[LN] Anti-NTR Jilid 2 Bab 6 Bahasa Indonesia

 Chapter 6

 

“...Ayana?”

Ketika tiba-tiba terbangun dan duduk, aku langsung memanggil namanya.

Untuk beberapa alasan, aku merasa seperti dia meminta bantuan dariku ... aku merasa dia memanggilku untuk membantunya. Namun, orang yang menyambutku ketika aku terbangun bukanlah Ayana, melainkan guru UKS.

“Ara, apa kamu merasa kecewa karena sensei bukan Otonashi-san?”

“Eh ... bukan begitu masalahnya ..."

“Haha, Sensei hanya bercanda, kok. Tapi sepertinya kondisimu membaik ya? Raut wajahmu juga terlihat lebih baik daripada saat kamu datang kemari.”

“Mungkin aku hanya kelelah saja. Seperti yang Sensei lihat, aku sudah baik-baik saja sekarang.”

Aku menunjukkan pose otot dan guru UKS itu tertawa.

Namun, ketika aku menoleh untuk melihat jam— Aku dibuat terkejut  karena beberapa jam telah berlalu sejak aku datang ke ruang UKS dan sekarang sudah saat istirahat makan siang.

“Sepertinya aku tidur cukup lama ya.”

“Setiap kali aku melihatmu, kamu terlihat sangat imut saat tidur. Bagiku itu sangat menyenangkan, loh? Dan jangan lupa untuk mengucapkan terima kasih pada Otonashi-san dengan benar dan tunjukkan padanya keadaanmu yang sehat untuk segera meyakinkannya. Karena dia datang ke sini setiap saat selama waktu istirahat.”

“Baiklah, aku mengerti.”

Ayana sampai segitunya ... memang benar karena keadaanku tiba-tiba menjadi buruk. Sepertinya dia sangat khawatir tentangku.

Setelah mengucapkan terima kasih kepada guru UKS lagi, ketika aku mencoba meninggalkan ruang UKS, pintu terbuka dengan keras.

“Ah ...”

“Ah ...”

Kami saling menatap dan membeku.

Orang yang membukakan pintu dan muncul adalah Ayana— meskipun waktu istirahat baru saja dimulai, sepertinya dia datang untuk melihatku sebelum makan siang.

“Towa-kun!”

“Upsss.”

Dia langsung memelukku dengan kekuatan yang cukup untuk memberikan guncangan yang kuat. Sambil merasakan aura guru UKS yang tersenyum-senyum dari belakang, aku meletakkan tanganku di bahunya dan Ayana mengangkat kepalanya. Tapi kemudian, aku menyadari sesuatu saat itu.

“Ayana ... apa ada yang salah?”

Ayana membuka matanya lebar-lebar saat aku bertanya begitu.

Reaksinya itu jelas-jelas menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah, tapi aku merasa tahu apa yang akan dia katakan selanjutnya.

Mungkin dia akan mengatakan bahwa——tidak ada sesuatu yang salah.

“Fufu, tidak ada sesuatu yang salah kok? Aku hanya terlalu khawatir tentangmu, Towa-kun ♪"

Jawabannya sama persis seperti yang sudah kuduga, dan aku bisa merasakan bahwa bahkan senyum yang dia tunjukkan itu hanyalah kepalsuan belaka.

(... Apa ini celah di hati Ayana yang Towa bicarakan? Yah tidak masalah, aku tinggal berbicara seriusa saja nanti dengan Ayana.)

Aku ingat semuanya dari mimpiku ketika bertemu dengan Towa. Meskipun mungkin itu hanya khayalanku saja, tapi aku merasa bahwa mimpi tersebut merupakan kenyataan.

“Kalian berdua bisa bermesraan sepuasnya, tapi jangan lupa untuk makan siang ya ~?”

“Oh, ya.”

“Maaf.”

Kami melepaskan pelukan kami dan meninggalkan ruang UKS. Seperti yang diharapkan, tindakan Ayana sedikit mereda di koridor sekolah, tapi kami saling tersenyum setiap kali kami saling melihat.

Ya, itu benar ... aku harus melindungi senyumannya ini.

Bukan senyuman palsu yang berusaha menutupi sesuatu, atau senyuman yang berusaha menunjukkan ketangguhannya. Aku harus melindungi senyuman murni ini di masa depan ... Itulah sebabnya, aku harus berbicara dengan Ayana.

“Hey, Ayana, bisakah aku meminta waktumu setelah sepulang sekolah hari ini?”

“Aku tidak keberatan, kok?! Jika itu demi Towa-kun, aku akan menyediakan waktu sebanyak yang kamu inginkan ♪”

“Haha, terima kasih Ayana.”

Setelah berhasil membuat janji dengan Ayana setelah sepulang sekolah, kami berdua kembali ke kelas. Begitu aku memasuki ruang kelas, teman-teman sekelas mendekat dan mengajakku bicara, jadi meskipun aku merasa bersalah karena membuat mereka khawatir, aku merasa senang karena begitu banyak orang yang peduli denganku.

Aisaka langsung datang untuk menanyakan kabarku, dan juga mengajakku bicara. Namun…. aku merasa sedikit penasaran ketika melihat ekspresi Ayana yang mengarahkan pandangan tajamnya pada Shu, jadi aku memutuskan untuk tidak bertanya apa-apa.

“Oh, Yukishiro, akhirnya kamu sudah kembali. Aku mendengar kamu sedang tidak enak badan, jadi aku khawatir tentangmu.”

“Aku baik-baik saja sekarang!”

“Baiklah, mengerti. Jangan khawatir tentang tugas hari ini dan nikmati pelajaran dengan tenang.”

Aku menertawakan diriku sendiri karena berpikir bahwa itu sama saja dengan mengizinkanku untuk tidur di kelas. Teman-teman sekelas yang lainnya ikut tertawa melihat percakapanku dengan Sensei dan jam pelajaran berjalan seperti biasa.

(... Sudah kuduga, bisa membenamkan diri dalam pikiranku seperti ini membuatku memikirkan berbagai hal. Sepertinya aku semakin menyatu dengan jiwa Towa.)

Sejak awal, aku tidak merasa aneh hidup sebagai Towa ... Tapi seperti yang dikatakan Towa dalam mimpiku, aku hampir sepenuhnya menetap di dunia ini sebagai Towa.

Mungkin pertemuan dalam mimpi itu adalah dorongan terakhir yang aku butuhkan.

Aku sedikit khawatir apakah aku akan bangun lagi sebagai Towa setelah bermimpi, tapi rupanya itu hanya kekhawatiran yang tidak perlu ... Sekarang aku hanya perlu mencari masa depan yang terbaik untuk diriku sendiri.

(Demi bisa melangkah maju, aku harus memperjelas hubungan samar antara diriku dan Ayana ... tolong pinjamkan aku kekuatanmu, Towa.)

Setidaknya, aku masih bisa meminta sebanyak itu, iya ‘kan?

Mungkin suaraku takkan tersampaikan kepadanya lagi, tapi entah kenapa aku merasa hatiku menghangat, dan aku tertawa kecil seraya merasa lega.

Waktu berlalu dengan cepat setelah itu, dan sudah waktunya sepulang sekolah.

Ketika aku sedang mengemasi barang-barangku, Iori muncul di kelas dan membawa Shu bersamanya, dan pada saat yang bersamaan, Ayana datang menghampiriku dengan tasnya.

“Ayana, tolong datang ke taman itu sekitar jam setengah lima sore.”

“Di taman itu ... baiklah, aku mengerti. Umm, jadi ini bukan kencan, ya?”

“Haha, aku minta maaf karena tidak bisa memenuhi ekspektasi mu.”

“Itu sama sekali tidak benar. Kalau begitu, aku akan datang pada waktu itu.”

“Ya.”

Setlah melihat punggung Ayana saat dia meninggalkan kelas sambil melambaikan tangannya, aku menghembuskan nafas lega.

Sekarang aku tidak bisa melarikan diri setelah sudah membuat janji seperti ini ... Tapi sejak awal, aku tidak pernah berniat untuk melakukannya. Keputusan untuk berbicara dengan Ayana dengan jelas sudah bulat dalam pikiranku.

Setelah mampir ke toilet sebentar, aku meninggalkan sekolah dan langsung pulang ke rumah.

Aku meletakkan tasku di sofa ruang tamu dan menuju ke tempat kulkas, lalu mengambil botol jus dan meminumnya.

“... Puhha!”

Saat tenggorokanku terasa basah, tubuhku merasakan sensasi dingin yang menyegarkan.

Setelah memastikan bahwa aku masih punya waktu luang dengan melihat jam, aku kemudian menuju ke gudang.

“Wah ... Kupikir tempat ini akan kotor karena debu, tapi rupanya cukup bersih. Mungkin karena ibu sering membersihkannya kali ya?”

Karena tempat itu tidak terlalu sering digunakan, aku sudah menyiapkan diri dengan kotoran dan debu yang cukup, tetapi ternyata tempatnya lebih bersih dari yang kusangka.

Aku sebenarnya tidak tahu tentang keberadaan gudang atau di mana barang-barang berada.

Namun, karena ikatan antara aku dan Towa semakin kuat dalam arti sebenarnya, aku mulai memahami hal-hal seperti ini.

“Oh, ada, ada.”

Sekarang aku mencari sesuatu—bola sepak.

“Yo, sobat. Aku sudah meninggalkanmu untuk waktu yang lama, ya.”

Seperti yang aku katakan pada Towa di dalam mimpiku, aku hampir tidak memiliki pengalaman dalam sepak bola ... Namun, bola yang aku pegang sekarang terasa seperti teman seperjuangan yang telah menemaniku selama bertahun-tahun.

“Baiklah, kalau begitu, ayo pergi.”

Akhirnya, dengan memompa semangat, aku meninggalkan rumah.

Saat aku berjalan sambil membawa bola sepak di tangan, aku merasa sangat tenang dan bahkan tidak merasa gugup sama sekali.

“........”

Tidak, mungkin bohong rasanya kalau mengatakan kalau tidak ada ketegangan sama sekali.

Yah, aku hanya perlu melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan. Aku akan membantu Ayana untuk mengatasi kegelapan yang ada di dalam hatinya, mengakhiri hubungan yang tidak jelas antara kami, dan supaya kami benar-benar bisa bergerak maju satu sama lain….. Itulah sebabnya aku pergi ke taman itu agar kami berdua bisa mengambil langkah pertama.

 

▽▼▽▼

 

Setelah beberapa saat, aku akhirnya sampai di taman.

Walaupun waktunya masih belum pukul lima sore, hari ini aku tidak melihat orang lain kecuali beberapa orang yang berjalan di jalan di luar taman.

Aku menempatkan bola sepak yang kubawa di bawah semak-semak dan mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri sebelum memandangi taman.

“... Tempat Towa ... bukan, tempat dimana kami memulai semuanya.”

Ketika aku memejamkan mataku, aku masih bisa mengingatnya seolah-olah seperti itu baru terjadi kemarin ... Karena aku adalah Towa.

Pada salah satu hari libur, aku merasa bosan di rumah dan pergi ke arcade yang dikelola oleh lelaki tua kenalanku ... Dan di sinilah tempat aku bertemu dengan Ayana di taman ini ketika aku melewatinya.

[Apa yang kamu lakukan sendirian? Matamu sangat merah ... Apa kamu menangis!?]

Ketika aku melihat Ayana yang mengangkat wajahnya dan berkata seperti itu, waktu kami dimulai dari sana.

Aku tidak mengerti pada saat itu, tetapi sekarang aku mengerti.

“... Rupanya aku sudah menyukai Ayana sejak saat itu.”

Apa ini yang disebut perasaan jatuh cinta pada pandangan pertama? Mungkin agak berbeda, tapi dalam arti tertentu, bertemu dengan Ayana seperti itu juga bisa dikatakan sebagai takdir.

“Kami sudah bersama-sama selama bertahun-tahun sejak saat itu ... Dia selalu berada di sampingku apapun yang terjadi.”

Apapun yang terjadi, Ayana selalu berada di sampingku.

Bahkan sampai sekarang……. Dan karena aku menginginkan hal tersebut di masa depan, dan untuk melangkah maju, aku meluangkan waktu bersama Ayana seperti ini.

“Hanya beberapa menit lagi ...”

Hanya tinggal sedikit lagi waktu untuk bertemu ... Aku mengeluarkan ponselku dan menelepon seseorang.

“Halo?”

“Ya, halo.”

“Towa?”

Aku menelepon Shu, dan tidak ada yang ingin aku bicarakan dengannya ... Tapi ada satu hal yang ingin aku beritahukan padanya sekarang.

“Maaf, Shu. Izinkan aku membatalkan janji kita waktu itu—— Aku menyukai Ayana.”

“…..Eh? Tunggu sebentar, Towa—”

Tanpa menunggu kata-kata selanjutnya, aku memutus panggilan telepon tersebut. Pada saat yang bersamaan, seseorang yang telah ditunggu akhirnya sudah muncul.

Ayana melihatku dari pintu masuk taman dan berlari ke arahku dengan senyum bahagia di wajahnya.

“Maaf sudah membuatmu menunggu lama, Towa-kun!”

Dia mengatakan itu dengan suara ceria ketika berdiri di sampingku, aku merasa lega dan tidak bisa menahan senyum di wajahku.

“Terima kasih, Ayana. Kamu datang tepat waktu.”

“Jika Towa-kun yang memanggilku, aku akan datang ke mana saja♪”

Dengan senyuman manis, Ayana mendekat lagi.

Senyumannya selalu indah, dan dengan diiringi sinar matahari yang terbenam, pemandangan itu terlihat seperti sesuatu yang magis ... tetapi aku tahu—aku bisa melihatnya dengan jelas….Ayana terlihat memaksakan senyumnya hari ini.

“Ayana.”

“Ya?”

Aku ingin tahu apa yang menyebabkan dirinya memaksakan diri untuk tersenyum, jadi aku akan berbicara dengannya. Namun, pada dasarnya, apa yang akan kukatakan padanya sama seperti membantah segalanya tentang Ayana.

Aku takut apa yang akan dia pikirkan tentang kata-kataku... tapi aku tidak punya niatan untuk mundur.

“Aku ingin berbicara dengan Ayana sekali lagi. Tentang hal-hal penting ... tentang masa depan kita.”

“Masa depan kita ... hal-hal penting? Apa maksudmu jangan-jangan...?”

Ayana menjadi malu dan gelisah dengan kata-kataku yang jelas. Jika aku mengatakannya seperti ini, memang benar kalau perkataanku tadi mungkin terlihat seperti pengakuan cinta atau sesuatu yang mirip dengannya.

Tapi setelah meminta maaf padanya di dalam hati, aku langsung menyelanya dan mulai berbicara.

“Akhir-akhir ini, aku terus kepikiran dengan keadaamu, Ayana. Alasan di balik senyum yang kelihatan murung pada saat-saat tertentu, dan alasan di balik senyum yang kelihatan sok kuat bahkan ketika kamu sedang berpura-pura tersenyum seperti sekarang.”

“...Towa-kun?”

Ekspresi Ayana langsung berubah dengan mudahnya.

Senyum manis yang dia tunjukkan sebelumnya beberapa waktu yang lalu telah menghilang, digantikan dengan kebingungan saat dia terus menatapku. Namun, aku tetap melihatnya dengan tegas dan melanjutkan bicara tanpa mengalihkan pandangan.

“Ayana, kamu mungkin selalu memendam sesuatu selama ini? Sesuatu yang seharusnya tidak perlu kamu pikul sendiri... seperti kebencian dan kesedihan yang seharusnya menjadi milikku.”

“!?”

Mata Ayana membelalak seakan berkata, 'Bagaimana kamu bisa tahu?’.

Reaksi tersebut membuktikan bahwa dugaanku benar, dan itu juga membuktikan bahwa ingatan yang aku miliki dan cerita yang aku dengar dari Towa benar adanya. Aku tidak salah dalam menghubungkan petunjuk yang kumiliki mengenai dunia ini.

Setelah melihat perubahan jelas pada wajah Ayana, aku ingin menghentikan pembicaraan ini dan segera memeluknya dengan erat. Namun, aku memendam keinginan itu dan berkata,

“Dilihat dari reaksimu, sepertinya dugaanku memang benar, ‘kan?”

“.........”

Ayana tidak menjawabku dan masih menundukkan wajahnya.

Jika aku boleh jujur, mungkin rasanya akan lebih mudah untuk menceritakan semuanya ... tetapi dari sudut pandang mereka,  tidak ada yang bisa mereka lakukan jika diberitahu kalau dunia ini merupakan dunia game. Dan yang terpenting, aku merasa tidak tepat untuk membicarakan hal-hal dari dunia yang berbeda hanya karena itu adalah kenangan yang cuma diketahui oleh aku sendiri.

Ayana menunduk sejenak, tapi kemudian dia menarik napas panjang.

Dan kemudian, dia meninggikan suaranya dengan lantang seakan ingin membiarkan kata-katanya membawa semangatnya.

“Itu bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja... itu adalah sesuatu yang penting! Mereka mengatakan hal-hal yang buruk tentang Towa-kun, ‘kan? Aku tidak bisa membiarkan hal seperti itu terjadi ... Bagaimana bisa seseorang menahan diri setelah mendengar orang yang dicintainya diucapkan hal-hal kejam seperti itu!?”

Pada dasarnya, Ayana tidak terlalu sering berteriak dengan keras. Itu hanya terjadi ketika aku mengalami sesuatu ... Yah, sebenarnya penting untuk menghindari situasi seperti itu, tapi ketika aku menyelamatkan gadis kecil atau membantu Seina, aku membuat Ayana khawatir dengan mempertaruhkan tubuhku.

Saat itu juga, dia menunjukkan sifat yang berbeda dari biasanya, tetapi kali ini, perasaan Ayana jauh lebih intens dari sebelumnya.

“Hatsune-san sudah berkata hal buruk tentang Towa-kun! Kotone-chan juga mengatakan hal kurng ajar tentang Towa-kun ketika dia bertemu denganmu! Bahkan ibuku juga melakukannya ... Dan! Dan itu adalah karena kecerobohan Shu-kun menyebabkan kecelakaan itu terjadi, tapi ia justru tertawa tentang itu !? Mana mungkin aku bisa memaafkan mereka begitu saja!!”

“... Ayana.”

Dengan kemarahan yang kuat terpancar di dalam matanya, Ayana seakan menatap seseorang selain diriku.

Mungkin darena dia berbicara dengan sangat cepat, dia harus mengambil napas dan mengguncang bahunya, dan dia terlihat sangat tegang sehingga dia mengeluarkan keringat dari dahinya.

Matanya yang menatapku benar-benar dipenuhi dengan kemarahan, seperti yang dia katakan tadi ... Tapi di atas semua itu, dia tampaknya membutuhkan bantuan dan matanya seperti anak kecil yang hampir menangis.

“... Maafkan aku, Ayana.”

“Eh ...?”

Dia membelalak kaget ketika aku tiba-tiba meminta maaf.

Tentu saja Ayana takkan menyangka, mengapa aku harus meminta maaf dalam situasi seperti ini ... Pasti ada alasan yang jelas mengapa aku melakukannya.

“Aku tidak pernah menyadarinya sama sekali. Aku tidak menyadari hingga sekarang sampai kamu menjadi seperti ini ... Sampai saat ini aku hanya menikmati kebahagiaan karena memilikimu di sisiku, dan tidak pernah melihatmu sepenuhnya.”

Ini adalah kata-kata yang hanya bisa diucapkan karena kedua jiwaku tumpang tindih dengan Towa.

Aku adalah Towa, dan Towa juga adalah aku ... Oleh karena itu, masa lalu Towa juga masa laluku.

Ayana menggelengkan kepalanya dan berkata bahwa itu tidak benar.

“T-Tidak, itu tidak benar! Towa-kun selalu melihatku!”

Tidak, jelas-jelas aku tidak melihatnya dengan karena sudah membuat ekspresi Ayana seperti ini.

Pada akhirnya aku menyadari bahwa aku telah dimanjakan... Aku hanya merasa bahagia karena Ayana berada di sisiku.

Orang yang hidup dengan ceria tanpa menyadari kegelapan yang ada di dalam hati Ayana ... Itulah diriku.

“Ujung-ujungnya, aku sama seperti Shu. Aku selalu memanfaatkan kebaikanmu.”

“Tidak! Towa-kun tidak sama dengan cowok itu!”

Ayana terus menggelengkan kepalanya.

Sekarang, dia tidak lagi tersenyum di sisiku seperti biasanya. Dia terus menolak kata-kata yang aku ucapkan.

(Ini sangat menyakitkan ... Aku tidak ingin melihat ekspresi Ayana yang seperti ini)

Rasa sakit itu sangat kuat ssampai-sampai aku ingin berlari ke arahnya. Tapi sebelum aku melakukannya, Ayana sudah melompat ke pelukanku.

“Tidak ... Bukan seperti itu ... Towa-kun itu ... Towa-kun itu!!”

Ayana yang menempelkan dahinya di dadaku, mengangkat kepalanya dan terus melanjutkan kata-katanya seolah-olah tidak memberiku kesempatan untuk berbicara.

“Kamu baik-baik saja ... Towa-kun baik-baik saja! Biarkan aku menangani semuanya. Aku akan membuat mereka menyesal ... Itu sebabnya... itulah sebabnya ...!”

Akhirnya, Ayana mengungkapkan rencananya meskipun dia tidak menjelaskan secara detail. Meski demikian, hal itu sudah menjelaskan bahwa dia akan bergerak diam-diam untuk membuat mereka menyesal, termasuk Shu, sama seperti dalam skenario game.

“Akhirnya kamu mau berbicara padaku juga, ya?”

“... Ah”

Mungkin Ayana sendiri juga tidak tahu apa yang dia katakan.

Ayana pasti tidak akan memberitahuku apa pun selanjutnya dan akan melaksanakan rencanya untuk menyelesaikan semuanya sendiri. Tapi, ini belum berakhir.

Ayana pasti akan mencoba meyakinkanku untuk ikut serta dalam rencananya ... Pada akhirnya, Ayana memiliki kekuatan untuk bergerak seperti itu karena cintanya yang kuat dan berat terhadapku ... Meskipun aku merasa malu mengatakannya, aku merasa senang.

“Karena aku tahu banget tentang Ayana, kamu pasti tidak berniat untuk memberitahuku tentang semuanya, bukan? Kamu akan melakukannya sendiri dan menanggung semuanya sendirian, dan tetap berada di sisiku ... Apasti begitu, ‘kan?”

“... Mengapa”

Dia tampak terkejut dan keheranan bagaimana aku bisa tahu tentang itu.

Tanpa mencoba untuk menyembunyikan kebohonganku, aku terus berbicara dengan semangat.

“Ayana, kamu tidak perlu melakukan itu segala.”

Pada saat aku mengucapkan kata-kata itu, ekspresi Ayana berubah dari kaget menjadi putus asa.

Hal yang paling ditakuti Ayana adalah penolakan dariku ... Dengan kata lain, ekspresinya yang sekarang mungkin karena aku menolak apa yang dia coba lakukan.

Sambil mengelus kepala Ayana yang tidak pernah menjauh dariku, aku menatap matanya dan menceritakan tentang mimpiku.

“Tau enggak, hari ini, saat aku tertidur di ruang UKS, aku bermimpi.”

“Mimpi...?”

“Ya. Aku bermimpi tentang masa depan jika aku tidak melakukan apa-apa ... Ini adalah mimpi yang terlalu nyaman, tapi aku melihat masa depan di mana Ayana akan menderita sendirian.”

“Itu ... Itu...”

Ayana tampak sangat terkejut. Namun, yang mengejutkanku adalah bahwa dia tidak terlalu terganggu oleh mimpiku dan bahkan tampak seperti memiliki pemikiran yang sama.

Aku merasa penasaran apakah dia juga bermimpi tentang hal yang sama, jadi aku bertanya padanya.

“Mungkinkah kamu juga melihat mimpi yang sama, Ayana?”

Aku tidak bisa membayangkan hal semacam itu bisa terjadi tapi aku harus bertanya.

Setelah beberapa saat, Ayana mengangguk dengan pasti.

(... Memangnya hal seperti itu mungkin terjadi? Tapi mengingat betapa khawatirnya aku ketika aku melihatnya setelah bangun tidur, itu sepertinya bukan kebohongan.)

Ini mungkin merupakan salah satu keajaiban yang membuka hati Ayana. Namun, sepertinya Ayana berpikir berbeda... Pada saat ini, mungkin kata-kata semacam ini sedikit kasar, tapi Ayana tetap keras kepala tidak peduli apa yang terjadi.

“Meski demikian…..walaupun aku melihat mimpi seperti itu, itu takkan mengubah apapun! Tidak peduli seberapa banyak aku menderita, aku hanya ingin hidup untuk Towa-kun... meskipun aku menderita, selama Towa-kun bahagia, aku tidak keberatan sama sekali….bukannya itu baik-baik saja?”

Ketika aku mendengar kata-kata itu, ada sesuatu yang tersentak di dalam diriku.

Jika dipikir-pikir lagi... Tidak, tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, aku tidak mempunyai alasan apapun untuk marah pada gadis ini... Tapi untuk pertama kalinya, aku merasakan kemarahan yang cukup besar terhadap Ayana.

“Sebelah manana bagian yang baik tentang itu, Ayana ?!”

“!?”

Aku meletakkan tanganku di kedua bahunya dan berteriak padanya.

Aku belum pernah membentar sekeras ini kepada Ayana sebelumnya, dan pasti aku belum pernah menunjukkan ekspresi yang sangat serius padanya.

Sebagai buktinya, Ayana menatapku dengan ketakutan, tetapi aku terus berbicara tanpa henti, melepaskan semua rasa frustrasi yang pernah aku rasakan.

“Memangnya ada seorang pria di dunia ini yang bisa menahan diri melihat gadis yang dicintainya menderita? Dan lebih parahnya lagi, gadis itu menderita karena kesalahannya sendiri? Cobalah bayangkan jika posisinya terbalik. Jika aku berjuang untukmu dan akhirnya terluka, bagaimana perasaanmu!?”

“It-Itu sih ...”

Ayana menunduk, mungkin memahami apa yang aku rasakan.

…..Benar sekali, ‘kan? Ayana pasti merasakan hal yang sama. Sikapnya membuktikan itu. Dia pasti akan mencoba melakukan hal yang sama padaku.

Meskipun aku berbicara dengan sekeras ini, Ayana tidak pernah melarikan diri dariku.

Karena kami belum pernah berbicara seperti ini sebelumnya, Ayana mungkin tidak tahu harus berbuat apa dan hanya terus berada di sisiku ... Mungkin itu juga karena dia memiliki kepercayaan besar padaku.

“Maafkan aku kalau aku tiba-tiba berbicara dengan keras. Tapi aku ingin mengatakannya ... Seriusan, kamu sangat keras kepala ketika menyangkut diriku, Ayana. Itu membuatku senang, tapi terkadang juga sangat menyulitkan.”

“Apa kamu tidak menyukainya?”

“Tidak, aku bahkan merasa senang ketika gadis yang aku cintai sangat memikirkan tentangku.”

Aku masih terus mengelus kepalanya dan meletakkan tanganku di bahu Ayana dengan lembut sambil terus menatapnya lagi. Meskipun dia masih menangis, wajahnya menjadi lebih tenang setelah percakapan tadi. Aku merasa bahwa ini saatnya untuk mengambil tindakan untuk mewujudkan pembicaraanku dengan Towa.

“Ayana, aku ingin mengatasi kesedihan yang aku rasakan di masa lalu di depanmu hari ini. Dan pada saat yang sama, aku ingin kamu melangkah maju bersamaku—— bukan terjebak dalam masa lalu, tapi melangkah menuju masa depan”

“Eh?”

Aku mengambil bola yang disembunyikan di semak-semak dan menunjukkannya kepadanya.

Ayana tampak terkejut melihat bola itu, dan aku hanya bisa tersenyum pahit. Aku tidak pernah menyentuh bola sejak keluar dari rumah sakit, jadi mungkin itu juga menjadi alasan kenapa dia bisa sekaget itu.

(Jujur saja, aku bahkan tidak bisa membayangkan diriku bermain sepak bola ... Tapi sekarang aku tahu apa yang harus kulakukan ... tidak, aku tahu apa yang ingin kulakukan.)

Dari sana, aku hanya mengikuti naluri dan memulai latihan.

Aku meletakkan bola di tanah dan memulai trik dengan mudah seperti yang aku lakukan sebelumnya— seolah-olah tubuhku masih ingat bagaimana cara melakukannya.

“Yah! Hup! Itu!”

Saat aku melakukan trik dengan bola ini, aku jadi teringat…. pada saat pertama kali bertemu dengan Ayana.

Aku melakukan yang terbaik untuk membuat Ayana merasa lebih baik ketika dia sedang sedih. Aku ingin melihat senyumnya lagi—— senyum yang membuatku jatuh cinta padanya.

“... Aah ... hiks!”

Saat aku terus memainkan trik bola, sekilas aku melihat Ayana menangis ... tapi air matanya tidak menunjukkan kesedihan semata.

Lalu, aku melihat dia tersenyum.

“….Fufu.”

Ayana menertawakanku.

“Ayana, apa kamu masih mengingatnya? Ketika kamu hampir menangis dan aku mencoba membuatmu tersenyum dengan trik bola ini….. Bagaimanapun juga, aku melakukannya karena aku ingin melihatmu tersenyum!”

“Ya ... Ya! Tentu saja aku ingat ... itu adalah saat kita bertemu, Towa-kun!”

Setelah mendengar balasan Ayana, aku mengangguk sambil memainkan bola.

Ya, benar…. sejak saat itu, waktu kami bersama akhirnya dimulai. Kita telah menghabiskan banyak waktu bersama sejak saat itu. Tapi itu bukan akhir dari cerita kita. Aku tidak ingin itu berakhir.

Kisah yang dimulai dengan pertemuan kami akan terus berlanjut untuk selamanya... agar aku bisa terus berjalan bersama dengan orang yang aku cintai!!

Aku berhenti memainkan bola dan berdiri di depan gawang sepak bola. Aku memilih tempat ini untuk bertemu dengan Ayana karena ini adalah tempat yang penuh kenangan dan ada gawang sepak bola di sini.

Sepertinya tempat ini memanggil kami untuk datang ke sini, tempat yang cocok untuk menjadi titik awal baru bagi kami berdua.

“Aku memang masih merasakan kesedihan dan kemarahan atas kecelakaan itu ... Tentu saja masih ada saat di mana aku merenungi kenapa hal itu terjadi padaku.”

Kesedihan dan kemarahan yang Towa rasakan masih terus membara di dalam diriku.

Tapi, bukannya itu sudah cukup, meskipun kami tidak bisa mengubah masa lalu, kami bisa melewatinya, bukan? Ayo buktikan bahwa kita bisa mengubah masa depan Ayana yang hancur dengan mudah. Mari tunjukkan kepada dunia bahwa kami bisa melakukannya dengan penuh percaya diri.

“Itulah sebabnya aku akan melewatinya! Oleh karena itu Ayana, kita harus berhenti terjebak dalam masa lalu. Mari kita melewatinya bersama-sama—— karena aku sudah baik-baik saja ... jadi kamu tidak perlu memikul sesuatu demi diriku!”

“Towa-kun ...”

Sambil menerima tatapan Ayana yang memperhatikanku dari belakang, aku menatap ke arah gawang.

“Huuh ...”

Aku mengambil napas dalam-dalam dan berusaha untuk tenang.

Mungkin terdengar terlalu mudah atau bahkan terlihat seperti hal yang sia-sia.

Tapi pertama-tama, aku harus mengatasi perasaan negatif yang masih ada di dalam diriku ... karena ini adalah perasaan yang hanya aku yang bisa mengatasinya.

(Dengan satu tembakan, semuanya akan selesai... Ayo lakukan, Towa!)

Aku tidak tahu apakah semuanya masih ada di dalam diriku, tapi aku merasakan bahwa ada seseorang yang memberiku dukungan.

Aku mengayunkan kakiku dan menendang bola dengan sekuat tenaga ke arah gawang.

Bola yang dihempaskan dengan lurus langsung menuju gawang dan dengan suara keras menghantam jaring.

Sensasi ini yang dirasakan setelah sekian lama ... itu sangat menyenangkan dan sekaligus memberi rasa lega seperti sesuatu yang telah terpecahkan.

“Bisa dibilang ini tembakan bagus.”

Aku mengangguk sendiri dengan penuh keyakinan. Itu adalah tembakan yang bagus.

Saat aku sedang memuji diriku sendiri, Ayana memelukku dari belakang dan memelukku erat-erat.

Bagiku yang sedang tengah meresapi kebahagiaan mencetak gol, kejutan tiba-tiba ini sedikit membuatku kaget,  tetapi aku segera merasa penuh kasih sayang terhadapnya.

“... Aku sangat senang melihat Towa-kun bermain sepak bola lagi. Kupikir aku tidak akan bisa melihatmu bermain lagi, jadi ini adalah hal yang sangat menyenangkan. Aku sangat menyukai Towa-kun yang bermain sepak bola.”

“Aku juga merasakan hal yang sama ... Aku merasa sedang melihat Ayana dan ibu menggunakan megafon untuk mendukungku.”

Sambil mengingat-ingat masa lalu, aku melepaskan tangannya yang melingkar di perutku. Kemudian aku berbalik menghadapi Ayana dan memeluknya kuat seperti sebelumnya.

(….Rasanya sungguh membahagiakan sekali. Rasanya luar biasa memiliki orang yang dicintai dalam pelukanku.)

Setelah beberapa saat memeluknya, aku kembali menatap matanya.

“Seperti yang sudah kubilang tadi, aku sudah baik-baik saja sekarang. Aku sudah mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu yang menyedihkan dan pahit.”

“.........”

“Jadi, Ayana, izinkan aku mengatakannya lagi ... kamu tidak perlu memikul beban apa pun. Kamu benar-benar tidak perlu memikulnya.”

“Tapi ...”

Meskipun aku sudah mengatakannya berkali-kali, dia masih belum bisa menerimanya. Seperti yang kupikirkan sebelumnya, dia terlalu keras kepala.

Aku merasa seperti protagonis yang sedang mencoba untuk menaklukkan seorang gadis yang keras kepala. Sambil tersenyum pahit, aku tetap serius dalam memberikan kata-kata dukungan kepada Ayana.

“Bahkan jika aku memberitahumu untuk jangan memikulnya, Ayana selalu seperti itu. Aku tahu kalau itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu buang begitu saja. Oleh karena itu, aku tidak akan menyangkal perasaanmu ... Aku akan selalu ada di sampingmu untuk membantumu menyembuhkan perasaanmu.”

“Towa-kun ...”

“Jadi, aku akan mengajarkan pada Ayana bahwa kita tidak memerlukan rasa benci atau kesedihan dari masa lalu. Jika salah satu dari kita bahagia dan yang lainnya tidak, itu bukanlah cara yang benar…..Kita harus bahagia bersama-sama.”

“!!!!”

Ya, tidak ada artinya jika hanya ada satu orang saja yang bahagia.

Jika kamu menginginkan kebahagiaan pasanganmu, kamu harus bahagia terlebih dahulu ... kupikir dengan begitu, kita bisa bahagia bersama-sama dan masa depan di mana kita saling bergandengan tangan dalam artian sebenarnya akan tiba.

“Aku memanggil Ayana hari ini karena aku ingin membicarakan hal itu. Dan ada satu lagi hal yang ingin aku sampaikan padamu.”

“... Apa ada sesuatu yang lebih dari ini?”

“Tentu saja ada ... Oh, tapi mungkin hal ini yang lebih penting?”

Meskipun aku belum mendengar jawaban dari Ayana, aku akan memberitahunya tentang apa yang akan aku sampaikan sekarang dan membiarkannya memutuskan.

Apa yang akan aku sampaikan sekarang adalah hal yang diperlukan untuk mengakhiri hubungan kita yang ambigu dan untuk melanjutkan ke masa depan.

“Umm ... itu ... ya ...”

Lah, kenapa aku malah merasa malu-malu sekarang?

Aku sudah sering memeluk Ayana seperti ini dan mengatakan hal-hal memalukan berkali-kali ... Aku bahkan sudah melakukan hubungan seks dengannya, jadi mengapa aku malah merasa ragu-ragu sekarang?

Setelah mengambil napas dalam-dalam sekali lagi, aku mengatakan kata-kata itu.

“Kalau dipikir-pikir lagi, aku tidak pernah mengatakannya dengan jelas, ‘kan? Kita hanya terlibat dalam hubungan yang tidak jelas dan hanya mengikuti arus saja. Jadi izinkan aku mengatakannya ... Aku mencintaimu, Ayana.”

“... Ah.”

Sejujurnya, bagian dariku ingin mengeluh tentang Towa yang asli.

Pada awalnya, kami hanya mengikuti situasi tanpa saling mengungkapkan perasaan ... Tentu saja, aku sering mengatakan bahwa aku mencintainya, tetapi itu hanya kata-kata yang terus diucapkan tanpa arah yang jelas.

Itulah sebabnya, aku memutuskan untuk memberikan pengakuan cinta yang sebenarnya.

Inilah jawaban yang kudapatkan setelah memikirkan bagaimana melewati masa lalu dan melanjutkan ke depan.

“... Towa-kun.”

“Ya.”

“Towa-kun benar-benar orang yang misterius banget.”

Ketika Ayana mengucapkan kata-kata itu, dia menempelkan dahinya ke dadaku lagi. Kekuatan pelukannya menjadi semakin kuat, dan aku bisa merasakan perasaannya yang kuat.

“Sejujurnya ... Aku tidak pernah menyangka akan jadi seperti ini. Tidak hanya menyadari hal-hal yang sudah aku pendam selama ini, tapi kamu juga menunjukkan kepadaku apa yang ingin kulihat lagi, dan bahkan memberikan kata-kata yang paling aku inginkan.”

Ayana mengangkat wajahnya dan terus berbicara sambil menatap lurus ke arahku.

“Towa-kun, aku ini gadis yang sangat jahat. Aku ingin membuat mereka menyesal selamanya, dan setelah mengetahui perasaan Shu-kun, kupiki aku akan memanfaatkan perasaannya untuk memulai balas dendam ...Aku bahkan mencoba menggunakan orang yang tidak berhubungan dengan kita sebagai umpan. Tapi aku adalah gadis gampangan sehingga aku mudah terpengaruh oleh satu kata dari Towa-kun. ...... Meskipun aku seperti itu, apa Towa-kun—”

“Aku tetap mencintaimu. Aku mencintai setiap bagian dari dirimu. Aku bisa mengatakannya berulang kali ... Aku mencintaimu sepenuh hati, Ayana.”

Setelah aku mengatakan itu dengan tegas, Ayana mengangguk sebagai tanggapan.

“Aku juga mencintaimu, Towa-kun. Aku sangat mencintaimu sampai-sampai aku tidak ingin berpisah denganmu sama sekali. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak peduli jika dianggap sebagai gadis yang terlalu serius, hal itu menunjukkan seberapa besar aku mencintaimu.”

Bersamaan dengan kata-kata tulus yang disampaikan oleh Ayana, hatiku dipenuhi dengan rasa kebahagiaan.

Meskipun kami sudah saling mengungkapkan perasaan kami satu sama lain berkali-kali sebelumnya, kata-kata yang kami ucapkan kali ini jelas memiliki arti yang berbeda dari sebelumnya.

Ketika aku menatap Ayana dengan penuh perhatian, dia dengan lembut menutup matanya.

Seakan menanggapi permintaan tersebut, aku mendekatkan wajahku dan mencium bibir Ayana.

“Ayana ...”

“Towa-kun ...”

Setelah memisahkan wajah kami sejenak dan menyebutkan nama satu sama lain, kami berciuman sekali lagi.

“Rasanya asin ya ...”

“Karena aku habis menangis tadi. Jadi tolong tahanlah dulu.”

Apa dia akan tersinggung jika aku mengatakan akalau air mata seorang gadis masih terasa lezat meskipun rasanya asin ......?

Aku hendak melempar lelucon agar suasananya tidak terlalu serius melulu, tapi aku berhasil menahan diri untuk tidak melakukannya.

“Siapa sangka kalau ciuman bisa membuat kita merasa begitu bahagia."

“Ya, benar. Aku sudah merasakannya sejak dulu, tapi ciuman kali ini jauh lebih bahagia daripada sebelumnya."

Aku mengangguk setuju dengan ucapannya.

Sekarang, hanya ada satu hal lagi yang harus aku katakan ... aku harus mengatakannya.

“Ayana ...”

“Ya?”

“Apa kamu mau menjadi pacarku? Aku ingin kamu tetap berada di sisiku selamanya.”

“Ya. Aku juga ingin berpacaran denganmu, Towa-kun ... Aku ingin tetap berada di sisimu selamanya.”

Jika sudah menyampaikan apa yang aku rasakan, maka aku juga perlu menanyakan hal itu juga.

Setelah mendengar jawaban Ayana, aku menghembuskan napas lega yang jelas.

Meskipun jika hubungan di antara kami menjadi renggang karena percakapan ini, kami mungkin tidak dapat diperbaiki lagi, tapi apakah ini seperti jalan keluar yang sudah diatur sejak awal antara aku dan Ayana? Tapi itu tidak masalah... Aku sudah merasa sangat puas dengan situasi saat ini.

“Ayo kita duduk di bangku sebentar. Aku merasa sedikit lelah.”

“Ah... ya, sebaiknya kita istirahat sebentar.”

Aku mengajak Ayana ke bangku yang pernah kami gunakan sebelumnya. Meskipun hari sudah semakin gelap, Ayana sepertinya tidak berniat untuk pergi begitu saja. Sebagai buktinya, begitu kami duduk di bangku, Ayana langsung memeluk lenganku erat-erat.

(…Rasanya sungguh melegakan. Bisa bersama Ayana seperti ini...)

Meskipun aku merasa lega, tetapi jika aku memikirkan hal-hal yang terjadi sebelumnya, aku merasa bahwa masa depan akan menjadi sulit. Namun, aku yakin bahwa aku bisa menghadapi semuanya selama Ayana berada di sisiku.

“....Towa-kun.”

“Ya?”

“Eh, ada apa?”

“Ah, maaf, aku terlalu terbiasa menggunakan bahasa sopan.”

“Fufufu♪”

Meskipun tidak baik untuk terlalu fokus pada pemikiran sendiri sambil ada seseorang yang duduk di sampingmu, aku berharap bisa diberi kesempatan untuk melakukannya sekarang.

Ayana menempatkan tangannya di mulutnya dan tersenyum kecil, lalu berkata sesuatu.

“Meskipun hari sudah semakin gelap, ...itu, umm, aku ingin menciummu lagi.”

“.......”

“Enggak boleh… ya?”

“Kata siapa engghak boleh.”

“Towa-kun, kamu tidak bisa bicara dengan benar!”

Ahhh duhh! Itu menunjukkan seberapa gembiranya aku!

Sebagai tanggapan atas permintaan Ayana, aku menciumnya lagi. Kami saling mendekatkan bibir kami satu sama lain meskipun ada jarak di antara kami.

“Terima kasih banyak...hehehe.”

“Kamu tuh sangat menggemaskan sekali, sih.”

Bagiku, Ayana sejak awal adalah gadis yang imut, cantik, dan menawan.

Namun, gadis yang duduk di depanku sekarang tampak lebih menarik daripada sebelumnya... Aku tidak pernah menyangka kalau pandanganku bisa berubah drastis hanya dengan satu langkah mengubah hubungan kami menjadi lebih serius. Meskipun aku khawatir jika perasaanku yang sangat menyukai Ayana terlihat jelas di wajahku, tetapi aku merasa sangat bersyukur bisa merasakan kebahagiaan ini.

Namun... ada satu hal yang membuatku khawatir.

(Hampir sama seperti di dalam game, di dunia ini Ayana berusaha membuat Shu dan yang lainnya menderita dalam kegelapan.... Tapi apa dia benar-benar bisa melakukannya sendirian?)

Ayana lah orang yang menugaskan para pria yang akan merebut heroine dari karakter utama…...Hal itu disebutkan dengan benar di fan disc, tetapi sulit membayangkan Ayana sendirian bisa mempersiapkannya, tidak peduli seberapa besar permainannya.......Tapi yah, tidak ada gunanya memikirkannya sekarang.

“Towa-kun.”

“Ya?”

Aku menoleh ke arahnya ketika namaku dipanggil oleh Ayana.

Dia mengalihkan pandangannya dariku dan melihat ke langit, wujudnya terlihat indah seperti dewi bulan, spandanganku tidak bisa terlepas dari sosoknya.

Walaupun kami bertemu di sini pada sore hari, area di sekitar mulai sudah mulai gelap. Meskipun sekarang sudah waktunya untuk pulang, tetapi aku ingin berbicara dengannya sedikit lebih lama lagi.

“Towa-kun, kamu menyebut kalau cara yang aku gunakan untuk mencapai tujuanku itu merupakan metode yang mengerikan. Sejujurnya, aku juga berpikiran demikian... Karena aku mencoba membuat Shu-kun merasa putus asa, membuatnya menyaksikan orang-orang yang dekat dengannya kehilangan martabat mereka, dan membuatnya berpikir bahwa pada akhirnya, aku tidak bersamanya sejak awal.”

“…………”

Rasanya aneh mendengarnya langsung dari mulutnya.

Meskipun apa yang dia katakan memiliki konsekuensi yang kejam, suasana yang menyelimutinya terlalu lembut sehingga tidak menimbulkan rasa takut... Hal ini karena aku memiliki firasat bahwa Ayana tidak akan melakukannya lagi.

“Bahkan sekarang, aku masih merasa tidak bisa memaafkan orang-orang itu... tapi karena Towa-kun mendekatkan diri padaku, dan mengatakan kalau kita harus maju bersama-sama, aku akan berusaha yang terbaik untuk mengatasinya.”

“Ayana...”

“Dari awal... Aku tidak harus menghadapinya sendirian sejak awal. Namun, aku selalu berpikir itu sangat aneh. Meskipun aku memahami kalau aku mencoba melakukan sesuatu yang mengerikan... Aku sangat yakin bahwa aku bisa melakukannya. Entah bagaimana aku tahu bahwa aku pasti akan bisa membalas dendam kepada mereka.”

“Begitukah.....”

“Ya ... itu benar-benar aneh.”

Mungkin itu kehendak dunia yang dianut Ayana.

Tapi bagaimanapun juga, itu adalah kenyataan karena kami hidup di dunia ini...itulah sebabnya kami bisa mengubah masa depan sebanyak yang kami mau dengan berbicara seperti ini.

“Ayana adalah pacarku ... pacarku, ya?”

Namun sekali lagi, aku tidak bisa menahan seringaiku ketika menyadari hubungan yang kami miliki sekarang.

Ayana yang tertawa di sebelahku, menyolek pipiku dengan jari telunjuknya seraya berkata.

“Aku juga merasa senang, jadi tolong tahan dirimu. Kalau tidak, pipiku akan menjadi kendur dan tidak bisa kembali seperti semula.”

“Ayana sih enak. Wajahmu sangat imut bahkan ketika  sedang melakukan itu.”

“Oh, kalau kamu mengatakan itu, Towa-kun juga masih kelihatan keren, jadi rasanya tidak adil.”

“...hahaha.”

“...fufu”

Dan begitu saja, tanpa alasan yang jelas, kami saling tertawa satu sama lain.

Benar-benar... Ini benar-benar perasaan yang bagus.

Meskipun aku masih bersama Ayana seperti biasanya, tapi ada kesegaran dalam keintiman yang kami rasakan.

Sambil melihat langit yang masih sedikit merah, aku berbisik pelan.

“....Kira-kira apa aku bisa merasa lega untuk sementara waktu dengan ini... Fiuh.”

Mungkin Aynaa belum sepenuhnya bisa memahami seperti diriku... tapi sekarang sudah cukup baik.

Aku mengucapkan itu tanpa sadar dan suaraku juga sangat kecil.

Namun Ayana sepertinya mendengarnya dengan jelas.

“Kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti melakukan sesuatu setelah orang yang kucintai mengetahui rencanaku.”

“Jadi jika aku tidak mengetahuinya, kamu akan melakukan sesuatu, ‘kan?”

“Tentu saja. Itu menunjukkan betapa kuatnya perasaanku!”

….Kugh, meskipun dia mengatakan hal yang sangat berbahaya, dia jadi terlihat sangat menggemaskan karena aku merasa tenang bahwa semuanya sudah baik-baik saja sekarang.

“Dasar kamu setan kecil yang suka iseng.”

“Fufufu, jika kamu tidak menghukumku, aku mungkin akan melakukan sesuatu, loh?”

“.............”

Dia terlihat sangat menggemaskan hingga aku merasa kehabisan kata-kata.

Setelah saling menatap dan berciuman satu sama lain sekali lagi, kami pun berdiri untuk pulang.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama