Roshidere Jilid 6 Chapter 6 Bahasa Indonesia

Bab 6 — Kemampuan Bertarung Itu Penting, Bukan?

 

Yosh, bukannya tadi itu sudah sempurna?”

“Ya, kupikir itu sudah sangat bagus.”

Setelah menyelesaikan latihan terakhir sebelum konser, Takeshi dan Hikaru menyuarakan kepuasan mereka. Untuk kali ini, tidak ada petunjuk yang keluar dari Sayaka, dan Alisa serta.... Nonoa yang tampak tidak terlalu peduli juga terlihat puas dengan situasi ini.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Masachika, yang secara jujur berpikir bahwa latihan mereka berlima, sembari mengenakan kostum yang diproduksi oleh Nonoa untuk pertunjukan dan dengan antusiasme baru, merupakan latihan terbaik yang pernah ia tonton selama ini.

“Tadi itu sudah sangat bagus ... seriusan.”

Takeshi berkata dengan malu-malu kepada Masachika, yang bertepuk tangan sambil berkata begitu seolah-olah ia merasa terkesan.

“Oi oi, oi, kamu bertingkah seolah-olah kami sudah menyelesaikan konsernya saja. Kami masih berlatih, tau?”

“Hahaha. Itu memang benar sih… hiyaa, aku tak pernah menyangka kalau anggota ini bisa begitu kompak.”

“Lah, bukannya Kuzecchi sendiri yang mengumpulkan kami?”

“Bener, tuh.”

“... Oh iya, benar juga.”

“Kamu malah melupakannya, toh!”

Alisa dan Sayaka pun tertawa ketika mendengar celetukan Takeshi. Ngomong-ngomong, cara Nonoa memanggil Masachika kembali menjadi 'Kuzecchi' setelah beberapa hari. Menurutnya, panggilan sebelumnya terasa ada yang kurang tepat.

“Oke, baiklah! Sekarang kita sudah mendapat persetujuan dari manajer, meskipun ini masih sedikit terlalu cepat, tapi ayo pindah ke belakang panggung sekarang!”

“Tunggu dulu sebentar, Takeshi. Masih ada hal penting yang harus kamu lakukan, bukan?”

“Ehh?”

“Jangan bilang, 'Ehh?' begitu kali... kamu belum memutuskan pemimpinnya, ‘kan?”

Masachika berkata kepada Takeshi yang tercengang. Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia bisa melihat ekspresi Alisa menegang di ujung pandangannya. Namun, reaksi Takeshi cukup santai-santai saja.

“Ah, ahhh~, ahhhh~~…. ada masalah itu, ya.”

“Tidak, itu cukup penting tau, jangan lupakan itu kali.”

“Yah, ketimbang dibilang lupa ...”

Setelah menggaruk-garuk kepalanya dengan sedikit bermasalah, Takeshi menatap ke arah Alisa.

“Aku sudah lama mendapat kesan kalau Alya-san adalah pemimpinnya...”

“Ehh……?”

Mata Alisa membelalak ketika mendengar kata-kata Takeshi. Tapi kemudian, bahkan Hikaru pun mengangguk setuju dengan ucapan Takeshi.

“Ya, kupikir juga begitu. Kurasa orang yang paling cocok untuk menjadi pemimpin hanya Alya-san saja.”

“Eh, Hikaru-kun...?”

Ketika Alisa menoleh karena terkejut, Hikaru tersenyum lembut dan memberitahunya.

“Sebelumnya, Masachika berkata, ‘aku tak pernah menyangka kalau anggota ini bisa begitu kompak’…. Faktanya, kurasa sebagian besar itu berkat Alya-san bahwa kelima orang ini bisa berkumpul. Aku merasa senang karena kamulah orang pertama yang mau membentuk kembali band yang hampir bubar ini. Selain itu…. ketika kita memutuskan nama band…”

Di sana, Hikaru menggaruk-garuk pipinya, terlihat sedikit malu.

“Sementara semua orang memikirkan nama yang mengutamakan selera mereka sendiri, hanya Alya-san yang menyarankan nama dengan pesan kepada kami, bukan? Malahan menurut saya, hal itu menjadi penentu arah band ini. Itulah sebabnya... Sejak saat itu, Alya-san adalah satu-satunya pemimpin di dalam benakku.”

Setelah mendengar kata-kata Hikaru, bibir Alisa terkatup rapat dan kelopak matanya bergetar, seakan-akan dia sedang berusaha menahan sesuatu. Dan….

“Oi Hikaru! Kamu mengatakan terlalu banyak hal baik! Aku merasa menjadi seperti orang idiot, tau!”

“Bacalah suasananya dulu kek, dasar bego.”

“Begitulah adanya, dasar idiot.”

“Kalian berdua kejam banget, oi!”

Takeshi berteriak dengan jenaka, dan Masachika serta Hikaru segera membalas. Suasananya yang tadinya cukup menyenangkan, sekarang berubah menjadi kacau. Alisa juga tersenyum kecut seolah-olah ikutan merasa geli.

“Sekarang… aku sudah mendapat dua suara untuk Alya, tapi bagaimana dengan Sayaka dan Nonoa?”

Saat Masachika bertanya kepadanya, Sayaka mengangkat bahunya tanpa mengubah ekspresinya.

“Aku bukan orang yang terlalu naif untuk menentang aliran pembicaraan ini.”

“Ah Sayacchi, kamu enggak mau jujur~”

“Apa kamu mengatakan sesuatu? Nonoa.”

“Sayacchi, kamu enggak mau jujur~”

“Kamu tidak perlu mengulanginya dua kali juga!”

Masachika dan yang lainnya menertawakan percakapan mereka berdua.

“Lantas, kamu sendiri bagaimana, Nonoa?”

“Aku sih setuju-setuju saja, kok? Senang bisa bekerja sama denganmu, Leader.”

Setelah mengatakan itu dengan ringan, Nonoa melambaikan tangannya kepada Alisa. Perhatian kelima orang itu terfokus pada Alisa, dan pandangan matanya sedikit berkaca-kaca. Namun, setelah memejamkan mata sejenak dan mengubah ekspresinya, dia tertawa cerah dan mengepalkan tinjunya.

“Kalau begitu, mari kita ulangi kembali…. ayo lakukan yang terbaik untuk pertunjukan konser pertama 'Fortitude'! Ei~ei~, Ooo~~!”

Menanggapi teriakan Alisa, Masachika dan yang lainnya ──

“Oh~!”

“O-Ohh~!”

“Oh~?”

“Ooh... oo”

“Ohhhhh”

“Tidak, kita harus melakukannya berbarengan. Kenapa tadi malah tidak serempak, oi.”

Tepat setelah Masachika membuat tsukkomi, bahu Alisa meringkuk saat dia menurunkan tinjunya.

“~~~~”

“Nah, hayoo, lihat tuh! Alya jadi merasa malu, ‘kan! Baiklah, baiklah, kamu sudah melakukan yang terbaik, bukan? Kamu berusaha bersikap seperti seorang pemimpin padahal belum pernah melakukannya, kan? Oi, kalian! Jangan bully pemimpin kalian sendiri dong!”

“Masachika-kun.”

“Hmm?”

“Aku mohon, tolong tutup mulutmu.”

“Ya”

 

◇◇◇◇

 

“Ooh~, sudah ada banyak orang yang berkumpul di sini... waduh gawat nih, aku jadi merasa gugup.”

“Hahaha, setuju... tapi kurasa penontonnya akan lebih banyak dari ini, tau? Meski rasanya aneh kalau aku sendiri yang mengatakannya, tapi sepertinya kita mendapat cukup banyak perhatian.”

“Bener banget... kemarin, aku sampai diajak bicara di sana-sini.”

Dua puluh menit sebelum pertunjukan, setelah bergerak ke belakang panggung dengan membawa alat musik. Takeshi mengintip dari sisi panggung yang menuju kea rah panggung, dan setelah sedikit menggigil, ia kemudian tiba-tiba melihat ke arah Masachika.

“Oh iya, ngomong-ngomong, kami tak sengaja bertemu Kiryuuin kemarin, tapi... apa kamu ada sesuatu dengannya, Masachika?”

“Kiryuuin yang kamu maksud itu Kiryuuin yang laki-laki, ‘kan? Ada sesuatu apanya? Entahlah, kamu menanyakannya terlalu ambigu gitu.”

“Bener, Kiryuuin yang laki-laki yang kumaksud. Tidak, yah... Anak itu terus-menerus ngotot bertanya padaku apa kamu akan tampil di atas panggung atau enggak...”

“? Apa-apaan itu? 'kamu' yang dimaksud itu adalah aku, ‘kan?”

“Ya.”

Masachika memiringkan kepalanya pada informasi yang disampaikan oleh Takeshi. Kalau dipikir-pikir lagi, Masachika merasa kalau Yushou pernah menanyakan hal serupa sebelumnya, tapi... ia tidak tahu apa maksudnya.

“Ketika aku memberitahunya kalau kamu adalah manajer band kami, dan mengatakan kalau kamu takkan tampil di atas panggung….Ia justru memberiku tatapan aneh... kira-kira, apa kamu kepikiran tentang sesuatu?”

“... Tidak, kurasa tidak ada sama sekali.”

“Uwaahhh~”

Pada saat itu, Masachika dan Takeshi menoleh ke arah suara mencemooh yang tiba-tiba muncul. Kemudian, Nonoa, yang sepertinya sudah mendengarkan percakapan mereka dari tadi, membuka mulutnya seolah-olah dia menarik kembali matanya yang setengah tertutup.

“? Ada apa?”

“Enggak, kok~... aku cuma merasa kasihan saja buat Junyusho-chan~”

Masachika mengerutkan alisnya pada kata-kata yang diucapkan seolah-olah dia sedang berbicara pada dirinya sendiri.

(Junyushou... Junyushou-chan? Hah? Kedengarannya itu julukan yang tidak asing...)

Sensasi kesemutan yang menstimulasi salah satu sudut otaknya menyebabkan Masachika mencari ingatannya dengan menunduk. Tapi kemudian Takeshi meninggikan suaranya dan pikirannya terhenti.

“Upss ... baiklah, kalau begitu aku pergi dulu untuk menjemput Kanau.”

“Ah, ya. Pergilah~”

“Kembalilah tepat waktu, ya~”

“Tentu, kalau gitu aku akan pergi dulu.”

Melihat Takeshi beranjak pergi setelah mengatakan hal tersebut, kali ini giliran Nonoa yang meninggikan suaranya.

“Ah~ Kalau begitu, kurasa aku juga harus memanggil Leo dan Rea~”

“? Siapa?”

“Adik laki-laki dan perempuanku~ Kalau begitu, aku pergi dulu sebentar, ya~”

“Ahh, maaf. Aku juga mau mampir ke toilet sebentar….”

“Oi, oi, oi…”

Setelah mengeluh kepada anggota yang pergi meninggalkan tempat itu satu demi satu, Masachika mengangkat bahunya.

“... Yah, kurasa itu lebih baik daripada terus menunggu di belakang panggung sepanjang waktu dan menambah ketegangan secara aneh.”

Ketika Masachika mengatakan itu dan dengan santai berbalik, entah bagaimana pandangan matanya menatap mata Sayaka. Setelah melakukan kontak mata dengan Masachika, Sayaka mengalihkan pandangannya ke arah Alisa, lalu melihat ke atas secara diagonal, dan kemudian tiba-tiba membalikkan badannya.

“Aku juga ingin bertemu Leo dan Rea, jadi aku akan mengejar Nonoa.”

“Hei, kenapa kamu tiba-tiba jadi sungkan begitu?”

“Kamu ini bicara apa? Tenang saja, aku akan kembali dalam sepuluh menit.”

“Oooi~”

Dan kemudian, dalam sekejap mata, hanya ada Masachika dan Alisa yang tertinggal di tempat itu. Sebagai seseorang yang baru kemarin melakukan sesuatu yang memalukan yang bisa saja disalahartikan sebagai lamaran, situasi di antara mereka berdua memang sedikit canggung.

“Umm, gimana ya? Sepertinya band-nya masih belum sekompak yang aku kira, ya? Bagaimana menurutmu, Leader?”

Meskipun Masachika bercanda menanyakan hal itu, tapi Alisa tidak menanggapinya. Masachika menatap wajah Alisa dengan sedikit ragu, dan matanya membelalak melihat ekspresi wajah Alisa.

“A-Alya?”

Alisa terlihat seolah-olah akan menangis kapan, dengan alis membentuk huruf '' dan matanya sudah berkaca-kaca. Ketika Masachika memanggilnya dengan kebingungan, Alisa dengan cepat menundukkan wajahnya dan menyembunyikan ekspresinya. Kebingungan Masachika memuncak ketika dia melihat bahunya sedikit bergetar.

(Eh, di-dia menangis? Ap-Apa yang harus aku lakukan? Apa aku perlu memberinya pelukan lembut? Tidak, tidak, hanya cowok tampan saja yang boleh melakukan itu, dan aku tidak tahu mengapa dia menangis, tapi menurutku memang lebih baik menyembunyikan wajahnya── )

Setelah melalui detik-detik konflik yang sengit, Masachika memutuskan untuk meminjamkan bahunya sebagai kompromi. Alih-alih memeluknya, ia malah mendekati Alisa dan dengan canggung membiarkan Alisa membenamkan kepalanya di bahunya. Dan kemudian, sama seperti yang dilakukan Maria pada dirinya, Masachika mulai mengelus kepalanya selembut mungkin.

“Ada apa? Apa kamu saking senangnya terpilih sebagai pemimpin?”

Ketika Masachika mengatakan kesimpulan yang dibuatnya setelah memikirkannya, ia bisa melihat Alisa menganggukkan kepalanya dengan anggukan kecil di bahunya. Kemudian sebuah pertanyaan kecil dengan suara bergetar sampai ke telinga Masachika.

“Apa aku sudah berhasil memenuhi harapanmu...?”

Masachika sangat terkejut dengan kata-kata tersebut. Segera setelah itu, Masachika menyesali kedangkalannya.

Masachika sendiri lah yang memberikan tugas kepada Alisa untuk 'melampaui Sayaka untuk menjadi pemimpin band'. Alisa telah melakukan yang terbaik untuk memenuhi harapan ini. Namun... Masachika merasa cemburu pada Alisa dan tidak peduli dengan kondisi mentalnya.

(Dasar bajingan bodoh...! Tidak peduli seberapa baik keadaannya, tentu saja hatinya akan dipenuhi dengan kecemasan! Alya yang selama tidak terlalu menonjolkan diri di OSIS sampai sekarang, tiba-tiba berusaha keras untuk berkomunikasi dengan empat orang yang tidak begitu dekat dengannya! Kenapa aku tidak bisa lebih memperhatikannya!)

Seberapa besar beban psikologis bagi seseorang yang bahkan belum pernah berteman dengan orang lain, diminta untuk berteman dengan empat orang sekaligus? Masachika benar-benar tidak bisa membayangkannya. Selain itu, sambil mengatakan hal-hal seperti, “Aku akan mendukungmu seperti biasa,” dirinya berasumsi kalau semuanya akan baik-baik saja tanpa dukungannya, dan menjadi cemburu seenaknya...

“Kamu adalah partner luar biasa yang melebihi harapanku... Aku sangat menghormatimu. Maaf, aku seharusnya bisa lebih perhatian lagi. Aku benar-benar minta maaf...”

Alisa diam-diam menggelengkan kepalanya pada Masachika yang meminta maaf dengan suara penuh penyesalan. Masachika terus melanjutkan dengan lembut, meski ia merasa sedikit bersalah.

“Kamu benar-benar hebat...kamu pasti tidak terbiasa dengan kegiatan kelompok, dan terlebih lagi, menunjukkan kepemimpinan di dalamnya... kamu sudah melakukan pekerjaan dengan baik.”

Masachika mengatakan itu sambil menepuk-nepuk punggungnya dengan ringan, dan Alisa pun mulai berbicara sedikit demi sedikit.

“Aku selalu berpikir bahwa akulah yang bekerja paling keras dan terhebat.”

Masachika mendengarkan tanpa mengatakan apapun pada pengakuan yang tiba-tiba itu.

“Tapi itu hanyalah ilusi. Aku akhirnya menyadarinya selama upacara penutupan semester pertama.”

Mendengar monolog yang mencela diri sendiri itu, pikiran Masachika kembali teringat pada pidato Alisa, di mana dia langsung mengakui ketidakdewasaannya.

“Sementara aku berupaya keras, orang lain bekerja keras di tempat lain... Di dunia ini, tidak ada yang namanya unggul dalam segala bidang, iya ‘kan?. Nyatanya, aku memang pandai menyanyi. tapi aku tidak terlalu pandai memainkan alat musik. Selain itu....”

Dengan nada suara yang sedikit lebih tenang, Alisa berkata pelan.

“Aku tidak bisa melihat gambaran besar dan memberikan instruksi yang tepat seperti Sayaka-san, dan aku tidak bisa secara fleksibel beradaptasi dengan lingkungan seperti Nonoa-san. Aku tidak bisa bertingkah ceria dan mencairkan suasana seperti Takeshi-kun, aku bahkan tidak bisa menjaga mereka sebaik Hikaru-kun. Tidak mengherankan. Karena aku selalu menghindari dalam hal hubungan antar manusia.”

Dia menyatakan dirinya bahwa dia lalai dalam hubungan antar manusia karena dia terus berusaha untuk menghindari konflik dengan orang lain. Masachika merasa sangat tersentuh dan kagum dengan ketegasannya yang jujur terhadap dirinya sendiri.

“Jika aku ingin diakui sebagai pemimpin oleh keempat orang itu… Kupikir aku tidak punya pilihan selain mendekati mereka secara langsung. Aku ingin menyingkirkan taktik yang buruk…. tetapi aku ingin bekerja lebih keras daripada siapa pun dan menarik semua orang.”

“Umm... jadi begitu ya. Kamu benar-benar sudah melakukan yang terbaik.”

Sambil menepuk-nepuk kepala Alisa dengan canggung, Masachika merasa menyesal dalam hati. Seharusnya dirinya bisa melakukan ini lebih cepat. Seharusnya dirinya mampu mendengarkannya dengan baik dan tetap dekat dengan hatinya.

(Apanya dengan [Apa aku dibutuhkan di sini?]. Sebelum aku menjadi manajer band, aku adalah partner Alya. Jika band sepertinya tidak memiliki masalah, Aku harus mendahulukan Alya...)

Masachika berbicara dengan lembut kepada Alisa sambil menyesali itu dan merenung.

“Syukurlah. Semua upayamu berhasil terbayar.”

“… Ya.”

Setelah sedikit mengangguk, Alisa membenamkan wajahnya di bahu Masachika dan bergumam.

Aku merasa senang karena berhasil diakui.....

Masachika tidak bisa sepenuhnya memahami arti sebenarnya dari kata-kata tersebut. Alisa sepertinya merasa lega karena diakui sebagai pemimpin, tapi bukan hanya itu saja... Tapi, sebelum Masachika bisa menjernihkan keraguannya, ada satu penyusup yang menerobos masuk dari belakang panggung.

“E-Ehh!?”

Orang yang berhenti dengan suara terkejut ialah anak laki-laki yang anehnya, orang yang sama ketika memergoki mereka bersama kemarin. Tatapannya tertuju pada Alisa, yang membenamkan wajahnya di bahu Masachika untuk menahan air matanya, dan Masachika, yang dengan lembut membelai kepalanya.

Anak laki-laki itu bertanya dengan setengah tersenyum pada adegan yang sepertinya mengundang kesalahpahaman.

“Etto... apa kamu sudah memberinya cincin pertunangan?”

“... Haa, aku capek untuk meluruskannya, jadi anggap saja begitu. Apa kamu bisa meninggalkan kami sendirian?”

“Ah, baiklah~. Silakan nikmati waktu kalian sepuasnya~...”

Saat melihat murid laki-laki itu berjalan kembali ke belakang panggung, Alisa menjauh dari Masachika dengan ekspresi malu.

“...apa kamu sudah sedikit tenang?”

“Ya, aku sudah sedikit baikan sekarang ...”

Setelah mengatakan itu, Alisa meletakkan tangannya di atas matanya.

“Apa mataku sedikit memerah?”

“... Cuma sedikit. Tapi, tenang saja. Para penonton takkan menyadarinya, dan mereka tidak akan mengatakan apapun.”

“Ya.”

Ketika Arisa mengangguk dengan senyum kecil, Masachika mendapatkan kembali ketenangannya dan berkata dengan suara yang lebih ceria.

“Oke, aku merasa telah melakukan kesalahan, tapi kemudian kita akan kembali ke pertunjukkan——” 

Pada saat itu, suara ledakan bergema di atas panggung.

 

◇◇◇◇

 

Waktunya sedikit mundur ke belakang, ketika Masachika dan yang lainnya masih sedang melakukan latihan terakhir. Setelah menyerahkan pekerjaan mereka sebagai anggota panitia kepada anggota panitia lainnya, Touya dan Chisaki menyapa para anggota Raikokai, VIP terbesar dalam Festival Shureisai.

“Selamat datang di sekolah kami. Saya adalah ketua OSIS angkatan tahun ini, Kenzaki Touya, saya senang bisa menyambut para tamu yang terhormat.”

“Saya Sarashina Chisaki, menjabat sebagai wakil ketua OSIS.”

Para mantan ketua OSIS dan wakil ketua OSIS terdahulu telah berkumpul di ruang OSIS yang sudah disiapkan untuk pengunjung. Di antara mereka, ada beberapa tokoh penting yang mempunyai reputasi besar di bidangnya masing-masing. Di antara mereka adalah ayah Sayaka, yang merupakan presiden dari Taniyama Heavy Industries. Kemudian…

“Anda pasti Suou Gensei-sama, bukan? Saya dan Yuki-san biasanya berhubungan dekat selama kegiatan OSIS.”

“Begitu ya.”

Kakek Masachika dan Yuki, Suou Gensei, juga ada di sana.

“Kalau begitu, tapa basa-basi lagi, izinkan saya mengajak anda semua berkeliling sekolah. Silakan lewat sini.”

Setelah bersusah payah memperkenalkan dirinya kepada para alumni yang super elit, Touya mulai mengajak mereka berkeliling festival sekolah. Begitu mereka keluar menuju koridor, para siswa yang menyadari kedatangan para anggota Raikokai, tiba-tiba membuka jalan setelah membuat wajah terkejut.

Mereka mungkin tergoda untuk setidaknya menyapa nama-nama besar di dunia politik dan bisnis yang biasanya hanya bisa mereka lihat di TV atau majalah. Tapi mereka tidak diperbolehkan untuk melakukannya.

Hal itu dikarenakan ada peraturan tidak tertulis bahwa siswa tidak diperbolehkan berbicara dengan anggota Raikoukai yang berkunjung selama festival sekolah. Hanya ketua dan wakil ketua OSIS saja yang diizinkan untuk berurusan dengan mereka, dan siswa lain tidak boleh berbicara dengan mereka kecuali menjawab saat diajak bicara. Tentu saja, membuat kerumunan atau mengambil foto mereka adalah sesuatu yang dilarang. Para tamu luar yang datang sebagai tamu undangan juga merupakan alumni akademi, dan mereka sudah dibujuk secara tegas oleh para undangan, sehingga mereka ikut mematuhi peraturan.

Itulah sebabnya, meski tidak ada pengurus atau pengawal pribadi, bimbingan berjalan dengan sangat lancar.

“Ara... waktu aku masih sekolah, tidak ada bangunan rumah kaca yang seperti itu.”

“Ya. Bangunan rumah kaca itu disumbangkan untuk klub berkebun dan klub merangkai bunga oleh seorang alumni delapan tahun lalu.”

“Begitu rupanya, jadi mereka menanam bahan bunga yang digunakan untuk merangkai bunga di sana?”

“Benar sekali.”

“Hmm, menyumbangkan rumah kaca, ya.… Kalau dipikir-pikir, ada orang yang menyumbangkan ring untuk klub tinju, bukan?”

“Yang anda maksud mungkin adalah presiden Tamura dari Forrestin. Saya mendengar bahwa beliau sendiri merupakan penggemar berat tinju.”

“Ahh, presiden Forrestin ... begitukah?”

Seraya melihat keluar jendela ke arah rumah kaca, Touya menjawab pertanyaan para anggota Raikokai tanpa ragu. Tentu saja, Touya hanya tampak mengesankan dari luar, tetapi batinnya sudah merasa gugup setengah mati, bertanya-tanya pertanyaan macam apa yang akan muncul berikutnya. Terus terang saja, Touya merasa sangat gugup sampai-sampai dirinya ingin muntah setiap saat.

Sejak awal Touya tidak memiliki nyali yang begitu besar. Sebaliknya, sampai satu setengah tahun yang lalu, mentalnya sangat lemah sehingga ia bisa digambarkan sebagai orang yang penakut.

Ia kurang percaya diri dan selalu merasa akan diremehkan dan diejek oleh orang-orang di sekitarnya. Dirinya menumbuhkan rasa takut terhadap lingkungan dan mengurung diri di dalam cangkangnya sendiri. Tidak lain dan tidak bukan, Chisaki lah yang menghancurkan cangkang Touya dengan cara hidupnya yang berani. Touya mengagumi kepercayaan dirinya tanpa menyanjung siapa pun, dan hal itulah yang mengubah dirinya. Dan sekarang... gadis itu mendukung dirinya di sampingnya.

“...?”

Chisaki berkedip dengan curiga pada tatapan Touya.

Fakta bahwa dia tidak terlihat gugup memberinya keberanian, dan Touya pun menegakkan punggungnya.

“Selagi ada kesempatan, apa anda ingin melihatnya dari dekat?”

“Ya. Jika waktunya masih tidak terlalu mepet.”

“Baiklah, saya mengerti. Kira-kira, apa anda semua tidak keberatan untuk mengunjungi rumah kaca sebentar?”

Dengan persetujuan anggota lain, Touya mengerahkan kekuatan pada perut dan kakinya, ia lalu berjalan dengan penuh percaya diri. Sebagaimana layaknya seorang siswa yang mewakili sekolah ini. Dan untuk tidak bertindak memalukan sebagai kekasih Sarashina Chisaki.

Ketika dirinya bisa sedikit rileks, bidang pandangnya secara alami melebar, dan Touya bisa secara jelas melihat wajah para siswa yang menatapnya. Touya merasa sedikit tersentuh oleh tatapan penuh kekaguman yang ditujukan padanya.

Siapa yang bisa membayangkan itu? Touya, yang dulunya selalu menjadi bahan cemoohan dan ejekan, kini dipandang dengan penuh rasa hormat dari segala penjuru. Chisaki yang dulunya ditakuti oleh laki-laki, sekarang dipandang dengan rasa percaya. Ketika dia berpikir bahwa semua ini adalah hasil usahanya sendiri, hati Touya dipenuhi dengan semangat.

“Touya? Ada apa?”

“Tidak…”

Mungkin merasakan sesuatu dari ekspresi wajah Touya, Chisaki berbicara kepadanya dengan berbisik. Setelah membalas dengan senyuman yang menenangkannya, Touya melihat sekeliling dan berkata,

“Apa kamu memahaminya? Tatapan ini.”

Perubahan cara mereka memandangnya tidak ada bandingannya dengan tahun lalu.

Pertanyaan Touya merupakan pertanyaan retorika. Namun, harus dikatakan bahwa mereka berdua memang sepasang kekasih. Setelah melihat sekelilingnya, Chisaki diam-diam mengangguk pelan ketika mendengar perkataan Touya. Dia kemudian memberi tahu Touya, yang mengendurkan ekspresinya dengan penuh kasih, dengan sikap acuh tak acuh sambil menghadap ke depan.

“Ada dua hawa niat membunuh.”

“Yup, maaf, kalau itu sih aku tidak tahu.”

“Di depan tangga yang berjarak 20 meter, seorang pria berkemeja biru dan seorang pria bertopi hitam.”

“Tunggu dulu, tunggu dulu, ehh?”

Meskipun pikirannya tidak bisa mengikutinya, Touya mengalihkan pandangannya ke arah yang disebutkan Chisaki. Lalu, memang ada dua pria mencurigakan seperti yang dikatakan Chisaki. Saat mereka sedang melakukan percakapan semacam ini, jarak di antara mereka semakin dekat.

“Menurutmu, apa yang harus kita lakukan?”

Touya lebih mempercayai penilaian Chisaki daripada penilaiannya sendiri apabila menyangkut situasi seperti ini. Karena memahami hal tersebut, Touya segera meminta pertimbangan Chisaki.

“Kamu bisa menunggu di sini dulu, Touya. Aku akan pergi untuk memeriksa——”

Saat Chisaki mengatakan ini, dia mencoba untuk bergerak karena akan menyia-nyiakan waktu untuk berbicara. Namun sebelum itu, kedua pria tersebut justru bergerak lebih dulu.

“!!!”

Orang yang diwaspadainya barusan langsung berlari ke arahnya, dan Touya segera mengambil sikap kuda-kuda.

“Kalian, dua orang yang di sana! Berhenti—”

Dan saat itu juga ia memberikan peringatan kepada keduanya. Pria berkemeja biru yang berlari di depan memasukkan tangannya ke dalam tas yang dibawanya. Touya dikejutkan oleh benda hitam mengkilap yang dikeluarkan dari dalam tas.

(Hah...? Tinju, senjata? Yang benar saja!?)

Touya benar-benar membeku pada situasi yang berada di luar jangkauan ekspektasinya. Otaknya menolak untuk memahami realitas di depannya dan tidak dapat memberikan perintah apa pun kepada tubuhnya. Namun demikian, meskipun Touya membeku di tempat, pria itu mengangkat pistol di tangannya dan mengarahkan bidikannya ke belakang punggung Touya——— tetapi Chisaki bergerak lebih cepat menendang pistol itu ke atas.

Kaki kirinya yang melesat di udara seperti angin kencang, menangkap laras pistol dengan akurat dan mengibaskannya dari tangan pria tersebut. Dan kemudian, kaki kanannya menendang tanpa ampun ke arah selangkangan pria itu.

“Hoooo!?”

Seberapa kuat dia menendangnya? Pria itu melompat dari tanah sambil menekuk tubuhnya menjadi tidak berdaya. Dan kemudian pada saat berikutnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Touya menyaksikan kombo udara secara langsung.

Jotosan yang mengerikan diarahkan ke rahang pria yang sedang membungkuk ke depan, menghantam dagunya tanpa ada perlawanan. Tubuh pria itu melayang lebih jauh ke udara karena pukulan keras, lalu tubuhnya yang tadinya membungkuk, kembali diluruskan dan diregangkan ke dalam posisi samsak tinju yang ideal. Lima serangan berturut-turut cari Chisaki menghantam tubuhnya yang sangat tak berdaya karena sedang melayang. Tidak, Touya tidak tahu apakah itu sebenarnya lima serangan berturut-turut. Setidaknya itulah yang Touya lihat. Bisa dibilang kalau ia hanya bisa melihatnya sebanyak itu.

Geho, goho.

Sambil meninggikan suara seperti katak yang tergencet, pria itu tergeletak dengan keadaan babak belur di lorong.

Pria satunya, yang sedang menyaksikan pemandangan itu dengan ekspresi terpana, melihat tatapan Chisaki menoleh ke arahnya dan buru-buru mengangkat smartphone yang dipegang di tangannya.

“Tidak, tidak, kamu salah sangka—— In-Ini kejutan, ya kejutan! Ini cuma acara kejutan!”

“Hee begitu. Kalau begitu, ini adalah kejutan yang terbalik.”

Dia mengatakan kepadanya tanpa ampun, dan Chisaki melakukan kombo udara dengan cara yang sama. Sambil mengatakan “Tettere~♪” dengan nada suara monoton.

Hanya dalam waktu dua detik, pria kedua juga tersungkur tak berdaya di koridor, dan para siswa di sekitarnya menjadi kaku seolah-olah mereka tidak bisa memahami peristiwa yang tiba-tiba terjadi. Namun, salah satu dari siswa laki-laki tiba-tiba berteriak kaget saat melihat pria yang memegang pistol.

“Lah? Bukannya orang ini Gwilish, ya?”

“Ehh? Streamer menyebalkan yang terkenal itu?”

“Seriusan? Bukannya ia pernah ditangkap karena mengejutkan seorang pejalan kaki di jalan dan melukainya?”

“Ah, pistol ini cuma mainan, toh.”

“Jangan bilang, ia mau mencoba melakukan kejutan percobaan pembunuhan kepada anggota Raikokai? Memangnya ia itu bego, ya?”

Dimulai dengan suara tersebut, siswa lain mulai bergerak satu demi satu, dan Touya mendapatkan kembali semangatnya. Hal pertama yang ia lakukan adalah menoleh ke belakang dan membungkuk kepada para anggota Raikoukai.

“Maaf. Sepertinya seseorang yang tidak cocok untuk akademi ini telah menyelinap masuk. Saya benar-benar meminta maaf atas kejadian yang tidak sedap dipandang ini, tetapi bisakah wakil ketua saya meminta izin untuk meninggalkan tempat ini?”

Setelah menerima permintaan maaf Touya, anggota tertua dan paling senior di antara anggota Raikokai, meninggikan suaranya.

“Fumu, sepertinya ada kesalahan dalam manajemen penerimaan tamu undangan. Tapi, baiklah, cobalah untuk mengendalikan situasi sekarang.”

“Terima kasih banyak!”

Setelah mengucapkan terima kasih dengan lantang dan mengangkat kepalanya, Touya mendekati Chisaki dan berbicara dengan cepat.

“Maafkan aku, Chisaki. Apa aku bisa menyerahkan orang-orang ini kepadamu? Aku harus mencari tahu siapa yang mengundang mereka ke sini.... Untuk sementara waktu, aku akan berurusan dengan para anggota Raikokai.”

“Siap. Aku akan mengurus orang-orang ini. Aku akan menginterogasi mereka di ruang kedisiplinan publik.”

“... Asal jangan terlalu berlebihan, oke?”

Touya memperingatkan Chisaki, yang sudah melakukan tindakan pertahanan berlebihan, untuk melakukannya secara aman-aman saja. Chisaki kemudian mengangguk dengan penuh perhatian.

“Tenang saja. Sama seperti sampah pada umumnya, aku hanya perlu memisahkan mana yang mudah terbakar dan mana yang tidak mudah terbakar.”

“Apa itu bisa disebut baik-baik saja? Lagian, apa maksudmu dengan memisahkan bahan yang mudah terbakar dan tidak mudah terbakar?”

“Hah? Tentu saja dengan merobek otot dari tulang—”

“Aduh, aduh! Aku tidak tahu maksudnya, tapi aku yakin itu sesuatu yang menyakitkan!”

Meski dirinya secara tidak sadar merasa ngeri, Touya mencoba menyerahkan situasi tersebut kepada Chisaki, tapi──

“────! ──!”

Touya mendongak dengan kaget ketika mendengar teriakan kasar yang datang dari suatu tempat.

 

◇◇◇◇

 

Sementara itu di sisi lain, Takeshi yang sedari tadi berpisah dengan Masachika dan lainnya, sedang berkeliaran di sekitar halaman sekolah untuk mencari adiknya dengan smartphone di tangan.

“Lahh~? Perasaan dia ada di sekitar sini, ‘kan... karena terlalu banyak orang, aku jadi kesulitan mencarinya.”

Adik laki-lakinya yang baru berusia sembilan tahun, mempunyai tubuh yang masih kecil. Di sisi lain, karena sebagian besar orang di sini adalah siswa SMA atau lebih tua, sulit untuk menemukannya di tengah keramaian. Meski begitu, Takeshi masih melihat sekeliling dan berusaha menemukannya, tapi tiba-tiba ada sosok yang memasuki bidang penglihatannya. Tampilan belakang yang akrab dengan topi yang hampir menutupi matanya. Punggungnya secara tidak sengaja menarik perhatiannya... saat orang itu tiba-tiba menoleh ke samping, Takeshi tanpa sadar mengeluarkan suaranya.

“Eh... Nao?”

Seorang teman yang tiba-tiba menghilang sebulan yang lalu. Tatapan mata mereka bertemu saat dia berbalik secara refleks ketika mendengar suara Tekeshi.

“Tekeshi...”

“Ke-Kenapa...?”

Di tengah kerumunan, keduanya saling bertukar pandang, yang satu tertegun dan yang lainnya canggung. Dan kemudian, saat Nao hendak mengatakan sesuatu.... suara ledakan bergema dari suatu tempat.

 

◇◇◇◇

 

(Tak kusangka, hal ini benar-benar terjadi...!)

Di hadapan sumber suara ledakan itu, Sayaka menggertakkan giginya saat mengingat kejadian minggu sebelumnya.

[Sayaka-san, menurutmu apa hal terpenting bagi anggota komite kedisiplinan?]

Dalam rapat komite kedisiplinan sebelum festival sekolah, Sayaka ditanya begitu oleh Sumire. Sebagai tanggapan, Sayaka dengan cepat menoleh. Demi bisa mendapatkan jawaban yang dicari pihak lain secara instan.

Sejak awal, alasan Sayaka menjadi anggota komite kedisiplinan publik sangatlah egois. Salah satunya adalah karena menguntungkan statusnya. Dan yang lainnya, sejujurnya, karena hal ini membantunya untuk mengeksploitasi kelemahan siswa. Kedua hal tersebut bertujuan demi menaikkan posisinya di sekolah. Lebih jauh lagi, hal itu bisa mengarah pada tujuannya untuk meningkatkan koneksi pribadi yang akan berguna di masa depan.

Sayaka dikenal sebagai murid yang rajin dan teladan, tapi itu dikarenakan dia tidak keberatan bertingkah seperti itu, dan karena menurutnya lebih baik melakukannya untuk mencapai puncak. Karena dia menyukai kedisiplinan dan tidak membenci tindakan yang melanggarnya, dia tidak bermaksud memaksa orang lain untuk berperilaku sama. Atau lebih tepatnya, Sayaka tidak cukup tertarik pada orang lain untuk repot-repot mencampuri perilaku mereka.

Namun, Sayaka tidak cukup bodoh untuk berbicara secara jujur tentang hal-hal semacam itu pada kesempatan ini.

[Hmm hal yang penting, ya…]

Sambil mengulur-ulur waktu dengan dalih untuk berpikir sejenak, Sayaka menemukan jawaban optimal dalam dirinya.

[Mungkin kesadaran untuk berdiri di antara peraturan sekolah dan keinginan para siswa, agar tidak terlalu bias.]

Sempurna, pikir Sayaka dalam hatinya.

Sayaka mengambil pose kemenangan di dalam hatinya atas jawaban yang dia berikan. Akan tetapi…

[Itu salah, Sayaka-san.]

Balasan yang didapat justru penyangkalan yang tidak terduga. Melihat Sayaka yang alisnya berkedut, Sumire tiba-tiba melihat ke arah kejauhan, seolah-olah dia mencoba melihat alam yang belum dijangkaunya sendiri.

[Hal terpenting bagi anggota komite kedisiplinan ialah...]

Dia kemudian memberitahu Sayaka dengan suara penuh rasa iri dan keyakinan.

[Kemampuan bertarung, desuwa]

Orang ini ngomong apaan sih? Sayaka berpikir begitu dari lubuk hatinya. Meski demikian, Sayaka tidak sebodoh itu untuk berbicara jujur mengenai opininya sendiri pada kesempatan ini.

[Jadi, begitu rupanya... itu berarti, aku tidak memenuhi persyaratan...]

Meski begitu, Sumire tersenyum anggun pada Sayaka yang menjawab dengan nada sedikit ironis.

[Jangan khawatir, kamu tidak harus menyelesaikan semuanya dengan kekuatanmu sendiri. Dalam situasi darurat di mana kekuatan tempur dibutuhkan, jika kamu tidak memiliki kekuatan, kamu bisa memanggil bantuan kepada seseorang yang memiliki kekuatan. Jika kamu bisa melindungi orang yang lebih lemah dalam jangkauanmu, itu sudah menjadi jawaban yang bagus.]

Sumire meletakkan punggung tangan di pipinya dan tertawa. Pada saat itu, Sayaka berpikir, “Bukannya dia terlalu banyak menonton anime?”, dia merasa terpana sekaligus merasakan keakraban dengannya…..Sayaka tak pernah menyangka bahwa darurat seperti itu akan terjadi tepat di hadapannya.

Setelah meninggalkan area belakang panggung, Sayaka berjalan-jalan di sekitar halaman sekolah secara acak dengan alasan mencari Nonoa. Seorang pria tiba-tiba meledakkan petasan di depan Sayaka.

“Kyaah!”

“Whoaaaa!? Ada apa!?”

Ketika orang-orang di sekelilingnya berteriak kaget, pria itu menendang petasan yang sedang berasap di tanah ke arah kerumunan. Tentu saja, orang-orang di depannya segera berteriak dan melarikan diri.

(Ap-Apa-apaan pria itu! Orang mencurigakan!?)

Pria itu menyebarkan kebingungan di sekelilingnya, tapi orangnya sendiri anehnya tidak berekspresi, pakaiannya yang sedikit compang-camping dan kumisnya yang kusut, memancarkan suasana aneh dari seluruh tubuhnya.

[Jika kamu tidak memiliki kekuatan, kamu bisa memanggil bantuan kepada seseorang yang memiliki kekuatan. Dan yang terpenting, jika kamu bisa melindungi orang yang lebih lemah dalam jangkauanmu, itu sudah menjadi jawaban yang tepat]

Perkataan Sumire kembali terngiang di benaknya ketika menghadapi keadaan darurat. Bocah laki-laki sekitar anak SD didorong ke tanah oleh seorang siswa yang melarikan diri dan terjatuh tepat di samping Sayaka.

“Ahhh!”

Sayaka membuat keputusan cepat dengan mengangkat bocah laki-laki yang menjerit kecil dan memegangi lututnya, dia lalu dengan cepat mengeluarkan smartphone-nya.

“Apa kamu baik-baik saja?”

“Ah, uh, ya. Terima kasih, Onee-san.”

Sambil mengkhawatirkan keselamatan bocah itu, Sayaka menelepon nomor Sumire secepat mungkin.

“Kiryuuin-senpai! Ini aku, Taniyama! Saat ini, aku sedang berada di bagian B halaman sekolah——”

Di luar garis pandang Sayaka saat dia meminta bantuan, pria itu perlahan-lahan berbalik ke arah panggung terbuka. Pria itu kemudian berjalan ke arah sana, masih dengan wajah tanpa ekspresinya yang aneh.

 

◇◇◇◇

 

“A-Apa? Apa yang sudah terjadi...!?”

Suara ledakan yang tiba-tiba bergema tidak hanya terjadi sekali, tapi juga diikuti oleh serangkaian suara keras. Dan di antara suara keras itu,  jeritan para siswa bisa terdengar.

“Huh!”

Masachika bergegas menuju samping panggung karena mendengar suara yang tidak biasa. Ia melihat ke arah panggung sambil memastikan dari ujung pandangannya bahwa Alisa mengejarnya satu langkah di belakang. Kemudian, ada benda yang mengeluarkan suara keras dan asap, membuat murid-murid dari klub tari berlarian di sekitarnya.

“Petasan...!?”

Ketika Masachika masih kebingungan dan bertanya-tanya, “Mengapa benda seperti itu bisa ada di sini!?”, petasan lainnya dilemparkan ke atas panggung. Terlebih lagi, suara ledakan yang serupa juga dihasilkan dari area penonton.

“Oi! Cepat turun dari panggung!”

Masachika segera memanggil klub tari di atas panggung, tapi sepertinya ada dua atau tiga siswa yang terjatuh dan tidak bisa bangun karena petasan yang dilemparkan ke arah mereka selama tarian berlangsung.

(Cih,apa enggak ada sesuatu yang bisa menghalangi petasan...)

Masachika mencari-cari sesuatu seperti perisai untuk melindungi para siswa yang terjatuh dengan aman. Di sampingnya, Alisa yang sambil memegang mikrofon, berlari melewatinya.

“Tungg—”

Di balik teriakan kaget Masachika, Alisa bergegas naik ke atas panggung. Dia kemudian melihat ke sekeliling penonton dan mengenali pelaku yang menyebabkan keributan.

Di belakang para penonton yang panik, seorang pria paruh baya dengan pakaian lusuh mengeluarkan petasan dari dalam tas bahunya. Dan ketika Alisa melihat pria itu menyalakan petasan yang sudah dikeluarkan dan hendak melemparkannya ke arah penonton, dia segera berteriak.

“Hentikan!!”

Suara kuat yang diperkuat oleh mikrofon bergema, dan pria yang memegang petasan serta para penonton yang berada di ambang kepanikan, mendadak berhenti bergerak semua. Ketika mereka secara refleks mengalihkan pandangan mereka ke atas panggung, mereka melihat seorang gadis cantik dengan rambut peraknya yang tergerai dan sikap yang anggun sedang berdiri di sana.

“Fuwaa...”

“Putri Alya...”

Mereka yang mengenalnya dan mereka yang tidak mengenalnya sama-sama dibuat terpana selama beberapa detik. Namun, suara ledakan baru memecahkan keheningan beberapa detik itu.

Sebuh petasan yang menyala meledak di tangan pria itu ketika ia berhenti bergerak tanpa sadar. Pria itu buru-buru melemparkannya ke tanah dan mengalihkan pandangannya ke arah Alisa di atas panggung.

“Semuanya! Harap tetap tenang dan mengungsilah ke sisi lain—”

Alisa mengabaikan pria tatapan itu dan terus memanggil para penonton. Lalu sebuah petasan baru dilemparkan ke arah Alisa.

“Ahh—!”

Seseorang berteriak dengan penuh ketidaksabaran, dan ketika penonton melihat pemandangan itu dengan rasa bahaya, tepat sebelum petasan mendekati Alisa──tak disangka ada anak cowok yang berlari dari sisi panggung dan menendang petasan itu di udara. Penonton secara tidak sengaja dibuat terpukau oleh aksi supernatural yang mirip seperti film laga. Di sisi lain,

(Aduh sakittttt—— tapi enggak sih! Waduhhh hampir saja, aku tidak bisa melakukan tendangan semacam itu berkali-kali, tau!?)

Masachika, orang yang menepis petasan tadi dengan tendangan lompat, berkeringat dingin meski teknik tendangannya sangat cemerlang.

Setelah memberikan berbagai instruksi kepada para staf panggung, Masachika naik ke atas panggung dan tiba-tiba dilempari petasan. Masachika berpikir rasanya akan berbahaya jika ia menepisnya dengan tangan, jadi ia dengan cepat menendangkan kakinya, tetapi keberhasilannya sendiri lebih dari sekadar kebetulan.

“Kamu baik-baik saja, Alya?”

“Eh, iya.”

Yosh, syukurlah.”

Setelah memastikan kalau petasan yang ditendangnya tadi sudah jatuh di bawah panggung, Masachika baru mengkhawatirkan Alisa yang berada di belakangnya.

(Atau lebih tepatnya, jika keselamatan Alya adalah prioritas, aku seharusnya menepis petasan tadi dengan tangan kosong...)

Sambil merenung sedikit, Masachika memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya sambil melindungi Alisa di belakangnya.

(Pria itu, apa aku harus langsung menangkapnya sendiri? Tidak, meninggalkan sisi Alya lebih beresiko...)

Masachika melihat sekeliling untuk mencari cara apakah ada metode lain untuk menangkapnya.....Ia kemudian melihat sekelompok orang yang berkilauan menerobos kerumunan untuk menuju ke arah panggung. Orang yang memimpin kelompok tersebut adalah seorang gadis dengan gaya rambut gulungan vertikal berwarna madu yang khas.

“Oh!”

Begitu Masachika melihatnya, ia segera mengambil mikrofon dari tangan Alisa dan memanggilnya.

“Orang-orang yang berada di depan kios takoyaki di sana! Tolong minggir ke kiri dan ke kanan dan beri jalan! Orang-orang di pintu masuk di sana, tolong beri jalan juga!”

Orang-orang yang masih kebingungan segera mengikuti instruksi yang terdengar dengan suara lantang. Seorang gadis cantik yang berpakaian pria, berlari dengan kecepatan penuh di sepanjang jalan selebar dua meter yang dibuat. Gulungan roll rambut vertikalnya terlihat berkibar, dan dia ditemani oleh tiga gadis berpakaian sama di belakangnya, seolah-olah mereka adalah pengikutnya.

Sekelompok orang tiba-tiba muncul dan berlari ke arahnya, membuat pria itu menunjukkan ekspresi sedikit terguncang, lalu melemparkan tiga petasan di tangannya. Petasan itu dilempar ke arah 4 siswi—— dilempar ke arah Sumire yang berlari di depannya. Namun, Sumire tidak menunjukkan tanda-tanda takut dan dengan tenang mengangkat jubahnya di depan wajahnya dan berlari melewati petasan yang beterbangan tanpa melambat sedikit pun.

Dan kemudian, begitu dia mencapai tempat pria tersebut, Sumire mendaratkan pukulan mendadak ke punggung pria yang berbalik untuk melarikan diri. Walaupun itu adalah pedang tiruan, pedang itu cukup kuat untuk mematahkan tulang jika mengenai seseorang secara serius. Selain itu, meski orang yang memegangnya hanyalah seorang gadis remaja, tapi dia adalah seorang pendekar pedang yang bisa dengan mudah mengalahkan pria dewasa hanya dengan pedang bambu. Tentu saja, luka sakit yang diterima bukan main-main.

Pria yang mencoba melarikan diri tadi terhuyung-huyung, tubuhnya melengkung, dan petasan yang jatuh dari tangannya masih berusaha meledak. Namun, dua siswi yang berlari melewati kedua sisi Sumire secara paksa memadamkan api dengan cara yang spektakuler saat mereka melewatinya. Lalu gadis kecil yang bergegas maju terakhir, menusukkan pedang rapier dari sarungnya ke sisi kanan pria itu.

Gah!?

Pria itu langsung jatuh tersungkur ke atas tanah setelah mendapat pukulan ringan, reverse-blow. Ia kemudian langsung ditahan oleh para siswi.

“Ohhhh~~”

“Ke-Keren banget...”

“Sumire-senpai……!”

Penonton secara tidak sengaja mulai bertepuk tangan seolah-olah mereka sedang menyaksikan drama masa lampau yang asli. Masachika sedikit menundukkan kepalanya ke arah Sumire, yang langsung berjalan melewati kerumunan dan naik ke atas panggung.

“Terima kasih atas bantuannya, Sumire-senpai.”

“Tidak, justru akulah yang terselamatkan. Berkat kamu, aku bisa memproses masalah ini dengan cepat.”

Masachika berkata sambil berpikir dalam hati ‘Dia sungguh tangguh sekali~’, dan tersenyum kecut kepada Sumire, yang dengan santai mengibaskan rambut roll gulungan vertikalnya.

“Bisakah aku menyerahkan pria itu kepada komite kedisiplinan?”

“Ya, tentu saja….. atau itulah yang ingin aku katakan. Sayangnya, kami masih memiliki sedikit masalah yang perlu diurus.”

“Eh?”

Mendapati tatapan penuh tanya dari Masachika, Sumire pun menjawab sembari menatap pria yang sedang ditahan.

“Rupanya, bukan hanya pria ini saja satu-satunya tamu yang tak diundang.”

““Eh…?””

“Tampaknya orang-orang aneh juga telah muncul di sekitar ketua OSIS dan Onee-sama.”

“Di sekitar ketua juga…!?”

“Apa ketua baik-baik saja?”

Menanggapi pertanyaan Alisa, Sumire dengan bangga membusungkan dadanya.

“Tentu saja, karena ada Onee-sama yang sedang bersamanya.”

“Etto?”

“Ah, maksudnya tentang Sarashina-senpai, ya.”

“Hmm? Be-Betul.”

Mata Alisa berkedip beberapa kali dalam kebingungan. Itu adalah dunia yang agak sulit dimengerti bagi Alisa.

“Selain itu, masih ada beberapa masalah lain... rupanya, ada beberapa kelompok yang menyelinap masuk ke dalam sekolah ini.”

“Kenapa, situasi seperti itu bisa terjadi...”

Setelah mengatakan itu, Masachika langsung menggelengkan kepalanya. Penyelidikan penyebabnya bisa dilakukan nanti. Pertama-tama, mereka harus berurusan dengan situasi yang sudah terjadi.

“Baiklah aku mengerti. Aku akan mengurus beberapa urusanku sendiri, dan kemudian aku akan kembali melakukan tugasku sebagai anggota kepanitiaan.”

“Ah, kalau begitu aku juga—”

“Kamu tetap tinggal lah di sini, Alya.”

“Eh?”

Melihat kembali ke arah Alisa yang terbelalak, Masachika memberitahunya tanpa ragu-ragu.

“Kamu tetaplah di sini dan menenangkan para penonton. Kemudian, setelah berkonsultasi dengan staf panggung, kamu bisa melakukan pertunjukkan konser segera setelah situasinya sudah sedikit mereda.”

“Eh, tapi...”

Apa kita akan tetap mengadakan konser setelah kejadian tadi? Pertama-tama, sebagai anggota OSIS, bukankah seharusnya aku perlu memperbaiki situasi dulu? Masachika menatap lurus ke arah mata Alisa yang menunjukkan keraguan. Kemudian, dengan suara yang penuh dengan tekad yang kuat, ia pun memberitahunya.

“Sebagai manajer 'Fortitude', aku bertanggung jawab untuk membuat pertunjukkan konser ini sukses. Selain itu, bukannya aku sudah pernah memberitahumu? Aku akan menyingkirkan siapapun yang berencana menghalangimu.”

Itulah sumpah yang diucapkan Masachika di belakang panggung kemarin. Usai mendengar kata-kata tersebut, keraguan menghilang dari mata Alisa dan cahaya yang kuat terpancar dari matanya.

“Itulah sebabnya… tolong percayalah padaku dan tunggulah. Aku akan memastikan kalau pertunjukanmu berjalan dengan lancar.”

Setelah Masachika mengatakan itu dan menutup mulutnya, Alisa menyatukan kedua tangannya di depan dadanya dan tersenyum penuh percaya diri.

“Ya, aku percaya padamu.”

“Yosh, baguslah.”

“…Tolong hati-hati, ya.”

“Tentu.”

Sambil mengembalikan senyuman yang kuat kepada Alisa, Masachika menoleh ke arah Sumire.

“Jadi begitulah. Aku minta maaf, tapi bisakah aku meminjam anggota dari komite kedisiplinan untuk bertindak sebagai penjaga keamanan di sini?”

“Tentu saja, tidak masalah. Hiiragi-san!”

“Ya, aku di sini.”

Ketika Sumire menjentikkan jarinya, ada seorang siswi berkacamata tiba-tiba berdiri di belakangnya. … Memangnya dia seorang ninja?, pikir Masachika.

“Bersama Kujou Alisa-san di sini, tolong tenangkan semua orang yang sedang dilanda kepanikan.”

“Baiklah, aku paham.”

Dia adalah seorang gadis yang berpakaian seperti pria dan mengambil sikap yang sangat teatrikal, tetapi dia masih menjadi wakil presiden klub kendo wanita. Sebagai kekuatan tempur, dia merupakan asset yang sempurna.

“Aku sungguh minta maaf, dan terima kasih atas bantuannya. Kalau gitu, sampai jumpa lagi nanti.”

“Ya.”

Setelah berterima kasih kepada Sumire dan bertukar pandang dengan Alisa untuk terakhir kalinya, Masachika segera turun dari panggung untuk mengendalikan situasi.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama