terjadi...!)
Di hadapan sumber suara ledakan
itu, Sayaka menggertakkan giginya saat mengingat kejadian minggu sebelumnya.
[Sayaka-san,
menurutmu apa hal terpenting bagi anggota komite kedisiplinan?]
Dalam rapat komite kedisiplinan
sebelum festival sekolah, Sayaka ditanya begitu oleh Sumire. Sebagai tanggapan,
Sayaka dengan cepat menoleh. Demi bisa mendapatkan jawaban yang dicari pihak
lain secara instan.
Sejak awal, alasan Sayaka
menjadi anggota komite kedisiplinan publik sangatlah egois. Salah satunya
adalah karena menguntungkan statusnya. Dan yang lainnya, sejujurnya, karena hal
ini membantunya untuk mengeksploitasi kelemahan siswa. Kedua hal tersebut bertujuan
demi menaikkan posisinya di sekolah. Lebih jauh lagi, hal itu bisa mengarah
pada tujuannya untuk meningkatkan koneksi pribadi yang akan berguna di masa
depan.
Sayaka dikenal sebagai murid
yang rajin dan teladan, tapi itu dikarenakan dia tidak keberatan bertingkah
seperti itu, dan karena menurutnya lebih baik melakukannya untuk mencapai
puncak. Karena dia menyukai kedisiplinan dan tidak membenci tindakan yang
melanggarnya, dia tidak bermaksud memaksa orang lain untuk berperilaku sama.
Atau lebih tepatnya, Sayaka tidak cukup tertarik pada orang lain untuk
repot-repot mencampuri perilaku mereka.
Namun, Sayaka tidak cukup bodoh
untuk berbicara secara jujur tentang hal-hal semacam itu pada kesempatan ini.
[Hmm
hal yang penting, ya…]
Sambil mengulur-ulur waktu
dengan dalih untuk berpikir sejenak, Sayaka menemukan jawaban optimal dalam
dirinya.
[Mungkin
kesadaran untuk berdiri di antara peraturan sekolah dan keinginan para siswa, agar
tidak terlalu bias.]
Sempurna, pikir
Sayaka dalam hatinya.
Sayaka mengambil pose
kemenangan di dalam hatinya atas jawaban yang dia berikan. Akan tetapi…
[Itu
salah, Sayaka-san.]
Balasan yang didapat justru
penyangkalan yang tidak terduga. Melihat Sayaka yang alisnya berkedut, Sumire
tiba-tiba melihat ke arah kejauhan, seolah-olah dia mencoba melihat alam yang
belum dijangkaunya sendiri.
[Hal
terpenting bagi anggota komite kedisiplinan ialah...]
Dia kemudian memberitahu Sayaka
dengan suara penuh rasa iri dan keyakinan.
[Kemampuan
bertarung, desuwa]
Orang
ini ngomong apaan sih? Sayaka berpikir begitu dari lubuk hatinya.
Meski demikian, Sayaka tidak sebodoh itu untuk berbicara jujur mengenai
opininya sendiri pada kesempatan ini.
[Jadi,
begitu rupanya... itu berarti, aku tidak memenuhi persyaratan...]
Meski begitu, Sumire tersenyum
anggun pada Sayaka yang menjawab dengan nada sedikit ironis.
[Jangan
khawatir, kamu tidak harus menyelesaikan semuanya dengan kekuatanmu sendiri.
Dalam situasi darurat di mana kekuatan tempur dibutuhkan, jika kamu tidak
memiliki kekuatan, kamu bisa memanggil bantuan kepada seseorang yang memiliki
kekuatan. Jika kamu bisa melindungi orang yang lebih lemah dalam jangkauanmu,
itu sudah menjadi jawaban yang bagus.]
Sumire meletakkan punggung
tangan di pipinya dan tertawa. Pada saat itu, Sayaka berpikir, “Bukannya dia terlalu banyak menonton anime?”, dia merasa terpana
sekaligus merasakan keakraban dengannya…..Sayaka tak pernah menyangka bahwa darurat
seperti itu akan terjadi tepat di hadapannya.
Setelah meninggalkan area
belakang panggung, Sayaka berjalan-jalan di sekitar halaman sekolah secara acak
dengan alasan mencari Nonoa. Seorang pria tiba-tiba meledakkan petasan di depan
Sayaka.
“Kyaah!”
“Whoaaaa!? Ada apa!?”
Ketika orang-orang di
sekelilingnya berteriak kaget, pria itu menendang petasan yang sedang berasap
di tanah ke arah kerumunan. Tentu saja, orang-orang di depannya segera
berteriak dan melarikan diri.
(Ap-Apa-apaan
pria itu! Orang mencurigakan!?)
Pria itu menyebarkan
kebingungan di sekelilingnya, tapi orangnya sendiri anehnya tidak berekspresi,
pakaiannya yang sedikit compang-camping dan kumisnya yang kusut, memancarkan
suasana aneh dari seluruh tubuhnya.
[Jika
kamu tidak memiliki kekuatan, kamu bisa memanggil bantuan kepada seseorang yang
memiliki kekuatan. Dan yang terpenting, jika kamu bisa melindungi orang yang
lebih lemah dalam jangkauanmu, itu sudah menjadi jawaban yang tepat]
Perkataan Sumire kembali terngiang
di benaknya ketika menghadapi keadaan darurat. Bocah laki-laki sekitar anak SD
didorong ke tanah oleh seorang siswa yang melarikan diri dan terjatuh tepat di
samping Sayaka.
“Ahhh!”
Sayaka membuat keputusan cepat
dengan mengangkat bocah laki-laki yang menjerit kecil dan memegangi lututnya,
dia lalu dengan cepat mengeluarkan smartphone-nya.
“Apa kamu baik-baik saja?”
“Ah, uh, ya. Terima kasih,
Onee-san.”
Sambil mengkhawatirkan
keselamatan bocah itu, Sayaka menelepon nomor Sumire secepat mungkin.
“Kiryuuin-senpai! Ini aku,
Taniyama! Saat ini, aku sedang berada di bagian B halaman sekolah——”
Di luar garis pandang Sayaka
saat dia meminta bantuan, pria itu perlahan-lahan berbalik ke arah panggung
terbuka. Pria itu kemudian berjalan ke arah sana, masih dengan wajah tanpa ekspresinya
yang aneh.
◇◇◇◇
“A-Apa? Apa yang sudah
terjadi...!?”
Suara ledakan yang tiba-tiba bergema
tidak hanya terjadi sekali, tapi juga diikuti oleh serangkaian suara keras. Dan
di antara suara keras itu, jeritan para
siswa bisa terdengar.
“Huh!”
Masachika bergegas menuju
samping panggung karena mendengar suara yang tidak biasa. Ia melihat ke arah
panggung sambil memastikan dari ujung pandangannya bahwa Alisa mengejarnya satu
langkah di belakang. Kemudian, ada benda yang mengeluarkan suara keras dan
asap, membuat murid-murid dari klub tari berlarian di sekitarnya.
“Petasan...!?”
Ketika Masachika masih kebingungan
dan bertanya-tanya, “Mengapa benda
seperti itu bisa ada di sini!?”, petasan lainnya dilemparkan ke atas
panggung. Terlebih lagi, suara ledakan yang serupa juga dihasilkan dari area
penonton.
“Oi! Cepat turun dari
panggung!”
Masachika segera memanggil klub
tari di atas panggung, tapi sepertinya ada dua atau tiga siswa yang terjatuh
dan tidak bisa bangun karena petasan yang dilemparkan ke arah mereka selama
tarian berlangsung.
(Cih,apa
enggak ada sesuatu yang bisa menghalangi petasan...)
Masachika mencari-cari sesuatu
seperti perisai untuk melindungi para siswa yang terjatuh dengan aman. Di
sampingnya, Alisa yang sambil memegang mikrofon, berlari melewatinya.
“Tungg—”
Di balik teriakan kaget
Masachika, Alisa bergegas naik ke atas panggung. Dia kemudian melihat ke
sekeliling penonton dan mengenali pelaku yang menyebabkan keributan.
Di belakang para penonton yang
panik, seorang pria paruh baya dengan pakaian lusuh mengeluarkan petasan dari dalam
tas bahunya. Dan ketika Alisa melihat pria itu menyalakan petasan yang sudah dikeluarkan
dan hendak melemparkannya ke arah penonton, dia segera berteriak.
“Hentikan!!”
Suara kuat yang diperkuat oleh mikrofon
bergema, dan pria yang memegang petasan serta para penonton yang berada di
ambang kepanikan, mendadak berhenti bergerak semua. Ketika mereka secara
refleks mengalihkan pandangan mereka ke atas panggung, mereka melihat seorang
gadis cantik dengan rambut peraknya yang tergerai dan sikap yang anggun sedang
berdiri di sana.
“Fuwaa...”
“Putri Alya...”
Mereka yang mengenalnya dan
mereka yang tidak mengenalnya sama-sama dibuat terpana selama beberapa detik.
Namun, suara ledakan baru memecahkan keheningan beberapa detik itu.
Sebuh petasan yang menyala meledak
di tangan pria itu ketika ia berhenti bergerak tanpa sadar. Pria itu buru-buru
melemparkannya ke tanah dan mengalihkan pandangannya ke arah Alisa di atas
panggung.
“Semuanya! Harap tetap tenang
dan mengungsilah ke sisi lain—”
Alisa mengabaikan pria tatapan
itu dan terus memanggil para penonton. Lalu sebuah petasan baru dilemparkan ke
arah Alisa.
“Ahh—!”
Seseorang berteriak dengan
penuh ketidaksabaran, dan ketika penonton melihat pemandangan itu dengan rasa
bahaya, tepat sebelum petasan mendekati Alisa──tak disangka ada anak cowok yang
berlari dari sisi panggung dan menendang petasan itu di udara. Penonton secara
tidak sengaja dibuat terpukau oleh aksi supernatural yang mirip seperti film
laga. Di sisi lain,
(Aduh
sakittttt—— tapi enggak sih! Waduhhh hampir saja, aku tidak bisa melakukan
tendangan semacam itu berkali-kali, tau!?)
Masachika, orang yang menepis
petasan tadi dengan tendangan lompat, berkeringat dingin meski teknik
tendangannya sangat cemerlang.
Setelah memberikan berbagai
instruksi kepada para staf panggung, Masachika naik ke atas panggung dan
tiba-tiba dilempari petasan. Masachika berpikir rasanya akan berbahaya jika ia
menepisnya dengan tangan, jadi ia dengan cepat menendangkan kakinya, tetapi
keberhasilannya sendiri lebih dari sekadar kebetulan.
“Kamu baik-baik saja, Alya?”
“Eh, iya.”
“Yosh, syukurlah.”
Setelah memastikan kalau
petasan yang ditendangnya tadi sudah jatuh di bawah panggung, Masachika baru
mengkhawatirkan Alisa yang berada di belakangnya.
(Atau
lebih tepatnya, jika keselamatan Alya adalah prioritas, aku seharusnya menepis
petasan tadi dengan tangan kosong...)
Sambil merenung sedikit,
Masachika memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya sambil melindungi
Alisa di belakangnya.
(Pria
itu, apa aku harus langsung menangkapnya sendiri? Tidak, meninggalkan sisi Alya
lebih beresiko...)
Masachika melihat sekeliling
untuk mencari cara apakah ada metode lain untuk menangkapnya.....Ia kemudian
melihat sekelompok orang yang berkilauan menerobos kerumunan untuk menuju ke
arah panggung. Orang yang memimpin kelompok tersebut adalah seorang gadis
dengan gaya rambut gulungan vertikal berwarna madu yang khas.
“Oh!”
Begitu Masachika melihatnya, ia
segera mengambil mikrofon dari tangan Alisa dan memanggilnya.
“Orang-orang yang berada di
depan kios takoyaki di sana! Tolong minggir ke kiri dan ke kanan dan beri
jalan! Orang-orang di pintu masuk di sana, tolong beri jalan juga!”
Orang-orang yang masih
kebingungan segera mengikuti instruksi yang terdengar dengan suara lantang.
Seorang gadis cantik yang berpakaian pria, berlari dengan kecepatan penuh di
sepanjang jalan selebar dua meter yang dibuat. Gulungan roll rambut vertikalnya
terlihat berkibar, dan dia ditemani oleh tiga gadis berpakaian sama di
belakangnya, seolah-olah mereka adalah pengikutnya.
Sekelompok orang tiba-tiba
muncul dan berlari ke arahnya, membuat pria itu menunjukkan ekspresi sedikit
terguncang, lalu melemparkan tiga petasan di tangannya. Petasan itu dilempar ke
arah 4 siswi—— dilempar ke arah Sumire yang berlari di depannya. Namun, Sumire
tidak menunjukkan tanda-tanda takut dan dengan tenang mengangkat jubahnya di
depan wajahnya dan berlari melewati petasan yang beterbangan tanpa melambat
sedikit pun.
Dan kemudian, begitu dia
mencapai tempat pria tersebut, Sumire mendaratkan pukulan mendadak ke punggung
pria yang berbalik untuk melarikan diri. Walaupun itu adalah pedang tiruan, pedang
itu cukup kuat untuk mematahkan tulang jika mengenai seseorang secara serius.
Selain itu, meski orang yang memegangnya hanyalah seorang gadis remaja, tapi
dia adalah seorang pendekar pedang yang bisa dengan mudah mengalahkan pria
dewasa hanya dengan pedang bambu. Tentu saja, luka sakit yang diterima bukan
main-main.
Pria yang mencoba melarikan
diri tadi terhuyung-huyung, tubuhnya melengkung, dan petasan yang jatuh dari tangannya
masih berusaha meledak. Namun, dua siswi yang berlari melewati kedua sisi
Sumire secara paksa memadamkan api dengan cara yang spektakuler saat mereka
melewatinya. Lalu gadis kecil yang bergegas maju terakhir, menusukkan pedang
rapier dari sarungnya ke sisi kanan pria itu.
“Gah!?”
Pria itu langsung jatuh
tersungkur ke atas tanah setelah mendapat pukulan ringan, reverse-blow. Ia kemudian langsung ditahan oleh para siswi.
“Ohhhh~~”
“Ke-Keren banget...”
“Sumire-senpai……!”
Penonton secara tidak sengaja
mulai bertepuk tangan seolah-olah mereka sedang menyaksikan drama masa lampau
yang asli. Masachika sedikit menundukkan kepalanya ke arah Sumire, yang
langsung berjalan melewati kerumunan dan naik ke atas panggung.
“Terima kasih atas bantuannya,
Sumire-senpai.”
“Tidak, justru akulah yang
terselamatkan. Berkat kamu, aku bisa memproses masalah ini dengan cepat.”
Masachika berkata sambil berpikir
dalam hati ‘Dia sungguh tangguh sekali~’,
dan tersenyum kecut kepada Sumire, yang dengan santai mengibaskan rambut roll
gulungan vertikalnya.
“Bisakah aku menyerahkan pria
itu kepada komite kedisiplinan?”
“Ya, tentu saja….. atau itulah
yang ingin aku katakan. Sayangnya, kami masih memiliki sedikit masalah yang
perlu diurus.”
“Eh?”
Mendapati tatapan penuh tanya
dari Masachika, Sumire pun menjawab sembari menatap pria yang sedang ditahan.
“Rupanya, bukan hanya pria ini
saja satu-satunya tamu yang tak diundang.”
““Eh…?””
“Tampaknya orang-orang aneh juga
telah muncul di sekitar ketua OSIS dan Onee-sama.”
“Di sekitar ketua juga…!?”
“Apa ketua baik-baik saja?”
Menanggapi pertanyaan Alisa,
Sumire dengan bangga membusungkan dadanya.
“Tentu saja, karena ada
Onee-sama yang sedang bersamanya.”
“Etto?”
“Ah, maksudnya tentang
Sarashina-senpai, ya.”
“Hmm? Be-Betul.”
Mata Alisa berkedip beberapa
kali dalam kebingungan. Itu adalah dunia yang agak sulit dimengerti bagi Alisa.
“Selain itu, masih ada beberapa
masalah lain... rupanya, ada beberapa kelompok yang menyelinap masuk ke dalam
sekolah ini.”
“Kenapa, situasi seperti itu
bisa terjadi...”
Setelah mengatakan itu,
Masachika langsung menggelengkan kepalanya. Penyelidikan penyebabnya bisa dilakukan
nanti. Pertama-tama, mereka harus berurusan dengan situasi yang sudah terjadi.
“Baiklah aku mengerti. Aku akan
mengurus beberapa urusanku sendiri, dan kemudian aku akan kembali melakukan
tugasku sebagai anggota kepanitiaan.”
“Ah, kalau begitu aku juga—”
“Kamu tetap tinggal lah di sini,
Alya.”
“Eh?”
Melihat kembali ke arah Alisa
yang terbelalak, Masachika memberitahunya tanpa ragu-ragu.
“Kamu tetaplah di sini dan menenangkan
para penonton. Kemudian, setelah berkonsultasi dengan staf panggung, kamu bisa
melakukan pertunjukkan konser segera setelah situasinya sudah sedikit mereda.”
“Eh, tapi...”
Apa
kita akan tetap mengadakan konser setelah kejadian tadi? Pertama-tama, sebagai
anggota OSIS, bukankah seharusnya aku perlu memperbaiki situasi dulu? Masachika
menatap lurus ke arah mata Alisa yang menunjukkan keraguan. Kemudian, dengan
suara yang penuh dengan tekad yang kuat, ia pun memberitahunya.
“Sebagai manajer 'Fortitude', aku bertanggung jawab untuk
membuat pertunjukkan konser ini sukses. Selain itu, bukannya aku sudah pernah
memberitahumu? Aku akan menyingkirkan siapapun yang berencana menghalangimu.”
Itulah sumpah yang diucapkan
Masachika di belakang panggung kemarin. Usai mendengar kata-kata tersebut, keraguan
menghilang dari mata Alisa dan cahaya yang kuat terpancar dari matanya.
“Itulah sebabnya… tolong percayalah
padaku dan tunggulah. Aku akan memastikan kalau pertunjukanmu berjalan dengan
lancar.”
Setelah Masachika mengatakan
itu dan menutup mulutnya, Alisa menyatukan kedua tangannya di depan dadanya dan
tersenyum penuh percaya diri.
“Ya, aku percaya padamu.”
“Yosh, baguslah.”
“…Tolong hati-hati, ya.”
“Tentu.”
Sambil mengembalikan senyuman
yang kuat kepada Alisa, Masachika menoleh ke arah Sumire.
“Jadi begitulah. Aku minta
maaf, tapi bisakah aku meminjam anggota dari komite kedisiplinan untuk bertindak
sebagai penjaga keamanan di sini?”
“Tentu saja, tidak masalah.
Hiiragi-san!”
“Ya, aku di sini.”
Ketika Sumire menjentikkan
jarinya, ada seorang siswi berkacamata tiba-tiba berdiri di belakangnya. … Memangnya dia seorang ninja?, pikir
Masachika.
“Bersama Kujou Alisa-san di
sini, tolong tenangkan semua orang yang sedang dilanda kepanikan.”
“Baiklah, aku paham.”
Dia adalah seorang gadis yang
berpakaian seperti pria dan mengambil sikap yang sangat teatrikal, tetapi dia
masih menjadi wakil presiden klub kendo wanita. Sebagai kekuatan tempur, dia
merupakan asset yang sempurna.
“Aku sungguh minta maaf, dan terima
kasih atas bantuannya. Kalau gitu, sampai jumpa lagi nanti.”
“Ya.”
Setelah berterima kasih kepada
Sumire dan bertukar pandang dengan Alisa untuk terakhir kalinya, Masachika
segera turun dari panggung untuk mengendalikan situasi.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya