Bab 8 — Jika Kamu Tidak Bisa Mematahkannya, Kamu Bisa Membuatnya Menyerah Saja, ‘Kan?
Kaji Taiki. Putra dari presiden
produsen elektronik besar dan pernah menjadi ketua OSIS sekolah SMP Akademi
Seirei tiga tahun lalu. Bagi Sayaka dan Nonoa, Yushou dan Sumire, serta Yuki
dan Masachika, mereka pernah menjadi teman dekat yang saling menghormati satu
sama lain sebagai Ketua dan menjalankan kegiatan OSIS bersama. Jika dirinya
tidak dikalahkan oleh Touya dalam kampanye pemilihan, Yuki mungkin akan
memanggilnya 'Ketua' sekali lagi
sekarang.
“Kamulah yang sengaja
melonggarkan keamanan dan membiarkan penyusup masuk, iya ‘kan? Kaji-senpai.”
Taiki diam-diam menurunkan
pandangannya ketika menanggapi pertanyaan Yuki. Tanggapan semacam itu saja
sudah cukup untuk Yuki.
“Kenapa kamu melakukan hal
semacam ini?”
“…Kenapa, huh? Aku yakin kalau
Suou-san sendiri sudah tahu alasannya, bukan?”
Yuki menanggapi pertanyaan
balik dari Taiki tanpa mengubah ekspresinya.
“Demi Kirika-senpai?”
“... Ya, benar... demi bisa
membawa kembali Kirika, aku... aku harus bergabung dengan Raikokai bagaimanapun
caranya!”
Taiki berteriak dengan suara
yang sedikit tidak selaras, membiarkan emosinya mengamuk tak terkendali,.
Asama Kirika adalah partner
Taiki dalam kampanye pemilu. Hubungan mereka berdua tidak hanya sebatas itu,
Taiki dan Kirika juga merupakan pasangan tunangan yang jarang terjadi di zaman
sekarang. Meskipun pertunangan mereka diatur oleh orang tua mereka untuk tujuan
bisnis, hubungan mereka sama sekali tidak buruk, dan Taiki khususnya sangat mencintai
Kirika. Namun, Taiki dikalahkan oleh Touya dalam kampanye pemilihan... dan
peluangnya untuk bergabung dengan Raikokai pun menghilang, sehingga pertunangan
antara mereka berdua dibatalkan atas permintaan keluarga Asama.
“Katanya mereka tidak ingin
menantu yang kalah dari orang biasa... Mereka sudah menyerah padaku! Aku! Jika
ini terus berlanjut, Kirika akan dinikahkan dengan keluarga terpandang
lainnya... demi menghentikannya, aku perlu melakukan sesuatu agar para anggota
Raikokai memperhatikanku!”
Suara yang tidak terkendali dan
tidak stabil secara emosional. Pupil matanya menyempit di balik kacamatanya. Taiki
yang dulu dikenal Yuki sangat jauh berbeda dari dirinya yang sekarang.
“Itu benar... sejak awal memang
terasa aneh. Bertujuan untuk menjadi ketua OSIS supaya bisa berpacaran dengan
gadis yang dicintainya? Persetan dengan itu, menurutmu seberapa banyak yang aku
tahu tentang Kirika... tapi semua orang malah memilih untuk orang biasa itu....
Pasti ada yang salah... Aku yakin itu, padahal aku jauh lebih cocok darinya...”
Taiki terus bergumam sambil
menggigit kukunya, Yuki menatapnya dengan sedikit iba dan dengan tenang
bertanya padanya.
“Siapa atau apa yang menghasutmu
untuk melakukan ini?”
Menanggapi pertanyaan Yuki,
Taiki berhenti bergerak dan perlahan-lahan mengangkat pandangannya. Seraya menatap
lurus ke matanya, Yuki mengucapkan kata-katanya dengan tulus.
“Kaji-senpai yang aku kenal
bukanlah orang yang sombong dan egois. Izinkan aku bertanya lagi. Siapa atau apa
yang membuat Anda melakukan hal ini?”
Tatapannya itu mencoba untuk
percaya pada senior yang dihormatinya….. Tapi Taiki hanya mendengus dengan
senyum gelap di wajahnya.
“Memangnya apa yang kamu
ketahui tentang diriku?”
Taiki menepis pertanyaan Yuki,
menyuruhnya untuk tidak berbicara seperti orang yang sok tahu. Sebagai
tanggapan, Yuki dengan cepat menyipitkan matanya dan berkata.
“Cerewet lu, dasar bajingan.”
“…Hah?”
Putri dari keluarga Suo, yang
dikenal sebagai lambang seorang putri bangsawan. Taiki dibuat ternganga ketika
mendengar kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya, yang mungkin saja dirinya
salah dengar. Tapi tentu saja, telinganya tidak salah dengar sama sekali.
“Apanya yang~[Apa yang kamu ketahui tentang aku?]. Ya
mana gue tahu lah! Gue enggak begitu tertarik pada elu kali! Elu sendiri yang
kalah karena kemampuan elu yang kurang, tapi jangan jatuh ke dalam kegelapan
hanya karena pertunangan elu dibatalkan, dasar goblok! Cepat minta maaf sana
kepada para putri bangsawan jahat yang dideportasi setelah dipaksa memutuskan
pertunangan mereka setelah difitnah oleh dunia!”
“!!??”
Taiki merasa sangat panik
ketika mendengar ocehannya. Otaknya sama sekali tidak bisa mengikuti rentetan
bahasa kasar dan tuntutan permintaan maaf tidak jelas Yuki setelah membuang
jauh-jauh kedok sifat anggunnya. Meski begitu, Yuki-san sama sekali tidak
peduli tentang itu dan terus berceloteh dengan kecepatan penuh.
“Dengarkan baik-baik, oke?
Seorang pria hanya bisa jatuh ke dalam kegelapan jika ia sudah jatuh cinta
kepada heroine! Hanya jika ada heroine yang bersedia bertahan dalam kegelapan
itu, maka kejatuhan yang kelam bisa menjadi peristiwa yang mengembangkan
hubungan romantis!! Setidaknya tolong jatuh ke dalam kegelapan dengan status
jomblo atau melakukan perbuatan sia-sia yang tidak berharga dalam suatu
hubungan. Lagian, jika kamu terus seperti ini, aku hanya bisa membayangkan
kalau kamu akan menjadi pria penguntit yang terobsesi dengan mantan pacarmu,
tau?”
“Ap—, ak-aku sama sekali bukan penguntit!?”
“Jika itu masalahnya, kamu
harus melawannya secara langsung! Dipisahkan secara paksa oleh orang tua kalian,
tergantung pada pilihanmu, itu bisa menjadi situasi yang paling mengasyikkan,
tau! Pada saat seperti itulah kejantananmu akan diuji! Jangan arahkan gairahmu
ke arah yang salah!!”
Wajah Taiki semakin memucat
ketika mendengar teriakan Yuki yang penuh dengan emosi. Wajahnya semakin
memucat, dan kemudian... Ketika ekspresinya kembali pulih, ketidakstabilan
emosinya sudah menghilang. Selain itu, ia terlihat sangat putus asa dan
bertanya pada Yuki dengan lesu.
“Lantas... apa yang harus aku
lakukan?”
Menanggapi pertanyaan tersebut,
Yuki menunjuk ke belakang punggung Taiki.
“Pertama-tama! Temui
Kirika-senpai dan berlututlah di hadapannya. Akui semua perbuatan yang sudah
kamu lakukan, dan kemudian katakan, 'Aku
tidak ingin menyerah padamu walaupun aku harus melakukan itu.' Lihat, aku sudah
memanggil Kirika-senpai ke belakang gedung sekolah tadi.”
Setelah Yuki mengatakan itu dan
menjentikan jarinya, Ayano, yang
sebenarnya sudah berada di sana sejak tadi, tiba-tiba melangkah maju dan mengangkat
smartphone Yuki. Taiki yang jelas-jelas tidak menyadari kehadirannya, melompat
kaget karena kemunculan Ayano yang begitu mendadak. Dan kemudian, ia tertawa
kecil, seakan-akan sedang kerasukan.
“Haha, ya.... Mungkin kami
seharusnya membicarakannya baik-baik dengan benar...”
Usai menggumamkan itu pada
dirinya sendiri, Taiki menundukkan kepalanya dengan ekspresi tenang yang sangat
dikenal Yuki.
“Terima kasih banyak, Suou-san.
Aku akan mencoba berbicara baik-baik dengan Kirika lagi.”
“Tentu. Oh iya, aku ingin tetap
bertanya, meski sejujurnya aku sudah tahu sih, tapi apa aku bisa menganggap
kalau dalang dari semua keributan ini adalah Kiryuuin Yushou?”
“Ah, ya... tujuannya adalah
untuk mengacaukan Festival Shureisai dan menjatuhkan otoritas OSIS saat ini. Selain
itu, ia membiarkan Sumire-san menyelesaikan masalah itu untuk memperbaiki
posisi mereka sendiri. Entah bagaimana, ia mengundang anak-anak berandalah atau
seseorang yang menyimpan dendam terhadap orang yang terkain dengan akademi ini,
dan bahkan reporter majalah atau streamer
yang menjengkelkan….. Intinya, ia sengaja menarik orang-orang yang cenderung
menimbulkan masalah, dan aku sendiri tidak tahu bagaimana detailnya. Pada
akhirnya, aku pasti salah satu pionnya yang dibuang...”
“Begitu rupanya, jadi sekarang
aku mungkin bisa mengangggap kalau kekacauan ini sudah berakhir, ya? Aku yakin
kalau Masachika-kun pasti akan mengurus pangeran yang berpura-pura menjadi
dalang (wkwkwk).”
Taiki tersenyum kecut kepada
Yuki yang dengan santainya menyindir Yushou.
“Kelihatannya kamu sangat
mempercayai Kuze-kun, ya.”
“Tentu saja. Karena Masachika-kun
adalah yang terkuat.”
Yuki meletakkan tangannya di
pinggangnya dan membusungkan dadanya dengan bangga. Ketika melihat pemandangan
itu, senyum kecut Taiki semakin mendalam dan menggelengkan kepalanya dengan
sikap mencela dirinya sendiri.
“Ah, jadi begitu ya…. Hahaha,
kupikir hubungan kalian berdua benar-benar sudah renggang..... Tapi seriusan,
aku benar-benar tidak tahu banyak hal yang tidak membuatku tertarik.”
Setelah menggumamkan hal itu
dan melirik sekilas ke arah Yuki, Taiki langsung menuruni tangga. Setelah
langkah kakinya mulai menjauh dan tidak lagi terdengar, Yuki tiba-tiba mengendurkan
bahunya.
“Haa~~menghadapi Senpai yang
merajuk karena cinta pertamanya benar-benar menyebalkan~~. Yah, kurasa rasanya
lumayanlah ketika berpikir kalau Kaji-senpai berhutang budi padaku~”
“Betul sekali, jika anda bisa
mendapatkan bantuan dari Kaji-senpai, yang merupakan mantan ketua OSIS SMP dan
ketua komite kedisiplinan saat ini, saya rasa itu akan memuluskan jalan
kampanye pemilihan anda, Yuki-sama. Saya benar-benar sampai dibuat terkesan.”
“Aah~ Yah, entah itu bisa
dibilang membujuk atau berargumentasi dengannya… Intinya, aku diselamatkan
karena pihak lain adalah orang yang baik hati.”
Setelah mengatakan hal itu
sambil mengibaskan tangannya ke arah Ayano yang sedang menatapnya dengan penuh
rasa hormat dan kasih sayang, Yuki melihat ke arah yang dituju kakaknya.
“Aku yakin kalau di sisi lain
pasti tidak semudah itu...”
◇◇◇◇
Sementara itu di sisi lain, Masachika
dan Yushou saling berselisih di balik senyuman mereka.
“Ada tamu VIP yang sedang
beristirahat di ruangan. Murid-murid lain selain Ketua dan wakil ketua OSIS
dilarang untuk mendekati tempat ini, lho?”
“Bukannya hal itu juga berlaku
sama denganmu? Hanya karena kamu anggota OSIS saat ini, seharusnya kamu juga
bukan pengecualian, iya ‘kan?”
“Memang betul. Oleh karena itu,
bagaimana kalau kamu ikut bersamaku dan segera beranjak pergi dari tempat ini?”
Masachika dan Yushou bertukar
kata-kata yang terselubung dengan senyum tipis di wajah satu sama lain.
Walaupun mereka berdua sudah menyadari niat sebenarnya satu sama lain, tapi
mereka masih saling menyelidiki satu sama lain dengan cara yang penuh gaya
sampai sekarang ...
“Sayangnya, aku tidak bisa
melakukan itu.”
Penolakan tegas Yushou untuk
melakukan hal tersebut menyebabkan Masachika berhenti berpura-pura tersenyum.
Dengan wajah serius, ia mengangkat dagunya dan menatap Yushou dengan tatapan
mengejek.
“Heh, sepertinya kamu tidak
punya niat untuk menyembunyikannya lagi, ya.”
“Entahlah, aku tidak tahu apa
maksudmu.”
“Kamu pasti berpikir bahwa
tidak peduli seberapa besar masalah yang kamu timbulkan, jika orang-orang
penting di sana mengatakan 'Kami akan maafkanmu',
itu sama sekali bukan masalah, kan? Sungguh pemikiran yang dangkal sekali.
Bahkan seandainya Raikokai membiarkan kerusuhan ini terus berlanjut, apa kamu
berpikir kalau pihak sekolah akan membiarkannya begitu saja?”
Terlepas dari provokasi
Masachika, Yushou sama sekali tidak merusak senyumnya.
“Aku tidak tahu apa yang kamu
bicarakan, tapi….. kamulah yang berpikiran dangkal. Memangnya menurutmu akademi
ini bisa menentang keinginan Raikoukai?”
“Kasus yang satu ini sepenuhnya
sudah menjadi urusan polisi. Jika tidak menyelesaikannya dengan, publik tidak
akan memaafkan kejadian ini.”
“Kalau itu sih aku masih tidak
yakin. Lagipula akademi ini sudah menjadi semacam yurisdikasi ekstrateritorial….
dan bahkan jika itu menjadi masalah, bukannya OSIS saat ini yang menjadi
penyelenggara Festival Shureisai dan mantan Ketua serta wakil ketua OSIS yang
akan bertanggung jawab untuk itu?”
“Memang, dan jangan lupa juga
mengenai pelaku yang menyebabkan keributan ini.”
“Benar juga. Semoga kamu bisa
berhasil menemukannya, ya? Si pelakunya.”
Masachika diam-diam mendecakkan
lidahnya pada Yushou, yang masih tersenyum kecil. Ia mungkin waspada terhadap
rekaman dan berusaha menghindari agar tidak terdengar. Sikap santainya itu
menunjukkan kalau ia pasti tidak meninggalkan bukti apapun yang dapat mengarah kepadanya.
Nyatanya, Masachika juga tidak bisa menemukan bukti bahwa Yushou lah yang telah
menyebabkan keributan yang terjadi saat ini.
(Yah,
bahkan jika buktinya bisa ditemukan... Aku yakin kalau pihak Raikoukai bisa
menghancurkannya. Nyatanya, mereka mungkin akan mengizinkan apa pun jika itu demi
memenangkan kampanye pemilu)
Dan mengingat kisah-kisah
kampanye pemilu yang sering diceritakan kepadanya berkali-kali oleh kakeknya,
Suou Gensei, di masa kecilnya, mungkin Raikoukai akan memaafkan tindakan
semacam itu. Justru karena ia mengetahui hal tersebut, Yushou juga berusaha
untuk mendapat pengampunan secara langsung.
“ ‘Kenapa kamu melakukan ini’... kurasa itu pertanyaan yang sangat
konyol, ya. Karena kamu mungkin takkan bisa menang jika melakukan pemungutan
suara biasa, jadi kamu menggunakan tipu daya untuk merusak otoritas OSIS saat
ini... aku yakin itulah yang kamu pikirkan, bukan?”
“Sudah kubilang, aku tidak tahu
apa yang sedang kamu bicarakan.”
Sewaktu memotong bagian tak
bersalahnya saja, Yushou sedikit mengubah jenis senyumannya.
“Namun, benar juga... Jika kita
membicarakannya secara umum, bukannya itu
sudah menjadi hal yang wajar dari pemilihan umum kalau kamu bebas
menggunakan segala cara apapun untuk bisa menang? Jangan bilang, apa kamu
berpikir kalau semua perebutan kekuasaan di dunia ini dilakukan dengan cara
yang damai dan adil?”
Yushou mengejek dengan senyuman
yang memperlihatkan ambisinya.
“Entah itu uang, kekuasaan, dan
kekerasan... semuanya digunakan oleh orang dewasa untuk menang. Orang-orang
yang memiliki kekuatan, kemauan, dan tekad untuk melakukannya adalah
orang-orang yang pantas menjadi bagian dari Raikoukai. Jika seorang manusia
manja yang tidak mampu melakukan hal tersebut, sebaiknya tidak boleh memasuki
Raikokai.”
“Sungguh pendapat yang bagus
sekali. Kambu bisa mlanjutkannya ketika kamu sampai di ruang OSIS dan berurusan
dengan para petinggi Raikokai.”
“Benar. Oleh karena itu…. apa
kamu bisa membiarkanku lewat?”
Sembari masih mempertahankan
senyum santainya, Yushou mengeluarkan sesuatu dari saku bagian dalam
seragamnya. Masachika mengangkat satu alisnya saat melihat benda di tangan
kanan Yushou, yang hanya pernah dilihatnya di televisi.
“Oi oi, membawa stun gun di sekolah... memangnya tuan
muda dari perusahaan besar harus sangat berhati-hati dalam membela diri?”
“Aku biasanya tidak membawanya,
kok. Namun, karena ada banyak orang luar yang seharusnya datang hari ini...jadi
aku membawanya untuk berjaga-jaga. Nyatanya, bahkan hal ini benar-benar
terjadi, bukan?”
“Astaga. Sungguh kebetulan yang
hebat sekali.”
Yushou menyipitkan matanya pada
Masachika, yang mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh. Kemudian, sambil menyodorkan
stun gun ke depan, Yushou berkata
dengan suara datar dan tanpa senyumannya yang biasa.
“Bisakah kamu membiarkanku
lewat? Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, aku tidak ragu-ragu untuk
menggunakan kekerasan ketika dalam keadaan darurat, oke?”
“Aku turut senang mendegarnya.
Karena aku juga takkan ragu-ragu.”
Masachika juga mengubah
ekspresinya setelah mengatakannya dengan santai. Tatapan tajamnya menembus mata
Yushou, tapi nadanya tetap tenang dan perlahan-lahan mengajukan pertanyaan
kepadanya.
“Festival sekolah yang dibuat
dengan kerja keras oleh semua anggota OSIS dan panitia lainnya...”
Hari-hari ketika mereka
berteriak bahwa mereka kekurangan tenaga, dan untuk kali ini mereka bekerja
keras sebagai OSIS secara keseluruhan, terlepas dari apakah mereka kandidat
saingan atau bukan.
“Takeshi dan Hikaru mencoba
membuat pertunjukan konser mereka sukses, meskipun mereka terluka…”
Dua orang sahabatnya yang
terluka akibat insiden runtuhnya band, namun tetap menatap berpikiran positif
dan memainkan alat musik mereka.
“Bahkan Alya... keberanian yang
dia keluarkan untuk menghadapi kelemahannya sendiri...”
Alisa yang biasanya tidak suka menunjukkan
kelemahannya pada siapapun. Di belakang panggung, dia menunjukkan kelemahannya
itu hanya kepada Masachika.
“Kamu yang mencoba merusak
segalanya... memangnya kamu pikir aku akan membiarkanmu lolos begitu saja?”
Yushou menelan ludahnya ketika
mendengar pertanyaan tenang Masachika, tapi jelas-jelas menunjukkan kemarahan
yang mendidih di dalam dirinya. Sambil merasakan keringat bercucuran dari
tangan yang memegang stun gun, Yushou
mundur selangkah dengan kaki kirinya dan mengambil posisi kuda-kuda.
Ketegangan di antara mereka
berdua yang saling berhadapan pada jarak sekitar lima meter, dengan cepat
meningkat ke titik di mana──
“Ngomong-ngomong, kamu lebih
suka yang mana, oppai yang besar atau oppai yang montok?”
“…Hah?”
Pertanyaan konyol yang tidak
cocok dengan suasana. Pada saat itu, Yushou tercengang secara tidak sengaja.
Memanfaatkan celah dalam kesadarannya, Masachika mulai bergerak.
Masachika belajar karate saat
masih kecil, mempelajari kendo di masa SMP, dan judo di SMA. Ia memiliki sabuk
hitam di karate, dan memiliki kemampuan untuk mencapai Dan tingkat-3 dalam
kendo dan judo berkat tingkat pertumbuhan alaminya. Tapi, meskipun begitu….
Pada saat ini, Masachika
menggunakan—— ‘Shukuchi* yang disukai semua orang’.
Masternya berasal dari dua dimensi, dan buku-buku pengajarannya berasal dari
manga. (TN: Kata
shukuchi (縮地) adalah istilah dalam bahasa Jepang untuk berbagai teknik
supernatural dalam pergerakan cepat. Karakter kanji dalam kata ini bisa diartikan
secara harfiah sebagai ‘mengecilkan tanah’, mengacu pada bagaimana teknik ini
mengurangi jarak spasial antara dua titik untuk mencapai efeknya)
“!!?”
Mata Yushou terbelalak saat akhirnya
menyadari pendekatan Masachika ketika pergelangan tangan kanannya dicengkeram. Tapi,
pada saat berikutnya, bagian dadanya dicengkeram dan kakinya tersapu bersamaan
dengan rasa sakit yang tajam di pergelangan tangannya.
Pandangannya berputar dengan
dahsyat dan suara gedebuk menghantam punggungnya. Nafasnya tersenggal sesaat,
dan ketika dirinya berpikir penglihatannya hilang sejenak, posisi badan Yushou
sudah dalam keadaan tengkurap dan lengan kanannya terpelintir ke belakang.
“Guhhhhhaa!”
Yushou tidak bisa bangun sama
sekali karena bahu kirinya ditahan oleh lutut Masachika dan lengan kanannya
terpelintir ke belakang. Sambil mengambil stun
gun dari tangannya, Masachika berbicara dengan tenang kepada Yushou, yang
berhasil memalingkan kepalanya dan melotot ke arahnya.
“Entah itu uang, kekuasaan, dan
kekerasan... kamu akan menggunakan semuanya untuk menang, bukan? Jadi? Inilah
yang dimaksud dengan menggunakan kekerasan, lalu apa yang akan kamu lakukan
mulai dari sini?”
Ketika Masachika menatap mata
Yushou dengan tatapan mata dingin, Yushou mengerutkan kening dengan kesakitan
tapi tersenyum tanpa rasa takut.
“Kamu sendiri gimana, apa yang
kamu rencanakan dari sini? Kamu pikir kamu bisa lolos begitu saja setelah melukaiku?
Selain itu, bagaimana jika seseorang melihat kita dalam situasi ini——”
“Kenapa kamu tidak mencobanya?
Kupikir akan lebih cepat bagiku untuk mematahkannya daripada seseorang
memergoki kita. Sudah kubilang, bukan? Aku tidak akan ragu untuk menggunakan
kekerasan.”
Setelah mengatakan itu, Masachika
perlahan-lahan meraih jari telunjuk tangan kanan Yushou dan mengerahkan
kekuatan pada arah yang berlawanan dengan persendiannya.
“Aduhhh, itu menyakitkan.”
Sambil mendengarkan erangan
kecil Yushou, Masachika berbicara tanpa emosi.
“Sampai kamu mengakui bahwa
kamu lah yang melakukan semuanya, aku akan mematahkan jar-ijarimu satu per
satu. Dari tangan kananmu, sampai tangan kirimu. Kamu takkan pernah bisa
bermain piano dengan memuaskan lagi. Ah jangan khawatir, aku akan membawamu ke
depan Raikokai segera setelah kamu mau mengakuinya. Tentunya, sebagai pecundang
menyedihkan yang menggunakan cara curang dan tapi tetap saja kalah.”
Sembari memberitahu ancaman
seperti itu, jari telunjuk Yushou ditekan dengan kuat, dan untuk pertama
kalinya, ekspresi tenang Yushou benar-benar menghilang.
“He-Hentikan! Memangnya kamu
pikir bisa lolos begitu saja setelah melakukan itu!?”
“Menurutmu sendiri gimana?
Bukannya kamu baru saja mengakui kalau segala sesuatu bisa terjadi dalam
kampanye pemilihan. Yah, bahkan jika mereka tidak mengabaikannya, aku tidak
keberatan sama sekali.”
“Ap-Apa?”
Seraya menatap mata Yushou yang
penuh tanda tanya, Masachika tersenyum dengan kejam.
“Jika kamu dan aku keluar
bersama-sama, maka yang tersisa hanyalah memasangkan Yuki dan Alya, lalu
kampanye pemilihannya pasti akan otomatis dimenangkan mereka. Alya
senang menjadi ketua OSIS. Yuki juga senang bisa bergabung dengan Raikoukai.
Aku sangat senang karena bisa menjadikan Alya sebagai ketua OSIS dan Yuki tidak
mengkhianatiku. Hyaaa, itu mungkin bisa menjadi akhir bahagia yang terbaik~”
“Ap-Apa...! Kamu,
jangan-jangan, sejak awal—”
Menanggapi tatapan mata Yushou
yang terbelalak dengan senyuman, Masachika meletakkan kaki kirinya di punggung
Yushou dan menekan paru-parunya untuk membungkam suaranya yang keras.
“Itulah sebabnya, berbeda
denganmu, aku tidak merasa rugi sama sekali., jika kamu mau mengakuinya,
akuilah lebih cepat ketimbang nanti, oke~”
“He-Hentikan, hentikannnnnnn!”
Dengan putus asa meremas
suaranya, Masachika mengerahkan seluruh kekuatannya ke tangannya, mengabaikan
kepanikan Yushou yang berjuang dengan kakinya, dan…..
“...Tapi yah, aku bisa saja
menyelesaikan masalah dengan kekerasan, tapi berbeda denganmu, aku adalah orang
yang mengikuti aturan sebanyak mungkin...jadi, aku akan memberimu pilihan.”
“Pilihan, apa...?”
Sambil menatap Yushou yang
terengah-engah, Masachika lalu memberitahunya.
“Pilihlah. Apa kamu ingin
tulangmu patah, atau menyelesaikan masalah ini melalui debat publik sesuai
aturan sebagai sesama kandidat?”
“Debat, publik…?”
“Jika aku yang menang, kamu
harus mengakui di depan semua siswa mengenai apa yang sudah kamu lakukan
sehubungan dengan kekacauan ini. Di sisi lain, jika kamu yang menang, aku
takkan mencurigaimu lagi.”
Yushou dengan sinis mengangkat
sudut mulutnya pada kondisi sepihak yang dibicarakan Masachika.
“Apa-apaan kesepakatan yang
tidak adil itu? Jika ingin melakukannya, taruhannya harus setara—”
“Begitu ya, kalau gitu
pembicaraan kita cukup sampai di sini saja.”
“Apa, hen-hentikan, la-lagian!
Bahkan jika kita melakukan debat publik, bagaimana kamu bisa memenuhi janji
lisan seperti itu!?”
“Kalau begitu, masalahnya
gampang. Kamu
bisa meminta Sumire-senpai untuk hadir.”
“Hah!? it-itu...”
Yushou terang-terangan
terguncang oleh perkataan Masachika. Melihat reaksinya yang begitu, Masachika
yakin kalau Sumire tidak tahu apa-apa tentang rencana Yushou. Pada saat yang
sama, dirinya menegaskan kembali bahwa ini adalah titik lemah Yushou, dan segera
mulai menggertaknya.
“Jangan khawatir. Aku akan
merahasiakan alasannya dari Sumire-senpai mengapa kita bertarung sampai
selesai. Dengan kata lain, jika kamu ingin merahasiakan apa yang kamu lakukan
dari Sumire-senpai, kamu tidak mempunyai pilihan lain selain mengalahkanku...
...Yah, selama kondisi ini terpenuhi, aku akan membuat isi pertandingannya
menjadi lebih menguntungkanmu.”
“… Apa maksudmu?”
Sembari mendekatkan wajahnya, Masachika
berbisik kepada Yushou, yang mengerutkan alisnya, sambil tertawa mengejek.
“Maksudnya, aku akan
membiarkanmu bertanding dengan piano, bidang yang paling kamu kuasai. Apa kamu
setuju, Junyushou-chan*?” (TN: Sekedar mengingatkan karena dulu pernah mimin bahas,
arti dari Junyushou adalah Runner-up atau juara kedua)
Pada saat itu, mata Yushou
membelalak lebar, dan giginya terlihat dari sela-sela mulutnya yang melongo.
“Sudah kuduga...! Suou, kamu
ini memang...!”
Tatapan penuh persaingan yang
diarahkan kepadanya sudah tidak asing lagi bagi Masachika. Masachika
menyeringai angkuh seraya mengingat bocah laki-laki yang dulu memandangnya
dengan cara yang sama setiap kali dirinya mengikuti kompetisi atau resital.
“Ah, sudah kuduga, ternyata
kamu bocah yang dulu itu ya. Maaf banget ya, aku sama sekali tidak
memperhatikannya dulu, jadi aku tidak menyadarinya sampai Nonoa memberitahuku.”
“Dasar keparat...!!”
“Jadi, apa yang kamu lakukan?
Biar kuberitahu, aku belum menyentuh piano selama lebih dari lima tahun. Bisa
dibilang, pertandingan ini sangat menguntungkanmu. Yah, meski begitu, aku berpikir
kalau aku masih takkan kalah dari seorang runner-up,
sih.”
Menanggapi provokasi Masachika
yang sangat terang-ternagan tersebut, Yushou bahkan tidak mampu mempertahankan
ketenangannya, dan suaranya menjadi kasar.
“Jangan meremehkanku... aku
akan melakukannya...! Kali ini, aku akan mengalahkanmu...!”
◇◇◇◇
“Tuh anak masih belum kembali
sama sekali ya, Masachika.”
Di belakang panggung di halaman
sekolah, Takeshi menatap ke arah gedung sekolah dengan ekspresi sedikit
khawatir di wajahnya.
Sekitar 40 menit setelah
kerusuhan petasan berakhir. Berkat arahan Alisa dan kerja keras staf manajemen,
halaman sekolah kembali tenang dan melanjutkan perencanaan panggung. Pada saat
yang sama, siaran sekolah mengumumkan bahwa penyusup yang mencurigakan telah
diamankan, dan waktu penutupan akan diundur selama 30 menit, jadi seharusnya
kerusuhannya sudah berhasil di atasi.... tapi untuk beberapa alasan, keberadaan
Masachika masih belum muncul sama sekali.
“Yah, bahkan jika semua orang
yang mencurigakan sudha berhasil diamankan, masih ada beberapa pembersihan yang
hadus dilakukan... jadi, bukannya ia masih sibuk?”
Ekspresi Alisa sedikit mendung
pada prediksi yang dikatakan Hikaru. Seperti yang dikatakan Masachika, Alisa
sudah melakukan yang terbaik untuk menenangkan penonton. Dia juga membantu
membersihkan pasca kerusuhan petasan. Tapi bisa dibilang, hanya itu saja yang
bisa dia lakukan.
Sebagai anggota OSIS dan
partner Masachika, bukannya ada hal lain yang harus dia lakukan? Apa tidak
masalah baginya untuk tetap diam di tempat seperti ini? Lalu Sayaka tiba-tiba mendorong
kaca matanya sambil berkata kepada Alisa, yang merasa gelisah atas
ketidaksabaran dan frustrasinya.
“Sepertinya kamu merasa sangat
cemas, ya. Jika kamu adalah seorang pemimpin, kamu harus bertingkah lebih tegas
dan tenang.”
“Betul banget tuh. Kamu harus
lebih tenang lagi, Alissa.”
“...Nanoa, kamu sih kelihatan
terlalu tenang, tau.”
Sayaka membalas seraya menoleh
ke arah Nonoa, yang berfoto selfie dengan kostum pakaian konsernya. Ekspresi
Takeshi dan Hikaru pun tampak santai melihat keadaan mereka berdua yang biasa.
“Benar juga, kurasa tidak ada
gunanya mengkhawatirkan hal itu. Lagian, rasanya sia-sia saja untuk merasa
khawatir! Apalagi dalam kasus Masachika!”
“Haha, bener banget… Alya-san,
mari kita percaya pada Masachika, oke? Yang harus kita lakukan adalah
memberikan pertunjukan terbaik yang kita bisa. Dengan melakukan itu, kita bisa
membuktikan kalau kita takkan menyerah dari para pembuat onar itu, karena kita
adalah...‘Fortitude’.”
Perkataan Hikaru membuatnya
mengingat kembali ucapan Masachika di benak Alisa.
[Tolong
percayalah padaku dan tunggulah. Aku akan memastikan kalau pertunjukan konsermu
akan berjalan dengan lancar]
Masachika sudah menepati janjinya.
Kalau begitu, apa yang harus dilakukan Alisa... sudah diputuskan dengan jelas.
Alisa memejamkan matanya
sekali, lalu membukanya lagi dan melakukan kontak mata dengan setiap anggota
band. Mereka berempat pun saling menatap mata Alisa saat keraguannya menghilang.
“Terima kasih banyak,
semuanya.”
Smartphone Alisa mulai bergetar
di dalam sakunya saat dia mengatakan hal itu. Tergerak oleh firasatnya, Alisa
segera memeriksa layar dan melihat pesan singkat dari Masachika.
‘Berjuanglah’
Hanya satu kata saja. Hanya
satu kata itu saja sudah cukup untuk membuat dada Alisa terasa hangat.
【Kamu
juga, terima kasih banyak】
Ketika dia membisikkan hal ini
dan meletakkan layar smartphone di dekat mulutnya, Alisa tersenyum lebar.
“Kalau begitu, mari kita
lakukan yang terbaik untuk penampilan konser pertama kita! Ei, ei, oooo~!”
“O-Oooh~~!”
“Oh~?”
“... Oh~”
“Oh—”
“Yang serempak, dong!”
Alisa pun memprotes dan mereka
berempat tertawa. Alisa juga balas tertawa saat menanggapi reaksi mereka, dan
akhirnya giliran mereka sudah tiba.
“Kalau begitu, untuk semua
anggota Fortitude! Silakan naik ke atas panggung!”
Mereka semua mengangguk satu
sama lain lagi untuk menanggapi suara staf panggung. Kemudian, mereka berlima
berlari naik ke atas panggung.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya