Chapter 6
“...Ayana?”
Ketika tiba-tiba terbangun dan
duduk, aku langsung memanggil namanya.
Untuk beberapa alasan, aku
merasa seperti dia meminta bantuan dariku ... aku merasa dia memanggilku untuk
membantunya. Namun, orang yang menyambutku ketika aku terbangun bukanlah Ayana,
melainkan guru UKS.
“Ara, apa kamu merasa kecewa
karena sensei bukan Otonashi-san?”
“Eh ... bukan begitu masalahnya
..."
“Haha, Sensei hanya bercanda,
kok. Tapi sepertinya kondisimu membaik ya? Raut wajahmu juga terlihat lebih baik
daripada saat kamu datang kemari.”
“Mungkin aku hanya kelelah
saja. Seperti yang Sensei lihat, aku sudah baik-baik saja sekarang.”
Aku menunjukkan pose otot dan
guru UKS itu tertawa.
Namun, ketika aku menoleh untuk
melihat jam— Aku dibuat terkejut karena
beberapa jam telah berlalu sejak aku datang ke ruang UKS dan sekarang sudah
saat istirahat makan siang.
“Sepertinya aku tidur cukup
lama ya.”
“Setiap kali aku melihatmu,
kamu terlihat sangat imut saat tidur. Bagiku itu sangat menyenangkan, loh? Dan jangan
lupa untuk mengucapkan terima kasih pada Otonashi-san dengan benar dan
tunjukkan padanya keadaanmu yang sehat untuk segera meyakinkannya. Karena dia
datang ke sini setiap saat selama waktu istirahat.”
“Baiklah, aku mengerti.”
Ayana sampai segitunya ...
memang benar karena keadaanku tiba-tiba menjadi buruk. Sepertinya dia sangat
khawatir tentangku.
Setelah mengucapkan terima
kasih kepada guru UKS lagi, ketika aku mencoba meninggalkan ruang UKS, pintu
terbuka dengan keras.
“Ah ...”
“Ah ...”
Kami saling menatap dan
membeku.
Orang yang membukakan pintu dan
muncul adalah Ayana— meskipun waktu istirahat baru saja dimulai, sepertinya dia
datang untuk melihatku sebelum makan siang.
“Towa-kun!”
“Upsss.”
Dia langsung memelukku dengan
kekuatan yang cukup untuk memberikan guncangan yang kuat. Sambil merasakan aura
guru UKS yang tersenyum-senyum dari belakang, aku meletakkan tanganku di
bahunya dan Ayana mengangkat kepalanya. Tapi kemudian, aku menyadari sesuatu
saat itu.
“Ayana ... apa ada yang salah?”
Ayana membuka matanya
lebar-lebar saat aku bertanya begitu.
Reaksinya itu jelas-jelas
menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah, tapi aku merasa tahu apa yang akan
dia katakan selanjutnya.
Mungkin dia akan mengatakan
bahwa——tidak ada sesuatu yang salah.
“Fufu, tidak ada sesuatu yang
salah kok? Aku hanya terlalu khawatir tentangmu, Towa-kun ♪"
Jawabannya sama persis seperti
yang sudah kuduga, dan aku bisa merasakan bahwa bahkan senyum yang dia
tunjukkan itu hanyalah kepalsuan belaka.
(...
Apa ini celah di hati Ayana yang Towa bicarakan? Yah tidak masalah, aku tinggal
berbicara seriusa saja nanti dengan Ayana.)
Aku ingat semuanya dari mimpiku
ketika bertemu dengan Towa. Meskipun mungkin itu hanya khayalanku saja, tapi
aku merasa bahwa mimpi tersebut merupakan kenyataan.
“Kalian berdua bisa bermesraan
sepuasnya, tapi jangan lupa untuk makan siang ya ~?”
“Oh, ya.”
“Maaf.”
Kami melepaskan pelukan kami
dan meninggalkan ruang UKS. Seperti yang diharapkan, tindakan Ayana sedikit
mereda di koridor sekolah, tapi kami saling tersenyum setiap kali kami saling
melihat.
Ya, itu benar ... aku harus
melindungi senyumannya ini.
Bukan senyuman palsu yang berusaha
menutupi sesuatu, atau senyuman yang berusaha menunjukkan ketangguhannya. Aku
harus melindungi senyuman murni ini di masa depan ... Itulah sebabnya, aku
harus berbicara dengan Ayana.
“Hey, Ayana, bisakah aku
meminta waktumu setelah sepulang sekolah hari ini?”
“Aku tidak keberatan, kok?!
Jika itu demi Towa-kun, aku akan menyediakan waktu sebanyak yang kamu inginkan
♪”
“Haha, terima kasih Ayana.”
Setelah berhasil membuat janji
dengan Ayana setelah sepulang sekolah, kami berdua kembali ke kelas. Begitu aku
memasuki ruang kelas, teman-teman sekelas mendekat dan mengajakku bicara, jadi
meskipun aku merasa bersalah karena membuat mereka khawatir, aku merasa senang
karena begitu banyak orang yang peduli denganku.
Aisaka langsung datang untuk
menanyakan kabarku, dan juga mengajakku bicara. Namun…. aku merasa sedikit
penasaran ketika melihat ekspresi Ayana yang mengarahkan pandangan tajamnya
pada Shu, jadi aku memutuskan untuk tidak bertanya apa-apa.
“Oh, Yukishiro, akhirnya kamu
sudah kembali. Aku mendengar kamu sedang tidak enak badan, jadi aku khawatir
tentangmu.”
“Aku baik-baik saja sekarang!”
“Baiklah, mengerti. Jangan
khawatir tentang tugas hari ini dan nikmati pelajaran dengan tenang.”
Aku menertawakan diriku sendiri
karena berpikir bahwa itu sama saja dengan mengizinkanku untuk tidur di kelas.
Teman-teman sekelas yang lainnya ikut tertawa melihat percakapanku dengan
Sensei dan jam pelajaran berjalan seperti biasa.
(...
Sudah kuduga, bisa membenamkan diri dalam pikiranku seperti ini membuatku
memikirkan berbagai hal. Sepertinya aku semakin menyatu dengan jiwa Towa.)
Sejak awal, aku tidak merasa
aneh hidup sebagai Towa ... Tapi seperti yang dikatakan Towa dalam mimpiku, aku
hampir sepenuhnya menetap di dunia ini sebagai Towa.
Mungkin pertemuan dalam mimpi itu
adalah dorongan terakhir yang aku butuhkan.
Aku sedikit khawatir apakah aku
akan bangun lagi sebagai Towa setelah bermimpi, tapi rupanya itu hanya
kekhawatiran yang tidak perlu ... Sekarang aku hanya perlu mencari masa depan
yang terbaik untuk diriku sendiri.
(Demi
bisa melangkah maju, aku harus memperjelas hubungan samar antara diriku dan
Ayana ... tolong pinjamkan aku kekuatanmu, Towa.)
Setidaknya, aku masih bisa
meminta sebanyak itu, iya ‘kan?
Mungkin suaraku takkan tersampaikan
kepadanya lagi, tapi entah kenapa aku merasa hatiku menghangat, dan aku tertawa
kecil seraya merasa lega.
Waktu berlalu dengan cepat
setelah itu, dan sudah waktunya sepulang sekolah.
Ketika aku sedang mengemasi
barang-barangku, Iori muncul di kelas dan membawa Shu bersamanya, dan pada saat
yang bersamaan, Ayana datang menghampiriku dengan tasnya.
“Ayana, tolong datang ke taman itu
sekitar jam setengah lima sore.”
“Di taman itu ... baiklah, aku
mengerti. Umm, jadi ini bukan kencan, ya?”
“Haha, aku minta maaf karena tidak
bisa memenuhi ekspektasi mu.”
“Itu sama sekali tidak benar.
Kalau begitu, aku akan datang pada waktu itu.”
“Ya.”
Setlah melihat punggung Ayana
saat dia meninggalkan kelas sambil melambaikan tangannya, aku menghembuskan
nafas lega.
Sekarang aku tidak bisa melarikan
diri setelah sudah membuat janji seperti ini ... Tapi sejak awal, aku tidak
pernah berniat untuk melakukannya. Keputusan untuk berbicara dengan Ayana
dengan jelas sudah bulat dalam pikiranku.
Setelah mampir ke toilet
sebentar, aku meninggalkan sekolah dan langsung pulang ke rumah.
Aku meletakkan tasku di sofa ruang
tamu dan menuju ke tempat kulkas, lalu mengambil botol jus dan meminumnya.
“... Puhha!”
Saat tenggorokanku terasa basah,
tubuhku merasakan sensasi dingin yang menyegarkan.
Setelah memastikan bahwa aku
masih punya waktu luang dengan melihat jam, aku kemudian menuju ke gudang.
“Wah ... Kupikir tempat ini
akan kotor karena debu, tapi rupanya cukup bersih. Mungkin karena ibu sering
membersihkannya kali ya?”
Karena tempat itu tidak terlalu
sering digunakan, aku sudah menyiapkan diri dengan kotoran dan debu yang cukup,
tetapi ternyata tempatnya lebih bersih dari yang kusangka.
Aku sebenarnya tidak tahu
tentang keberadaan gudang atau di mana barang-barang berada.
Namun, karena ikatan antara aku
dan Towa semakin kuat dalam arti sebenarnya, aku mulai memahami hal-hal seperti
ini.
“Oh, ada, ada.”
Sekarang aku mencari sesuatu—bola
sepak.
“Yo, sobat. Aku sudah meninggalkanmu
untuk waktu yang lama, ya.”
Seperti yang aku katakan pada
Towa di dalam mimpiku, aku hampir tidak memiliki pengalaman dalam sepak bola
... Namun, bola yang aku pegang sekarang terasa seperti teman seperjuangan yang
telah menemaniku selama bertahun-tahun.
“Baiklah, kalau begitu, ayo
pergi.”
Akhirnya, dengan memompa
semangat, aku meninggalkan rumah.
Saat aku berjalan sambil
membawa bola sepak di tangan, aku merasa sangat tenang dan bahkan tidak merasa
gugup sama sekali.
“........”
Tidak, mungkin bohong rasanya
kalau mengatakan kalau tidak ada ketegangan sama sekali.
Yah, aku hanya perlu melakukan
yang terbaik yang bisa kulakukan. Aku akan membantu Ayana untuk mengatasi
kegelapan yang ada di dalam hatinya, mengakhiri hubungan yang tidak jelas
antara kami, dan supaya kami benar-benar bisa bergerak maju satu sama lain…..
Itulah sebabnya aku pergi ke taman itu agar kami berdua bisa mengambil langkah
pertama.
▽▼▽▼
Setelah beberapa saat, aku
akhirnya sampai di taman.
Walaupun waktunya masih belum
pukul lima sore, hari ini aku tidak melihat orang lain kecuali beberapa orang
yang berjalan di jalan di luar taman.
Aku menempatkan bola sepak yang
kubawa di bawah semak-semak dan mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan
diri sebelum memandangi taman.
“... Tempat Towa ... bukan,
tempat dimana kami memulai semuanya.”
Ketika aku memejamkan mataku,
aku masih bisa mengingatnya seolah-olah seperti itu baru terjadi kemarin ...
Karena aku adalah Towa.
Pada salah satu hari libur, aku
merasa bosan di rumah dan pergi ke arcade yang dikelola oleh lelaki tua
kenalanku ... Dan di sinilah tempat aku bertemu dengan Ayana di taman ini
ketika aku melewatinya.
[Apa
yang kamu lakukan sendirian? Matamu sangat merah ... Apa kamu menangis!?]
Ketika aku melihat Ayana yang
mengangkat wajahnya dan berkata seperti itu, waktu kami dimulai dari sana.
Aku tidak mengerti pada saat
itu, tetapi sekarang aku mengerti.
“... Rupanya aku sudah menyukai
Ayana sejak saat itu.”
Apa ini yang disebut perasaan
jatuh cinta pada pandangan pertama? Mungkin agak berbeda, tapi dalam arti
tertentu, bertemu dengan Ayana seperti itu juga bisa dikatakan sebagai takdir.
“Kami sudah bersama-sama selama
bertahun-tahun sejak saat itu ... Dia selalu berada di sampingku apapun yang
terjadi.”
Apapun yang terjadi, Ayana
selalu berada di sampingku.
Bahkan sampai sekarang……. Dan
karena aku menginginkan hal tersebut di masa depan, dan untuk melangkah maju,
aku meluangkan waktu bersama Ayana seperti ini.
“Hanya beberapa menit lagi ...”
Hanya tinggal sedikit lagi
waktu untuk bertemu ... Aku mengeluarkan ponselku dan menelepon seseorang.
“Halo?”
“Ya, halo.”
“Towa?”
Aku menelepon Shu, dan tidak ada
yang ingin aku bicarakan dengannya ... Tapi ada satu hal yang ingin aku
beritahukan padanya sekarang.
“Maaf, Shu. Izinkan aku membatalkan
janji kita waktu itu—— Aku menyukai Ayana.”
“…..Eh?
Tunggu sebentar, Towa—”
Tanpa menunggu kata-kata
selanjutnya, aku memutus panggilan telepon tersebut. Pada saat yang bersamaan,
seseorang yang telah ditunggu akhirnya sudah muncul.
Ayana melihatku dari pintu
masuk taman dan berlari ke arahku dengan senyum bahagia di wajahnya.
“Maaf sudah membuatmu menunggu
lama, Towa-kun!”
Dia mengatakan itu dengan suara
ceria ketika berdiri di sampingku, aku merasa lega dan tidak bisa menahan
senyum di wajahku.
“Terima kasih, Ayana. Kamu
datang tepat waktu.”
“Jika Towa-kun yang memanggilku,
aku akan datang ke mana saja♪”
Dengan senyuman manis, Ayana
mendekat lagi.
Senyumannya selalu indah, dan
dengan diiringi sinar matahari yang terbenam, pemandangan itu terlihat seperti
sesuatu yang magis ... tetapi aku tahu—aku bisa melihatnya dengan jelas….Ayana
terlihat memaksakan senyumnya hari ini.
“Ayana.”
“Ya?”
Aku ingin tahu apa yang
menyebabkan dirinya memaksakan diri untuk tersenyum, jadi aku akan berbicara
dengannya. Namun, pada dasarnya, apa yang akan kukatakan padanya sama seperti
membantah segalanya tentang Ayana.
Aku takut apa yang akan dia
pikirkan tentang kata-kataku... tapi aku tidak punya niatan untuk mundur.
“Aku ingin berbicara dengan
Ayana sekali lagi. Tentang hal-hal penting ... tentang masa depan kita.”
“Masa depan kita ... hal-hal
penting? Apa maksudmu jangan-jangan...?”
Ayana menjadi malu dan gelisah
dengan kata-kataku yang jelas. Jika aku mengatakannya seperti ini, memang benar
kalau perkataanku tadi mungkin terlihat seperti pengakuan cinta atau sesuatu
yang mirip dengannya.
Tapi setelah meminta maaf padanya
di dalam hati, aku langsung menyelanya dan mulai berbicara.
“Akhir-akhir ini, aku terus
kepikiran dengan keadaamu, Ayana. Alasan di balik senyum yang kelihatan murung
pada saat-saat tertentu, dan alasan di balik senyum yang kelihatan sok kuat
bahkan ketika kamu sedang berpura-pura tersenyum seperti sekarang.”
“...Towa-kun?”
Ekspresi Ayana langsung berubah
dengan mudahnya.
Senyum manis yang dia tunjukkan
sebelumnya beberapa waktu yang lalu telah menghilang, digantikan dengan
kebingungan saat dia terus menatapku. Namun, aku tetap melihatnya dengan tegas
dan melanjutkan bicara tanpa mengalihkan pandangan.
“Ayana, kamu mungkin selalu
memendam sesuatu selama ini? Sesuatu yang seharusnya tidak perlu kamu pikul
sendiri... seperti kebencian dan kesedihan yang seharusnya menjadi milikku.”
“!?”
Mata Ayana membelalak seakan
berkata, 'Bagaimana kamu bisa tahu?’.
Reaksi tersebut membuktikan
bahwa dugaanku benar, dan itu juga membuktikan bahwa ingatan yang aku miliki
dan cerita yang aku dengar dari Towa benar adanya. Aku tidak salah dalam
menghubungkan petunjuk yang kumiliki mengenai dunia ini.
Setelah melihat perubahan jelas
pada wajah Ayana, aku ingin menghentikan pembicaraan ini dan segera memeluknya
dengan erat. Namun, aku memendam keinginan itu dan berkata,
“Dilihat dari reaksimu,
sepertinya dugaanku memang benar, ‘kan?”
“.........”
Ayana tidak menjawabku dan
masih menundukkan wajahnya.
Jika aku boleh jujur, mungkin
rasanya akan lebih mudah untuk menceritakan semuanya ... tetapi dari sudut
pandang mereka, tidak ada yang bisa
mereka lakukan jika diberitahu kalau dunia ini merupakan dunia game. Dan yang
terpenting, aku merasa tidak tepat untuk membicarakan hal-hal dari dunia yang
berbeda hanya karena itu adalah kenangan yang cuma diketahui oleh aku sendiri.
Ayana menunduk sejenak, tapi
kemudian dia menarik napas panjang.
Dan kemudian, dia meninggikan
suaranya dengan lantang seakan ingin membiarkan kata-katanya membawa
semangatnya.
“Itu bukanlah sesuatu yang bisa
diabaikan begitu saja... itu adalah sesuatu yang penting! Mereka mengatakan
hal-hal yang buruk tentang Towa-kun, ‘kan? Aku tidak bisa membiarkan hal
seperti itu terjadi ... Bagaimana bisa seseorang menahan diri setelah mendengar
orang yang dicintainya diucapkan hal-hal kejam seperti itu!?”
Pada dasarnya, Ayana tidak
terlalu sering berteriak dengan keras. Itu hanya terjadi ketika aku mengalami
sesuatu ... Yah, sebenarnya penting untuk menghindari situasi seperti itu, tapi
ketika aku menyelamatkan gadis kecil atau membantu Seina, aku membuat Ayana
khawatir dengan mempertaruhkan tubuhku.
Saat itu juga, dia menunjukkan
sifat yang berbeda dari biasanya, tetapi kali ini, perasaan Ayana jauh lebih
intens dari sebelumnya.
“Hatsune-san sudah berkata hal
buruk tentang Towa-kun! Kotone-chan juga mengatakan hal kurng ajar tentang
Towa-kun ketika dia bertemu denganmu! Bahkan ibuku juga melakukannya ... Dan!
Dan itu adalah karena kecerobohan Shu-kun menyebabkan kecelakaan itu terjadi,
tapi ia justru tertawa tentang itu !? Mana mungkin aku bisa memaafkan mereka
begitu saja!!”
“... Ayana.”
Dengan kemarahan yang kuat terpancar
di dalam matanya, Ayana seakan menatap seseorang selain diriku.
Mungkin darena dia berbicara
dengan sangat cepat, dia harus mengambil napas dan mengguncang bahunya, dan dia
terlihat sangat tegang sehingga dia mengeluarkan keringat dari dahinya.
Matanya yang menatapku
benar-benar dipenuhi dengan kemarahan, seperti yang dia katakan tadi ... Tapi
di atas semua itu, dia tampaknya membutuhkan bantuan dan matanya seperti anak kecil
yang hampir menangis.
“... Maafkan aku, Ayana.”
“Eh ...?”
Dia membelalak kaget ketika aku
tiba-tiba meminta maaf.
Tentu saja Ayana takkan
menyangka, mengapa aku harus meminta maaf dalam situasi seperti ini ... Pasti
ada alasan yang jelas mengapa aku melakukannya.
“Aku tidak pernah menyadarinya
sama sekali. Aku tidak menyadari hingga sekarang sampai kamu menjadi seperti
ini ... Sampai saat ini aku hanya menikmati kebahagiaan karena memilikimu di
sisiku, dan tidak pernah melihatmu sepenuhnya.”
Ini adalah kata-kata yang hanya
bisa diucapkan karena kedua jiwaku tumpang tindih dengan Towa.
Aku adalah Towa, dan Towa juga
adalah aku ... Oleh karena itu, masa lalu Towa juga masa laluku.
Ayana menggelengkan kepalanya
dan berkata bahwa itu tidak benar.
“T-Tidak, itu tidak benar!
Towa-kun selalu melihatku!”
Tidak, jelas-jelas aku tidak
melihatnya dengan karena sudah membuat ekspresi Ayana seperti ini.
Pada akhirnya aku menyadari
bahwa aku telah dimanjakan... Aku hanya merasa bahagia karena Ayana berada di
sisiku.
Orang yang hidup dengan ceria
tanpa menyadari kegelapan yang ada di dalam hati Ayana ... Itulah diriku.
“Ujung-ujungnya, aku sama
seperti Shu. Aku selalu memanfaatkan kebaikanmu.”
“Tidak! Towa-kun tidak sama
dengan cowok itu!”
Ayana terus menggelengkan kepalanya.
Sekarang, dia tidak lagi
tersenyum di sisiku seperti biasanya. Dia terus menolak kata-kata yang aku
ucapkan.
(Ini
sangat menyakitkan ... Aku tidak ingin melihat ekspresi Ayana yang seperti ini)
Rasa sakit itu sangat kuat
ssampai-sampai aku ingin berlari ke arahnya. Tapi sebelum aku melakukannya, Ayana
sudah melompat ke pelukanku.
“Tidak ... Bukan seperti itu
... Towa-kun itu ... Towa-kun itu!!”
Ayana yang menempelkan dahinya
di dadaku, mengangkat kepalanya dan terus melanjutkan kata-katanya seolah-olah
tidak memberiku kesempatan untuk berbicara.
“Kamu baik-baik saja ...
Towa-kun baik-baik saja! Biarkan aku menangani semuanya. Aku akan membuat
mereka menyesal ... Itu sebabnya... itulah sebabnya ...!”
Akhirnya, Ayana mengungkapkan
rencananya meskipun dia tidak menjelaskan secara detail. Meski demikian, hal
itu sudah menjelaskan bahwa dia akan bergerak diam-diam untuk membuat mereka
menyesal, termasuk Shu, sama seperti dalam skenario game.
“Akhirnya kamu mau berbicara
padaku juga, ya?”
“... Ah”
Mungkin Ayana sendiri juga tidak
tahu apa yang dia katakan.
Ayana pasti tidak akan
memberitahuku apa pun selanjutnya dan akan melaksanakan rencanya untuk
menyelesaikan semuanya sendiri. Tapi, ini belum berakhir.
Ayana pasti akan mencoba
meyakinkanku untuk ikut serta dalam rencananya ... Pada akhirnya, Ayana
memiliki kekuatan untuk bergerak seperti itu karena cintanya yang kuat dan
berat terhadapku ... Meskipun aku merasa malu mengatakannya, aku merasa senang.
“Karena aku tahu banget tentang
Ayana, kamu pasti tidak berniat untuk memberitahuku tentang semuanya, bukan?
Kamu akan melakukannya sendiri dan menanggung semuanya sendirian, dan tetap
berada di sisiku ... Apasti begitu, ‘kan?”
“... Mengapa”
Dia tampak terkejut dan
keheranan bagaimana aku bisa tahu tentang itu.
Tanpa mencoba untuk
menyembunyikan kebohonganku, aku terus berbicara dengan semangat.
“Ayana, kamu tidak perlu
melakukan itu segala.”
Pada saat aku mengucapkan
kata-kata itu, ekspresi Ayana berubah dari kaget menjadi putus asa.
Hal yang paling ditakuti Ayana adalah
penolakan dariku ... Dengan kata lain, ekspresinya yang sekarang mungkin karena
aku menolak apa yang dia coba lakukan.
Sambil mengelus kepala Ayana
yang tidak pernah menjauh dariku, aku menatap matanya dan menceritakan tentang
mimpiku.
“Tau enggak, hari ini, saat aku
tertidur di ruang UKS, aku bermimpi.”
“Mimpi...?”
“Ya. Aku bermimpi tentang masa
depan jika aku tidak melakukan apa-apa ... Ini adalah mimpi yang terlalu
nyaman, tapi aku melihat masa depan di mana Ayana akan menderita sendirian.”
“Itu ... Itu...”
Ayana tampak sangat terkejut.
Namun, yang mengejutkanku adalah bahwa dia tidak terlalu terganggu oleh mimpiku
dan bahkan tampak seperti memiliki pemikiran yang sama.
Aku merasa penasaran apakah dia
juga bermimpi tentang hal yang sama, jadi aku bertanya padanya.
“Mungkinkah kamu juga melihat
mimpi yang sama, Ayana?”
Aku tidak bisa membayangkan hal
semacam itu bisa terjadi tapi aku harus bertanya.
Setelah beberapa saat, Ayana
mengangguk dengan pasti.
(...
Memangnya hal seperti itu mungkin terjadi? Tapi mengingat betapa khawatirnya
aku ketika aku melihatnya setelah bangun tidur, itu sepertinya bukan
kebohongan.)
Ini mungkin merupakan salah
satu keajaiban yang membuka hati Ayana. Namun, sepertinya Ayana berpikir
berbeda... Pada saat ini, mungkin kata-kata semacam ini sedikit kasar, tapi
Ayana tetap keras kepala tidak peduli apa yang terjadi.
“Meski demikian…..walaupun aku
melihat mimpi seperti itu, itu takkan mengubah apapun! Tidak peduli seberapa
banyak aku menderita, aku hanya ingin hidup untuk Towa-kun... meskipun aku
menderita, selama Towa-kun bahagia, aku tidak keberatan sama sekali….bukannya
itu baik-baik saja?”
Ketika aku mendengar kata-kata
itu, ada sesuatu yang tersentak di dalam diriku.
Jika dipikir-pikir lagi... Tidak,
tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, aku tidak mempunyai alasan apapun
untuk marah pada gadis ini... Tapi untuk pertama kalinya, aku merasakan
kemarahan yang cukup besar terhadap Ayana.
“Sebelah manana bagian yang
baik tentang itu, Ayana ?!”
“!?”
Aku meletakkan tanganku di
kedua bahunya dan berteriak padanya.
Aku belum pernah membentar
sekeras ini kepada Ayana sebelumnya, dan pasti aku belum pernah menunjukkan
ekspresi yang sangat serius padanya.
Sebagai buktinya, Ayana
menatapku dengan ketakutan, tetapi aku terus berbicara tanpa henti, melepaskan
semua rasa frustrasi yang pernah aku rasakan.
“Memangnya ada seorang pria di
dunia ini yang bisa menahan diri melihat gadis yang dicintainya menderita? Dan
lebih parahnya lagi, gadis itu menderita karena kesalahannya sendiri? Cobalah
bayangkan jika posisinya terbalik. Jika aku berjuang untukmu dan akhirnya terluka,
bagaimana perasaanmu!?”
“It-Itu sih ...”
Ayana menunduk, mungkin
memahami apa yang aku rasakan.
…..Benar sekali, ‘kan? Ayana
pasti merasakan hal yang sama. Sikapnya membuktikan itu. Dia pasti akan mencoba
melakukan hal yang sama padaku.
Meskipun aku berbicara dengan
sekeras ini, Ayana tidak pernah melarikan diri dariku.
Karena kami belum pernah berbicara
seperti ini sebelumnya, Ayana mungkin tidak tahu harus berbuat apa dan hanya
terus berada di sisiku ... Mungkin itu juga karena dia memiliki kepercayaan
besar padaku.
“Maafkan aku kalau aku
tiba-tiba berbicara dengan keras. Tapi aku ingin mengatakannya ... Seriusan,
kamu sangat keras kepala ketika menyangkut diriku, Ayana. Itu membuatku senang,
tapi terkadang juga sangat menyulitkan.”
“Apa kamu tidak menyukainya?”
“Tidak, aku bahkan merasa
senang ketika gadis yang aku cintai sangat memikirkan tentangku.”
Aku masih terus mengelus kepalanya
dan meletakkan tanganku di bahu Ayana dengan lembut sambil terus menatapnya
lagi. Meskipun dia masih menangis, wajahnya menjadi lebih tenang setelah
percakapan tadi. Aku merasa bahwa ini saatnya untuk mengambil tindakan untuk
mewujudkan pembicaraanku dengan Towa.
“Ayana, aku ingin mengatasi
kesedihan yang aku rasakan di masa lalu di depanmu hari ini. Dan pada saat yang
sama, aku ingin kamu melangkah maju bersamaku—— bukan terjebak dalam masa lalu,
tapi melangkah menuju masa depan”
“Eh?”
Aku mengambil bola yang
disembunyikan di semak-semak dan menunjukkannya kepadanya.
Ayana tampak terkejut melihat
bola itu, dan aku hanya bisa tersenyum pahit. Aku tidak pernah menyentuh bola
sejak keluar dari rumah sakit, jadi mungkin itu juga menjadi alasan kenapa dia bisa
sekaget itu.
(Jujur
saja, aku bahkan tidak bisa membayangkan diriku bermain sepak bola ... Tapi sekarang
aku tahu apa yang harus kulakukan ... tidak, aku tahu apa yang ingin
kulakukan.)
Dari sana, aku hanya mengikuti
naluri dan memulai latihan.
Aku meletakkan bola di tanah
dan memulai trik dengan mudah seperti yang aku lakukan sebelumnya— seolah-olah
tubuhku masih ingat bagaimana cara melakukannya.
“Yah! Hup! Itu!”
Saat aku melakukan trik dengan
bola ini, aku jadi teringat…. pada saat pertama kali bertemu dengan Ayana.
Aku melakukan yang terbaik
untuk membuat Ayana merasa lebih baik ketika dia sedang sedih. Aku ingin
melihat senyumnya lagi—— senyum yang membuatku jatuh cinta padanya.
“... Aah ... hiks!”
Saat aku terus memainkan trik bola,
sekilas aku melihat Ayana menangis ... tapi air matanya tidak menunjukkan
kesedihan semata.
Lalu, aku melihat dia
tersenyum.
“….Fufu.”
Ayana menertawakanku.
“Ayana, apa kamu masih
mengingatnya? Ketika kamu hampir menangis dan aku mencoba membuatmu tersenyum
dengan trik bola ini….. Bagaimanapun juga, aku melakukannya karena aku ingin
melihatmu tersenyum!”
“Ya ... Ya! Tentu saja aku
ingat ... itu adalah saat kita bertemu, Towa-kun!”
Setelah mendengar balasan
Ayana, aku mengangguk sambil memainkan bola.
Ya, benar…. sejak saat itu,
waktu kami bersama akhirnya dimulai. Kita telah menghabiskan banyak waktu
bersama sejak saat itu. Tapi itu bukan akhir dari cerita kita. Aku tidak ingin
itu berakhir.
Kisah yang dimulai dengan
pertemuan kami akan terus berlanjut untuk selamanya... agar aku bisa terus
berjalan bersama dengan orang yang aku cintai!!
Aku berhenti memainkan bola dan
berdiri di depan gawang sepak bola. Aku memilih tempat ini untuk bertemu dengan
Ayana karena ini adalah tempat yang penuh kenangan dan ada gawang sepak bola di
sini.
Sepertinya tempat ini memanggil
kami untuk datang ke sini, tempat yang cocok untuk menjadi titik awal baru bagi
kami berdua.
“Aku memang masih merasakan
kesedihan dan kemarahan atas kecelakaan itu ... Tentu saja masih ada saat di
mana aku merenungi kenapa hal itu terjadi padaku.”
Kesedihan dan kemarahan yang
Towa rasakan masih terus membara di dalam diriku.
Tapi, bukannya itu sudah cukup,
meskipun kami tidak bisa mengubah masa lalu, kami bisa melewatinya, bukan? Ayo
buktikan bahwa kita bisa mengubah masa depan Ayana yang hancur dengan mudah.
Mari tunjukkan kepada dunia bahwa kami bisa melakukannya dengan penuh percaya
diri.
“Itulah sebabnya aku akan
melewatinya! Oleh karena itu Ayana, kita harus berhenti terjebak dalam masa
lalu. Mari kita melewatinya bersama-sama—— karena aku sudah baik-baik saja ...
jadi kamu tidak perlu memikul sesuatu demi diriku!”
“Towa-kun ...”
Sambil menerima tatapan Ayana
yang memperhatikanku dari belakang, aku menatap ke arah gawang.
“Huuh ...”
Aku mengambil napas dalam-dalam
dan berusaha untuk tenang.
Mungkin terdengar terlalu mudah
atau bahkan terlihat seperti hal yang sia-sia.
Tapi pertama-tama, aku harus
mengatasi perasaan negatif yang masih ada di dalam diriku ... karena ini adalah
perasaan yang hanya aku yang bisa mengatasinya.
(Dengan
satu tembakan, semuanya akan selesai... Ayo lakukan, Towa!)
Aku tidak tahu apakah semuanya
masih ada di dalam diriku, tapi aku merasakan bahwa ada seseorang yang
memberiku dukungan.
Aku mengayunkan kakiku dan
menendang bola dengan sekuat tenaga ke arah gawang.
Bola yang dihempaskan dengan
lurus langsung menuju gawang dan dengan suara keras menghantam jaring.
Sensasi ini yang dirasakan
setelah sekian lama ... itu sangat menyenangkan dan sekaligus memberi rasa lega
seperti sesuatu yang telah terpecahkan.
“Bisa dibilang ini tembakan
bagus.”
Aku mengangguk sendiri dengan
penuh keyakinan. Itu adalah tembakan yang bagus.
Saat aku sedang memuji diriku
sendiri, Ayana memelukku dari belakang dan memelukku erat-erat.
Bagiku yang sedang tengah meresapi
kebahagiaan mencetak gol, kejutan tiba-tiba ini sedikit membuatku kaget, tetapi aku segera merasa penuh kasih sayang
terhadapnya.
“... Aku sangat senang melihat
Towa-kun bermain sepak bola lagi. Kupikir aku tidak akan bisa melihatmu bermain
lagi, jadi ini adalah hal yang sangat menyenangkan. Aku sangat menyukai Towa-kun
yang bermain sepak bola.”
“Aku juga merasakan hal yang
sama ... Aku merasa sedang melihat Ayana dan ibu menggunakan megafon untuk
mendukungku.”
Sambil mengingat-ingat masa lalu,
aku melepaskan tangannya yang melingkar di perutku. Kemudian aku berbalik
menghadapi Ayana dan memeluknya kuat seperti sebelumnya.
(….Rasanya
sungguh membahagiakan sekali. Rasanya luar biasa memiliki orang yang dicintai
dalam pelukanku.)
Setelah beberapa saat
memeluknya, aku kembali menatap matanya.
“Seperti yang sudah kubilang
tadi, aku sudah baik-baik saja sekarang. Aku sudah mengucapkan selamat tinggal
pada masa lalu yang menyedihkan dan pahit.”
“.........”
“Jadi, Ayana, izinkan aku
mengatakannya lagi ... kamu tidak perlu memikul beban apa pun. Kamu benar-benar
tidak perlu memikulnya.”
“Tapi ...”
Meskipun aku sudah
mengatakannya berkali-kali, dia masih belum bisa menerimanya. Seperti yang kupikirkan
sebelumnya, dia terlalu keras kepala.
Aku merasa seperti protagonis
yang sedang mencoba untuk menaklukkan seorang gadis yang keras kepala. Sambil
tersenyum pahit, aku tetap serius dalam memberikan kata-kata dukungan kepada
Ayana.
“Bahkan jika aku memberitahumu
untuk jangan memikulnya, Ayana selalu seperti itu. Aku tahu kalau itu bukanlah
sesuatu yang bisa kamu buang begitu saja. Oleh karena itu, aku tidak akan
menyangkal perasaanmu ... Aku akan selalu ada di sampingmu untuk membantumu
menyembuhkan perasaanmu.”
“Towa-kun ...”
“Jadi, aku akan mengajarkan
pada Ayana bahwa kita tidak memerlukan rasa benci atau kesedihan dari masa
lalu. Jika salah satu dari kita bahagia dan yang lainnya tidak, itu bukanlah
cara yang benar…..Kita harus bahagia bersama-sama.”
“!!!!”
Ya, tidak ada artinya jika
hanya ada satu orang saja yang bahagia.
Jika kamu menginginkan
kebahagiaan pasanganmu, kamu harus bahagia terlebih dahulu ... kupikir dengan
begitu, kita bisa bahagia bersama-sama dan masa depan di mana kita saling bergandengan
tangan dalam artian sebenarnya akan tiba.
“Aku memanggil Ayana hari ini
karena aku ingin membicarakan hal itu. Dan ada satu lagi hal yang ingin aku
sampaikan padamu.”
“... Apa ada sesuatu yang lebih
dari ini?”
“Tentu saja ada ... Oh, tapi
mungkin hal ini yang lebih penting?”
Meskipun aku belum mendengar
jawaban dari Ayana, aku akan memberitahunya tentang apa yang akan aku sampaikan
sekarang dan membiarkannya memutuskan.
Apa yang akan aku sampaikan
sekarang adalah hal yang diperlukan untuk mengakhiri hubungan kita yang ambigu
dan untuk melanjutkan ke masa depan.
“Umm ... itu ... ya ...”
Lah, kenapa aku malah merasa
malu-malu sekarang?
Aku sudah sering memeluk Ayana
seperti ini dan mengatakan hal-hal memalukan berkali-kali ... Aku bahkan sudah melakukan
hubungan seks dengannya, jadi mengapa aku malah merasa ragu-ragu sekarang?
Setelah mengambil napas
dalam-dalam sekali lagi, aku mengatakan kata-kata itu.
“Kalau dipikir-pikir lagi, aku
tidak pernah mengatakannya dengan jelas, ‘kan? Kita hanya terlibat dalam
hubungan yang tidak jelas dan hanya mengikuti arus saja. Jadi izinkan aku
mengatakannya ... Aku mencintaimu, Ayana.”
“... Ah.”
Sejujurnya, bagian dariku ingin
mengeluh tentang Towa yang asli.
Pada awalnya, kami hanya
mengikuti situasi tanpa saling mengungkapkan perasaan ... Tentu saja, aku
sering mengatakan bahwa aku mencintainya, tetapi itu hanya kata-kata yang terus
diucapkan tanpa arah yang jelas.
Itulah sebabnya, aku memutuskan
untuk memberikan pengakuan cinta yang sebenarnya.
Inilah jawaban yang kudapatkan
setelah memikirkan bagaimana melewati masa lalu dan melanjutkan ke depan.
“... Towa-kun.”
“Ya.”
“Towa-kun benar-benar orang
yang misterius banget.”
Ketika Ayana mengucapkan
kata-kata itu, dia menempelkan dahinya ke dadaku lagi. Kekuatan pelukannya menjadi
semakin kuat, dan aku bisa merasakan perasaannya yang kuat.
“Sejujurnya ... Aku tidak
pernah menyangka akan jadi seperti ini. Tidak hanya menyadari hal-hal yang
sudah aku pendam selama ini, tapi kamu juga menunjukkan kepadaku apa yang ingin
kulihat lagi, dan bahkan memberikan kata-kata yang paling aku inginkan.”
Ayana mengangkat wajahnya dan
terus berbicara sambil menatap lurus ke arahku.
“Towa-kun, aku ini gadis yang
sangat jahat. Aku ingin membuat mereka menyesal selamanya, dan setelah
mengetahui perasaan Shu-kun, kupiki aku akan memanfaatkan perasaannya untuk
memulai balas dendam ...Aku bahkan mencoba menggunakan orang yang tidak
berhubungan dengan kita sebagai umpan. Tapi aku adalah gadis gampangan sehingga
aku mudah terpengaruh oleh satu kata dari Towa-kun. ...... Meskipun aku seperti
itu, apa Towa-kun—”
“Aku tetap mencintaimu. Aku
mencintai setiap bagian dari dirimu. Aku bisa mengatakannya berulang kali ... Aku
mencintaimu sepenuh hati, Ayana.”
Setelah aku mengatakan itu
dengan tegas, Ayana mengangguk sebagai tanggapan.
“Aku juga mencintaimu, Towa-kun.
Aku sangat mencintaimu sampai-sampai aku tidak ingin berpisah denganmu sama
sekali. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak peduli jika dianggap sebagai gadis
yang terlalu serius, hal itu menunjukkan seberapa besar aku mencintaimu.”
Bersamaan dengan kata-kata
tulus yang disampaikan oleh Ayana, hatiku dipenuhi dengan rasa kebahagiaan.
Meskipun kami sudah saling
mengungkapkan perasaan kami satu sama lain berkali-kali sebelumnya, kata-kata
yang kami ucapkan kali ini jelas memiliki arti yang berbeda dari sebelumnya.
Ketika aku menatap Ayana dengan
penuh perhatian, dia dengan lembut menutup matanya.
Seakan menanggapi permintaan
tersebut, aku mendekatkan wajahku dan mencium bibir Ayana.
“Ayana ...”
“Towa-kun ...”
Setelah memisahkan wajah kami sejenak
dan menyebutkan nama satu sama lain, kami berciuman sekali lagi.
“Rasanya asin ya ...”
“Karena aku habis menangis
tadi. Jadi tolong tahanlah dulu.”
Apa dia akan tersinggung jika
aku mengatakan akalau air mata seorang gadis masih terasa lezat meskipun
rasanya asin ......?
Aku hendak melempar lelucon
agar suasananya tidak terlalu serius melulu, tapi aku berhasil menahan diri
untuk tidak melakukannya.
“Siapa sangka kalau ciuman bisa
membuat kita merasa begitu bahagia."
“Ya, benar. Aku sudah merasakannya
sejak dulu, tapi ciuman kali ini jauh lebih bahagia daripada sebelumnya."
Aku mengangguk setuju dengan
ucapannya.
Sekarang, hanya ada satu hal
lagi yang harus aku katakan ... aku harus mengatakannya.
“Ayana ...”
“Ya?”
“Apa kamu mau menjadi pacarku?
Aku ingin kamu tetap berada di sisiku selamanya.”
“Ya. Aku juga ingin berpacaran
denganmu, Towa-kun ... Aku ingin tetap berada di sisimu selamanya.”
Jika sudah menyampaikan apa
yang aku rasakan, maka aku juga perlu menanyakan hal itu juga.
Setelah mendengar jawaban
Ayana, aku menghembuskan napas lega yang jelas.
Meskipun jika hubungan di
antara kami menjadi renggang karena percakapan ini, kami mungkin tidak dapat
diperbaiki lagi, tapi apakah ini seperti jalan keluar yang sudah diatur sejak
awal antara aku dan Ayana? Tapi itu tidak masalah... Aku sudah merasa sangat
puas dengan situasi saat ini.
“Ayo kita duduk di bangku
sebentar. Aku merasa sedikit lelah.”
“Ah... ya, sebaiknya kita istirahat
sebentar.”
Aku mengajak Ayana ke bangku
yang pernah kami gunakan sebelumnya. Meskipun hari sudah semakin gelap, Ayana
sepertinya tidak berniat untuk pergi begitu saja. Sebagai buktinya, begitu kami
duduk di bangku, Ayana langsung memeluk lenganku erat-erat.
(…Rasanya
sungguh melegakan. Bisa bersama Ayana seperti ini...)
Meskipun aku merasa lega,
tetapi jika aku memikirkan hal-hal yang terjadi sebelumnya, aku merasa bahwa
masa depan akan menjadi sulit. Namun, aku yakin bahwa aku bisa menghadapi
semuanya selama Ayana berada di sisiku.
“....Towa-kun.”
“Ya?”
“Eh, ada apa?”
“Ah, maaf, aku terlalu terbiasa
menggunakan bahasa sopan.”
“Fufufu♪”
Meskipun tidak baik untuk
terlalu fokus pada pemikiran sendiri sambil ada seseorang yang duduk di
sampingmu, aku berharap bisa diberi kesempatan untuk melakukannya sekarang.
Ayana menempatkan tangannya di
mulutnya dan tersenyum kecil, lalu berkata sesuatu.
“Meskipun hari sudah semakin
gelap, ...itu, umm, aku ingin menciummu lagi.”
“.......”
“Enggak boleh… ya?”
“Kata siapa engghak boleh.”
“Towa-kun, kamu tidak bisa
bicara dengan benar!”
Ahhh duhh! Itu menunjukkan
seberapa gembiranya aku!
Sebagai tanggapan atas
permintaan Ayana, aku menciumnya lagi. Kami saling mendekatkan bibir kami satu
sama lain meskipun ada jarak di antara kami.
“Terima kasih banyak...hehehe.”
“Kamu tuh sangat menggemaskan
sekali, sih.”
Bagiku, Ayana sejak awal adalah
gadis yang imut, cantik, dan menawan.
Namun, gadis yang duduk di
depanku sekarang tampak lebih menarik daripada sebelumnya... Aku tidak pernah
menyangka kalau pandanganku bisa berubah drastis hanya dengan satu langkah
mengubah hubungan kami menjadi lebih serius. Meskipun aku khawatir jika
perasaanku yang sangat menyukai Ayana terlihat jelas di wajahku, tetapi aku
merasa sangat bersyukur bisa merasakan kebahagiaan ini.
Namun... ada satu hal yang
membuatku khawatir.
(Hampir
sama seperti di dalam game, di dunia ini Ayana berusaha membuat Shu dan yang
lainnya menderita dalam kegelapan.... Tapi apa dia benar-benar bisa
melakukannya sendirian?)
Ayana lah orang yang menugaskan
para pria yang akan merebut heroine dari karakter utama…...Hal itu disebutkan
dengan benar di fan disc, tetapi sulit membayangkan Ayana sendirian bisa
mempersiapkannya, tidak peduli seberapa besar permainannya.......Tapi yah, tidak
ada gunanya memikirkannya sekarang.
“Towa-kun.”
“Ya?”
Aku menoleh ke arahnya ketika
namaku dipanggil oleh Ayana.
Dia mengalihkan pandangannya
dariku dan melihat ke langit, wujudnya terlihat indah seperti dewi bulan, spandanganku
tidak bisa terlepas dari sosoknya.
Walaupun kami bertemu di sini
pada sore hari, area di sekitar mulai sudah mulai gelap. Meskipun sekarang
sudah waktunya untuk pulang, tetapi aku ingin berbicara dengannya sedikit lebih
lama lagi.
“Towa-kun, kamu menyebut kalau
cara yang aku gunakan untuk mencapai tujuanku itu merupakan metode yang
mengerikan. Sejujurnya, aku juga berpikiran demikian... Karena aku mencoba
membuat Shu-kun merasa putus asa, membuatnya menyaksikan orang-orang yang dekat
dengannya kehilangan martabat mereka, dan membuatnya berpikir bahwa pada
akhirnya, aku tidak bersamanya sejak awal.”
“…………”
Rasanya aneh mendengarnya
langsung dari mulutnya.
Meskipun apa yang dia katakan
memiliki konsekuensi yang kejam, suasana yang menyelimutinya terlalu lembut
sehingga tidak menimbulkan rasa takut... Hal ini karena aku memiliki firasat
bahwa Ayana tidak akan melakukannya lagi.
“Bahkan sekarang, aku masih
merasa tidak bisa memaafkan orang-orang itu... tapi karena Towa-kun mendekatkan
diri padaku, dan mengatakan kalau kita harus maju bersama-sama, aku akan
berusaha yang terbaik untuk mengatasinya.”
“Ayana...”
“Dari awal... Aku tidak harus
menghadapinya sendirian sejak awal. Namun, aku selalu berpikir itu sangat aneh.
Meskipun aku memahami kalau aku mencoba melakukan sesuatu yang mengerikan...
Aku sangat yakin bahwa aku bisa melakukannya. Entah bagaimana aku tahu bahwa
aku pasti akan bisa membalas dendam kepada mereka.”
“Begitukah.....”
“Ya ... itu benar-benar aneh.”
Mungkin itu kehendak dunia yang
dianut Ayana.
Tapi bagaimanapun juga, itu adalah
kenyataan karena kami hidup di dunia ini...itulah sebabnya kami bisa mengubah
masa depan sebanyak yang kami mau dengan berbicara seperti ini.
“Ayana adalah pacarku ...
pacarku, ya?”
Namun sekali lagi, aku tidak
bisa menahan seringaiku ketika menyadari hubungan yang kami miliki sekarang.
Ayana yang tertawa di sebelahku,
menyolek pipiku dengan jari telunjuknya seraya berkata.
“Aku juga merasa senang, jadi
tolong tahan dirimu. Kalau tidak, pipiku akan menjadi kendur dan tidak bisa
kembali seperti semula.”
“Ayana sih enak. Wajahmu sangat
imut bahkan ketika sedang melakukan itu.”
“Oh, kalau kamu mengatakan itu,
Towa-kun juga masih kelihatan keren, jadi rasanya tidak adil.”
“...hahaha.”
“...fufu”
Dan begitu saja, tanpa alasan
yang jelas, kami saling tertawa satu sama lain.
Benar-benar... Ini benar-benar
perasaan yang bagus.
Meskipun aku masih bersama Ayana
seperti biasanya, tapi ada kesegaran dalam keintiman yang kami rasakan.
Sambil melihat langit yang
masih sedikit merah, aku berbisik pelan.
“....Kira-kira apa aku bisa
merasa lega untuk sementara waktu dengan ini... Fiuh.”
Mungkin Aynaa belum sepenuhnya
bisa memahami seperti diriku... tapi sekarang sudah cukup baik.
Aku mengucapkan itu tanpa sadar
dan suaraku juga sangat kecil.
Namun Ayana sepertinya mendengarnya
dengan jelas.
“Kamu tidak perlu khawatir. Aku
tidak akan melakukan hal bodoh seperti melakukan sesuatu setelah orang yang
kucintai mengetahui rencanaku.”
“Jadi jika aku tidak
mengetahuinya, kamu akan melakukan sesuatu, ‘kan?”
“Tentu saja. Itu menunjukkan
betapa kuatnya perasaanku!”
….Kugh, meskipun dia mengatakan
hal yang sangat berbahaya, dia jadi terlihat sangat menggemaskan karena aku
merasa tenang bahwa semuanya sudah baik-baik saja sekarang.
“Dasar kamu setan kecil yang
suka iseng.”
“Fufufu, jika kamu tidak
menghukumku, aku mungkin akan melakukan sesuatu, loh?”
“.............”
Dia terlihat sangat
menggemaskan hingga aku merasa kehabisan kata-kata.
Setelah saling menatap dan
berciuman satu sama lain sekali lagi, kami pun berdiri untuk pulang.