[LN] Saijou no Osewa Jilid 4 Bab 2 Bahasa Indonesia

Bab 2 — Bom Kecil di Kursus Musim Panas



Aku tidak pernah melupakan penampilan dari gadis di depanku.

Rambutnya berwarna cokelat tua dan halus yang panjangnya mencapai area tulang belikatnya. Untuk tingginya..., dia pendek. Dia cukup pendek di antara teman-teman seumurannya, dan selalu menjadi yang terpendek ketika diurutkan berdasarkan tinggi badan baik saat SD maupun SMP.

Aku ingat segalanya tentang dia.

Baik saat SD, SMP, dan bahkan SMA, kami menghabiskan banyak waktu bersama. Dia adalah teman masa kecilku yang sudah aku kenal selama sekitar sepuluh tahun.

Saat aku bertanya kepadanya mengapa dia ada di hotel ini——

“Be-Begitu ya, jadi kamu kerja sambilan di sini ya...”

“Ya. Kamu sendiri, ‘kan juga tahu kalau pas masih kelas satu aku juga kerja sambilan di resor ini...”

Begitu ya, jadi itu sebabnya dia mengenakan pakaian kerja. Atasannya dia memakai kemeja putih lengan panjang, dan karena sekarang musim panas, lengan kemejanya dia gulung. Untuk bawahannya, dia mengenakan rok hitam yang ditutupi celemek garcon merah tua.

Itu adalah setelan yang klasik namun memberikan kesan glamour, meskipun setauku gadis ini lebih suka memakai pakaian yang lebih mudah untuk bergerak. Namun jika itu adalah pakaian yang harus dia pakai untuk pekerjaan sambilannya, maka aku bisa mengerti mengapa dia mengenakan setelan seperti itu.

“Ta-Tapi, bagaimana kamu bisa kerja sambilan di tempat seperti ini?”

“Di hotel tempat aku bekerja tahun lalu, ada seseorang yang mengakui kerja kerasku, jadi dia memperkenalkanku ke tempat kerja yang lebih baik. Itulah makanya aku bisa ada di tempat kelas atas seperti ini.”

“Oh, begitu ya...”

“Tempat ini sungguh bagus, bukan? Sudah luas, nuansanya enak pula.... Dan juga, apa kamu tahu? Kudengar kamar kelas tiga di titik tertinggi hotel ini disediakan untuk selebritas, dan orang biasa tidak bisa menginap di sana loh? Itu benar-benar dunia yang berbeda dari dunia orang-orang seperti kita, aku jadi ingin seperti mereka.”

Keringat dinginku tidak berhenti bercucuran. Padahal saat ini sedang musim panas, tapi seluruh tubuhku terasa dingin. Apakah ini kekuatan dari Karuizawa, tempat yang merupakan resor musim panas...?

“Terus, kalau kamu?”

Tatapan tajam diarahkan kepadaku dari bawah secara diagonal.

“Kenapa kamu ada di sini, Itsuki~?”

Gadis itu mendekatiku sambil memiringkan kepalanya.

“Erm, jadi, um...”

“Tidak sepertiku, kamu sepertinya tidak lagi kerja sambilan, dan mengingat kondisi keluargamu, tidak mungkin kamu lagi berlibur di sini, kan~?”

“Erm...”

“Hmm~~?”

Tekanan darinya sangat kuat sampai-sampai tinjunya mungkin bisa terbang kapan saja.

“Itsuki-sama.”

Tapi pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku. Saat aku menoleh, aku melihat Shizune-san dan Hinako yang lagi dalam mode Ojou-sama.

“Anda cukup lama, jadi kami datang untuk memeriksan anda, tapi siapa dia...?”

Gadis yang ditatap Shizune-san itu menampilkan senyuman yang cerah serta ramah.

“Senang bertemu denganmu, aku Hirano Yuri.”

Gadis itu, Yuri, menundukkan kepalanya. Ketika dia mengangkatnya lagi, wajahnya dipenuhi dengan senyum lebar.

“Aku teman masa kecilnya Itsuki!”

“...Teman masa kecil, ya?”

“Ya!” jawab Yuri dengan riang.

Mengetahui informasi tersebut, Shizune-san pasti punya firasat buruk. Matanya kemudian menoleh ke arahku, yang aku tanggapi dengan mengangguk dalam-dalam.

“Yuri..., dia tahu semua tentang masa laluku.”

Dengan kata lain, dia adalah orang yang akan sulit bagiku untuk menyembunyikan identitas asliku.

Kemudian, mungkin karena sudah mengerti situasi saat ini, Shizune-san menghela napas dan mengangguk.

“Sepertinya kita perlu merubah rencana kita untuk hari ini.”

 

◆◆◆◆

 

Kami pun memutuskan untuk membatalkan rencana jalan-jalan kami dan memberi penjelasan tentang situasi kami pada Yuri.

Tempatnya adalah kamar kelas dua tempat aku menginap.

Hinako, yang tiba-tiba mengunjungi kamarku, menatap tajam ke arah tempat tidur sejenak, tapi dengan cepat dia mengalihkan pandangannya. Kurasa dia  benar-benar ingin terjun ke tempat tidur, tapi saat ini dia sedang dalam mode Ojou-sama. Karenanya, dia harus menahan diri. Lagian, tadi dia juga sudah tidur sepanjang waktu saat di mobil.

“...Baiklah, aku akan menjelaskan situasinya.”

Aku menjelaskan situasiku kepada Yuri yang duduk di depanku.

Ngomong-ngomong, beberapa saat yang lalu, segera setelah kami masuk ke kamarku, Shizune-san berbisik pelan kepadaku sehingga hanya aku yang bisa mendengarnya, katanya, “Jelaskan seperti penjelaskan yang kau berikan pada Tennoji-san.” Dengan kata lain, apa yang harus kujelaskan pada Yuri adalah persis seperti penjelasan yang kuberikan pada tennoji-san. ——Karenanya, kecuali kepribadian aslinya Hinako, aku menjelaskan semuanya.

“...Jadi, begitulah.”

“Heeeh? Begitu ya? Hm~~~?”

Yuri benar-benar tidak menampilkan ekspresi apa pun, dan dia hanya menganggukkan kepalanya. Tapi, sorot matanya itu tampak menakutkan.

“Jadi intinya, ketika kamu tidak tahu harus berbuat apa setelah orang tuamu melarikan diri, kamu direkrut oleh putri dari Grup Konohana. Kemudian sejak saat itu, kamu bekerja untuk Hinako Konohana dan masuk ke Akademi Kekaisaran yang terkenal itu, ya...”

Tidak ada yang salah dari tafsirannya, jadi aku menganggukkan kepalaku.

“Begitu ya, terus? Mau sampai kapan kita akan bercanda?”

“...Semua yang barusan kubilang itu benar.”

“Tidak, tidak, tidak, itu tidak mungkin, kan? Mana mungkin aku akan percaya jika diberitahukan sesuatu yang seperti sinopsis komik begitu?”

Yah, kurasa aku juga tidak akan percaya jika aku ada di posisinya. Tapi, semua itu adalah fakta yang tak terbantahkan. Dia hanya harus mempercayai itu.

Dan yang lebih penting lagi, aku penasaran dengan Shizune-san yang sejak beberapa saat lalu berkomunikasi dengan seseorang melalui ponselnya. Dia terus bertelepon selama aku menjelaskan situasiku pada Yuri. Aku ingin tahu siapa dan apa yang mereka bicarakan selama itu... Dan tepat ketika aku merasa sedikit gugup, Shizune-san menjauhkan ponselnya dari telinganya.

“Aku sudah mendapat konfirmasi.”

“Eh?”

Menanggapi Yuri yang memiringkan kepalanya, Shizune-san meletakkan ponselnya di sakunya dan lanjut berbicara.

“Hirano Yuri, enam belas tahun. Kamu adalah siswi kelas dua SMA di SMA Ryugu, tempat Itsuki-san sekolah sebelumnya. Nama ayahmu adalah Heizo, dan nama ibumu adalah Minae. Keluargamu memiliki toko yang telah ada sejak generasi kakekmu, dan nama tokonya adalah Hiramaru. Kudengar toko keluargamu ramai dikunjungi pelanggan lokal siang dan malam.”

“I-Itu benar, tapi kenapa kamu bisa tahu...”

“Pembangunan dan asuransi toko yang juga rumah keluargamu, serta rekening bank dan yang lainnya, kalian menggunakan grup perusahaan kami. Aku menemukan informasi tentangmu dari data pelanggan kami.”

Yuri sontak terkejut dan mulutnya menganga.

Tampaknya, informasi pribadinya dicuri menggunakan metode yang mirip seperti kasusku dulu... Nah, di negara yang disebut Jepang ini, sangat sedikit orang yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Grup Konohana. Melihat Yuri tertegun di hadapanku, sekali lagi aku menyadari bertapa dahsatnya Grup Konohana.

“Semua yang dijelaskan Itsuki-san itu benar. Apa dengan konfirmasi dariku kau bisa mempercayainya?”

“A-Aku percaya... Justru itu menakutkan kalau aku sampai tidak percaya...”

Yuri benar-benar ketakutan, tapi yah, aku bisa mengerti perasaannya. Lagian, meskipun sekarang aku sudah terbiasa berinteraksi dengan Shizune-san, awalnya aku juga sama seperti Yuri.

“Maaf ya sudah membuatmu khawatir, Yuri.”

“A-Aku tidak mengkhawatirkanmu,” ucapnya, memalingkan wajahnya. “...Tapi asal kamu tahu saja, di sekolah ada banyak rumor aneh tentang kamu loh?”

“Eh?”

“Guru sih bilang kalau kamu cuman pindah sekolah saja... Tapi karena teman-teman tahu tentang situasi keluargamu, jadi ada banyak rumor yang beredar kalau kamu kerja di dunia malam, atau kerja di kapal penangkap ikan, bahkan ada yang mengatakan kalau kamu dilelang untuk dijadikan budak.”

Bukannya rumor yang terakhir itu terlalu berlebihan?

“Tapi yah, sekarang aku mengerti situasimu. Nanti aku akan coba carikan alasan kalau ada teman-teman di sekolah yang menanyakan tentang kamu.”

“Ya..., terima kasih.”

“Hmph, tidak perlu berterima kasih.”

Saat aku mengucapkan terima kasih dengan ringan, Yuri membusungkan dadanya dengan ekspresi sombong. Namun, karena aku telah melihat perilakunya yang seperti itu ratusan kali, aku punya firasat kalau dia akan melakukan itu lagi.               

“Lagian, aku ini ‘kan Onee-san-mu.”

“Kita seumuran.”

Ini adalah percakapan yang sudah kualami berkali-kali, sehingga tanpa sadar, aku menghela napas.

“Onee, san...?” gumam Hinako.

Aku tidak punya saudara ataupun saudari. Baik Shizune-san dan Hinako tahu tentang itu.

“Erm, dia ini lebih tua enam bulan dariku. Jadi karena alasan itu, dia selalu bertingkah seolah-olah dia kakak perempuanku. Kenyataannya kami seumuran, jadi tidak usah terlalu dipikirkan.”

“Eh—?! Kok kamu bilang begitu sih?! Padahal ‘kan aku selalu direpotkan olehmu saat kamu sibuk dengan pekerjaan sambilanmu.”

“Makasih soal itu, tapi ‘kan tetap saja...”

Kalau dia sudah bilang begitu, aku merasa seperti aku kalah debat. Namun, sikapnya yang belagu itu membuatku kesal dan aku tidak bisa menerimanya.

“Itsuki, kamu itu harus lebih menghormatiku!”

“...Pendek gak usah sok.”

“Haaaah?! Dimana-mana ‘kan perbedaan usia itu jauh lebih penting daripada tinggi badan!”

“Ya tapi ‘kan kita ini seumuran!”

Lagian, dari sudut pandang orang lain, aku lah yang lebih sering disalahpahami sebagai kakak laki-lakinya.

Namun saat kami melanjutkan jenis pertukaran yang sama setelah bertahun-tahun itu, tiba-tiba, aku sadar kalau Shizune-san sedang menatapku dengan ekspresi terkejut.

“Eh, ada apa, Shizune-san?”

“Tidak ada apa-apa... Cuman, rasanya aneh saja mendengarmu berbicara dengan kata-kata seperti itu.”

Kata-kata seperti itu? Apa yang dia maksud? ...Oh, mungkinkah soal aku yang menyebut Yuri pendek? Memang sih, kurasa pernyataan seperti itu tidak pernah kusampaikan kepada siapapun selain Yuri.

“Tapi ngomong-ngomong, ada apa denganmu? Rambutmu rapi dan bahkan pakaianmu juga rapi sekali.”

“Lingkungan tempat aku tinggal itu unik. Jadi gini-gini aku sudah melakukan yang terbaik untuk memperhatikan penampilanku.”

“Hmph... Sombong sekali kamu?! Makan nih~”

“Ah, woy, jangan menyentuhnya!”

Yuri berdiri dan menyentuh rambutku. Saat aku hedak mengeluh, aku melihat wajah Yuri, tapi ekspresinya lembut dan dia tersenyum.

“Kamu punya kebiasaan untuk selalu memberi banyak tekanan di pundakmu, jadi kupikir tidak masalah kalau kau sedikit lebih santai. Lagian, kamu di sini juga untuk liburan musim panas, kan?”

“Sekalipun kau bilang begitu...”

Kupikir dia sedang mempermainkanku, tapi dia hanya peduli kepadaku. Nah, karena dirinya yang seperti ini lah aku tidak bisa membencinya, dan entah kenapa aku selalu merasa berterima kasih kepadanya.

“Kelihatannya kalian cukup akrab.”

Untuk sesaat, kupikir ada badai salju yang melanda tempat ini. Soalnya, aku merasakan perasaan intimidasi yang mengerikan sampai-sampai membekukan udara.

Hinako, yang sedari tadi hanya berdiri diam tanpa membuka mulutnya, menatap tajam ke arah kami.

“Y-Yah, begitulah. Toh kami sudah saling kenal selama sekitar sepuluh tahun.”

“Sepuluh tahun, ya...,” ucap Hinako, matanya menyipit tajam.

Yuri juga sepertinya menyadari sesuatu yang tidak biasa dan berbisik di telingaku.

(H-Hei, Itsuki?! Apa ini cuman perasaanku saja, atau aku memang ditatapi oleh Konohana-san?!)

(Ya, dia memang menatapimu...)

Aku tidak begitu mengerti, tapi sepertinya Yuri telah merusak suasana hatinya Hinako. Kalau sampai Yuri memang membuat putri dari Grup Konohana menjadi musuhnya..., apa itu artinya hari ini adalah akhir dari hubungan kami yang berlangsung hampir satu dekade?

Tapi terlepas dari lelucon yang kupikirkan itu, jika aku lihat baik-baik, Hinako juga menatap tajam ke arahku.

Sepertinya akan berbahaya kalau mempertahankan suasana seperti ini lebih lama lagi.

“Ngomong-ngomong, Yuri, bukannya kamu harus segera kembali bekerja? Sekarang ini kamu masih dalam jam kerja, kan?”

“Ah?! Kamu benar, aku lupa!”

Yuri panik dan segera menuju gedung utama. Dalam perjalanan ke sana, dia melihat kembali ke arah kami sekali lagi, “Aku kerja di kafetaria di sini! Sapalah aku ketika kalian ke sana,” dan setelah mengatakan itu, Yuri segera lari.

“Dia gadis yang energik.”

“...Sejak dulu Yuri sering bantu-bantu kerjaan keluarganya, dan dia terlibat dengan banyak orang baik itu tua maupun muda, itulah sebabnya dia sangat periang.”

Aku sudah berkali-kali terlibat dengan sifat periangnya itu, jadi itu tidak diragukan lagi.

Kemudian, pada saat itu, Hinako meraih ujung bajuku.

“Itsuki..., ayo, jalan-jalan.”

“Y-Ya. Baiklah.”

Aku sendiri juga lelah secara mental, jadi lebih baik aku pergi jalan-jalan di sekitar tempat ini untuk sisa hari ini. Paling tidak, melihat-lihat hotel saja sudah akan cukup untuk menghabiskan waktu.

“Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?”

Terhadap pertanyaanku, Hinako menjawabnya dengan suara pelan.

“...Apa pun selain kafetaria.”


◆◆◆◆

 

Keesokan paginya setelah aku menikmati jalan-jalan santai bersama Hinako.

Di ruang makan di gedung utama.

Di depan kami yang sedang sarapan, Yuri menundukkan kepalanya.

“Senang bertemu dengan kalian, aku Yuri Hirano.”

Tennoji-san dan Narika, yang sedang sarapan di meja yang sama dengan kami, menatap Yuri.

Beberapa saat yang lalu, ketika kami memutuskan untuk ketemuan di kafetaria dan sarapan bersama, aku memberitahu mereka kalau kenalanku mungkin akan datang menyapa, jadi mereka berdua tidak terkejut. Dan karena Hinako telah menyapanya sebelumnya, dia hanya menampilkan senyum anggun khas mode Ojou-sama di wajahnya.

“Saat ini aku kerja sambilan di restoran ini. Oh ngomong-nomong, biasanya aku menjadi teman masa kecilnya Itsuki.”

“Jangan mengatakannya seolah-olah itu adalah pekerjaan harianmu,” selaku, setelah meletakkan gelas jus jerukku.

Karena restoran ini bergaya prasmanan, jadi makanan yang ada di piring kami berbeda-beda. Tennoji-san makan salad dan omelette. Narika makan sup dan roti. Dan untuk Hinako, dia makan berbagai hidangan yang seimbang, tapi itu mungkin karena dia sedang berakting. Jika itu Hinako yang biasanya, dia tidak akan mau makan sayur.

Yang aku ambil sebagai sarapanku adalah sayuran mentah dan salad sashimi, semuanya memiliki rasa yang elegan dan bergizi. Itu kurang lebih setara dengan sarapan yang disajikan di rumah Keluarga Konohana.

“Kamu teman masa kecilnya Tomonari-san?”

“Teman, masa kecilnya Itsuki...”
                        
Tennoji-san dan Narika terlihat tertarik dengan apa yang Yuri katakan.

“Sekarang kamu lagi kerja ‘kan? Apa tidak apa-apa kamu di sini?”

“Aku di sini hanya untuk menyapa sebentar. Selain itu, kepala koki bilang kalau aku bisa melakukan apapun yang aku mau selama itu tidak mengganggu pekerjaanku... Oh, tentu saja jika kalian menganggap aku mengganggu kalian, aku akan pergi.”

“Tidak, aku tidak berpikir kalau kamu mengganggu kami...”

Untuk memastikkan, aku melihat wajah-wajah yang lain.

“Kamu sama sekali tidak menggangu kok,” ucap Tennoji-san, menurunkan cangkir tehnya. “Ini adalah kesempatan yang langka bagi kami, dan kami tidak punya alasan untuk menolakmu. Justru kami akan senang jika kamu mau berteman dengan kami.”

“Ooooh... Luar biasa, jadi begini ya cara Ojou-sama berperilaku...”

Kata-kata toleran yang Tennoji-san ucapkan, serta sikpanya yang sopan, tenang, dan anggun tampak baru bagi Yuri. Reaksi yang dia tunjukkan itu mengingatkan aku pada diriku yang dulu.

Awalnya, aku juga terkejut dengan setiap perilakukan para Ojou-sama ini... Apalagi, sejauh menyangkut Tennoji-san, penampilannya yang eksentrik dengan rambur pirang bornya itu memberikan kesan yang lebih kuat.

“A-Aku juga sama. Aku ingin kita berteman,” ucap Narika, menatap Yuri.

Tapi, mungkin karena dia gugup bertemu dengan orang baru, wajahnya menjadi lebih tegang daripada biasa—tepatnya wajahnya menjadi wajah yang biasa ditakuti di akademi.

Kalau aku aku tidak melakukan sesuatu, Narika mungkin akan disalahpahami. Jadi dengan pemikiran itu, aku berbisik pada Yuri.

(Yuri. Narika orangnya sedikit canggung...)

(Jangan khawatir, aku tahu kok. Soalnya ada juga orang sepertinya di antara pelanggan kami.)

Yuri sama sekali tidak takut. Dia menghadapi Narika sambil menampilkan senyum yang bersahabat.

“Miyakojima-san. Apa kamu orang yang pernah ketemu sama Itsuki saat kalian masih kecil...”

“Ya. Itu aku. Saat masih kecil, Itsuki pernah mengurusku.”

Dulu aku pernah memberitahu Yuri kalau aku tinggal untuk sementara waktu di rumahnya Narika. Sejak dulu Yuri cukup tertarik dengan cerita itu, jadi dia mengalihkan perhatiannya ke Narika.

“Hmm~~ Itsuki mengurus orang, ya?”

Yuri menatapku dengan ekspresi tertentu.

“...Memang kenapa?”

“Tidak kenapa-kenapa~. Hanya saja, rasanya sedikit menyegarkan mengetahui kamu yang biasanya aku urus, mengurus orang lain.”

Mendengar Yuri mengatakan itu, dua Ojou-sama di tempat ini sontak bereaksi.

“Mengurus...?”

“Mengurus, Itsuki...?”

Hinako dan Narika memiringkan kepala mereka, keduanya bereaksi terhadap keyword aneh.

“Ngomong-ngomong, jika kalian bertiga adalah Ojou-sama, maka kalian menginap di kamar kelas tiga, kan? Karena penghuni kamar kelas tiga biasanya akan diantarkan makanan, kurasa agak aneh melihat kalian menggunakan ruang makan di sini...”

Hinako lah yang menjawab pertanyaan Yuri.

“Karena ini kesempatan yang bagus, aku ingin makan bersama semua orang seperti ini.”

“Oh begitu ya. Yah, memang sih, akan lebih menyenangkan makan bersama seperti ini karena akan lebih terasa nuansa liburannya,” ucap Yuri, menerima alasan Hinako.

Padahal sih, alasan Hinako makan di sini karena dia ingin makan bersamaku.

Untuk Tennoji-san dan Narika, mereka sama-sama bilang, “Mumpung kita lagi ada di sini, aku ingin kita menikmati makanan bersama-sama”, tapi karena mereka orangnya baik dan pengertian, jadi aku tidak bisa menyangkal fakta bahwa mereka menyesuaikan diri denganku yang harus makan di ruang makan. Jika demikian, akan tidak sopan kalau aku menyebutkan soal itu, jadi aku hanya harus dengan senang hati menerima kebaikan keduanya.

“...Baiklah, waktu istirahatku akan segera selesai, jadi aku permisi dulu.”

Melihat jam yang tergantung di dinding, Yuri hendak pergi.

“Ah, Yuri, tunggu sebentar.”

Aku mendekati Yuri saat dia berhenti dan berbicara padanya dengan suara pelan.

“Seperti yang kukatakan kemarin, aku memalsukan identitasku di Akademi Kekaisaran. Aku baik-baik saja dengan tiga orang yang kau temui sebelumnya karena kurang lebih mereka tahu tentang kondisiku, tapi tolong jangan beri tahu orang lain.”

“Ya, aku akan berhati-hati.” Yuri menatap lurus ke mataku dengan mengangguk. “Tapi ngomong-ngomong, apa kau selalu terlibat dengan orang-orang berderajat tinggi seperti mereka?”

“Yah, begitulah.”

“...Gitu ya, tapi aku ingin tahu, apa rambut bor pirang itu normal ya di kalangan Ojou-sama?”

“Tidak, setauku cuman Tennoji-san saja yang seperti itu.”

Hanya ada satu orang saja di Akademi Kekaisaran yang memiliki model rambut bor pirang seperti itu.

“Hmm~...... Kalau kuperhatikan, sepertinya kenalanmu semuanya perempuan, ya.”

Entah mengapa, suaranya kini terdengar seperti mengandung duri kecil yang tajam. Kemudian, dengan ekspresi wajah yang sedikit cemberut, Yuri melirik Hinako dan yang lainnya.

“Selain itu, mereka semua cantik-cantik... Apa semua wanita di Akademi Kekaisaran secantik mereka?”

“Ti-Tidak juga, hanya saja mereka bertiga itu spesial...”

“Terus, kenapa orang-orang spesial seperti mereka berkumpul di sekitarmu?”

“Itu kebetulan saja...”

“Hmm———?!”

Dia menatap lurus ke arahku dengan mata yang setengah terpejam. Sepertinya dia tidak mempercayaiku... Aku sendiri sih tidak pernah memikirkannya secara mendalam, tapi ketika aku memikirknnya, aku benar-benar tidak tahu mengapa Ojou-sama elit seperti mereka berkumpul di sekitarku...

“Ngomong-ngomong, Itsuki.”

“Apa?”

“Kamu tidak berpikir kalau aku sudah puas dengan alasan yang kamu berikan kemarin, kan?”

Aku sontak tak bisa berkata-kata.

“Aku benar-benar sedih loh ketika kau mengabaikan pesanku.”

“Ugh.”

“Saat aku melihatmu di arcade, aku sebenarnya ingin mengajukan banyak pertanyaan kepadamu, tapi aku ingin membaca suasana dan berakhir menahan diri.”

“Ugh...”

Jadi dia mengingatnya, ya...

Mengenai pesan yang kuterima dari Yuri tepat setelah aku menjadi pengurus, waktu itu aku segera membalasnya, tapi kemudian aku tidak bisa menyangkal kalau aku telah mengabaikannya untuk sementara waktu. Lebih tepatnya sih, aku tidak bisa menjawab karena Hinako mengambil ponselku.

Selain itu, pengurus adalah pekerjaan yang sulit, jadi aku juga berperilaku lebih ceroboh daripada biasanya. Karenanya, aku benar-benar merasa tidak enak padanya tentang hal ini.

“Datanglah ke tempatku malam ini. Aku luang mulai sore hari.”   

“...Baiklah.”

Aku tidak bisa menolak perintah itu.

 

◆◆◆◆

 

Setelah berpisah dengan Yuri, kami menuju ke tempat kursus musim panas.

Kursus akan dimulai hari ini. Kami memasuki tempat bertipe pondok dan membuka pintu ruang kelas, dan di dalam, sudah ada hampir 20 siswa yang berkumpul.

“Hei, bukankah itu..., orang-orang dari Akademi Kekaisaran?”

“Itu Ojou-sama sungguhan...”

“Mereka semua cantik-cantik.”

“Oh, tapi ada satu orang yang sepertinya bisa akur dengan orang seperti kita...”

Mungkin, orang yang dimaksud dari ucapan yang terdengar di akhir itu aku.

Sebelum porseni dimulai, pada saat yang sama ketika aku mencoba membantu Narika mengatasi pergumulannya, aku menyadari evaluasi objektif yang ditujukan kepadaku, dan memutuskan untuk bersikap sehingga aku tidak akan terlihat tidak wajar ketika aku berada di sekitar Hinako dan yang lainnya. Jadi dengan mengingat bagaimana perasaanku saat itu, aku menegakkan punggungku.

Tidak seperti Hinako dan yang lainnya, aku tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Jadi jujur saja, dalam hati aku merasa gugup, tapi setidaknya sekarang aku tidak terlihat tidak wajar ketika berada di sekitar para Ojou-sama ini. Jika itu aku yang dulu, maka respon mereka pasti berbeda. Satu atau dua komentar yang mengejekku mungkin akan diarahkan kepadaku.

“Hm, sepertinya tempat duduknya sudah ditentukan.”

Selembar kertas dengan nama dan tempat duduk masing-masing siswa ditempel di meja panjang di depan. Tampaknya uruntan tempat duduk diurutkan sesuai urutan penerimaannya di resepsi. Narika duduk di sampingnya Hinako, dan aku——

“Oh, sepertinya kita bersebelahan,” ucap Tennoji-san, mendekatiku.

Orang yang duduk di sampingku adalah Tennoji-san. Aku pun mengeluarkan alat tulisku dari tas dan duduk. Setelah beberapa saat, seorang pria yang tampaknya adalah guru berdiri di depan podium.

“Selamat pagi, semuanya. Ayo kita mulai kelas periode pertama kita hari ini.”

Buku pelajaran khusus untuk kursus musim panas ini dibagikan dari kursi di depan kami. Karena kursus ini hanya satu minggu, jadi jumlah halaman bukunya sedikit, meski begitu isi materinya sangat padat. Karena itu, aku jadi sedikit kewalahan. Namun demikian, gini-gini aku orang yang terus mengikuti pelajaran-pelajaran di Akademi Kekaisaran secara rutin. Jadi, meskipun aku harus memutar otakku dengan mati-matian, aku berhasil mengikuti kelas kursus.

...Akhirnya selesai juga periode pertama pelajaran.

Kursus musim panas berlangsung dari pukul 10:00 sampai 18:00. Itu adalah jadwal yang sulit, tapi untungnya itu sudah termasuk makan siang. Nah, karena kursus ini disponsori oleh Akademi Kekaisaran, makan siang yang disiapkan berkualitas tinggi, sehingga mata para siswa yang berpartisipasi dari sekolah lain tampak berbinar ketika melihatnya.

Setelah istirahat makan siang, kelas sore pun dimulai saat seorang guru laki-laki memasuki ruang kelas.

“Sekarang, kita akan mulai pelajaran ekonomi mikro.”

“...Ekonomi, mikro?”

Aku memiringkan kepalaku terhadap kata asing itu. Melihat aku yang kebingungan, Tennoji-san di sampingku menjelaskannya padaku dengan suara pelan.

“Apa kamu tidak membaca brosurnya? Kursus musim panas ini mengundang beberapa profesor yang mengajar di universitas bergengsi di seluruh negeri untuk memberikan kuliah khusus tentang bisnis dan jasa modern. Secara khusus, kita akan diajak untuk mempelajari perdagangan, administrasi bisnis, hukum, sains dan teknik.”

“Be-Begitu ya...”

Untuk saat ini aku hanya menganggukkan kepalaku, tapi sebenarnya aku tidak mengerti apa yang dia jelaskan. Tapi kemudian, mungkin mengetahui isi pikiranku, Tennoji-san tersenyum lembut.

“Sederhananya, ini adalah studi kekaisaran.”

Buset, jadi studi kekaisaran juga ada ya...?

[Catatan Penerjemah: Studi kekaisaran adalah pendidikan yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kedudukan khusus, seperti seorang raja. Walaupun tidak ada batasan yang tegas tentang isi pendidikan, dikatakan bahwa selain pengetahuan yang luas di bidang akademik, pendidikan holistik diberikan dalam bidang-bidang seperti kepemimpinan dan etiket. Dalam artian yang lebih luas, pendidikan yang diberikan oleh politisi dan eksekutif perusahaan untuk melatih penerusnya juga disebut sebagai studi kekaisaran (bahasa inggrisnya imperial studies).]

Aku tahu kalau konsep kursus musim panas ini adalah bahwa siswa dapat mempelajari hal-hal yang tidak dapat mereka pelajari di kelas reguler, tapi aku tidak menyangka bahwa akan sampai diajari tentang imperialisme juga..., ini benar-benar tidak terduga.

Ketika aku membolak-balik halaman buku teks, aku menemukan bahwa setelah mempelajari ekonomi mikro,  kami akan akan mempelajari ekonomi makro. Tak satu pun dari kedua topik tersebut yang aku tahu apa-apa tentangnya.

Akhirnya, pelajaran ekonomi berakhir.

Aku benar-benar sudah babak belur.

“Kamu baik-baik saja, Tomonari-san?”

“Aku tidak..., baik-baik saja...”

“Yah, mengingat kalau buku pelajarannya baru saja di bagikan, jadi aku bisa mengerti kalau kamu tidak bisa melakukan persiapan,” ucap Tennoji-san, pengertian.

Melihat sekeliling kelas, kuperhatikan beberapa siswa lain memegangi kepala mereka. Sepertinya pelajaran yang barusan itu memang benar-benar sulit. Tapi seperti yang Tennoji-san bilang sebelumnya, ceritanya mungkin akan beda kalau aku sudah melakukan persiapan sebelumnya. Tennoji-san sih kelihatannya biasa-biasa saja, mungkinkah dia mempelajari bidang semacam ini secara teratur?

Akhir-akhir ini, aku sudah terbiasa dengan kehidupan di Akademi Kekaisaran, dan itulah mengapa aku semakin menyadari betapa menakjubkannya gadis-gadis ini. Hinako adalah putri dari Grup Konohana, Tennoji-san adalah putri dari Grup Tennoji, dan Narika adalah putri dari produsen barang olahraga terbesar di Jepang. Dunia tempat mereka tinggal sangat tinggi dan sulit, Tidak mudah untuk bisa berdiri sejajar di samping mereka.

Aku perlahan-lahan menghembuskan udara dari paru-paruku seolah untuk memuntahkan kelelahan dari kepalaku.

Kemudian, aku mendengar percakapan dari salah satu kursi di dekatku.

“Konohana-san? Kok kamu kelihatan seperti mengkhawatirkan sesuatu, apa ada yang salah?”

“Tidak ada apa-apa, aku masih sama seperti biasanya kok.”

Kudengar suara Hinako terdengar lebih berat daripada biasanya, jadi aku mencoba meliriknya. Kemudian, aku melihat kalau Hinako juga sepertinya menatapku, yang membuat pandangan kami sontak bertemu.

Mungkinkah dia mengkhawatirkanku?

Jangan khawatir, aku bisa melalui ini. Aku melambaikan tanganku dengan maksud mengatakan itu, dan kemudian Hinako kembali melihat ke depan dengan ekspresi lega.

Waktu jeda telah usai, dan sekarang seorang wanita berjas memasuki kelas.

“Sekarang, kita akan memulai pelajaran Pengantar Multimedia. Di kelas ini, kalian akan diajari tentang media yang kita gunakan sehari-hari, juga teknologi dasar yang berkaitan dengan audio dan video.”

Sepertinya, yang mengajar kali ini adalah profesor dari Fakultas Sains dan Teknik.

Saat mendengarkan konten pelajaran, secara bertahap aku mulai merasakan déjà vu.

...Ah. Aku tahu topik ini.

Sebelum Akademi Kekaisaran memasuki masa liburan musim panas, aku dulu belajar dengan teman sekelasku, Kita, untuk memperoleh sertifikasi nasional di bidang IT. Sepertinya, cakupan materi yang kami pelajari saat itu kurang lebih mirip dengan yang diberikan di kursus musim panas ini.

“Sekarang, untuk pertanyaan ini...”

Guru melihat sekeliling kelas untuk menunjuk siswa menyelesaikan soal. Sontak saja, sebagian besar siswa langsung memalingkan muka mereka, kecuali Hinako dan Tennoji-san.

Sedangkan untukku..., aku tidak memalingkan mukaku.

“Tomonari-san, tolong jawab pertanyaan ini.”

Setelah memerikska namaku di bagan tempat duduk, guru menunjukku.

“Erm..., kuantisasi.”

“Benar. Kamu memahaminya dengan baik,” ucap guru, tersenyum kagum. “Dalam PCM, yang mendigitalkan data analog, kuantisasi dilakukan setelah pengambilan sampel. Dan ingat, setelah itu, kita akan mengkonversi angka menjadi biner dengan encoding.”

Mendengar penjelasan tersebut, siswa di kelas serempak berseru, “Ooh”, untuk memuji.

Aku senang bahwa secara kebetulan konten materi saat ini berada dalam jangkauan studiku. Tidak diragukan lagi bahwa aku beruntung, tapi meskipun demikian, pujian dari orang-orang di sekitarku membuatku senang, serta memberikan kesadaran bahwa aku pun juga seorang siswa Akademi Kekaisaran.

“Konohana-san, sepertinya kamu sedang dalam suasana hati yang baik.”

“Begitukah? Aku masih sama seperti biasanya kok, fufufu.”

Aku mendengar percakapan-percakapan seperti itu, jadi aku melirik ke Hinako, dan entah kenapa kulihat dia tampak bangga dan membusungkan dadanya.

“Hebat kamu bisa mengerti soal yang barusan, Tomonari-san,” puji Tennoji-san padaku dengan suara pelan.

“Yah, kebetulan topik ini adalah bidang yang aku pelajari. Itu hanya kebetulan aku bisa menjawabnya.”

“Apa di masa depan kamu berencana untuk masuk ke dunia IT?”

“Aku masih belum memutuskannya dengan pasti, tapi itulah rencanaku untuk saat ini.”

Awalnya, aku mempelajari IT karena status yang kuperankan. Tepatnya, di Akademi Kekaisaran, aku adalah pewaris perusahaan IT kelas menengah. Aku memulai studiku dengan maksud untuk membuat pengaturan statusku ini akan terlihat lebih meyakinkan, namun ketika Shizune-san memperkenalkanku ke perusahaan IT sebagai tempat untukku bekerja di masa depan, dan ketika aku terlibat dengan dengan pewaris sungguhan dari perusahaan IT menengah seperti Kita, motivasiku jadi meningkat,

“Kalau begitu, dengan senang hati aku bisa loh memperkenalkanmu ke beberpa perusahaan IT Grup Tennoji.”

“Eh, erm..., apa itu tidak apa-apa?”

“Tentunya kami akan memeriksa kemampuanmu dengan benar, dan kupikir sama sekali tidak ada masalah jika hanya sekadar memperkenalkanmu.”

Aku sudah mengharapkan itu dari Tennoji-san, orang yang selau berusaha berperilaku baik untuk menghayati nama Grup Tennoji, bahwa dia tidak punya niat untuk mempekerjakan seseorang melalui jalur orang dalam... Yah, hal yang sama pun juga berlaku untuk Grup Konohana.

“Tapi, secara pribadi sih, aku maunya kamu bekerja di bidang produsen logam non-besi atau pabrik bahan kimia umum, yang merupakan perusahaan inti grup kami.”

“Hm, memangnya kenapa?”

“Yah, soal itu...” Seketika, Tennoji-san memalingkan wajahnya karena malu. “Bergantung pada karirmu, kamu akan bisa ditempatkan di posisi penting dalam grup... Te-Terus, setelah itu, erm, kamu akan bisa bekerja bersamaku...”

Oh, begitu ya.

“Kedengarannya bagus. Seperti yang dulu pernah kukatakan padamu, kupikir akan menyenangkan jika aku bisa bekerja denganmu, Tennoji-san.”

“...Y-Ya ‘kan?! Menurutku juga begitu!” ucap Tennoji-san, tampak sangat gembira.

“Kalian berdua yang di sana, harap berkonsentrasi pada pelajaran.”

Guru menatap tajam ke arahku. Sepertinya, ini membuat pujiannya kepadaku sebelumnya jadi hilang... Kurasa aku mungkin aku sedikit lengah. 

Tennoji-san dan aku segera menundukkan kepala kami dan menutup mulut.

“Ko-Konohana-san, kok kamu kelihatannya seperti sedang dalam suasana hati yang buruk...?!”

“Begitukah? Aku masih sama seperti biasanya kok, fufufu.”

Mendengar suara Hinako, aku mencoba melirik ke arahnya, dan kulihat entah mengapa dia menatapku seolah-olah dia sedang melihat sampah.

 

◆◆◆◆

 

“Baiklah, pelajaran untuk hari ini selesai, kerja bagus kalian semua, Nah, karena seminggu lagi akan ada ujian, jadi pastikan kalian tidak melewatkan persiapan serta tinjuan materi.”

Setelah pelajaran terakhir selesai, guru meninggalkan kelas.

“Ini cukup melelahkan.”

Setelah meninggalkan kelas, kami kembali ke hotel.

“Setelah ini kamu mau ngapain, Tomonari-san?”

“Yah, aku...”

Karena aku akan bertemu dengan Yuri di malam hari, jadi aku hendak memberitahu kalau aku tidak punya rencana apa-apa..., tapi pada saat itu, aku merasa ada seseorang yang menarik pakaianku dari belakang,

Itu adalah Hinako, dan dalam posisi di mana orang lain tidak bisa melihatnya, dia menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu.

Entah bagaimana aku bisa menebak niatnya, jadi aku menarik kembali kata-kata yang hendak kukatakan dan mengoreksinya.

“...Aku lelah hari ini, dan aku juga ingin bersiap-siap untuk pelajaran besok, jadi aku akan istirahat.”

“Aku juga sama.”

Segera, Hinako melontarkan pendapat yang sama denganku.

“Yah, kita bisa datang ke Karuizawa kapan pun kita mau. Jadi yah, aku juga akan istirahat.”

Aku tidak sependapat degan cara berpikirnya, tapi Tennoji-san sepertinya juga akan istirahat di kamarnya.

“Bagaimana denganmu, Narika?”

“...Aku juga, rasanya kepalaku seperti sudah mau pecah,” ucap Narika, tampak lebih lelah dariku.

“Baiklah, sampai jumpa besok.”

Aku pergi ke kamar kelas dua, dan para Ojou-sama itu secara alami menuju ke kamar kelas tiga. Kemudian, setelah kembali ke kamarku dan menunggu beberapa saat...

Baiklah... sekarang aku harus bertemu dengan Hinako.

Itu mungkin alasan kenapa tadi Hinako menarik pakaianku. Memang aku dengar kalau kondisi fisik Hinako lebih baik akhir-akhir ini, tapi hari ini dia pasti sedikit lelah, jadi dia ingin menghabiskan harinya dengan cara yang sama seperti ketika dia berada di mansion.

Sebisa mungkin, aku tidak ingin Tennoji-san atau Narika melihatku mengunjungi kamarnya Hinako. Sekarang sudah hampir sepuluh menit sejak kami berpisah, jadi dengan pemikiran bahwa sekarang sudah akan baik-baik asja, aku mencoba membuka pintu kamarku, tapi tiba-tiba, ponselku berdering menandakan adanya panggilan masuk.

Peneleponnya adalah Shizune-san.

[Itsuki-san, apa mungkin kamu hendak menuju ke sini?]

“Ya, aku baru saja mau keluar dari kamarku.”

[Soal itu..., Ojou-sama ketiduran.]

“Eh?”

[Aku akan menjaga Ojou-sama, jadi kamu bebas melakukan apa pun yang kamu mau, Itsuki-san.]

“Be-Begitu ya?”

Secara tak terduga aku diberikan waktu luang, jadi secara refleks aku melirik jam di atas meja di samping tempat tidurku.

...Mungkin ini sedikit lebih awal, tapi kurasa aku akan pergi saja ke tempatnya Yuri.

Yuri bilang kalau dia akan luang mulai sore hari, jadi seharusnya akan baik-baik saja jika aku menemuinya sekarang.

“Sebenarnya, aku ada janji bertemu dengan Yuri setelah ini, jadi aku akan pergi menemuinya sebentar.”

[Aku mengerti.]

“Kalau ada sesuatu yang terjadi, tolong segera beritahu aku.”

Ketika aku mengatakan itu, aku merasa seperti aku bisa melihat Shizune-san sedang tersenyum dari balik telepon.

[Kamu biasanya bekerja hampir tanpa hari libur. Jadi kamu bebas melakukan apa pun yang kamu mau kok selama berada di Karuizawa.]

“......Terima kasih.”

Aku merasa kerja kerasku diakui, jadi aku diliputi kegembiraan.

[Tapi yah, kamu mungkin akan terlalu disibukkan dengan belajar.]

“Kau benar...”

Karena ada banyak kelas khusus, persiapan dan peninjauan materi sangatlah penting.

Tapi karena dia sudah mengatakan itu, selagi aku di Karuizawa, kurasa tidak ada salahnya sedikit menghabiskan waktuku dengan bebas. Tentunya, aku masih tetap tidak bisa mengambil jalan pintas dalam studiku.

Aku pun menutup telepon dan mengirim pesan ke Yuri.

 

Itsuki: Aku mau ke tempatmu.

Yuri : Datanglah ke kamar 204 di gedung utama. Dan juga, kosongkan perutmu.

 

Yuri segera membalas pesanku.

Sepertinya, Yuri menginap di kamar kelas satu. Tapi, seingatku, dulu aku pernah mendengar dari Yuri sendiri bahwa dia tidur di kamar karyawan saat kerja sambilan di resor...

“Kosongkan perutku, ya...?”

Kurasa dia mengundangku untuk makan malam dengannya?

Untuk berjaga-jaga, aku memberitahu Shizune-san melalui pesan kalau aku mungkin akan pergi sekalian makan malam.

“...Di sini, ya?”

Berdiri di depan pintu, aku membunyikan interkom. Kemudian, lubang intip di pintu menjadi gelap sesaat, dan saat berikutnya pintu terbuka.

“Datang juga kamu.”

Aku masuk ke kamarnya Yuri.

Ukuran kamarnya tidak jauh berbeda dengan kamar kelas dua yang kutempati. Perbedaan harganya mungkin karena pemandangan dari kamar. Dibandingkan dengan kamar kelas dua dan tiga yang ada di atas bukit, kamar kelas satu tidak memiliki panorama alam Karuizawa karena bangunannya ada di bawah. Sebagai gantinya, kamar kelas satu menawarkan pemandangan hotel yang indah.

Nah, hotel itu sendiri mewah dan luas, jadi ini juga merupakan pemandangan yang menarik.

“Kamu tinggal di kamar ini, Yuri?”

“Ya. Aku mendapatkan kamar ini dengan kondisi gajiku hanya dibayar setengah saja. Alasan aku kerja sambilan di sini sekadar untuk meningkatkan keterampilan memasakku, jadi aku tidak kerja untuk bayarannya, dan selain itu, mumpung aku kerja sambilannya di sini, aku juga mau merasa seperti seorang pelanggan di hotel mewah ini.”

“...Seperti biasanya, kamu benar-benar serius jika itu menyangkut tentang memasak.”

“Tentu saja. Aku ‘kan akan mengambil alih bisnis keluargaku.”

Setelah mengatakan itu, Yuri mempersilakanku duduk di kursi, jadi aku duduk.

Ngomong-ngomong, saat aku mendengar apa yang barusan dia katakan itu, tiba-tiba aku teringat pada Hinako dan para Ojou-sama lainnya. Meski mereka hidup di dunia yang berbeda, cara hidup Yuri mungkin mirip dengan mereka. Bagaimanapun juga, Yuri juga merupakan orang yang memutuskan untuk meneruskan bisnis keluarganya.

“Yah, mengesampingkan soal itu... Saat ini, aku sedikit marah padamu,” ucapnya, menatapku dengan mata acuh tak acuh.

“...Serius, cuman sedikit?”

“Aku akan lebih marah saat kamu mengatakan hal-hal seperti itu.”

“Aku tidak mengatakan apa-apa.”

Aku langsung menyesal telah mengatakan sesuatu yang tidak perlu.

Tadi Yuri mendesakku untuk duduk, tapi dia sendiri tidak mau duduk. Nah, entah apakah dia sadar tentang itu atau tidak, tapi itu adalah kebiasaan lamanya Yuri. Dia adalah gadis yang kompleks tentang tinggi badannya, dan ketika dia ingin membicarakan sesuatu yang penting, dia mencoba untuk tidak duduk. Soalnya kalau dia duduk, itu hanya akan membuatnya terlihat lebih kecil.

“Baiklah, menurutmu mengapa aku sedikit marah?” tanya Yuri.

Hal pertama yang terlintas di benakku adalah bahwa aku tidak membalasnya pesannya dulu dengan jelas.

“...Apa karena, aku terlambat menghubungimu?”

“Jujur saja aku tidak terlalu marah soal itu. Lagipula kamu juga sepertinya sibuk,” ucapnya, menggelengkan kepalanya.

Hal berikutnya yang terlintas di benakku adalah saat aku pergi ke game center dengan Tennoji-san yang lagi menyamar. Waktu itu sih aku tidak terlalu memikirkannya, tapi dari sudut pandang Yuri, yang dia lihat itu adalah——

“...Atau apa karena aku tiba-tiba menghilang, tapi kemudian kamu melihatku dengan senang hati bermain di game center?”

“Aku marah soal itu, tapi itu juga bukan.”

Jadi dia juga marah soal itu...? Tapi kalau dia bilang itu bukan alasannya sedikit marah, aku tidak bisa memikirkan hal lain lagi.

Aku bingung, dan kemudian Yuri menghela napas kecil.

“Itsuki. Orang tuamu melarikan diri di malam hari dan kamu tidak punya tempat tujuan, kan?”

“...Ya.”

“Jika itu masalahnya...” Yuri menggigit bibirnya untuk menahan amarahnya dan berkata, “Jika itu masalahnya... Maka pertama-tama kamu bisa mengandalkan aku dulu!”

Mataku sontak terbelalak.

Yuri, jadi dia memikirkan itu ya?

Kegembiraan dan perasaan bersalah kepadanya, segala macam emosi bercampur aduk di hatiku.

Bagiku, Yuri, teman masa kecilku, adalah teman terdekat yang bisa aku ajak bicara santai tentang apapun. Setidaknya, itulah yang biasanya aku pikirkan tentangnya. Tapi kadang-kadang, aku terpikirkan sesuatu. Teman masa kecil bukanlah hubungan yang sederhana. Selain orang tuaku, satu-satunya orang yang aku kenal selama hampir sepuluh tahun adalah Yuri. Dia adalah tetangga yang penting bagiku. Aku yakin, Yuri juga pasti merasakan hal yang sama tentangku.

“Maaf... Tapi semuanya terjadi begitu tiba-tiba. Tidak lama setelah aku tahu kalau orang tuaku melarikan diri, aku terlibat dalam penculikan Konohana-san.”

Yuri mengangguk sedikit, dan aku melanjutkan.

“Kalau misalnya saat itu aku tidak bertemu Konohana-san..., aku pasti akan mengkonsultasikan masalahku padamu.”

“.....Begitu ya.”

Yuri kembali memberikan anggukan kecil.

Keheningan mengikuti untuk sementara waktu. Tapi keheningan ini adalah ritual yang diperlukan. Celah yang tau-tau saja terbentuk pun akhirnya diisi oleh kepercayaan yang aku ingat darinya.

Akhirnya, suara pelan, “Fuu”, keluar dari mulut Yuri.

“Itsuki, kamu belum makan malam, kan?”

“Ya. Toh kamu juga menyuruhku untuk mengosongkan perutku.”

Yuri dengan cekatan mengenakan celemek yang yang ada di meja dapur. Itu bukanlah celemek garcon klasik yang dia kenakan pagi ini saat kerja, melainkan celemek dari tokonya yang tampak tidak asing bagiku.

Saat dia mengencangkan ikat pinggangnya, dia jadi terlihat lebih berwibawa dari biasanya, dan wajahnya yang kekanak-kanakan terlihat dewasa.

“Apa pesananmu?”

“Aku mau set hamburger.”

“Oke, yang seperti biasanya, ya.”

Mengatakan itu, Yuri kemudian membuka kulkas kecil. Di dalamnya ada beberapa bahan seperti daging dan sayuran, mungkin dia ambil dari kafetaria tempat dia bekerja saat ini.

Yuri pun mulai memasak dengan tampilan yang sudah sangat terbiasa.

Dari punggungnya yang kecil itu, aku bisa mendengar suara pisau dapur yang memotong-motong bahan makanan. Pemandangan itu sangat tidak asing bagiku sampai-sampai aku lupa bahwa saat ini aku ada di Karuizawa.

“Sudah lama sejak aku makan masakanmu,” ucapku.

“Yah, dulu kamu sering datang ke tempatku setelah pulang dari tempat kerja sambilanmu.”

“Begitulah. Kamu juga sering mengundangku untuk mencicipi masakanmu.”

Seperti yang kubilang sebelumnya, Yuri benar-benar serius dalam memasak. Pekerjaan sambilan yang dia lakukan kali ini mungkin adalah hasil dari keseriusannya itu.

Tidak sepertiku di masa lalu, Yuri berkecukupan. Setelah masuk SMA, dia akan melamar pekerjaan sambilan di resor setiap kali libur panjang dan bekerja sebagai staf dapur di hotel yang cukup terkenal, tapi alasan dia melakukan itu adalah untuk mengasah keterampilan memasaknya.

“Tujuanmu masih sama, ya.”

“Tentu saja.”

Di masa depan, Yuri akan mengambil alih restoran populer milik keluarganya.

Tapi selain itu, dia punya ambisi tertentu.

“Aku akan menjadikan Hiramaru sebagai restoran ritel nasional!” ucap Yuri, mengepalkan tinju kecilnya.

Itulah impian Yuri. Itu adalah ambisi yang telah dia bicarakan padaku sejak kami masih kecil.

“Aku mendukungmu.”

“Kalau kamu bilang begitu, maka jangan pergi begitu saja. Kamu ‘kan pencicip masakanku.”

“Maaf...”

Pekerjaanku sebagai pengurus menjadi lebih fleksibel akhir-akhir. Lain kali aku punya waktu luang, kurasa aku akan pergi ke rumahnya Yuri.

“Ngomong-ngomong, saat kamu lagi kursus, aku melakukan sedikit penyelidikan,” sambil memotong sayuran, Yuri melanjutkan. “Mungkinkah ketiga Ojou-sama yang kutemui tadi pagi adalah anak-anak berstatus tinggi bahkan di antara siswa-siswi di Akademi Kekaisaran?”

“Yah..., mereka bertiga memiliki latar belakang keluarga yang sangat baik.”

“Jadi aku benar, ya. ...Terus seperti yang kubilang tadi pagi, bagaimana bisa kamu bergaul dengan orang-orang berderajat tinggi seperti mereka?”

Aku sendiri juga bertanya-tanya soal itu ketika dia menanyakan itu padaku tadi pagi.

Tapi ketika aku memikirkannya, jawaban untuk pertanyaan itu sederhana.

“Mungkin, itu karena aku bertemu dengan Konohana-san lebih dulu.”

Hinako adalah penyebab segalanya. Setelah aku bertemu Hinako dan mulai bekerja untuknya, aku jadi bisa bertemu dengan Tennoji-san dan Narika.

“Ini adalah keajaiban bagiku bahwa aku bertemu Konohana-san.”

Sungguh, itu rasanya seperti aku telah menggunakan keberuntungan seumur hidupku.

Saat aku teringat tentang apa yang terjadi beberapa bulan yang lalu..., Yuri menatapku.

“Hmm~”

“Kenapa kamu tatapin aku begitu?”

“Tidak kenapa-kenapa... Aku hanya sedikit tidak menyukai itu.”

Aku memiringkan kepalaku karena tidak mengerti apa maksud perkataannya, tapi kemudian hamburger yang kupesan sudah disajikan.

“Nih, makasih udah nunggu.”

Yuri duduk di depanku. Di tangannya juga ada set hamburger yang seperti milikku.

Salad sayuran mentah, nasi putih, dan steak hamburger. Ini adalah menu yang biasa aku makan di rumah Yuri. Untuk steak hamburger, dia mungkin sudah membuat persiapannya lebih awal. Meski begitu, fakta bahwa dia bisa menyiapkan dua makanan dalam waktu yang sesingkat itu adalah karena Yuri sudah terbiasa memasak setiap hari.

“Selamat makan!”

“Selamat makan!”

Setelah menepukkan tangan, kami pun makan malam bersama.

Tidak segan-segan, aku segera memasukkan hamburger ke dalam mulutku.

“Bagaimana rasanya?”

“Enak.”

Mendengar jawabanku, Yuri tampak puas.

“Yah, lagipula sejak dulu kamu selalu menyukai ini.”

“Ya. Ini pake bahan rahasia, kan?”

“Perilla. Aku memotongnya dengan sangat halus dan memasukkannya.”

“Ya, itu, itu,” ucapku, masih mengisi mulutku dengan hamburger. “Ini nostalgia... Sudah lama aku tidak makan makanan seperti ini, jadi ini terasa sangat enak.”

“Aku sudah menduga itu, makanya aku menyiapkannya untukmu. Kamu pasti sangat lapar dengan makanan biasa, kan?”

Kami sudah saling kenal selama bertahun-tahun, dan dia tampaknya bisa dengan mudah melihat perasaanku. Saat ini, tidak ada Ojou-sama di tempat ini. Pihak ketiga yang mengamati pun juga tidak ada. Dan apa yang ada di depanku bukanlah hidangan mewah, melainkan hidangan biasa dan tidak asing bagiku.

Karenanya, aku tidak perlu khawatir tentang etiket makan.

Tanpa segan-segan, aku memotong steak hamburger sedikit lebih besar dan menggigitnya. Itu membuat area di sekitar bibirku menjadi sedikit kotor.

“Syukurlah.”

Ketika aku melihat ke depanku, Yuri sedang menatapku sambil menggunakan kedua tangannya untuk memangku pipinya.

“Kamu sama sekali belum berubah, Itsuki.”

“Kamu juga.”

Meskipun kami sudah lama tidak bertemu, kami adalah teman masa kecil yang bisa menghabiskan waktu kami bersama-sama tanpa ragu-ragu.

Terbungkus dalam suasana hati yang tenang, aku menjajalkan bibirku datas makanan buatan Yuri.

 

◆◆◆◆

 

Setelah berpisah dengan Yuri, aku menyusuri jalan malam yang gelap menuju ke kamarku.

Untuk jaga-jaga, kurasa lebih baik aku memberitahu Shizune-san kalau urusanku sudah selesai...

Aku mengeluarkan ponselku dari sakuku dan menelepon Shizune-san.

“Halo, Shizune-san, sekarang aku luang, jadi aku bisa ke sana kalau dibutuhkan, tapi bagaimana?”

[Hm..., baiklah, kamu bisa datang, kan? Ojou-sama juga sepertinya ingin berbicara denganmu...]

“Aku mengerti.”

Sepertinya, Hinako sudah bangun.

[Oh, tunggu sebentar. Ojou-sama ingin mengatakan sesuatu, jadi aku akan memberikan ponselku padanya.]

Suara gemerisik terdengar dari telepon, dan setelah menunggu beberapa detik, aku mendengar suara napas samar dari sisi lain telepon.

“Hinako?”

[Mm... Aku mau makan keripik kentang.]

Aku terkejut, dan mungkin Shizune-san juga merasakan hal yang sama di sisi lain telepon.

“Apa Shizune-san mengizinkannya?”

[Mm... Dia bilang tidak apa-apa.]

“Baiklah. Kalau begitu, tunggu sebentar sementara aku membelinya.”

Dalam artian tertentu, aku lega mengetahui dia masih sama seperti biasanya.

Hotel tempat kami menginap adalah hotel mewah, tapi hotel ini tetap terbuka untuk tamu biasa selama mereka bisa membayar. Karenanya, ada sebuah toko kecil di belakang resepsionis gedung utama yang banyak menjual barang-barang umum. Di toko itu aku menemukan keripik kentang yang diinginkan Hinako dan membelinya.

Setelah meninggalkan toko, aku memeriksa ponselku dan menemukan bahwa Shizune-san telah mengirimiku nomor kamar mereka menginap. Jadi, sambil membawa keripik kentang, aku menuju ke kamar tempat Hinako menginap.

Kamar yang ditempati Hinako dan Shizune-san lebih terlihat seperti rumah daripada kamar.

Aku harus waspada dengan sekelilingku.,,

Beberapa orang mungkin telah memperhatikan bahwa ini adalah kamar tempat Hinako menginap. Informasi bahwa aku mengunjungi kamarnya Hinako di malam hari akan menimbulkan kesalahpahaman yang tidak perlu, jadi aku tidak boleh sampai dilihat orang lain.

Setelah memastikan kalau tidak ada yang melihatku, aku mengetuk pintu.

Kemudian, setelah menunggu sebentar, pintu terbuka dan Shizune-san menyambutku.

“Permisi.”

“Apa ada yang melihatmu ke sini?”

“Tidak ada.”

Aku hendak memastikannya sekali lagi, tapi daripada aku berlama-lama di luar, aku segera memasuki kamar.

“Ojou-sama ada di atas.”

Kamar kelas tiga jauh lebih mewah daripada kamar kelas dua yang aku tempati. Dan seperti yang aku duga ketika melihat eksteriornya, ini lebih seperti rumah daripada kamar. Di lantai pertama, ada ruang tamu dengan sofa besar, dan furnitur serta perabotannya tampaknya satu tingkat lebih tinggi daripada yang ada di kamar kelas dua. Tampaknya di sini juga ada kamar mandi yang menampilkan pemandangan yang indah.

“Jadi ini ya kamar kelas tiga..., luas sekali.”

“Yah, bagaimanapun juga ini adalah suite room, atau biasa disebut kamar tipe vila.”

“Vila...?”

“Maksudnya ini adalah tipe dimana kamar tamunya dipisahkan satu per satu seperti rumah. Ngomong-ngomong, suite room artinya ruang tamu dan kamar tidur dipisahkan.”

Oh, begitu ya, responku sambil mengangguk. Dari sudut pandangku sih, kupikir suite room adalah kamar mewah yang khusus, tapi rupanya itu memiliki arti yang seperti itu toh.

“Ngomong-ngomong, ini kamar khusus keanggotaan, ya...”

“Ya, ini kamar khusus keanggotaan, tapi harganya tidak terlalu mahal kok. Apalagi kalau dibandingkan dengan beberapa hotel mewah di pusat kota yang harganya lebih dari satu juta yen per malam.”

“Hyaah....!?”

Aku terdengar aneh, seperti reaksi yang ditunjukkan Tennoji-san di kelas kursus tadi siang.

“Tapi mungkin hotel di pusat kota agak kurang menyegarkan.”

“Eh, kenapa?”

“Soalnya lingkungan yang biasa kita tinggali itu lebih mewah. Karenanya, dalam hal itu, hotel di Karuizawa memanfaatkan lokasinya, jadi hotel ini terasa menyegarkan bagi kita.”

Sepertinya, Shizune-san tahu bahwa aku tidaklah begitu terkesan dengan hotel ini. Apa itu aritnya Shizune-san juga merasakan hal yang serupa...?

Di lantai atas, ada kamar tidur lain yang sangat besar.

“Selamat datang kembali~...”

Hinako, berbaring di tempat tidur di depanku, menatapku dan melambaikan tangannya.

“Nih, aku sudah membelinya.”

“Yay!”

Ketika aku menunjukkannya sekantong keripik kentang, mata Hinako langsung berbinar senang. Tapi, saat aku berpikir kalau dia akan bangun dari tempat tidurnya untuk makan keripik kentang...,

“Suapin...”

“...Ya, ya.”

Berbaring di tempat tidur, Hinako membuka mulut kecilnya.

Di sisi lain, Shizune-san menganggukkan kepalanya seolah berkata “Yah, tidak apa-apa untuk hari ini,” jadi aku mengambil sepotong keripik kentang dan membawanya ke mulut Hinako.

“Hehehe..., keripik kentang, enak...”

Hinako memakan keripik kentang, mengeluarkan suara kriuk-kriuk.

Mungkin, penampilannya saat ini adalah tampilan kemalasan terbesar dalam melakukan sesuatu yang bisa dibayangkan oleh manusia modern. Rasanya sulit dipercaya bahwa ini adalah gadis yang sama dengan gadis yang tadi siang orang-orang di kursus musim panas bisik-bisikkan “Cantik” dan “Itu Ojou-sama sungguhan”.

“Kamu juga makanlah, Itsuki...?”

“Ya.”

Aku makan keripik kentang juga.

Sejak aku menjadi pengurus, aku tidak bisa makan banyak makanan rumahan atau umum yang dijual di toko atau warung pinggir jalan, tapi satu-satunya makanan umum yang mungkin lebih sering aku dapat kesempatan untuk memakannya adalah keripik kentang.

Aku menyuapi Hinako keripik kentang, kemudian selanjutnya aku lagi yang makan keripik kentang. Saat kami terus bergantian makan keripik itu sampai habis, tiba-tiba aku merasa jariku tidak nyaman.

Hmm? Sepertinya jariku agak lembab...

Aku langsung menjilatnya, berpikir kalau itu hanya sedikit melembab dan aku tidak perlu terlalu mempedulikannya.

Tapi kemudian, aku menyadari kalau Hinako menatapku dengan wajah merah padam.

“......”

“E-Eh...? Mungkinkah, yang barusan itu karena aku menyuapimu...?”

“......Mm.”

“Ma-Maaf! Aku tidak menyadarinya!”

Aku sudah terlanjur menjilatnya sepenuhnya.

Hinako sontak memalingkan mukanya, malu, dan bahkan telinganya pun sampai dironai warna merah.

Setelah itu, keheningan yang canggung datang.

“Ehem.”

Shizune-san, yang mengawasi kami dari kejauhan, berdehem pelan dan menyadarkan kami kembali.

Ketika aku sadar, kuperhatikan kalau bahan ajar yang dibagikan hari ini diletakkan di atas meja. Aku membuka buku catatan di meja itu dan menemukan jejak-jejak orang habis belajar.

“Kamu sudah belajar, Hinako?”

“Ya, sedikit,” jawab Hinako sambil berbaring.

“Itu luar biasa..., kau menyelesaikannya dengan hampir sempurna.”

“...Aku tidak keberatan kalau kamu lebih memujiku,” ucap Hinako, menoleh ke arahku.

Apa itu artinya dia ingin aku mengelus kepalanya?

“Kerja bagus.”

“Mm...”

Hinako menyipitkan matanya bagaikan kucing yang jinak.

“Hinako, boleh tidak kalau aku belajar juga? Aku mau melakukan persiapan untuk besok.”

“Mm. Aku akan menontonmu dari belakang.”

“Boleh sih, tapi itu bukan sesuatu yang menyenangkan untuk ditonton, bukan?”

Saat aku mengatakan itu, Hinako menggelengkan kepalanya.

“Saat melihat pemandangan yang seperti biasanya..., aku jadi tenang.”

Saat mengatakan itu, dia menampilkan senyum lembut yang khas dari dirinya.

Aku pun belajar di meja, dan Hinako bersantai di tempat tidur.

Hmm, begitu ya, memang ini adalah pemandangan yang selalu dia lihat di kamarku saat di mansion.

Dan dengan begitu, di bawah tatapan Hinako, aku mulai persiapan untuk pelajaran besok.

Tapi kemudian, dari sofa di sebelahku, aku melihat ada seseorang menguap.

“Kelihatannya kamu mengantuk, Shizune-san.”

“......Begitulah. Akhir-akhir ini, aku sibuk kerja soalnya.”

Mungkin karena dia sudah setengah tertidur, dia agak terlambat meresponku.

Waktu sekarang menunjukkan pukul 22:00. Ini masih terlalu awal bagi Shizune-san untuk tidur, tapi dia selalu terlihat sibuk bahkan saat berada di mansion. Mungkin kelelahannya yang menumpuk sudah mencapai batas.

“Aku akan menjaga Hinako, jadi kamu bisa tidur, Shizune-san.”

“Tidak, soal itu...”

“Bukannya kamu sendiri yang mengatakannya padaku? Kalau aku bebas melakukan apa pun yang aku mau selama berada di Karuizawa? ...Kupikir hal yang sama juga berlaku untukmu, Shizune-san.”

Kupikir dia tidak menyangka bahwa kata-kata yang dia ucapkan padaku akan kuucapkan balik kepadanya, jadi mata Shizune-san sedikit melebar, dan aku terus melanjutkan kata-kataku.

“Beristirahatlah sesekali.”

“...Baiklah. Kalau begitu, aku akan ikuti kata-katamu.”

Shizune-san mengangguk pasrah dan tersenyum lembut. Dia kemudian turun ke kamar mandi di lantai pertama untuk mengganti baju tidurnya. Karena dia mungkin akan menggunakan kamar tidur ini setelah dia berganti pakaian, aku menatap Hinako dan pergi turun ke ruang tamu bersamanya.

“Itsuki..., terima kasih.”
 
Saat aku membuka buku pelajaran dan buku catatan yang kupinjam dari Hinako, entah mengapa dia berterima kasih padaku.                                              

“Untuk apa?”

“Shizune, dia senang,” ucap Hinako, sambil berbaring di sofa. “Ekspresi Sihzune yang seperti tadi itu..., aku jarang melihatnya.”

“...Begitu, ya. Baguslah kalau begitu.”

Kupikir tadi aku mungkin terlalu banyak omong, tapi aku senang aku mengatakannya.

“Hmm... Fuaaahh.” Hinako menguap.

“Kamu juga sepertinya sudah ngantuk.”

“Mm... Kamu juga.”

Jadi dia mengetahuinya, ya? Kupikir aku bisa berkonsentrasi pada studiku, tapi perlahan-lahan aku mulai mengantuk. Sepertinya Hinako melihatku ketika aku hampir tertidur beberapa kali.

Aku ingin melakukan persiapan sedikit lebih banyak lagi, tapi aku tidak mau kalau aku sampai ketiduran di sini dan besok ada banyak orang yang melihatku keluar dari kamar ini... Yah, kurasa lebih baik aku kembali ke kamarku saat hari masih gelap.

Seharusnya semuanya akan baik-baik saja selama aku kembali ke kamarku paling lambat tengah malam.

Tapi, harusnya aku tidak boleh memiliki pemikran ceroboh seperti itu——

 

Merasakan suhu yang dingin, aku membuka kelopak mataku.

Sinar matahari yang hangat bersinar melalui celah-celah gorden yang tertutup.

“Hm..., sudah pagi, ya...?”

Aku tidak ingat kapan aku tertidur.

Tapi kemudian, aku segera melihat sesuatu yang tidak biasa. Bajuku yang kupakai, bukan baju tidur. Tubuhku berbaring di atas sofa, bukan tempat tidur. Dan terlebih lagi, Hinako sedang tidur nyenyak di sebelahku.

Jam menunjukkan sekarang sudah pukul 07:00.

“...Ini buruk.”

Aku ketiduran.

 

◆◆◆◆

 

“Kembalikan perasaan terkesanku padamu kemarin.”

“Maaf.”

Saat Shizune-san bangun, aku berlutut di sofa.

Waktu sekarang menunjukkan pukul 7:30 pagi. Tiga puluh menit telah berlalu sejak aku bangun, tapi aku masih belum bisa keluar dari kamar ini.

Ini masih pagi hari. Aku mengintip keluar beberapa kali untuk melihat apakah aku bisa pergi sekarang tanpa ada yang melihat, tapi tidak ada timing yang bagus, soalnya ada dua tamu yang berbicara sepanjang waktu di dekat sini.

Di sekitar sini, ada banyak tempat untuk bersantai dan menikmati pemandangan, seperti bangku dan taman. Dibandingkan dengan area di sekitar gedung utama, jumlah orang yang berlalu-lalang di sini memang lebih sedikit, tapi karena itu juga, setiap orang menghabiskan lebih banyak waktu mereka di sini.

“Itsuki-san, apa kamu sudah mandi?”

“...Belum.”

“Kamu punya waktu kurang dari tiga jam sebelum kursus musim panas dimulai. Mengingat kalau kamu harus sarapan dan mandi terlebih dahulu, kamu tidak boleh terlalu banyak membuang waktu.”

Mungkin, Hinako juga belum mandi.

“Hmm... Itsuki? Selamat pagi...” Hinako, yang tadi tertidur lelap di sofa di sampingku, bangun. “Kamu masih belum mandi ya, Itsuki~...?” tanya Hinako sambil menggosok-gosok matanya.

Sepertinya, dia sedikit mendengar percakapanku dengan Shizune-san barusan.

“Y-Ya.”

“Kalau gitu..., ayo, mandi bareng....”

“Tidak, tidak, tidak, sekarang bukan waktunya untuk melakukan itu...”

Saat aku dengan lembut menolaknya, Hinako menggembungkan pipinya. Aku merasa tidak enak padanya, tapi maaf saja, sekarang aku sedang dalam situasi yang tidak bagus.

Tepat ketika aku memikirkan apa yang bisa kulakukan untuk keluar dari kamar ini, aku melihat beranda di balik jendela besar. Aku mendekati jendela tersebut dan melihat ke beranda serta pemandangan yang terbentang di belakangnya.

Di beranda itu  ada pagar, tapi di bawah pagar itu ada tanah berpasir.

“...Kurasa aku bisa keluar dari sini.”

“Memang mungkin saja kamu keluar dari sini, tapi tidakkah itu berbahaya?”

“Tidak apa-apa, kesalahan kali ini tercipta karena kecerobohanku..., jadi aku akan membereskan kesalahanku sendiri.”

Aku mengambil sepatuku dari pintu masuk dan mengenakannya di beranda. Untungnya, tidak ada orang di sisi ini. Tapi, karena ini masalah timing, jadi aku tidak punya waktu untuk takut pada banyak hal. Aku memanjat pagar dan kemudian mendarat dengan hati-hati.

“...Sip.”

Bela diri, latihan menari, dan tenis. Aku senang aku terus melatih tubuhku semenjak aku menjadi pengurus.

Aku kemudian memberi isyarat pada Shizune-san di beranda bahwa aku baik-baik saja.

Baiklah, satu krisis telah berlalu.

Merasa lega, aku mengelus dadaku dan menuju ke kamarku dengan santai.

Tapi pada saat itu——

“I-Itsuki...?”

Seseorang memanggil namaku dari belakang.

Saat aku berbalik, aku melihat seorang gadis yang pendek.

“Yu-Yuri, ya? Se-Selamat pagi..., a-apa yang kamu lakukan di sini?”

“...Jam kerjaku hari ini dimulai dari siang hari, jadi aku hanya jalan-jalan sebentar. Tapi mengesampingkan soal itu...” Dengan wajah yang berkedut, Yuri membuka mulutnya. “Ta-Tadi..., aku melihat seseorang melompat dari beranda kamarnya Konohana-san. Itu..., kamu ‘kan, Itsuki?”

“A-Apa yang kamu bicarakan? Aku tidak mengerti.”

Sepertinya dia melihatku, jadi aku mencoba mengelabuinya dengan memalingkan mukaku.

Tapi, tatapan Yuri terus menusuk ke arahku.

“Ta-Tapi ngomong-ngomong, bagaimana kamu bisa tahu kamarnya Konohana-san...?”

“Aku juga bantu-bantu di resepsionis, jadi aku punya kesempatan untuk melihat buku tamu... Tidak, tunggu dulu, jangan mengalihkan pembicaraan.”

Sial..., itu gagal, ya. Aku berniat mengalihkan pembicaraannya dengan natural, tapi sepertinya dia sadar. 

“Pe-Pelayan, itu pasti pelayan. Ada banyak pelayan di Keluarga Konohana, jadi kamu pasti salah mengira aku sebagai salah satu dari mereka.”

“O-Oh, jadi begitu ya...”

Itu adalah alasan yang bagus, dan sepertinya Yuri juga berhasil kuyakinkan, tapi——

“——Tidak, tidak mungkin aku salah mengira kamu sebagai orang lain,” ucapnya, menatapku dengan tajam,

Sepertinya, aku telah ketahuan oleh seseorang yang paling tidak aku inginkan melihatku keluar dari kamarnya Hinako. Keringat dingin bercucuran di wajahku. Tidak ada lagi alasan yang muncul di pikiranku.

Apa boleh buat, kurasa aku tidak punya pilihan selain mengandalkan pilihan terakhir di sini.

“A-Aku sedang buru-buru!”

“Ah?! Tunggu, Itsuki?!”

Aku melarikan diri.

 

◆◆◆◆

 

Aku buru-buru kembali ke kamarku, lalu mandi, berganti pakaian, sarapan pagi di kafetaria, dan kemudian menuju ke kelas kursus musim panas.

Jam kerja Yuri hari ini dimulai pada siang hari, jadi kami tidak bertemu satu sama lain di kafetaria. Namun, dalam waktu dekat dia pasti akan menanyaiku lagi soal kejadian tadi, jadi aku mesti memikirkan apa yang harus kukatakan padanya ketika saat itu tiba.

Istirahat makan siang.

Setelah memasukkan buku pelajaran dan buku catatanku ke dalam tas, aku mengambil salah satu bekal makan siang mewah yang dibawa oleh wagon dan kembali ke tempat dudukku.

“Aku harus memikirkan alasan yang bagus...”

“Ada apa, Itsuki?”

Aku berbicara sendiri, tapi Narika yang duduk di seberangku sepertinya mendengarku. Menanggapinya, aku hanya menjawab, “Tidak ada apa-apa.”

Karena tempat duduk kami berdekatan, jadi kami berempat makan bersama. Ini mengingatkanku pada pesta teh beberapa bulan yang lalu dan membuatku bernostalgia, tapi aku tidak punya waktu untuk benar-benar menikmati suasana saat ini.

“Sepertinya kali ini kamu sudah melakukan beberapa persiapan, Tomonari-san.”

“Yah, kecuali untuk beberapa mapel, yang kemarin itu aku benar-benar dibuat stres.”

Sepertinya, karena Tennoji-san duduk di sampingku saat kelas dimulai, dia melihat adanya perbedaan konsentrasiku antara kemarin dan hari ini. Nah, itu berkat persiapan yang kulakukan di kamarnya Hinako, jadi aku bisa mengikuti pelajaran hari ini.

“Ngomong-ngomong, tadi pagi aku tidak melihat Hirano-san,” gumam Narika, sambil makan chizuken-ni yang manis.

“Kudengar jam kerjanya hari ini dimulai saat siang hari.”

“Oh begitu ya.”

Saat aku memberitahu apa yang aku dengar dari Yuri, Narika mengerti situasinya.

“Kuharap kita memiliki kesempatan untuk ngobrol-ngobrol lebih banyak lagi...”

“Kupikir Yuri akan senang jika mendengarmu mengatakan itu. Tapi, sepertinya satu-satunya saat kita bisa mencocokkan waktu satu sama lain adalah saat malam hari.”

Aku tersenyum masam pada apa yang dikatakan Tennoji-san.

Pada jam-jam seperti ini ini, kami sibuk dengan urusan kami masing-masing, jadi kami tidak bisa meluangkan waktu di pagi maupun siang hari.

“Oh, kalau memang begitu, ada sesuatu yang ingin kulakukan...!”

Usai mengumpulkan keberaniannya, Narika memberitahu kami sesuatu.

 

◆◆◆◆

 

Apa yang Narika ingin dia lakukan ialah, sudah diduga—pesta piyama.

Karena para Ojou-sama sangat menjunjung tinggi sikap tidak berlebihan dalam peraturan keluarga mereka, maka mereka diharapkan masing-masing akan kembali ke kamar masing-masing pada waktu tidur. Dengan kata lain, ini bukan acara pesta tidur. Meskipun begitu, berkumpul pada waktu malam yang biasanya tidak bisa bersama dengan pakaian tidur yang tidak biasa dikenakan akan menjadi acara yang menikmati suasana yang tidak biasa.

Setelah semua orang setuju dengan usulan Narika, aku segera menghubungi Yuri melalui telepon untuk memastikan keikutsertaannya.

“Aku tak keberatan kok.”

Tanggapannya Yuri sangat cepat.

Yuri adalah tipe orang yang pandai bergaul sejak dulu. Aku tahu bahwa dia tidak akan menolak meskipun berhadapan dengan para Ojou-sama dari Akademi Kekaisaran, tetapi...

“Karena aku juga ingin menanyakan sesuatu padamu.”

Dia mengatakan satu kalimat yang membuatku sedikit khawatir.

Ruangan Yuri menjadi tempat acara pesta. Meskipun Hinako, Tennoji-san, dan Narika menginap di kamar yang luas setingkat bintang tiga, sepertinya ada pengurus yang juga menginap bersama mereka. Kami memutuskan bahwa lebih baik memiliki ruangan hanya untuk lima orang.

Sejujurnya, di kamar Hinako hanya ada Shizune yang menjadi pengurus, dan aku pikir tidak akan ada masalah jika Shizune-san untuk berada di dekatnya. Tapi aku teringat bahwa kemarin aku pergi ke kamar Hinako membawa keripik kentang. Ada kemungkinan sifat asli Hinako terungkap dari situ, jadi untuk menghindari masalah, aku setuju untuk berkumpul di kamar Yuri.

“Tapi, Narika juga telah tumbuh berkembang, ya.”

Saat menuju ke kamar Yuri, aku berbisik sambil melihat Narika yang berada di sebelahku.

“Ap-Apaan sih mendadak bilang begitu...?”

“Enggak, aku tidak pernah menyangka kalau kamu akan merencanakan sebuah acara yang akan melibatkan semua orang…”

“Hmmph, kalau cuma segini saja sih aku juga bisa melakukannya. Bahkan jika aku ditolak, aku bisa pulih setelah tidur seharian.”

“Itu sih jadi kerusakan yang besar.”

Syukurlah aku tidak menolaknya...

“Tapi bagaimana kamu tahu tentang pesta piyama?”

“A-Ahhh, ya, ketika aku pergi ke toko permen beberapa waktu yang lalu, aku mendengar anak-anak sekolah SD di sekitar sana bercerita dengan senang hati tentang pesta piyama. Aku merasa iri dan ingin mencobanya sendiri.”

Jadi begitu rupanya. Kupikir ini bukanlah rencana yang sangat khas untuk seorang Ojou-sama, tetapi sepertinya hal itu berasal dari percakapan orang biasa. Itu masuk akal.

Kami tiba di kamar Yuri dan aku menekan bel pintu.

“Selamat datang.”

Pintu pun terbuka dan Yuri, yang mengenakan piyama, menyambut kami.

“Senang bertemu denganmu, Hirano-san.”

“Ya, senang bertemu denganmu juga! Aku sudah menantikan ini sejak Itsuki memberitahuku tentang ini ~”

Yuri tampak sangat bersemangat dan tidak menyembunyikan perasaannya.

“Aku sudah menggabungkan sofa dan tempat tidur, jadi silakan duduk di mana saja.”

“Aku sih duduk di kursi juga tidak keberatan.”

“Enggak boleh gitu, dong. Ini pesta piyama, jadi harus duduk di lantai atau di tempat tidur, kan?”

Apa memang begitu...?

Sebenarnya, aku juga tidak terlalu akrab dengan pesta piyama. Mungkin ini prasangkaku saja, tetapi aku berpikir bahwa pesta piyama adalah sesuatu yang hanya dilakukan oleh gadis-gadis.

Aku merasa sedikit enggan untuk duduk di tempat tidur, jadi aku duduk di sofa.

"Ini pertama kalinya aku melakukan acara begini.”

“Y-Yah... meski aku sendiri yang mengusulkannya, tapi aku mulai merasa gugup sekarang.”

“Sepertinya ini akan menjadi waktu yang menyenangkan.”

Di atas tempat tidur, tiga Ojou-sama sedang mengobrol santai dan tertawa bersama.

Ketika melihat pemandangan itu, aku merasa jadi sedikit tidak nyaman.

“Apa ada yang salah, Tomonari-san?”

“Tidak, entah kenapa...”

Tennoji-san menyadari ada sesuatu yang aneh dan memiringkan kepalanya.

Aku membuang muka seraya berpikir mencoba untuk mengelabuhinya... tapi Yuri menyeringai menjijikkan padaku.

“Bagi para pria, ini merupakan pemandangan yang menakjubkan, ya ‘kan~?”

“...Ya, mungkin Yuri sudah terbiasa melihatnya.”

“Aku sih belum terbiasa.”

Yuri memberi tepakan ringan ke arah kepalaku.

Penampilan semua orang dalam piyama yang berbeda dari biasanya, terlihat segar dan menggemaskan, serta memiliki daya tarik aneh yang mengguncangku sebagai seorang pria.

Meskipun disebut piyama, karena harus berjalan di luar sebelum sampai di kamar Yuri, pakaian ini tidak masalah jika dilihat orang. Meskipun ada piyama di dalam fasilitias, tapi kita memutuskan untuk menggunakan piyama yang kita bawa karena ini acara khusus, dan aku juga mengenakan piyama biasa yang biasa aku pakai.

Piyama Hinako berwarna merah muda dengan kerah. Ada sedikit nuansa formal yang cocok dengan seorang Ojou-sama yang masih terlihat. Jika Hinako dalam keadaan biasa, dia sering mengenakan pakaian yang lebih santai, tapi aku pernah melihat piyama ini di rumah dan ini adalah barang kesukaannya.

Sedangkan Tennouji-san, dia mengenakan piyama berwarna biru muda dengan pita yang menempel. Tampilannya tampak lebih elegan. Rambutnya masih dalam gaya rol vertikal seperti saat aku menginap di rumah Tennouji-san, mungkin karena dia merasa saingan dengan Hinako. Gaya rambut dan kesan elegan dari Tennouji-san menciptakan kesan kemewahan seperti seorang putri yang menghadiri pesta dansa dalam gaun.

Narika mengenakan piyama berwarna putih polos. Dilengkapi dengan renda yang manis dan celana pendek yang sama seperti saat mengenakan pakaian biasa. Saat aku memikirkan Narika, mau tak mau aku membayangkan sosoknya yang bermartabat ketika dia sedang berkonsentrasi pada olahraga, jadi aku mengira dia akan mengenakan pakaian yang mudah untuk bergerak, tapi penampilannya dalam piyama ini tiba-tiba membuatnya menjadi seperti gadis biasa dan aku merasa melihat sisi baru dari dirinya.

“Tapi aku bisa memahami mengapa Itsuki begitu terpesona. Ojou-sama sejati masih tampil gaya bahkan dengan piyama mereka...”

Yuri terlihat iri saat memandang Hinako dan yang lainnya.

Ngomong-ngomong, piyama Yuri berupa kamisol dan hoodie di bagian atas, celana pendek di bagian bawah, dan semuanya berwarna abu-abu. Karena dia memakai hoodie, penampilannya lebih terlihat seperti pakaian santai daripada piyama, tapi aku sudah merasa gugup sejak beberapa waktu lalu.

Mungkin karena ukuran kamisolnya kurang pas, jadi payudaranya mulai terlihat agak genting selama beberapa waktu sekarang. Berkat itu, aku harus mengalihkan pandanganku setiap kali Yuri membetulkan postur tubuhnya.

“...Sejujurnya, kamulah yang paling beracun.”

“Hah?...Hei, jangan lihat-lihat ke tempat yang aneh, dong!”

Karena aku tidak tahan lagi, jadi aku memutuskan untuk memberitahunya tentang hal itu.

Yuri membalikkan badannya dan menutup bagian depan hoodie-nya. Meskipun aku sudah terbiasa melihat mereka, aku juga masih anak laki-laki. Jadi aku berharap kalau dia tidak terlalu lengah.

“Mari kita tinggalkan orang mesum ini dan ayo kita mulai saja pesta piyamanya.”

Aku tidak bisa menyangkal kalau aku melihat sedikit, jadi aku mengabaikan celaan itu kali ini.

“Jadi? Apa yang akan kita bicarakan? Karena kita sedang pesta piyama, jadi ini tentang kisah percintaan?”

“Ku-Kupikir pembicaraan itu masih terlalu dini...”

“Eh? Benarkah?”

Yuri tertegun saat Narika tersipu malu dan menggelengkan kepalanya.

Pada dasarnya, para Ojou-sama ini memiliki pengalaman cinta yang terbatas, sehingga kekebalan mereka lebih rendah dibandingkan dengan orang biasa.

“Mumpung ada kesempatan ini, aku ingin mendengar tentang kalian berdua.”

“Aku juga ingin mendengar cerita masa lalu kalian berdua.”

Hinako juga setuju dengan ucapan Tennoji-san.

Aku dan Yuri saling bertukar pandang.

“Cerita masa lalu antara aku dan Itsuki, ya... pada dasarnya hanya tentang aku yang membereskan kenakalannya.”

“Bukan, yang ada justru tentang bagaimana aku ditarik ke sana kemari olehmu, Yuri.”

“Sembarangan. Aku tidak menarikmu sekeras itu.”

“Yuri ... jangan bilang kamu kehilangan ingatanmu!?”

“Enak saja! Aku masih ingat semuanya dengan jelas kali!”

Aku sedikit tidak percaya dengan pernyataan itu, jadi aku sejenak mencurigai Yuri mengalami amnesia.

Jadi, siapa yang memanggilku semalam?

“Ngomong-ngomong, Hirano-san mengatakan kemarin bahwa dia sering mengurus Tomonari-kun.” Kata Hinako

Benar, dia mengatakan sesuatu seperti itu pagi tadi.

“Ya, bisa dikatakan bahwa aku merawat Itsuki.”

“Itu adalah pernyataan berlebihan.”

Aku segera memperbaiki pernyataan itu.

Namun...

“Meskipun itu berlebihan... sebenarnya, ada banyak kesempatan ketika kehadiran Yuri membuat segalanya menjadi lebih baik.”

Hinako dan yang lainnya menatap kami.

Aku bercerita sambil mengingat masa lalu.

“Setelah aku masuk SMA, aku bekerja paruh waktu setiap hari, jadi aku tidak bisa terlalu sering bergabung dengan kumpul-kumpul kelas. Karena itu, aku merasa khawatir bahwa orang-orang tidak menyukaiku... tapi sebenarnya, aku bisa beradaptasi dengan baik tanpa masalah.”

Sampai saat ini, aku masih ingat perasaan aneh yang aku rasakan pada saat itu.

Aku mulai bekerja paruh waktu sejak awal masuk sekolah untuk membayar biaya sewa, makanan, dan biaya sekolah. Oleh karena itu, aku tidak bisa bergabung dengan acara kumpul-kumpul kelas dan merasa terisolasi selama satu tahun.

Namun, sesungguhnya, untuk beberapa alasan, aku disambut hangat oleh semua orang di kelas.

Seolah-olah mereka mengerti situasiku dengan baik...

“Ketika aku bertanya-tanya tentang hal itu pada teman sekelas, ternyata Yuri secara tidak langsung memberi tahu mereka tentang situasiku. ... Aku diterima oleh semua orang berkat Yuri,” lanjutku.

Aku dan Yuri berada dalam satu kelas ketika kami baru memasuki masa SMA.

Menurut cerita yang aku dengar kemudian, Yuri memberi tahu teman-teman di kelas tentang diriku selama acara kumpul-kumpul. Dia memberi tahu tentang situasi rumah tanggaku dan bahwa aku harus bekerja paruh waktu untuk menghidupi diri sendiri. Sementara itu, dia memastikan untuk tidak memberikan terlalu banyak detail tentang keluargaku untuk menjaga privasiku.

Ketika aku mendengar cerita tersebut, aku merasa terharu dan sempat meneteskan air mata.

Yuri mendukungku tanpa sepengetahuanku.

“Yah, aku melakukan apa yang diharapkan dariku.”

Yuri berkata dengan suasana hati yang sangat bahagia.

“Karena aku adalah kakak perempuan Itsuki!”

“Kita ini seumuran kali.”

Aku memberikan respons standar pada Yuri yang membanggakan diri.

“Ngomong-ngomong, ada pertanyaan yang ingin kusampaikan pada Tennoji-san.”

“Oh, apa itu?”

Yuri dengan mudah mengalihkan topik pembicaraan.

“Sekitar dua bulan yang lalu... Kamu dan Itsuki berada di pusat permainan, ‘kan? Karena penampilanmu berbeda dari waktu itu, aku tidak menyadarinya pada awalnya...”

"Oh ya, benar. Pada waktu itu memang diriku.”

“Hee….apa kalian berdua memiliki hubungan yang sangat akrab….?”

“Hah!? Bu-Bu-Bu-Bukannya berarti aku dan Tomonari-san memiliki hubungan yang semacam itu….!?”  

Wajah Tennoji-san menjadi merah padam. Terjadi keheningan dan suasana canggung

Hanya terdengar suara detik jam yang terdengar... Kemudian, Hinako membuka mulutnya.

"Ngomong-ngomong, aku juga pernah pergi ke pusat permainan yang sama dengan Tomonari-kun.”

“Eh?”

Tennoji-san tampak terkejut kekita melihat Hinako tersenyum lembut.

“Ngo-Ngomong-ngomong, aku pernah pergi juga.”

“Eh?”

Saat Narika mengatakan itu dengan takut-takut, Hinako terkejut.

Suasana hening yang tidak menyenangkan terjadi.

Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa ada percikan api yang hebat di antara ketiga Ojou-sama ini.

“Itsuki... Tanpa sepengatahuanku, kamu sudah berubah menjadi sampah, ya.”

“Sampah!?”

“Dasar cowok sampah yang bejat.”

Perkataannya sungguh kejam sekali.

Tennoji-san mungkin tidak masalah, tapi Hinako dan Narika hanya pergi bersamaku karena mereka memintanya... Pada saat itu, Narika tiba-tiba melihat ke sekeliling dengan gelisah.

“Umm... Bukannya ada bau yang enak sejak tadi?”

“Oh, aku sedang berlatih memasak sedikit,” jawab Yuri.

“Memasak?”

Narika miringkan kepalanya.

“Yuri memiliki restoran keluarga yang menyajikan makanan murah dan dia juga ingin menjadi seorang koki,” tambahku saat aku ingat bahwa hanya aku dan Hinako saja yang tahu tentang keluarga Yuri.

Sekarang diberitahu demikian, memang dari tadi ada aroma harum yang mengandung keasaman.

“Kalau ingin mengadakan pesta piyama, setidaknya tadi aku harus membuat beberapa cemilan dan kue juga.”

“Jadi kamu juga membuat kue, ya….”

“Iya. Meskipun aku jarang menjualnya di toko, dan itu hanya sebagai hobi,”

Yuri mengatakan itu dengan rendah hati, tapi aku ingat dia memiliki kemampuan yang baik dalam membuat kue.

Dulu, aku pernah mencicipi kue buatannya.

“Oh, mixer itu adalah produk kami,” kata Tennoji-san saat dia melihat ke arah dapur.

“Eh, benarkah?”

Yuri terkejut ketika Tennoji-san memberitahu demikian.

“Mixer itu sangat berguna karena mudah dibongkar pasang dan mudah dirawat meskipun ukurannya kecil,” kata Yuri.

“Aku akan memberitahu para pengembangnya. Karena itu dirancang dengan susah payah, aku yakin mereka akan senang mendengarnya.”

Tennoji-san mengangguk dengan senangnya seolah-olah itu kesenangannya sendiri. Dia sebenarnya tahu betapa sulitnya pengembang dalam menciptakan satu-satunya produk, yaitu mixer. Mungkin bisa dikatakan bahwa dia memiliki kesadaran yang tinggi sebagai pihak terlibat. Kegembiraan dari Grup Tennoji juga adalah kegembiraan Tennoji-san sendiri.

“Meski demikian, rasanya kita terhubung dengan aneh di sini.”

“Grup Tennoji melakukan segala macam bisnis, jadi hal seperti ini tidak begitu aneh. Kulkas di sana juga merupakan produk kami.”

“Be-Benarkah...”

Yuri yang sebelumnya menganggap mixer itu sebagai contoh yang luar biasa, sekarang menyadari bahwa hal itu sebenarnya hal yang wajar dan mulai bingung.

“Ketika hotel sekelas ini, ada banyak barang yang kita kenal, bukan? ... Nah, itu juga berlaku untuk Konohana Hinako,” kata Tennoji-san sambil melihat Hinako dengan mata yang penuh persaingan.

Hinako mengangguk sambil tersenyum masam.

“Misalnya saja, tempat tidur yang digunakan di hotel ini adalah milik Grup Konohana.”

“T-Tempat tidur...? Oh ya, sebenarnya ini sangat nyaman untuk tidur...”

Tempat tidur di kamarku juga sangat nyaman digunakan. Mungkin itu adalah merek yang tidak dijual untuk konsumen umum.

“Ngomong-ngomong, umm, kalau Miyakojima-san…..”

“Bisnis keluargaku hanya toko perlengkapan olahraga biasa, jadi sayangnya kami tidak membuat barang-barang yang terkait dengan memasak atau akomodasi... Tapi, sepatu sneaker putih yang ada di depan pintu. Itu milik Hirano-san, ‘kan?”

“Oh, ya, itu benar...”

“Itu adalah produk kami. Awalnya, keluargaku mengembangkan sepatu untuk olahraga tetapi sekarang kami juga membuat sepatu sneaker untuk kalangan umum.”

“H-Hee, be-begitu ya...”

Yuri tidak tahu harus merespons apa lagi dan hanya mengedipkan matanya beberapa kali.

“Dalam keberagaman fashion, itu disambut dengan baik di berbagai industry.”

“Iya. Tas gunung yang sekarang populer di kalangan umum dan an produsen peralatan memancing telah mampu memasuki industri pakaian jadi dengan menggunakan logo baru sebagai peluang. Ada banyak tren seperti ini akhir-akhir ini.”

“Menurut produsen pakaian jadi di Grup Tennoji, baru-baru ini――”

Pembicaraan mereka mulai memasuki masuk ranah yang lebih tinggi.

Melihat Yuri yang membeku dengan mulut terbuka, aku mengangguk dalam-dalam.

“Aku mengerti banget, Yuri. Begitulah reaksiku pada awalnya.”

“...Kamu juga mengalami kesulitan, ya.”

Benar sekali...Aku benar-benar mengalami banyak kesulitan...

Berapa banyak usaha yang aku lakukan sampai aku bisa berperilaku alami di Akademi Kekaisaran...

‘Ups, permisi. Pembicaraan kita sudah melenceng dari topik.”

Tennoji-san meminta maaf.

Yah, Yuri juga bisa mempelajari percakapan yang biasa terjadi di Akademi Kekasiran, jadi ini pasti merupakan pengalaman baru baginya.

“Ah iya... Ngomong-ngomong, aku juga punya sesuatu yang ingin kutanyakan pada Konohana-san...”

Yuri lalu berkata demikian sambil memandang Hinako.

“Sebenarnya, aku melihat Itsuki meninggalkan kamar Konohana-san pagi ini...kira-kira, apa yang sedang ia lakukan di sana?”

“——” 

Aku tak bisa berkata apa-apa ketika ujung pisau tiba-tiba ditodongkan ke arahku.

Saat aku menoleh, aku melihat kalau Tennoji-san dan Narika juga membuka matanya lebar-lebar karena terkejut.

Dasar si Yuri...Aku tak menyangka dia akan bertanya pada Hinako dan bukannya bertanya padaku.

Kupikir dia akan diam-diam bertanya padaku setelah pesta piyama usai, jadi aku benar-benar lengah. Aku tetap diam untuk meredam kegelisahanku.

Akan tetapi, Hinako hanya tersenyum seakan-akan mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Oh iya, kalau dipikir-pikir lagi, aku hampir saja melupakannya.”

Hinako berdiri dan mencari-cari di tas yang dibawanya.

Kalau dipikir-pikir, entah kenapa Hinako membawa tas karena suatu alasan.

“Tomonari-kun. Ini silakan, aku akan mengembalikannya padamu.”

Sambil mengatakan hal itu, Hinako mengeluarkan buku catatan yang kupinjam dari kamar Hinako semalam.. Sebenarnya, itu lebih mirip tumpukan kertas daripada buku catatan karena ujung-ujungnya terpotong seperti kertas lepas.

“Aku bangun agak pagi hari ini. Saat aku sedang berjalan-jalan, aku kebetulan bertemu Tomonari-kun. Ia sepertinya mengalami sedikit masalah dengan pelajarannya, jadi aku membantunya dengan memberi beberapa nasihat.”

“... Memang, ini adalah tulisan tangan Itsuki.”

Yuri mengintip potongan buku catatan yang diterimanya dari Hinako.

Kamu... memangnya kamu tidak mengenali tulisan tanganku?

“Y-Yah, Tomonari-san bekerja di rumah Konohana Hinako, jadi mungkin itu masalahnya.”

“Be-Benar juga. Mereka mungkin harus bersama karena alasan pekerjaan.....”

Tennoji-san dan Narika terlihat gelisah saat mereka berbicara.

Entah mengapa, mereka terlihat seolah-olah seperti sedang meyakinkan diri mereka sendiri.

“…Benarkah? Tapi aku masih merasa ada yang tidak beres... Hmm...”

Hanya Yuri yang masih menunjukkan sikap yang tidak puas.

Aku merasa takut jika terus ditanyai lebih dalam, rahasiaku akan terbongkar. Jadi aku memutuskan untuk meninggalkan tempat ini terlebih dahulu.

“Ah... ehmm, kalian mulai merasa haus, iya ‘kan? Aku akan pergi membeli minuman dulu.”

Tanpa menunggu jawaban, aku segera keluar dari kamar Yui.

 

◇◇◇◇

 

(...Dia pasti berusaha kabur)

Yuri menatap tajam ke arah pintu yang ditinggalkan Itsuki.

Melarikan diri menandakan adanya alasan yang mencurigakan. Dari sikap Itsuki saat ini, Yuri merasakan ada sesuatu yang akan terungkap jika ditelusuri lebih lanjut.

“Bagaimana sosok Tomonari-kun di sekolah sebelumnya?” tanya Hinako yang duduk di atas tempat tidur.

Meskipun aku tidak terlalu menunjukkannya, tapi setiap kali melihat Hinako, Yuri bisa merasakan perbedaan dalam kecantikan dan kualitasnya sebagai gadis. Dengan fitur wajah yang tegas dan tingkah laku yang anggun, dia sepenuhnya mewakili citra Akademi Kekaisaran di dalam diri Yuri.

Yuri menyembunyikan perasaan rumitnya dan mengingat masa lalu.

“Itsuki sebenarnya bukan tipe orang yang menjadi pusat perhatian di kelas... Tapi ia memiliki popularitas.”

Wajah para Ojou-sama tampak sangat tertarik.

“Karena kami bisa melihat dengan jelas bahwa ia selalu berusaha keras setiap hari. Ia bekerja keras dengan pekerjaan sambilannya, bahkan di hari libur, dan ia juga berusaha keras dalam belajar. Meskipun hubungannya dengan orang lain tidak begitu baik, tapi tidak ada yang membenci Itsuki. Sejujurnya, aku percaya bahwa tanpa adanya campur tanganku, aku merasa kalau semua orang pada akhirnya akan memahami Itsuki”

Yuri mengenang kembali berbagai adegan di masa lalu dan berbicara dengan penuh nostalgia.

“Karena kepribadiannya yang jujur, Itsuki dipercaya oleh banyak orang. Dan karena sifat baiknya, ia sering menjadi tempat curhat bagi orang lain.”

“Memang benar, Ia memang terlalu baik hati.”

“Ia sungguh orang yang terlalu baik.”

“Iya, ia terlalu baik hati sekali.”

(Persetujuan terhadap penilaiannya sebagai orang baik hati sangatlah tinggi. Pria itu, sepertinya ia masih bertingkah terlalu baik kepada banyak orang di Akademi Kekaisaran)

“...Tentu saja, karena ia terlalu baik hati, juga ada beberapa masalah yang timbul.”

Ketika Yuri mengatakan itu, ekspresi para Ojou-sama terlihat terkejut.

Sepertinya mereka sama sekali tidak memahaminya.

(...Mereka bertiga sepertinya bisa dipercaya, jadi mungkin aku bisa berbagi cerita dengan mereka)

Meskipun topiknya agak rumit, Yuri memutuskan untuk menceritakannya. Sebagai seseorang yang sudah lama membantu bisnis keluarganya, Yuri memiliki keyakinan dalam mengenal orang.

Yuri bisa merasakan bahwa ketiga orang ini benar-benar mempercayai Itsuki.

Mereka bukanlah orang-orang yang sengaja membuat Itsuki tidak bahagia.

“Itsuki pernah ditembak oleh seorang gadis saat ia masih kelas satu SMA.”

“Eh?” ucap mereka terkejut.

“Tentu saja dia menolak pengakuan itu.”

Mirei dan Narika merasa lega mendengarnya.

Reaksi mereka membuat Yuri merasa aneh. Namun, ekspresi Hinako tidak berubah sedikit pun. Melihat wajahnya yang selalu tersenyum dengan baik dari segala sudut, Yuri memutuskan untuk menyingkirkan perasaan aneh itu di sudut pikirannya dan melanjutkan ceritanya.

“Hanya saja, cara penolakannya itu menjadi sedikit perbincangan. ...Kira-kira sebulan kejadian pengakuan perasaan si gadis, ayah Itsuki jatuh sakit dan tidak bisa menghasilkan uang untuk sementara waktu, oleh karena itu Itsuki menjadi jauh lebih sibuk dari biasanya.”

Hinako dan yang lainnya mendengarkan cerita Yuri dengan wajah serius.

Ah, sepertinya para Ojou-sama ini benar-benar memikirkan Itsuki dengan serius, pikir Yuri. ――Karena itulah, dia ingin mereka mendengarkan cerita ini.

“Itsuki adalah orang yang baik hati, jadi ia bekerja keras untuk memberi makan orang tuanya. Tapi tentu saja ada batasan untuk stamina dan waktu... Dalam kasus Itsuki, batas itu berlaku untuk dirinya sendiri.”

“Untuk dirinya sendiri...?” tanya Hinako dengan wajah keheranan.

“Pada saat Itsuki sibuk, gadis di kelas yang tadi kusebutkan sebelumnya jatuh cinta padanya... Gadis itu adalah tipe yang sangat terbuka tentang perasaannya, jadi semua orang tahu bahwa dia menyukai Itsuki. Yah, sepertinya dia juga tidak berusaha menyembunyikannya untuk membuat Itsuki menyadarinya.”

Dia sering mencoba melakukan kontak mata dengan Itsuki dan berusaha untuk berduaan dengannya. Yuri tidak tahu sejauh mana perilaku itu didasari oleh motif atau kepolosan. Namun, gadis itu bukanlah orang jahat. Itulah sebabnya semua orang di kelas bersumpah untuk tidak mengganggu hubungan mereka. Yuri yakin bahwa cinta tersebut sehat dan tidak akan membuat Itsuki tidak bahagia.

“Tapi, ketika gadis itu menyatakan perasaannya pada Itsuki... Itsuki sepertinya sama sekali tidak menyadari perasaan gadis itu.”

Semua orang kecuali Itsuki menyadari hal itu. Bahkan murid dari kelas sebelah juga menyadarinya, tapi hanya Itsuki, yang paling dekat dengan perasaannya, yang sama sekali tidak menyadari itu.

“Itsuki adalah orang yang baik hati dan siap berjuang untuk orang lain. Tapi di sisi lain, ia cenderung mengabaikan dirinya sendiri. ...Mungkin ini juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Itsuki, yang telah menghadapi banyak hal sejak kecil, sulit membayangkan masa depannya yang bahagia. Itulah sebabnya Itsuki tidak berpikir untuk memanjakan dirinya sendiri atau bahkan beristirahat sejenak. Bahkan dalam hal cinta, dirinya sama sekali tidak peka. Dia tidak pernah membayangkan dirinya mengalami masa muda seperti orang lain... begitulah.”

Mungkin Itsuki tidak menyadari hal ini. Atau bahkan jika ia menyadarinya, sulit untuk memperbaikinya. Karena pada dasarnya, berjuang untuk orang lain bukanlah tindakan yang salah. Dengan kepribadian Itsuki, meskipun ia menyadarinya, ia kemungkinan akan tetap melakukan hal yang sama.

“Oleh karena itu, aku tidak punya pilihan lain selain mengurus Itsuki! Sebagai kakak perempuan!”

Hanya Yuri, teman masa masa kecilnya, yang telah melihat sisi lain dari Itsuki sejak dulu. Itulah sebabnya Yuri diam-diam mengatur segalanya dengan teman sekelasnya tanpa sepengathuan Itsuki.

Karena Itsuki cenderung mengabaikan dirinya sendiri, jadi seseorang harus mengambil alih tugas untuk mengawasinya. Yuri dengan sukarela mengambil alih tugas itu.

Setelah selesai membicarakan segalanya, Yuri melihat ke arah para Ojou-sama.

Para Ojou-sama... mereka semua diam dalam kesedihan.

“Ehmm... Maaf, apakah aku membuat suasana hati menjadi buruk?” tanya Yuri.

Dia hanya bermaksud untuk menyampaikan bahwa Itsuki bukanlah manusia yang sempurna dan memiliki kelemahan, tetapi para Ojou-sama justru meresponnya dengan sangat serius.

Sebesar itukah kepedulian mereka pada Itsuki?

Atau... Apa mereka memiliki perasaan yang lebih khusus daripada sekadar peduli?

(Oh ya, kalau dipikir-pikir, reaksi Tennoji-san dan Miyakojima-san tadi aneh ya...)

Ketika Yuri menceritakan tentang bagaimana Itsuki ditembak oleh seorang gadis, kedua Ojou-sama itu jelas-jelas terkejut. Dan ketika dia mengatakan bahwa Itsuki menolak pengakuan tersebut, mereka berdua jelas merasa lega.

Saat Yuri memikirkan tentang perasaan kedua Ojou-sama tersebut, bel pintu berbunyi.

Ketika Yuri membuka pintu, Itsuki muncul dengan tas belanja dari minimarket di tangannya.

“Aku pulang. ...Eh, kenapa suasananya jadi aneh begini? Apa kalian sedang membicarakan sesuatu?” tanya Itsuki.

“Aku sedang menceritakan tentang bagaimana kamu pernah ditembak saat kelas satu SMA dulu,” jawab Yuri.

“Oi.”

Itsuki berpura-pura marah dengan mengatakan, “Kenapa kamu berbicara seenaknya begitu?”

Yuri mengerti bahwa Itsuki sebenarnya tidak marah sama sekali. Bagi Itsuki, masalah ini sudah selesai, dan ia hanya berpura-pura marah karena merasa malu bahwa masa lalu ketika dirinya ditembak oleh gadis sudah diketahui.

“Ujung-ujungnya, bagaimana caramu menolak pengakuan gadis itu, Itsuki?”

“...Aku bilang aku tidak ingin membuatnya terlibat denganku karena masalah keluargaku.”

“Oh, begitu ya... Tapi walaupun rasanya agak terlambat, tentang gadis itu, apa dia sesuai dengan seleramu, Itsuki?” tanya Yuri.

“Aku tidak yakin. Sejujurnya, karena aku sudah memutuskan untuk menolaknya, jadi aku merasa tidak jujur jika terlalu memikirkan hal itu...” kata Itsuki.

Itu adalah pemikiran khas Itsuki.

“Lagian juga, tentang selera Itsuki...”

Setelah mengatakan itu, Yuri melirik ketiga Ojou-sama itu. Mirei dan Narika tampak gugup saat menunggu percakapan berlanjut.

Ekspresi Hinako tidak berubah sama sekali. Apa dia tidak tertarik, atau dia hanya…. berpura-pura tidak tertarik?

(Hmm...)

Yuri mencoba memperkirakan perasaan para Ojou-sama.

“….sebagai kakak perempuanmu, ada baiknya aku perlu mencaritahunya lebih dulu.”

“Hm? Apaan sih maksudmu?”

Itsuki memiringkan kepalanya dengan wajah keheranan.


 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama