Bab 2 — Bom Kecil di Kursus Musim Panas
Aku tidak pernah melupakan penampilan dari
gadis di depanku.
Rambutnya berwarna cokelat tua dan halus yang
panjangnya mencapai area tulang belikatnya. Untuk tingginya..., dia pendek. Dia
cukup pendek di antara teman-teman seumurannya, dan selalu menjadi yang
terpendek ketika diurutkan berdasarkan tinggi badan baik saat SD maupun SMP.
Aku ingat segalanya tentang dia.
Baik saat SD, SMP, dan bahkan SMA, kami
menghabiskan banyak waktu bersama. Dia adalah teman masa kecilku yang sudah aku
kenal selama sekitar sepuluh tahun.
Saat aku bertanya kepadanya mengapa dia ada
di hotel ini——
“Be-Begitu ya, jadi kamu kerja sambilan di
sini ya...”
“Ya. Kamu sendiri, ‘kan juga tahu kalau pas
masih kelas satu aku juga kerja sambilan di resor ini...”
Begitu ya, jadi itu sebabnya dia mengenakan
pakaian kerja. Atasannya dia memakai kemeja putih lengan panjang, dan karena
sekarang musim panas, lengan kemejanya dia gulung. Untuk bawahannya, dia
mengenakan rok hitam yang ditutupi celemek garcon merah tua.
Itu adalah setelan yang klasik namun
memberikan kesan glamour, meskipun setauku gadis ini lebih suka memakai pakaian
yang lebih mudah untuk bergerak. Namun jika itu adalah pakaian yang harus dia
pakai untuk pekerjaan sambilannya, maka aku bisa mengerti mengapa dia
mengenakan setelan seperti itu.
“Ta-Tapi, bagaimana kamu bisa kerja sambilan
di tempat seperti ini?”
“Di hotel tempat aku bekerja tahun lalu, ada
seseorang yang mengakui kerja kerasku, jadi dia memperkenalkanku ke tempat
kerja yang lebih baik. Itulah makanya aku bisa ada di tempat kelas atas seperti
ini.”
“Oh, begitu ya...”
“Tempat ini sungguh bagus, bukan? Sudah luas,
nuansanya enak pula.... Dan juga, apa kamu tahu? Kudengar kamar kelas tiga di
titik tertinggi hotel ini disediakan untuk selebritas, dan orang biasa tidak
bisa menginap di sana loh? Itu benar-benar dunia yang berbeda dari dunia
orang-orang seperti kita, aku jadi ingin seperti mereka.”
Keringat dinginku tidak berhenti bercucuran.
Padahal saat ini sedang musim panas, tapi seluruh tubuhku terasa dingin. Apakah
ini kekuatan dari Karuizawa, tempat yang merupakan resor musim panas...?
“Terus, kalau kamu?”
Tatapan tajam diarahkan kepadaku dari bawah
secara diagonal.
“Kenapa kamu ada di sini, Itsuki~?”
Gadis itu mendekatiku sambil memiringkan
kepalanya.
“Erm, jadi, um...”
“Tidak sepertiku, kamu sepertinya tidak lagi
kerja sambilan, dan mengingat kondisi keluargamu, tidak mungkin kamu lagi
berlibur di sini, kan~?”
“Erm...”
“Hmm~~?”
Tekanan darinya sangat kuat sampai-sampai
tinjunya mungkin bisa terbang kapan saja.
“Itsuki-sama.”
Tapi pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara
yang memanggil namaku. Saat aku menoleh, aku melihat Shizune-san dan Hinako
yang lagi dalam mode Ojou-sama.
“Anda cukup lama, jadi kami datang untuk
memeriksan anda, tapi siapa dia...?”
Gadis yang ditatap Shizune-san itu
menampilkan senyuman yang cerah serta ramah.
“Senang bertemu denganmu, aku Hirano Yuri.”
Gadis itu, Yuri, menundukkan kepalanya.
Ketika dia mengangkatnya lagi, wajahnya dipenuhi dengan senyum lebar.
“Aku teman masa kecilnya Itsuki!”
“...Teman masa kecil, ya?”
“Ya!” jawab Yuri dengan riang.
Mengetahui informasi tersebut, Shizune-san
pasti punya firasat buruk. Matanya kemudian menoleh ke arahku, yang aku
tanggapi dengan mengangguk dalam-dalam.
“Yuri..., dia tahu semua tentang masa
laluku.”
Dengan kata lain, dia adalah orang yang akan
sulit bagiku untuk menyembunyikan identitas asliku.
Kemudian, mungkin karena sudah mengerti
situasi saat ini, Shizune-san menghela napas dan mengangguk.
“Sepertinya kita perlu merubah rencana kita
untuk hari ini.”
◆◆◆◆
Kami pun memutuskan untuk membatalkan rencana
jalan-jalan kami dan memberi penjelasan tentang situasi kami pada Yuri.
Tempatnya adalah kamar kelas dua tempat aku
menginap.
Hinako, yang tiba-tiba mengunjungi kamarku,
menatap tajam ke arah tempat tidur sejenak, tapi dengan cepat dia mengalihkan
pandangannya. Kurasa dia benar-benar ingin terjun ke tempat tidur, tapi
saat ini dia sedang dalam mode Ojou-sama. Karenanya, dia harus menahan diri.
Lagian, tadi dia juga sudah tidur sepanjang waktu saat di mobil.
“...Baiklah, aku akan menjelaskan
situasinya.”
Aku menjelaskan situasiku kepada Yuri yang
duduk di depanku.
Ngomong-ngomong, beberapa saat yang lalu,
segera setelah kami masuk ke kamarku, Shizune-san berbisik pelan kepadaku
sehingga hanya aku yang bisa mendengarnya, katanya, “Jelaskan seperti
penjelaskan yang kau berikan pada Tennoji-san.” Dengan kata lain, apa yang
harus kujelaskan pada Yuri adalah persis seperti penjelasan yang kuberikan pada
tennoji-san. ——Karenanya, kecuali kepribadian aslinya Hinako, aku menjelaskan
semuanya.
“...Jadi, begitulah.”
“Heeeh? Begitu ya? Hm~~~?”
Yuri benar-benar tidak menampilkan ekspresi
apa pun, dan dia hanya menganggukkan kepalanya. Tapi, sorot matanya itu tampak
menakutkan.
“Jadi intinya, ketika kamu tidak tahu harus
berbuat apa setelah orang tuamu melarikan diri, kamu direkrut oleh putri dari
Grup Konohana. Kemudian sejak saat itu, kamu bekerja untuk Hinako Konohana dan
masuk ke Akademi Kekaisaran yang terkenal itu, ya...”
Tidak ada yang salah dari tafsirannya, jadi
aku menganggukkan kepalaku.
“Begitu ya, terus? Mau sampai kapan kita akan
bercanda?”
“...Semua yang barusan kubilang itu benar.”
“Tidak, tidak, tidak, itu tidak mungkin, kan?
Mana mungkin aku akan percaya jika diberitahukan sesuatu yang seperti sinopsis
komik begitu?”
Yah, kurasa aku juga tidak akan percaya jika
aku ada di posisinya. Tapi, semua itu adalah fakta yang tak terbantahkan. Dia
hanya harus mempercayai itu.
Dan yang lebih penting lagi, aku penasaran
dengan Shizune-san yang sejak beberapa saat lalu berkomunikasi dengan seseorang
melalui ponselnya. Dia terus bertelepon selama aku menjelaskan situasiku pada
Yuri. Aku ingin tahu siapa dan apa yang mereka bicarakan selama itu... Dan
tepat ketika aku merasa sedikit gugup, Shizune-san menjauhkan ponselnya dari
telinganya.
“Aku sudah mendapat konfirmasi.”
“Eh?”
Menanggapi Yuri yang memiringkan kepalanya,
Shizune-san meletakkan ponselnya di sakunya dan lanjut berbicara.
“Hirano Yuri, enam belas tahun. Kamu adalah siswi
kelas dua SMA di SMA Ryugu, tempat Itsuki-san sekolah sebelumnya. Nama ayahmu
adalah Heizo, dan nama ibumu adalah Minae. Keluargamu memiliki toko yang telah
ada sejak generasi kakekmu, dan nama tokonya adalah Hiramaru. Kudengar toko
keluargamu ramai dikunjungi pelanggan lokal siang dan malam.”
“I-Itu benar, tapi kenapa kamu bisa tahu...”
“Pembangunan dan asuransi toko yang juga
rumah keluargamu, serta rekening bank dan yang lainnya, kalian menggunakan grup
perusahaan kami. Aku menemukan informasi tentangmu dari data pelanggan kami.”
Yuri sontak terkejut dan mulutnya menganga.
Tampaknya, informasi pribadinya dicuri
menggunakan metode yang mirip seperti kasusku dulu... Nah, di negara yang
disebut Jepang ini, sangat sedikit orang yang tidak memiliki hubungan sama
sekali dengan Grup Konohana. Melihat Yuri tertegun di hadapanku, sekali lagi
aku menyadari bertapa dahsatnya Grup Konohana.
“Semua yang dijelaskan Itsuki-san itu benar.
Apa dengan konfirmasi dariku kau bisa mempercayainya?”
“A-Aku percaya... Justru itu menakutkan kalau
aku sampai tidak percaya...”
Yuri benar-benar ketakutan, tapi yah, aku
bisa mengerti perasaannya. Lagian, meskipun sekarang aku sudah terbiasa
berinteraksi dengan Shizune-san, awalnya aku juga sama seperti Yuri.
“Maaf ya sudah membuatmu khawatir, Yuri.”
“A-Aku tidak mengkhawatirkanmu,” ucapnya,
memalingkan wajahnya. “...Tapi asal kamu tahu saja, di sekolah ada banyak rumor
aneh tentang kamu loh?”
“Eh?”
“Guru sih bilang kalau kamu cuman pindah
sekolah saja... Tapi karena teman-teman tahu tentang situasi keluargamu, jadi
ada banyak rumor yang beredar kalau kamu kerja di dunia malam, atau kerja di
kapal penangkap ikan, bahkan ada yang mengatakan kalau kamu dilelang untuk
dijadikan budak.”
Bukannya rumor yang terakhir itu terlalu
berlebihan?
“Tapi yah, sekarang aku mengerti situasimu.
Nanti aku akan coba carikan alasan kalau ada teman-teman di sekolah yang
menanyakan tentang kamu.”
“Ya..., terima kasih.”
“Hmph, tidak perlu berterima kasih.”
Saat
aku mengucapkan terima kasih dengan ringan, Yuri membusungkan dadanya dengan
ekspresi sombong. Namun, karena aku telah melihat perilakunya yang seperti itu
ratusan kali, aku punya firasat kalau dia akan melakukan itu lagi.
“Lagian, aku ini ‘kan Onee-san-mu.”
“Kita seumuran.”
Ini adalah percakapan yang sudah kualami
berkali-kali, sehingga tanpa sadar, aku menghela napas.
“Onee, san...?” gumam Hinako.
Aku tidak punya saudara ataupun saudari. Baik
Shizune-san dan Hinako tahu tentang itu.
“Erm, dia ini lebih tua enam bulan dariku.
Jadi karena alasan itu, dia selalu bertingkah seolah-olah dia kakak
perempuanku. Kenyataannya kami seumuran, jadi tidak usah terlalu dipikirkan.”
“Eh—?! Kok kamu bilang begitu sih?! Padahal
‘kan aku selalu direpotkan olehmu saat kamu sibuk dengan pekerjaan sambilanmu.”
“Makasih soal itu, tapi ‘kan tetap saja...”
Kalau dia sudah bilang begitu, aku merasa
seperti aku kalah debat. Namun, sikapnya yang belagu itu membuatku kesal dan
aku tidak bisa menerimanya.
“Itsuki, kamu itu harus lebih menghormatiku!”
“...Pendek gak usah sok.”
“Haaaah?! Dimana-mana ‘kan perbedaan usia itu
jauh lebih penting daripada tinggi badan!”
“Ya tapi ‘kan kita ini seumuran!”
Lagian, dari sudut pandang orang lain, aku
lah yang lebih sering disalahpahami sebagai kakak laki-lakinya.
Namun saat kami melanjutkan jenis pertukaran
yang sama setelah bertahun-tahun itu, tiba-tiba, aku sadar kalau Shizune-san
sedang menatapku dengan ekspresi terkejut.
“Eh, ada apa, Shizune-san?”
“Tidak ada apa-apa... Cuman, rasanya aneh
saja mendengarmu berbicara dengan kata-kata seperti itu.”
Kata-kata seperti itu? Apa yang dia maksud?
...Oh, mungkinkah soal aku yang menyebut Yuri pendek? Memang sih, kurasa
pernyataan seperti itu tidak pernah kusampaikan kepada siapapun selain Yuri.
“Tapi ngomong-ngomong, ada apa denganmu?
Rambutmu rapi dan bahkan pakaianmu juga rapi sekali.”
“Lingkungan tempat aku tinggal itu unik. Jadi
gini-gini aku sudah melakukan yang terbaik untuk memperhatikan penampilanku.”
“Hmph... Sombong sekali kamu?! Makan nih~”
“Ah, woy, jangan menyentuhnya!”
Yuri berdiri dan menyentuh rambutku. Saat aku
hedak mengeluh, aku melihat wajah Yuri, tapi ekspresinya lembut dan dia
tersenyum.
“Kamu punya kebiasaan untuk selalu memberi
banyak tekanan di pundakmu, jadi kupikir tidak masalah kalau kau sedikit lebih
santai. Lagian, kamu di sini juga untuk liburan musim panas, kan?”
“Sekalipun kau bilang begitu...”
Kupikir dia sedang mempermainkanku, tapi dia
hanya peduli kepadaku. Nah, karena dirinya yang seperti ini lah aku tidak bisa
membencinya, dan entah kenapa aku selalu merasa berterima kasih kepadanya.
“Kelihatannya kalian cukup akrab.”
Untuk sesaat, kupikir ada badai salju yang
melanda tempat ini. Soalnya, aku merasakan perasaan intimidasi yang mengerikan
sampai-sampai membekukan udara.
Hinako, yang sedari tadi hanya berdiri diam
tanpa membuka mulutnya, menatap tajam ke arah kami.
“Y-Yah, begitulah. Toh kami sudah saling
kenal selama sekitar sepuluh tahun.”
“Sepuluh tahun, ya...,” ucap Hinako, matanya
menyipit tajam.
Yuri juga sepertinya menyadari sesuatu yang
tidak biasa dan berbisik di telingaku.
(H-Hei, Itsuki?! Apa ini cuman perasaanku
saja, atau aku memang ditatapi oleh Konohana-san?!)
(Ya, dia memang menatapimu...)
Aku tidak begitu mengerti, tapi sepertinya
Yuri telah merusak suasana hatinya Hinako. Kalau sampai Yuri memang membuat
putri dari Grup Konohana menjadi musuhnya..., apa itu artinya hari ini adalah
akhir dari hubungan kami yang berlangsung hampir satu dekade?
Tapi terlepas dari lelucon yang kupikirkan
itu, jika aku lihat baik-baik, Hinako juga menatap tajam ke arahku.
Sepertinya akan berbahaya kalau
mempertahankan suasana seperti ini lebih lama lagi.
“Ngomong-ngomong, Yuri, bukannya kamu harus
segera kembali bekerja? Sekarang ini kamu masih dalam jam kerja, kan?”
“Ah?! Kamu benar, aku lupa!”
Yuri panik dan segera menuju gedung utama.
Dalam perjalanan ke sana, dia melihat kembali ke arah kami sekali lagi, “Aku
kerja di kafetaria di sini! Sapalah aku ketika kalian ke sana,” dan setelah
mengatakan itu, Yuri segera lari.
“Dia gadis yang energik.”
“...Sejak dulu Yuri sering bantu-bantu
kerjaan keluarganya, dan dia terlibat dengan banyak orang baik itu tua maupun
muda, itulah sebabnya dia sangat periang.”
Aku sudah berkali-kali terlibat dengan sifat
periangnya itu, jadi itu tidak diragukan lagi.
Kemudian, pada saat itu, Hinako meraih ujung
bajuku.
“Itsuki..., ayo, jalan-jalan.”
“Y-Ya. Baiklah.”
Aku sendiri juga lelah secara mental, jadi
lebih baik aku pergi jalan-jalan di sekitar tempat ini untuk sisa hari ini.
Paling tidak, melihat-lihat hotel saja sudah akan cukup untuk menghabiskan
waktu.
“Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?”
Terhadap pertanyaanku, Hinako menjawabnya
dengan suara pelan.
“...Apa pun selain kafetaria.”
◆◆◆◆
Keesokan paginya setelah aku menikmati
jalan-jalan santai bersama Hinako.
Di ruang makan di gedung utama.
Di depan kami yang sedang sarapan, Yuri
menundukkan kepalanya.
“Senang bertemu dengan kalian, aku Yuri
Hirano.”
Tennoji-san dan Narika, yang sedang sarapan
di meja yang sama dengan kami, menatap Yuri.
Beberapa saat yang lalu, ketika kami memutuskan
untuk ketemuan di kafetaria dan sarapan bersama, aku memberitahu mereka kalau
kenalanku mungkin akan datang menyapa, jadi mereka berdua tidak terkejut. Dan
karena Hinako telah menyapanya sebelumnya, dia hanya menampilkan senyum anggun
khas mode Ojou-sama di wajahnya.
“Saat ini aku kerja sambilan di restoran ini.
Oh ngomong-nomong, biasanya aku menjadi teman masa kecilnya Itsuki.”
“Jangan mengatakannya seolah-olah itu adalah
pekerjaan harianmu,” selaku, setelah meletakkan gelas jus jerukku.
Karena restoran ini bergaya prasmanan, jadi
makanan yang ada di piring kami berbeda-beda. Tennoji-san makan salad dan
omelette. Narika makan sup dan roti. Dan untuk Hinako, dia makan berbagai
hidangan yang seimbang, tapi itu mungkin karena dia sedang berakting. Jika itu
Hinako yang biasanya, dia tidak akan mau makan sayur.
Yang aku ambil sebagai sarapanku adalah
sayuran mentah dan salad sashimi, semuanya memiliki rasa yang elegan dan
bergizi. Itu kurang lebih setara dengan sarapan yang disajikan di rumah
Keluarga Konohana.
“Kamu teman masa kecilnya Tomonari-san?”
“Teman, masa kecilnya Itsuki...”
Tennoji-san dan Narika terlihat tertarik dengan apa yang Yuri katakan.
“Sekarang kamu lagi kerja ‘kan? Apa tidak
apa-apa kamu di sini?”
“Aku di sini hanya untuk menyapa sebentar.
Selain itu, kepala koki bilang kalau aku bisa melakukan apapun yang aku mau
selama itu tidak mengganggu pekerjaanku... Oh, tentu saja jika kalian
menganggap aku mengganggu kalian, aku akan pergi.”
“Tidak, aku tidak berpikir kalau kamu
mengganggu kami...”
Untuk memastikkan, aku melihat wajah-wajah
yang lain.
“Kamu sama sekali tidak menggangu kok,” ucap
Tennoji-san, menurunkan cangkir tehnya. “Ini adalah kesempatan yang langka bagi
kami, dan kami tidak punya alasan untuk menolakmu. Justru kami akan senang jika
kamu mau berteman dengan kami.”
“Ooooh... Luar biasa, jadi begini ya cara
Ojou-sama berperilaku...”
Kata-kata toleran yang Tennoji-san ucapkan,
serta sikpanya yang sopan, tenang, dan anggun tampak baru bagi Yuri. Reaksi yang
dia tunjukkan itu mengingatkan aku pada diriku yang dulu.
Awalnya, aku juga terkejut dengan setiap
perilakukan para Ojou-sama ini... Apalagi, sejauh menyangkut Tennoji-san,
penampilannya yang eksentrik dengan rambur pirang bornya itu memberikan kesan
yang lebih kuat.
“A-Aku juga sama. Aku ingin kita berteman,”
ucap Narika, menatap Yuri.
Tapi, mungkin karena dia gugup bertemu dengan
orang baru, wajahnya menjadi lebih tegang daripada biasa—tepatnya wajahnya
menjadi wajah yang biasa ditakuti di akademi.
Kalau aku aku tidak melakukan sesuatu, Narika
mungkin akan disalahpahami. Jadi dengan pemikiran itu, aku berbisik pada Yuri.
(Yuri. Narika orangnya sedikit canggung...)
(Jangan khawatir, aku tahu kok. Soalnya ada
juga orang sepertinya di antara pelanggan kami.)
Yuri sama sekali tidak takut. Dia menghadapi
Narika sambil menampilkan senyum yang bersahabat.
“Miyakojima-san. Apa kamu orang yang pernah
ketemu sama Itsuki saat kalian masih kecil...”
“Ya. Itu aku. Saat masih kecil, Itsuki pernah
mengurusku.”
Dulu aku pernah memberitahu Yuri kalau aku
tinggal untuk sementara waktu di rumahnya Narika. Sejak dulu Yuri cukup
tertarik dengan cerita itu, jadi dia mengalihkan perhatiannya ke Narika.
“Hmm~~ Itsuki mengurus orang, ya?”
Yuri menatapku dengan ekspresi tertentu.
“...Memang kenapa?”
“Tidak kenapa-kenapa~. Hanya saja, rasanya
sedikit menyegarkan mengetahui kamu yang biasanya aku urus, mengurus orang
lain.”
Mendengar Yuri mengatakan itu, dua Ojou-sama
di tempat ini sontak bereaksi.
“Mengurus...?”
“Mengurus, Itsuki...?”
Hinako dan Narika memiringkan kepala mereka,
keduanya bereaksi terhadap keyword aneh.
“Ngomong-ngomong, jika kalian bertiga adalah
Ojou-sama, maka kalian menginap di kamar kelas tiga, kan? Karena penghuni kamar
kelas tiga biasanya akan diantarkan makanan, kurasa agak aneh melihat kalian
menggunakan ruang makan di sini...”
Hinako lah yang menjawab pertanyaan Yuri.
“Karena ini kesempatan yang bagus, aku ingin
makan bersama semua orang seperti ini.”
“Oh begitu ya. Yah, memang sih, akan lebih
menyenangkan makan bersama seperti ini karena akan lebih terasa nuansa
liburannya,” ucap Yuri, menerima alasan Hinako.
Padahal sih, alasan Hinako makan di sini
karena dia ingin makan bersamaku.
Untuk Tennoji-san dan Narika, mereka
sama-sama bilang, “Mumpung kita lagi ada di sini, aku ingin kita menikmati
makanan bersama-sama”, tapi karena mereka orangnya baik dan pengertian, jadi
aku tidak bisa menyangkal fakta bahwa mereka menyesuaikan diri denganku yang
harus makan di ruang makan. Jika demikian, akan tidak sopan kalau aku
menyebutkan soal itu, jadi aku hanya harus dengan senang hati menerima kebaikan
keduanya.
“...Baiklah, waktu istirahatku akan segera
selesai, jadi aku permisi dulu.”
Melihat jam yang tergantung di dinding, Yuri
hendak pergi.
“Ah, Yuri, tunggu sebentar.”
Aku mendekati Yuri saat dia berhenti dan
berbicara padanya dengan suara pelan.
“Seperti yang kukatakan kemarin, aku
memalsukan identitasku di Akademi Kekaisaran. Aku baik-baik saja dengan tiga
orang yang kau temui sebelumnya karena kurang lebih mereka tahu tentang
kondisiku, tapi tolong jangan beri tahu orang lain.”
“Ya, aku akan berhati-hati.” Yuri menatap
lurus ke mataku dengan mengangguk. “Tapi ngomong-ngomong, apa kau selalu
terlibat dengan orang-orang berderajat tinggi seperti mereka?”
“Yah, begitulah.”
“...Gitu ya, tapi aku ingin tahu, apa rambut
bor pirang itu normal ya di kalangan Ojou-sama?”
“Tidak, setauku cuman Tennoji-san saja yang
seperti itu.”
Hanya ada satu orang saja di Akademi
Kekaisaran yang memiliki model rambut bor pirang seperti itu.
“Hmm~...... Kalau kuperhatikan, sepertinya kenalanmu semuanya perempuan, ya.”
Entah mengapa, suaranya kini terdengar
seperti mengandung duri kecil yang tajam. Kemudian, dengan ekspresi wajah yang
sedikit cemberut, Yuri melirik Hinako dan yang lainnya.
“Selain itu, mereka semua cantik-cantik...
Apa semua wanita di Akademi Kekaisaran secantik mereka?”
“Ti-Tidak juga, hanya saja mereka bertiga itu
spesial...”
“Terus, kenapa orang-orang spesial seperti
mereka berkumpul di sekitarmu?”
“Itu kebetulan saja...”
“Hmm———?!”
Dia menatap lurus ke arahku dengan mata yang
setengah terpejam. Sepertinya dia tidak mempercayaiku... Aku sendiri sih tidak
pernah memikirkannya secara mendalam, tapi ketika aku memikirknnya, aku
benar-benar tidak tahu mengapa Ojou-sama elit seperti mereka berkumpul di
sekitarku...
“Ngomong-ngomong, Itsuki.”
“Apa?”
“Kamu tidak berpikir kalau aku sudah puas
dengan alasan yang kamu berikan kemarin, kan?”
Aku sontak tak bisa berkata-kata.
“Aku benar-benar sedih loh ketika kau
mengabaikan pesanku.”
“Ugh.”
“Saat aku melihatmu di arcade, aku sebenarnya
ingin mengajukan banyak pertanyaan kepadamu, tapi aku ingin membaca suasana dan
berakhir menahan diri.”
“Ugh...”
Jadi dia mengingatnya, ya...
Mengenai pesan yang kuterima dari Yuri tepat
setelah aku menjadi pengurus, waktu itu aku segera membalasnya, tapi kemudian
aku tidak bisa menyangkal kalau aku telah mengabaikannya untuk sementara waktu.
Lebih tepatnya sih, aku tidak bisa menjawab karena Hinako mengambil ponselku.
Selain itu, pengurus adalah pekerjaan yang sulit,
jadi aku juga berperilaku lebih ceroboh daripada biasanya. Karenanya, aku
benar-benar merasa tidak enak padanya tentang hal ini.
“Datanglah ke tempatku malam ini. Aku luang
mulai sore hari.”
“...Baiklah.”
Aku tidak bisa menolak perintah itu.
◆◆◆◆
Setelah berpisah dengan Yuri, kami menuju ke
tempat kursus musim panas.
Kursus akan dimulai hari ini. Kami memasuki
tempat bertipe pondok dan membuka pintu ruang kelas, dan di dalam, sudah ada
hampir 20 siswa yang berkumpul.
“Hei, bukankah itu..., orang-orang dari
Akademi Kekaisaran?”
“Itu Ojou-sama sungguhan...”
“Mereka semua cantik-cantik.”
“Oh, tapi ada satu orang yang sepertinya bisa
akur dengan orang seperti kita...”
Mungkin, orang yang dimaksud dari ucapan yang
terdengar di akhir itu aku.
Sebelum porseni dimulai, pada saat yang sama
ketika aku mencoba membantu Narika mengatasi pergumulannya, aku menyadari
evaluasi objektif yang ditujukan kepadaku, dan memutuskan untuk bersikap
sehingga aku tidak akan terlihat tidak wajar ketika aku berada di sekitar
Hinako dan yang lainnya. Jadi dengan mengingat bagaimana perasaanku saat itu,
aku menegakkan punggungku.
Tidak seperti Hinako dan yang lainnya, aku
tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Jadi jujur saja, dalam hati aku merasa
gugup, tapi setidaknya sekarang aku tidak terlihat tidak wajar ketika berada di
sekitar para Ojou-sama ini. Jika itu aku yang dulu, maka respon mereka pasti
berbeda. Satu atau dua komentar yang mengejekku mungkin akan diarahkan
kepadaku.
“Hm, sepertinya tempat duduknya sudah ditentukan.”
Selembar kertas dengan nama dan tempat duduk
masing-masing siswa ditempel di meja panjang di depan. Tampaknya uruntan tempat
duduk diurutkan sesuai urutan penerimaannya di resepsi. Narika duduk di
sampingnya Hinako, dan aku——
“Oh, sepertinya kita bersebelahan,” ucap
Tennoji-san, mendekatiku.
Orang yang duduk di sampingku adalah
Tennoji-san. Aku pun mengeluarkan alat tulisku dari tas dan duduk. Setelah
beberapa saat, seorang pria yang tampaknya adalah guru berdiri di depan podium.
“Selamat pagi, semuanya. Ayo kita mulai kelas
periode pertama kita hari ini.”
Buku pelajaran khusus untuk kursus musim
panas ini dibagikan dari kursi di depan kami. Karena kursus ini hanya satu
minggu, jadi jumlah halaman bukunya sedikit, meski begitu isi materinya sangat
padat. Karena itu, aku jadi sedikit kewalahan. Namun demikian, gini-gini aku
orang yang terus mengikuti pelajaran-pelajaran di Akademi Kekaisaran secara
rutin. Jadi, meskipun aku harus memutar otakku dengan mati-matian, aku berhasil
mengikuti kelas kursus.
...Akhirnya
selesai juga periode pertama pelajaran.
Kursus musim panas berlangsung dari pukul
10:00 sampai 18:00. Itu adalah jadwal yang sulit, tapi untungnya itu sudah
termasuk makan siang. Nah, karena kursus ini disponsori oleh Akademi
Kekaisaran, makan siang yang disiapkan berkualitas tinggi, sehingga mata para
siswa yang berpartisipasi dari sekolah lain tampak berbinar ketika melihatnya.
Setelah istirahat makan siang, kelas sore pun
dimulai saat seorang guru laki-laki memasuki ruang kelas.
“Sekarang, kita akan mulai pelajaran ekonomi
mikro.”
“...Ekonomi, mikro?”
Aku memiringkan kepalaku terhadap kata asing
itu. Melihat aku yang kebingungan, Tennoji-san di sampingku menjelaskannya
padaku dengan suara pelan.
“Apa kamu tidak membaca brosurnya? Kursus
musim panas ini mengundang beberapa profesor yang mengajar di universitas
bergengsi di seluruh negeri untuk memberikan kuliah khusus tentang bisnis dan
jasa modern. Secara khusus, kita akan diajak untuk mempelajari perdagangan,
administrasi bisnis, hukum, sains dan teknik.”
“Be-Begitu ya...”
Untuk saat ini aku hanya menganggukkan
kepalaku, tapi sebenarnya aku tidak mengerti apa yang dia jelaskan. Tapi
kemudian, mungkin mengetahui isi pikiranku, Tennoji-san tersenyum lembut.
“Sederhananya, ini adalah studi kekaisaran.”
Buset, jadi studi kekaisaran juga ada ya...?
[Catatan Penerjemah: Studi kekaisaran adalah
pendidikan yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kedudukan khusus,
seperti seorang raja. Walaupun tidak ada batasan yang tegas tentang isi
pendidikan, dikatakan bahwa selain pengetahuan yang luas di bidang akademik,
pendidikan holistik diberikan dalam bidang-bidang seperti kepemimpinan dan
etiket. Dalam artian yang lebih luas, pendidikan yang diberikan oleh politisi
dan eksekutif perusahaan untuk melatih penerusnya juga disebut sebagai studi
kekaisaran (bahasa inggrisnya imperial studies).]
Aku tahu kalau konsep kursus musim panas ini
adalah bahwa siswa dapat mempelajari hal-hal yang tidak dapat mereka pelajari
di kelas reguler, tapi aku tidak menyangka bahwa akan sampai diajari tentang
imperialisme juga..., ini benar-benar tidak terduga.
Ketika aku membolak-balik halaman buku teks,
aku menemukan bahwa setelah mempelajari ekonomi mikro, kami akan akan
mempelajari ekonomi makro. Tak satu pun dari kedua topik tersebut yang aku tahu
apa-apa tentangnya.
Akhirnya, pelajaran ekonomi berakhir.
Aku benar-benar sudah babak belur.
“Kamu baik-baik saja, Tomonari-san?”
“Aku tidak..., baik-baik saja...”
“Yah, mengingat kalau buku pelajarannya baru
saja di bagikan, jadi aku bisa mengerti kalau kamu tidak bisa melakukan
persiapan,” ucap Tennoji-san, pengertian.
Melihat sekeliling kelas, kuperhatikan
beberapa siswa lain memegangi kepala mereka. Sepertinya pelajaran yang barusan
itu memang benar-benar sulit. Tapi seperti yang Tennoji-san bilang sebelumnya,
ceritanya mungkin akan beda kalau aku sudah melakukan persiapan sebelumnya.
Tennoji-san sih kelihatannya biasa-biasa saja, mungkinkah dia mempelajari
bidang semacam ini secara teratur?
Akhir-akhir ini, aku sudah terbiasa dengan
kehidupan di Akademi Kekaisaran, dan itulah mengapa aku semakin menyadari
betapa menakjubkannya gadis-gadis ini. Hinako adalah putri dari Grup Konohana,
Tennoji-san adalah putri dari Grup Tennoji, dan Narika adalah putri dari
produsen barang olahraga terbesar di Jepang. Dunia tempat mereka tinggal sangat
tinggi dan sulit, Tidak mudah untuk bisa berdiri sejajar di samping mereka.
Aku perlahan-lahan menghembuskan udara dari
paru-paruku seolah untuk memuntahkan kelelahan dari kepalaku.
Kemudian, aku mendengar percakapan dari salah
satu kursi di dekatku.
“Konohana-san? Kok kamu kelihatan seperti
mengkhawatirkan sesuatu, apa ada yang salah?”
“Tidak ada apa-apa, aku masih sama seperti
biasanya kok.”
Kudengar suara Hinako terdengar lebih berat
daripada biasanya, jadi aku mencoba meliriknya. Kemudian, aku melihat kalau
Hinako juga sepertinya menatapku, yang membuat pandangan kami sontak bertemu.
Mungkinkah dia mengkhawatirkanku?
Jangan
khawatir, aku bisa melalui ini. Aku
melambaikan tanganku dengan maksud mengatakan itu, dan kemudian Hinako kembali
melihat ke depan dengan ekspresi lega.
Waktu jeda telah usai, dan sekarang seorang
wanita berjas memasuki kelas.
“Sekarang, kita akan memulai pelajaran
Pengantar Multimedia. Di kelas ini, kalian akan diajari tentang media yang kita
gunakan sehari-hari, juga teknologi dasar yang berkaitan dengan audio dan
video.”
Sepertinya, yang mengajar kali ini adalah
profesor dari Fakultas Sains dan Teknik.
Saat mendengarkan konten pelajaran, secara
bertahap aku mulai merasakan déjà vu.
...Ah.
Aku tahu topik ini.
Sebelum Akademi Kekaisaran memasuki masa
liburan musim panas, aku dulu belajar dengan teman sekelasku, Kita, untuk
memperoleh sertifikasi nasional di bidang IT. Sepertinya, cakupan materi yang
kami pelajari saat itu kurang lebih mirip dengan yang diberikan di kursus musim
panas ini.
“Sekarang, untuk pertanyaan ini...”
Guru melihat sekeliling kelas untuk menunjuk
siswa menyelesaikan soal. Sontak saja, sebagian besar siswa langsung
memalingkan muka mereka, kecuali Hinako dan Tennoji-san.
Sedangkan untukku..., aku tidak memalingkan
mukaku.
“Tomonari-san, tolong jawab pertanyaan ini.”
Setelah memerikska namaku di bagan tempat
duduk, guru menunjukku.
“Erm..., kuantisasi.”
“Benar. Kamu memahaminya dengan baik,” ucap
guru, tersenyum kagum. “Dalam PCM, yang mendigitalkan data analog, kuantisasi
dilakukan setelah pengambilan sampel. Dan ingat, setelah itu, kita akan
mengkonversi angka menjadi biner dengan encoding.”
Mendengar penjelasan tersebut, siswa di kelas
serempak berseru, “Ooh”, untuk memuji.
Aku senang bahwa secara kebetulan konten
materi saat ini berada dalam jangkauan studiku. Tidak diragukan lagi bahwa aku
beruntung, tapi meskipun demikian, pujian dari orang-orang di sekitarku
membuatku senang, serta memberikan kesadaran bahwa aku pun juga seorang siswa
Akademi Kekaisaran.
“Konohana-san, sepertinya kamu sedang dalam
suasana hati yang baik.”
“Begitukah? Aku masih sama seperti biasanya
kok, fufufu.”
Aku mendengar percakapan-percakapan seperti
itu, jadi aku melirik ke Hinako, dan entah kenapa kulihat dia tampak bangga dan
membusungkan dadanya.
“Hebat kamu bisa mengerti soal yang barusan,
Tomonari-san,” puji Tennoji-san padaku dengan suara pelan.
“Yah, kebetulan topik ini adalah bidang yang
aku pelajari. Itu hanya kebetulan aku bisa menjawabnya.”
“Apa di masa depan kamu berencana untuk masuk
ke dunia IT?”
“Aku masih belum memutuskannya dengan pasti,
tapi itulah rencanaku untuk saat ini.”
Awalnya, aku mempelajari IT karena status
yang kuperankan. Tepatnya, di Akademi Kekaisaran, aku adalah pewaris perusahaan
IT kelas menengah. Aku memulai studiku dengan maksud untuk membuat pengaturan
statusku ini akan terlihat lebih meyakinkan, namun ketika Shizune-san
memperkenalkanku ke perusahaan IT sebagai tempat untukku bekerja di masa depan,
dan ketika aku terlibat dengan dengan pewaris sungguhan dari perusahaan IT
menengah seperti Kita, motivasiku jadi meningkat,
“Kalau begitu, dengan senang hati aku bisa
loh memperkenalkanmu ke beberpa perusahaan IT Grup Tennoji.”
“Eh, erm..., apa itu tidak apa-apa?”
“Tentunya kami akan memeriksa kemampuanmu
dengan benar, dan kupikir sama sekali tidak ada masalah jika hanya sekadar
memperkenalkanmu.”
Aku sudah mengharapkan itu dari Tennoji-san,
orang yang selau berusaha berperilaku baik untuk menghayati nama Grup Tennoji,
bahwa dia tidak punya niat untuk mempekerjakan seseorang melalui jalur orang
dalam... Yah, hal yang sama pun juga berlaku untuk Grup Konohana.
“Tapi, secara pribadi sih, aku maunya kamu
bekerja di bidang produsen logam non-besi atau pabrik bahan kimia umum, yang
merupakan perusahaan inti grup kami.”
“Hm, memangnya kenapa?”
“Yah, soal itu...” Seketika, Tennoji-san
memalingkan wajahnya karena malu. “Bergantung pada karirmu, kamu akan bisa
ditempatkan di posisi penting dalam grup... Te-Terus, setelah itu, erm, kamu
akan bisa bekerja bersamaku...”
Oh, begitu ya.
“Kedengarannya bagus. Seperti yang dulu
pernah kukatakan padamu, kupikir akan menyenangkan jika aku bisa bekerja
denganmu, Tennoji-san.”
“...Y-Ya ‘kan?! Menurutku juga begitu!” ucap
Tennoji-san, tampak sangat gembira.
“Kalian berdua yang di sana, harap
berkonsentrasi pada pelajaran.”
Guru menatap tajam ke arahku. Sepertinya, ini
membuat pujiannya kepadaku sebelumnya jadi hilang... Kurasa aku mungkin aku
sedikit lengah.
Tennoji-san dan aku segera menundukkan kepala
kami dan menutup mulut.
“Ko-Konohana-san, kok kamu kelihatannya
seperti sedang dalam suasana hati yang buruk...?!”
“Begitukah? Aku masih sama seperti biasanya
kok, fufufu.”
Mendengar suara Hinako, aku mencoba melirik
ke arahnya, dan kulihat entah mengapa dia menatapku seolah-olah dia sedang
melihat sampah.
◆◆◆◆
“Baiklah, pelajaran untuk hari ini selesai,
kerja bagus kalian semua, Nah, karena seminggu lagi akan ada ujian, jadi
pastikan kalian tidak melewatkan persiapan serta tinjuan materi.”
Setelah pelajaran terakhir selesai, guru
meninggalkan kelas.
“Ini cukup melelahkan.”
Setelah meninggalkan kelas, kami kembali ke
hotel.
“Setelah ini kamu mau ngapain, Tomonari-san?”
“Yah, aku...”
Karena aku akan bertemu dengan Yuri di malam
hari, jadi aku hendak memberitahu kalau aku tidak punya rencana apa-apa...,
tapi pada saat itu, aku merasa ada seseorang yang menarik pakaianku dari
belakang,
Itu adalah Hinako, dan dalam posisi di mana
orang lain tidak bisa melihatnya, dia menatapku seolah ingin mengatakan
sesuatu.
Entah bagaimana aku bisa menebak niatnya,
jadi aku menarik kembali kata-kata yang hendak kukatakan dan mengoreksinya.
“...Aku lelah hari ini, dan aku juga ingin
bersiap-siap untuk pelajaran besok, jadi aku akan istirahat.”
“Aku juga sama.”
Segera, Hinako melontarkan pendapat yang sama
denganku.
“Yah, kita bisa datang ke Karuizawa kapan pun
kita mau. Jadi yah, aku juga akan istirahat.”
Aku tidak sependapat degan cara berpikirnya,
tapi Tennoji-san sepertinya juga akan istirahat di kamarnya.
“Bagaimana denganmu, Narika?”
“...Aku juga, rasanya kepalaku seperti sudah
mau pecah,” ucap Narika, tampak lebih lelah dariku.
“Baiklah, sampai jumpa besok.”
Aku pergi ke kamar kelas dua, dan para
Ojou-sama itu secara alami menuju ke kamar kelas tiga. Kemudian, setelah
kembali ke kamarku dan menunggu beberapa saat...
Baiklah...
sekarang aku harus bertemu dengan Hinako.
Itu mungkin alasan kenapa tadi Hinako menarik
pakaianku. Memang aku dengar kalau kondisi fisik Hinako lebih baik akhir-akhir
ini, tapi hari ini dia pasti sedikit lelah, jadi dia ingin menghabiskan harinya
dengan cara yang sama seperti ketika dia berada di mansion.
Sebisa mungkin, aku tidak ingin Tennoji-san
atau Narika melihatku mengunjungi kamarnya Hinako. Sekarang sudah hampir
sepuluh menit sejak kami berpisah, jadi dengan pemikiran bahwa sekarang sudah
akan baik-baik asja, aku mencoba membuka pintu kamarku, tapi tiba-tiba,
ponselku berdering menandakan adanya panggilan masuk.
Peneleponnya adalah Shizune-san.
[Itsuki-san, apa mungkin kamu hendak menuju
ke sini?]
“Ya, aku baru saja mau keluar dari kamarku.”
[Soal itu..., Ojou-sama ketiduran.]
“Eh?”
[Aku akan menjaga Ojou-sama, jadi kamu bebas
melakukan apa pun yang kamu mau, Itsuki-san.]
“Be-Begitu ya?”
Secara tak terduga aku diberikan waktu luang,
jadi secara refleks aku melirik jam di atas meja di samping tempat tidurku.
...Mungkin
ini sedikit lebih awal, tapi kurasa aku akan pergi saja ke tempatnya Yuri.
Yuri bilang kalau dia akan luang mulai sore
hari, jadi seharusnya akan baik-baik saja jika aku menemuinya sekarang.
“Sebenarnya, aku ada janji bertemu dengan
Yuri setelah ini, jadi aku akan pergi menemuinya sebentar.”
[Aku mengerti.]
“Kalau ada sesuatu yang terjadi, tolong
segera beritahu aku.”
Ketika aku mengatakan itu, aku merasa seperti
aku bisa melihat Shizune-san sedang tersenyum dari balik telepon.
[Kamu biasanya bekerja hampir tanpa hari
libur. Jadi kamu bebas melakukan apa pun yang kamu mau kok selama berada di
Karuizawa.]
“......Terima kasih.”
Aku merasa kerja kerasku diakui, jadi aku
diliputi kegembiraan.
[Tapi yah, kamu mungkin akan terlalu
disibukkan dengan belajar.]
“Kau benar...”
Karena ada banyak kelas khusus, persiapan dan
peninjauan materi sangatlah penting.
Tapi karena dia sudah mengatakan itu, selagi
aku di Karuizawa, kurasa tidak ada salahnya sedikit menghabiskan waktuku dengan
bebas. Tentunya, aku masih tetap tidak bisa mengambil jalan pintas dalam
studiku.
Aku pun menutup telepon dan mengirim pesan ke
Yuri.
Itsuki:
Aku mau ke tempatmu.
Yuri
: Datanglah ke kamar 204 di gedung utama. Dan juga, kosongkan perutmu.
Yuri segera membalas pesanku.
Sepertinya, Yuri menginap di kamar kelas
satu. Tapi, seingatku, dulu aku pernah mendengar dari Yuri sendiri bahwa dia
tidur di kamar karyawan saat kerja sambilan di resor...
“Kosongkan perutku, ya...?”
Kurasa dia mengundangku untuk makan malam
dengannya?
Untuk berjaga-jaga, aku memberitahu
Shizune-san melalui pesan kalau aku mungkin akan pergi sekalian makan malam.
“...Di sini, ya?”
Berdiri di depan pintu, aku membunyikan
interkom. Kemudian, lubang intip di pintu menjadi gelap sesaat, dan saat
berikutnya pintu terbuka.
“Datang juga kamu.”
Aku masuk ke kamarnya Yuri.
Ukuran kamarnya tidak jauh berbeda dengan
kamar kelas dua yang kutempati. Perbedaan harganya mungkin karena pemandangan
dari kamar. Dibandingkan dengan kamar kelas dua dan tiga yang ada di atas
bukit, kamar kelas satu tidak memiliki panorama alam Karuizawa karena
bangunannya ada di bawah. Sebagai gantinya, kamar kelas satu menawarkan
pemandangan hotel yang indah.
Nah, hotel itu sendiri mewah dan luas, jadi
ini juga merupakan pemandangan yang menarik.
“Kamu tinggal di kamar ini, Yuri?”
“Ya. Aku mendapatkan kamar ini dengan kondisi
gajiku hanya dibayar setengah saja. Alasan aku kerja sambilan di sini sekadar
untuk meningkatkan keterampilan memasakku, jadi aku tidak kerja untuk
bayarannya, dan selain itu, mumpung aku kerja sambilannya di sini, aku juga mau
merasa seperti seorang pelanggan di hotel mewah ini.”
“...Seperti biasanya, kamu benar-benar serius
jika itu menyangkut tentang memasak.”
“Tentu saja. Aku ‘kan akan mengambil alih
bisnis keluargaku.”
Setelah mengatakan itu, Yuri mempersilakanku
duduk di kursi, jadi aku duduk.
Ngomong-ngomong, saat aku mendengar apa yang
barusan dia katakan itu, tiba-tiba aku teringat pada Hinako dan para Ojou-sama
lainnya. Meski mereka hidup di dunia yang berbeda, cara hidup Yuri mungkin
mirip dengan mereka. Bagaimanapun juga, Yuri juga merupakan orang yang
memutuskan untuk meneruskan bisnis keluarganya.
“Yah, mengesampingkan soal itu... Saat ini, aku
sedikit marah padamu,” ucapnya, menatapku dengan mata acuh tak acuh.
“...Serius, cuman sedikit?”
“Aku akan lebih marah saat kamu mengatakan
hal-hal seperti itu.”
“Aku tidak mengatakan apa-apa.”
Aku langsung menyesal telah mengatakan
sesuatu yang tidak perlu.
Tadi Yuri mendesakku untuk duduk, tapi dia
sendiri tidak mau duduk. Nah, entah apakah dia sadar tentang itu atau tidak,
tapi itu adalah kebiasaan lamanya Yuri. Dia adalah gadis yang kompleks tentang
tinggi badannya, dan ketika dia ingin membicarakan sesuatu yang penting, dia
mencoba untuk tidak duduk. Soalnya kalau dia duduk, itu hanya akan membuatnya
terlihat lebih kecil.
“Baiklah, menurutmu mengapa aku sedikit
marah?” tanya Yuri.
Hal pertama yang terlintas di benakku adalah
bahwa aku tidak membalasnya pesannya dulu dengan jelas.
“...Apa karena, aku terlambat menghubungimu?”
“Jujur saja aku tidak terlalu marah soal itu.
Lagipula kamu juga sepertinya sibuk,” ucapnya, menggelengkan kepalanya.
Hal berikutnya yang terlintas di benakku
adalah saat aku pergi ke game center dengan Tennoji-san yang lagi menyamar.
Waktu itu sih aku tidak terlalu memikirkannya, tapi dari sudut pandang Yuri,
yang dia lihat itu adalah——
“...Atau apa karena aku tiba-tiba menghilang,
tapi kemudian kamu melihatku dengan senang hati bermain di game center?”
“Aku marah soal itu, tapi itu juga bukan.”
Jadi dia juga marah soal itu...? Tapi kalau
dia bilang itu bukan alasannya sedikit marah, aku tidak bisa memikirkan hal
lain lagi.
Aku bingung, dan kemudian Yuri menghela napas
kecil.
“Itsuki. Orang tuamu melarikan diri di malam
hari dan kamu tidak punya tempat tujuan, kan?”
“...Ya.”
“Jika itu masalahnya...” Yuri menggigit
bibirnya untuk menahan amarahnya dan berkata, “Jika itu masalahnya... Maka
pertama-tama kamu bisa mengandalkan aku dulu!”
Mataku sontak terbelalak.
Yuri, jadi dia memikirkan itu ya?
Kegembiraan dan perasaan bersalah kepadanya,
segala macam emosi bercampur aduk di hatiku.
Bagiku, Yuri, teman masa kecilku, adalah
teman terdekat yang bisa aku ajak bicara santai tentang apapun. Setidaknya,
itulah yang biasanya aku pikirkan tentangnya. Tapi kadang-kadang, aku
terpikirkan sesuatu. Teman masa kecil bukanlah hubungan yang sederhana. Selain
orang tuaku, satu-satunya orang yang aku kenal selama hampir sepuluh tahun
adalah Yuri. Dia adalah tetangga yang penting bagiku. Aku yakin, Yuri juga
pasti merasakan hal yang sama tentangku.
“Maaf... Tapi semuanya terjadi begitu
tiba-tiba. Tidak lama setelah aku tahu kalau orang tuaku melarikan diri, aku
terlibat dalam penculikan Konohana-san.”
Yuri mengangguk sedikit, dan aku melanjutkan.
“Kalau misalnya saat itu aku tidak bertemu
Konohana-san..., aku pasti akan mengkonsultasikan masalahku padamu.”
“.....Begitu ya.”
Yuri kembali memberikan anggukan kecil.
Keheningan mengikuti untuk sementara waktu.
Tapi keheningan ini adalah ritual yang diperlukan. Celah yang tau-tau saja
terbentuk pun akhirnya diisi oleh kepercayaan yang aku ingat darinya.
Akhirnya, suara pelan, “Fuu”, keluar dari
mulut Yuri.
“Itsuki, kamu belum makan malam, kan?”
“Ya. Toh kamu juga menyuruhku untuk
mengosongkan perutku.”
Yuri dengan cekatan mengenakan celemek yang
yang ada di meja dapur. Itu bukanlah celemek garcon klasik yang dia kenakan
pagi ini saat kerja, melainkan celemek dari tokonya yang tampak tidak asing
bagiku.
Saat dia mengencangkan ikat pinggangnya, dia
jadi terlihat lebih berwibawa dari biasanya, dan wajahnya yang kekanak-kanakan
terlihat dewasa.
“Apa pesananmu?”
“Aku mau set hamburger.”
“Oke, yang seperti biasanya, ya.”
Mengatakan itu, Yuri kemudian membuka kulkas
kecil. Di dalamnya ada beberapa bahan seperti daging dan sayuran, mungkin dia
ambil dari kafetaria tempat dia bekerja saat ini.
Yuri pun mulai memasak dengan tampilan yang
sudah sangat terbiasa.
Dari punggungnya yang kecil itu, aku bisa
mendengar suara pisau dapur yang memotong-motong bahan makanan. Pemandangan itu
sangat tidak asing bagiku sampai-sampai aku lupa bahwa saat ini aku ada di
Karuizawa.
“Sudah lama sejak aku makan masakanmu,”
ucapku.
“Yah, dulu kamu sering datang ke tempatku
setelah pulang dari tempat kerja sambilanmu.”
“Begitulah. Kamu juga sering mengundangku
untuk mencicipi masakanmu.”
Seperti yang kubilang sebelumnya, Yuri
benar-benar serius dalam memasak. Pekerjaan sambilan yang dia lakukan kali ini
mungkin adalah hasil dari keseriusannya itu.
Tidak sepertiku di masa lalu, Yuri
berkecukupan. Setelah masuk SMA, dia akan melamar pekerjaan sambilan di resor
setiap kali libur panjang dan bekerja sebagai staf dapur di hotel yang cukup
terkenal, tapi alasan dia melakukan itu adalah untuk mengasah keterampilan
memasaknya.
“Tujuanmu masih sama, ya.”
“Tentu saja.”
Di masa depan, Yuri akan mengambil alih
restoran populer milik keluarganya.
Tapi selain itu, dia punya ambisi tertentu.
“Aku akan menjadikan Hiramaru sebagai restoran ritel nasional!” ucap Yuri, mengepalkan tinju kecilnya.
Itulah impian Yuri. Itu adalah ambisi yang
telah dia bicarakan padaku sejak kami masih kecil.
“Aku mendukungmu.”
“Kalau kamu bilang begitu, maka jangan pergi
begitu saja. Kamu ‘kan pencicip masakanku.”
“Maaf...”
Pekerjaanku sebagai pengurus menjadi lebih
fleksibel akhir-akhir. Lain kali aku punya waktu luang, kurasa aku akan pergi
ke rumahnya Yuri.
“Ngomong-ngomong, saat kamu lagi kursus, aku
melakukan sedikit penyelidikan,” sambil memotong sayuran, Yuri melanjutkan.
“Mungkinkah ketiga Ojou-sama yang kutemui tadi pagi adalah anak-anak berstatus
tinggi bahkan di antara siswa-siswi di Akademi Kekaisaran?”
“Yah..., mereka bertiga memiliki latar
belakang keluarga yang sangat baik.”
“Jadi aku benar, ya. ...Terus seperti yang
kubilang tadi pagi, bagaimana bisa kamu bergaul dengan orang-orang berderajat
tinggi seperti mereka?”
Aku sendiri juga bertanya-tanya soal itu
ketika dia menanyakan itu padaku tadi pagi.
Tapi ketika aku memikirkannya, jawaban untuk
pertanyaan itu sederhana.
“Mungkin, itu karena aku bertemu dengan
Konohana-san lebih dulu.”
Hinako adalah penyebab segalanya. Setelah aku
bertemu Hinako dan mulai bekerja untuknya, aku jadi bisa bertemu dengan Tennoji-san
dan Narika.
“Ini adalah keajaiban bagiku bahwa aku
bertemu Konohana-san.”
Sungguh, itu rasanya seperti aku telah
menggunakan keberuntungan seumur hidupku.
Saat aku teringat tentang apa yang terjadi
beberapa bulan yang lalu..., Yuri menatapku.
“Hmm~”
“Kenapa kamu tatapin aku begitu?”
“Tidak kenapa-kenapa... Aku hanya sedikit
tidak menyukai itu.”
Aku memiringkan kepalaku karena tidak
mengerti apa maksud perkataannya, tapi kemudian hamburger yang kupesan sudah
disajikan.
“Nih, makasih udah nunggu.”
Yuri duduk di depanku. Di tangannya juga ada
set hamburger yang seperti milikku.
Salad sayuran mentah, nasi putih, dan steak
hamburger. Ini adalah menu yang biasa aku makan di rumah Yuri. Untuk steak
hamburger, dia mungkin sudah membuat persiapannya lebih awal. Meski begitu,
fakta bahwa dia bisa menyiapkan dua makanan dalam waktu yang sesingkat itu
adalah karena Yuri sudah terbiasa memasak setiap hari.
“Selamat makan!”
“Selamat makan!”
Setelah menepukkan tangan, kami pun makan
malam bersama.
Tidak segan-segan, aku segera memasukkan
hamburger ke dalam mulutku.
“Bagaimana rasanya?”
“Enak.”
Mendengar jawabanku, Yuri tampak puas.
“Yah, lagipula sejak dulu kamu selalu
menyukai ini.”
“Ya. Ini pake bahan rahasia, kan?”
“Perilla. Aku memotongnya dengan sangat halus
dan memasukkannya.”
“Ya, itu, itu,” ucapku, masih mengisi mulutku
dengan hamburger. “Ini nostalgia... Sudah lama aku tidak makan makanan seperti
ini, jadi ini terasa sangat enak.”
“Aku sudah menduga itu, makanya aku
menyiapkannya untukmu. Kamu pasti sangat lapar dengan makanan biasa, kan?”
Kami sudah saling kenal selama
bertahun-tahun, dan dia tampaknya bisa dengan mudah melihat perasaanku. Saat
ini, tidak ada Ojou-sama di tempat ini. Pihak ketiga yang mengamati pun juga
tidak ada. Dan apa yang ada di depanku bukanlah hidangan mewah, melainkan
hidangan biasa dan tidak asing bagiku.
Karenanya, aku tidak perlu khawatir tentang
etiket makan.
Tanpa segan-segan, aku memotong steak
hamburger sedikit lebih besar dan menggigitnya. Itu membuat area di sekitar
bibirku menjadi sedikit kotor.
“Syukurlah.”
Ketika aku melihat ke depanku, Yuri sedang
menatapku sambil menggunakan kedua tangannya untuk memangku pipinya.
“Kamu sama sekali belum berubah, Itsuki.”
“Kamu juga.”
Meskipun kami sudah lama tidak bertemu, kami
adalah teman masa kecil yang bisa menghabiskan waktu kami bersama-sama tanpa
ragu-ragu.
Terbungkus dalam suasana hati yang tenang,
aku menjajalkan bibirku datas makanan buatan Yuri.
◆◆◆◆
Setelah berpisah dengan Yuri, aku menyusuri
jalan malam yang gelap menuju ke kamarku.
Untuk
jaga-jaga, kurasa lebih baik aku memberitahu Shizune-san kalau urusanku sudah
selesai...
Aku mengeluarkan ponselku dari sakuku dan
menelepon Shizune-san.
“Halo, Shizune-san, sekarang aku luang, jadi
aku bisa ke sana kalau dibutuhkan, tapi bagaimana?”
[Hm..., baiklah, kamu bisa datang, kan?
Ojou-sama juga sepertinya ingin berbicara denganmu...]
“Aku mengerti.”
Sepertinya, Hinako sudah bangun.
[Oh, tunggu sebentar. Ojou-sama ingin
mengatakan sesuatu, jadi aku akan memberikan ponselku padanya.]
Suara gemerisik terdengar dari telepon, dan
setelah menunggu beberapa detik, aku mendengar suara napas samar dari sisi lain
telepon.
“Hinako?”
[Mm... Aku mau makan keripik kentang.]
Aku terkejut, dan mungkin Shizune-san juga
merasakan hal yang sama di sisi lain telepon.
“Apa Shizune-san mengizinkannya?”
[Mm... Dia bilang tidak apa-apa.]
“Baiklah. Kalau begitu, tunggu sebentar
sementara aku membelinya.”
Dalam artian tertentu, aku lega mengetahui
dia masih sama seperti biasanya.
Hotel tempat kami menginap adalah hotel
mewah, tapi hotel ini tetap terbuka untuk tamu biasa selama mereka bisa
membayar. Karenanya, ada sebuah toko kecil di belakang resepsionis gedung utama
yang banyak menjual barang-barang umum. Di toko itu aku menemukan keripik
kentang yang diinginkan Hinako dan membelinya.
Setelah meninggalkan toko, aku memeriksa
ponselku dan menemukan bahwa Shizune-san telah mengirimiku nomor kamar mereka
menginap. Jadi, sambil membawa keripik kentang, aku menuju ke kamar tempat
Hinako menginap.
Kamar yang ditempati Hinako dan Shizune-san
lebih terlihat seperti rumah daripada kamar.
Aku
harus waspada dengan sekelilingku.,,
Beberapa orang mungkin telah memperhatikan
bahwa ini adalah kamar tempat Hinako menginap. Informasi bahwa aku mengunjungi
kamarnya Hinako di malam hari akan menimbulkan kesalahpahaman yang tidak perlu,
jadi aku tidak boleh sampai dilihat orang lain.
Setelah memastikan kalau tidak ada yang
melihatku, aku mengetuk pintu.
Kemudian, setelah menunggu sebentar, pintu
terbuka dan Shizune-san menyambutku.
“Permisi.”
“Apa ada yang melihatmu ke sini?”
“Tidak ada.”
Aku hendak memastikannya sekali lagi, tapi
daripada aku berlama-lama di luar, aku segera memasuki kamar.
“Ojou-sama ada di atas.”
Kamar kelas tiga jauh lebih mewah daripada
kamar kelas dua yang aku tempati. Dan seperti yang aku duga ketika melihat
eksteriornya, ini lebih seperti rumah daripada kamar. Di lantai pertama, ada
ruang tamu dengan sofa besar, dan furnitur serta perabotannya tampaknya satu
tingkat lebih tinggi daripada yang ada di kamar kelas dua. Tampaknya di sini
juga ada kamar mandi yang menampilkan pemandangan yang indah.
“Jadi ini ya kamar kelas tiga..., luas
sekali.”
“Yah, bagaimanapun juga ini adalah suite
room, atau biasa disebut kamar tipe vila.”
“Vila...?”
“Maksudnya ini adalah tipe dimana kamar
tamunya dipisahkan satu per satu seperti rumah. Ngomong-ngomong, suite room
artinya ruang tamu dan kamar tidur dipisahkan.”
Oh,
begitu ya, responku sambil mengangguk. Dari sudut
pandangku sih, kupikir suite room adalah kamar mewah yang khusus, tapi rupanya
itu memiliki arti yang seperti itu toh.
“Ngomong-ngomong, ini kamar khusus
keanggotaan, ya...”
“Ya, ini kamar khusus keanggotaan, tapi
harganya tidak terlalu mahal kok. Apalagi kalau dibandingkan dengan beberapa
hotel mewah di pusat kota yang harganya lebih dari satu juta yen per malam.”
“Hyaah....!?”
Aku terdengar aneh, seperti reaksi yang
ditunjukkan Tennoji-san di kelas kursus tadi siang.
“Tapi mungkin hotel di pusat kota agak kurang
menyegarkan.”
“Eh, kenapa?”
“Soalnya lingkungan yang biasa kita tinggali
itu lebih mewah. Karenanya, dalam hal itu, hotel di Karuizawa memanfaatkan
lokasinya, jadi hotel ini terasa menyegarkan bagi kita.”
Sepertinya, Shizune-san tahu bahwa aku
tidaklah begitu terkesan dengan hotel ini. Apa itu aritnya Shizune-san juga
merasakan hal yang serupa...?
Di lantai atas, ada kamar tidur lain yang
sangat besar.
“Selamat datang kembali~...”
Hinako, berbaring di tempat tidur di depanku,
menatapku dan melambaikan tangannya.
“Nih, aku sudah membelinya.”
“Yay!”
Ketika aku menunjukkannya sekantong keripik
kentang, mata Hinako langsung berbinar senang. Tapi, saat aku berpikir kalau
dia akan bangun dari tempat tidurnya untuk makan keripik kentang...,
“Suapin...”
“...Ya, ya.”
Berbaring di tempat tidur, Hinako membuka
mulut kecilnya.
Di sisi lain, Shizune-san menganggukkan
kepalanya seolah berkata “Yah, tidak apa-apa untuk hari ini,” jadi aku
mengambil sepotong keripik kentang dan membawanya ke mulut Hinako.
“Hehehe..., keripik kentang, enak...”
Hinako memakan keripik kentang, mengeluarkan
suara kriuk-kriuk.
Mungkin, penampilannya saat ini adalah
tampilan kemalasan terbesar dalam melakukan sesuatu yang bisa dibayangkan oleh
manusia modern. Rasanya sulit dipercaya bahwa ini adalah gadis yang sama
dengan gadis yang tadi siang orang-orang di kursus musim panas bisik-bisikkan
“Cantik” dan “Itu Ojou-sama sungguhan”.
“Kamu juga makanlah, Itsuki...?”
“Ya.”
Aku makan keripik kentang juga.
Sejak aku menjadi pengurus, aku tidak bisa
makan banyak makanan rumahan atau umum yang dijual di toko atau warung pinggir
jalan, tapi satu-satunya makanan umum yang mungkin lebih sering aku dapat
kesempatan untuk memakannya adalah keripik kentang.
Aku menyuapi Hinako keripik kentang, kemudian
selanjutnya aku lagi yang makan keripik kentang. Saat kami terus bergantian
makan keripik itu sampai habis, tiba-tiba aku merasa jariku tidak nyaman.
Hmm?
Sepertinya jariku agak lembab...
Aku langsung menjilatnya, berpikir kalau itu
hanya sedikit melembab dan aku tidak perlu terlalu mempedulikannya.
Tapi kemudian, aku menyadari kalau Hinako
menatapku dengan wajah merah padam.
“......”
“E-Eh...? Mungkinkah, yang barusan itu karena
aku menyuapimu...?”
“......Mm.”
“Ma-Maaf! Aku tidak menyadarinya!”
Aku sudah terlanjur menjilatnya sepenuhnya.
Hinako sontak memalingkan mukanya, malu, dan
bahkan telinganya pun sampai dironai warna merah.
Setelah itu, keheningan yang canggung datang.
“Ehem.”
Shizune-san, yang mengawasi kami dari
kejauhan, berdehem pelan dan menyadarkan kami kembali.
Ketika aku sadar, kuperhatikan kalau bahan
ajar yang dibagikan hari ini diletakkan di atas meja. Aku membuka buku catatan
di meja itu dan menemukan jejak-jejak orang habis belajar.
“Kamu sudah belajar, Hinako?”
“Ya, sedikit,” jawab Hinako sambil berbaring.
“Itu luar biasa..., kau menyelesaikannya
dengan hampir sempurna.”
“...Aku tidak keberatan kalau kamu lebih
memujiku,” ucap Hinako, menoleh ke arahku.
Apa itu artinya dia ingin aku mengelus
kepalanya?
“Kerja bagus.”
“Mm...”
Hinako menyipitkan matanya bagaikan kucing
yang jinak.
“Hinako, boleh tidak kalau aku belajar juga?
Aku mau melakukan persiapan untuk besok.”
“Mm. Aku akan menontonmu dari belakang.”
“Boleh sih, tapi itu bukan sesuatu yang
menyenangkan untuk ditonton, bukan?”
Saat aku mengatakan itu, Hinako menggelengkan
kepalanya.
“Saat melihat pemandangan yang seperti
biasanya..., aku jadi tenang.”
Saat mengatakan itu, dia menampilkan senyum
lembut yang khas dari dirinya.
Aku pun belajar di meja, dan Hinako bersantai
di tempat tidur.
Hmm, begitu ya, memang ini adalah pemandangan
yang selalu dia lihat di kamarku saat di mansion.
Dan dengan begitu, di bawah tatapan Hinako,
aku mulai persiapan untuk pelajaran besok.
Tapi kemudian, dari sofa di sebelahku, aku
melihat ada seseorang menguap.
“Kelihatannya kamu mengantuk, Shizune-san.”
“......Begitulah. Akhir-akhir ini, aku sibuk
kerja soalnya.”
Mungkin karena dia sudah setengah tertidur,
dia agak terlambat meresponku.
Waktu sekarang menunjukkan pukul 22:00. Ini
masih terlalu awal bagi Shizune-san untuk tidur, tapi dia selalu terlihat sibuk
bahkan saat berada di mansion. Mungkin kelelahannya yang menumpuk sudah
mencapai batas.
“Aku akan menjaga Hinako, jadi kamu bisa
tidur, Shizune-san.”
“Tidak, soal itu...”
“Bukannya kamu sendiri yang mengatakannya
padaku? Kalau aku bebas melakukan apa pun yang aku mau selama berada di
Karuizawa? ...Kupikir hal yang sama juga berlaku untukmu, Shizune-san.”
Kupikir dia tidak menyangka bahwa kata-kata
yang dia ucapkan padaku akan kuucapkan balik kepadanya, jadi mata Shizune-san
sedikit melebar, dan aku terus melanjutkan kata-kataku.
“Beristirahatlah sesekali.”
“...Baiklah. Kalau begitu, aku akan ikuti
kata-katamu.”
Shizune-san mengangguk pasrah dan tersenyum
lembut. Dia kemudian turun ke kamar mandi di lantai pertama untuk mengganti
baju tidurnya. Karena dia mungkin akan menggunakan kamar tidur ini setelah dia
berganti pakaian, aku menatap Hinako dan pergi turun ke ruang tamu bersamanya.
“Itsuki..., terima kasih.”
Saat aku membuka buku pelajaran dan buku catatan yang kupinjam dari Hinako,
entah mengapa dia berterima kasih
padaku.
“Untuk apa?”
“Shizune, dia senang,” ucap Hinako, sambil
berbaring di sofa. “Ekspresi Sihzune yang seperti tadi itu..., aku jarang
melihatnya.”
“...Begitu, ya. Baguslah kalau begitu.”
Kupikir tadi aku mungkin terlalu banyak
omong, tapi aku senang aku mengatakannya.
“Hmm... Fuaaahh.” Hinako menguap.
“Kamu juga sepertinya sudah ngantuk.”
“Mm... Kamu juga.”
Jadi dia mengetahuinya, ya? Kupikir aku bisa
berkonsentrasi pada studiku, tapi perlahan-lahan aku mulai mengantuk.
Sepertinya Hinako melihatku ketika aku hampir tertidur beberapa kali.
Aku
ingin melakukan persiapan sedikit lebih banyak lagi, tapi aku tidak mau kalau
aku sampai ketiduran di sini dan besok ada banyak orang yang melihatku keluar
dari kamar ini... Yah, kurasa lebih baik aku kembali ke kamarku saat hari masih
gelap.
Seharusnya semuanya akan baik-baik saja
selama aku kembali ke kamarku paling lambat tengah malam.
Tapi, harusnya aku tidak boleh memiliki
pemikran ceroboh seperti itu——
Merasakan suhu yang dingin, aku membuka
kelopak mataku.
Sinar matahari yang hangat bersinar melalui
celah-celah gorden yang tertutup.
“Hm..., sudah pagi, ya...?”
Aku tidak ingat kapan aku tertidur.
Tapi kemudian, aku segera melihat sesuatu
yang tidak biasa. Bajuku yang kupakai, bukan baju tidur. Tubuhku berbaring di
atas sofa, bukan tempat tidur. Dan terlebih lagi, Hinako sedang tidur nyenyak
di sebelahku.
Jam menunjukkan sekarang sudah pukul 07:00.
“...Ini buruk.”
Aku ketiduran.
◆◆◆◆
“Kembalikan perasaan terkesanku padamu
kemarin.”
“Maaf.”
Saat Shizune-san bangun, aku berlutut di
sofa.
Waktu sekarang menunjukkan pukul 7:30 pagi.
Tiga puluh menit telah berlalu sejak aku bangun, tapi aku masih belum bisa
keluar dari kamar ini.
Ini masih pagi hari. Aku mengintip keluar
beberapa kali untuk melihat apakah aku bisa pergi sekarang tanpa ada yang
melihat, tapi tidak ada timing yang bagus, soalnya ada dua tamu yang berbicara
sepanjang waktu di dekat sini.
Di sekitar sini, ada banyak tempat untuk
bersantai dan menikmati pemandangan, seperti bangku dan taman. Dibandingkan
dengan area di sekitar gedung utama, jumlah orang yang berlalu-lalang di sini
memang lebih sedikit, tapi karena itu juga, setiap orang menghabiskan lebih
banyak waktu mereka di sini.
“Itsuki-san, apa kamu sudah mandi?”
“...Belum.”
“Kamu punya waktu kurang dari tiga jam
sebelum kursus musim panas dimulai. Mengingat kalau kamu harus sarapan dan
mandi terlebih dahulu, kamu tidak boleh terlalu banyak membuang waktu.”
Mungkin, Hinako juga belum mandi.
“Hmm... Itsuki? Selamat pagi...” Hinako, yang
tadi tertidur lelap di sofa di sampingku, bangun. “Kamu masih belum mandi ya,
Itsuki~...?” tanya Hinako sambil menggosok-gosok matanya.
Sepertinya, dia sedikit mendengar
percakapanku dengan Shizune-san barusan.
“Y-Ya.”
“Kalau gitu..., ayo, mandi bareng....”
“Tidak, tidak, tidak, sekarang bukan waktunya
untuk melakukan itu...”
Saat aku dengan lembut menolaknya, Hinako
menggembungkan pipinya. Aku merasa tidak enak padanya, tapi maaf saja, sekarang
aku sedang dalam situasi yang tidak bagus.
Tepat ketika aku memikirkan apa yang bisa
kulakukan untuk keluar dari kamar ini, aku melihat beranda di balik jendela
besar. Aku mendekati jendela tersebut dan melihat ke beranda serta pemandangan
yang terbentang di belakangnya.
Di beranda itu ada pagar, tapi di bawah
pagar itu ada tanah berpasir.
“...Kurasa aku bisa keluar dari sini.”
“Memang mungkin saja kamu keluar dari sini,
tapi tidakkah itu berbahaya?”
“Tidak apa-apa, kesalahan kali ini tercipta
karena kecerobohanku..., jadi aku akan membereskan kesalahanku sendiri.”
Aku mengambil sepatuku dari pintu masuk dan
mengenakannya di beranda. Untungnya, tidak ada orang di sisi ini. Tapi, karena
ini masalah timing, jadi aku tidak punya waktu untuk takut pada banyak hal. Aku
memanjat pagar dan kemudian mendarat dengan hati-hati.
“...Sip.”
Bela diri, latihan menari, dan tenis. Aku
senang aku terus melatih tubuhku semenjak aku menjadi pengurus.
Aku kemudian memberi isyarat pada Shizune-san
di beranda bahwa aku baik-baik saja.
Baiklah, satu krisis telah berlalu.
Merasa lega, aku mengelus dadaku dan menuju
ke kamarku dengan santai.
Tapi pada saat itu——
“I-Itsuki...?”
Seseorang memanggil namaku dari belakang.
Saat aku berbalik, aku melihat seorang gadis
yang pendek.
“Yu-Yuri, ya? Se-Selamat pagi..., a-apa yang
kamu lakukan di sini?”
“...Jam kerjaku hari ini dimulai dari siang
hari, jadi aku hanya jalan-jalan sebentar. Tapi mengesampingkan soal itu...”
Dengan wajah yang berkedut, Yuri membuka mulutnya. “Ta-Tadi..., aku melihat
seseorang melompat dari beranda kamarnya Konohana-san. Itu..., kamu ‘kan,
Itsuki?”
“A-Apa yang kamu bicarakan? Aku tidak
mengerti.”
Sepertinya dia melihatku, jadi aku mencoba
mengelabuinya dengan memalingkan mukaku.
Tapi, tatapan Yuri terus menusuk ke arahku.
“Ta-Tapi ngomong-ngomong, bagaimana kamu bisa
tahu kamarnya Konohana-san...?”
“Aku juga bantu-bantu di resepsionis, jadi
aku punya kesempatan untuk melihat buku tamu... Tidak, tunggu dulu, jangan
mengalihkan pembicaraan.”
Sial..., itu gagal, ya. Aku berniat
mengalihkan pembicaraannya dengan natural, tapi sepertinya dia sadar.
“Pe-Pelayan, itu pasti pelayan. Ada banyak
pelayan di Keluarga Konohana, jadi kamu pasti salah mengira aku sebagai salah
satu dari mereka.”
“O-Oh, jadi begitu ya...”
Itu adalah alasan yang bagus, dan sepertinya
Yuri juga berhasil kuyakinkan, tapi——
“——Tidak, tidak mungkin aku salah mengira
kamu sebagai orang lain,” ucapnya, menatapku dengan tajam,
Sepertinya, aku telah ketahuan oleh seseorang
yang paling tidak aku inginkan melihatku keluar dari kamarnya Hinako. Keringat
dingin bercucuran di wajahku. Tidak ada lagi alasan yang muncul di pikiranku.
Apa boleh buat, kurasa aku tidak punya
pilihan selain mengandalkan pilihan terakhir di sini.
“A-Aku sedang buru-buru!”
“Ah?! Tunggu, Itsuki?!”
Aku melarikan diri.
◆◆◆◆
Aku buru-buru kembali ke kamarku, lalu mandi,
berganti pakaian, sarapan pagi di kafetaria, dan kemudian menuju ke kelas
kursus musim panas.
Jam kerja Yuri hari ini dimulai pada siang
hari, jadi kami tidak bertemu satu sama lain di kafetaria. Namun, dalam waktu
dekat dia pasti akan menanyaiku lagi soal kejadian tadi, jadi aku mesti
memikirkan apa yang harus kukatakan padanya ketika saat itu tiba.
Istirahat makan siang.
Setelah memasukkan buku pelajaran dan buku
catatanku ke dalam tas, aku mengambil salah satu bekal makan siang mewah yang
dibawa oleh wagon dan kembali ke tempat dudukku.
“Aku harus memikirkan alasan yang bagus...”
“Ada apa, Itsuki?”
Aku berbicara sendiri, tapi Narika yang duduk
di seberangku sepertinya mendengarku. Menanggapinya, aku hanya menjawab, “Tidak
ada apa-apa.”
Karena tempat duduk kami berdekatan, jadi
kami berempat makan bersama. Ini mengingatkanku pada pesta teh beberapa bulan
yang lalu dan membuatku bernostalgia, tapi aku tidak punya waktu untuk
benar-benar menikmati suasana saat ini.
“Sepertinya kali ini kamu sudah melakukan
beberapa persiapan, Tomonari-san.”
“Yah, kecuali untuk beberapa mapel, yang
kemarin itu aku benar-benar dibuat stres.”
Sepertinya, karena Tennoji-san duduk di
sampingku saat kelas dimulai, dia melihat adanya perbedaan konsentrasiku antara
kemarin dan hari ini. Nah, itu berkat persiapan yang kulakukan di kamarnya
Hinako, jadi aku bisa mengikuti pelajaran hari ini.
“Ngomong-ngomong, tadi pagi aku tidak melihat
Hirano-san,” gumam Narika, sambil makan chizuken-ni yang manis.
“Kudengar jam kerjanya hari ini dimulai saat
siang hari.”
“Oh begitu ya.”
Saat aku memberitahu apa yang aku dengar dari Yuri, Narika mengerti situasinya.
“Kuharap kita memiliki kesempatan untuk
ngobrol-ngobrol lebih banyak lagi...”
“Kupikir Yuri akan senang jika mendengarmu
mengatakan itu. Tapi, sepertinya satu-satunya saat kita bisa mencocokkan waktu
satu sama lain adalah saat malam hari.”
Aku tersenyum masam pada apa yang dikatakan
Tennoji-san.
Pada jam-jam seperti ini ini, kami sibuk
dengan urusan kami masing-masing, jadi kami tidak bisa meluangkan waktu di pagi
maupun siang hari.
“Oh, kalau memang begitu, ada sesuatu yang
ingin kulakukan...!”
Usai mengumpulkan keberaniannya, Narika
memberitahu kami sesuatu.
◆◆◆◆
Apa yang Narika ingin dia
lakukan ialah, sudah diduga—pesta piyama.
Karena para Ojou-sama sangat
menjunjung tinggi sikap tidak berlebihan dalam peraturan keluarga mereka, maka
mereka diharapkan masing-masing akan kembali ke kamar masing-masing pada waktu
tidur. Dengan kata lain, ini bukan acara pesta tidur. Meskipun begitu,
berkumpul pada waktu malam yang biasanya tidak bisa bersama dengan pakaian
tidur yang tidak biasa dikenakan akan menjadi acara yang menikmati suasana yang
tidak biasa.
Setelah semua orang setuju
dengan usulan Narika, aku segera menghubungi Yuri melalui telepon untuk
memastikan keikutsertaannya.
“Aku
tak keberatan kok.”
Tanggapannya Yuri sangat cepat.
Yuri adalah tipe orang yang
pandai bergaul sejak dulu. Aku tahu bahwa dia tidak akan menolak meskipun
berhadapan dengan para Ojou-sama dari Akademi Kekaisaran, tetapi...
“Karena
aku juga ingin menanyakan sesuatu padamu.”
Dia mengatakan satu kalimat
yang membuatku sedikit khawatir.
Ruangan Yuri menjadi tempat
acara pesta. Meskipun Hinako, Tennoji-san, dan Narika menginap di kamar yang
luas setingkat bintang tiga, sepertinya ada pengurus yang juga menginap bersama
mereka. Kami memutuskan bahwa lebih baik memiliki ruangan hanya untuk lima
orang.
Sejujurnya, di kamar Hinako
hanya ada Shizune yang menjadi pengurus, dan aku pikir tidak akan ada masalah
jika Shizune-san untuk berada di dekatnya. Tapi aku teringat bahwa kemarin aku
pergi ke kamar Hinako membawa keripik kentang. Ada kemungkinan sifat asli
Hinako terungkap dari situ, jadi untuk menghindari masalah, aku setuju untuk
berkumpul di kamar Yuri.
“Tapi, Narika juga telah tumbuh
berkembang, ya.”
Saat menuju ke kamar Yuri, aku
berbisik sambil melihat Narika yang berada di sebelahku.
“Ap-Apaan sih mendadak bilang
begitu...?”
“Enggak, aku tidak pernah
menyangka kalau kamu akan merencanakan sebuah acara yang akan melibatkan semua
orang…”
“Hmmph, kalau cuma segini saja
sih aku juga bisa melakukannya. Bahkan jika aku ditolak, aku bisa pulih setelah
tidur seharian.”
“Itu sih jadi kerusakan yang besar.”
Syukurlah
aku tidak menolaknya...
“Tapi bagaimana kamu tahu
tentang pesta piyama?”
“A-Ahhh, ya, ketika aku pergi
ke toko permen beberapa waktu yang lalu, aku mendengar anak-anak sekolah SD di
sekitar sana bercerita dengan senang hati tentang pesta piyama. Aku merasa iri
dan ingin mencobanya sendiri.”
Jadi begitu rupanya. Kupikir
ini bukanlah rencana yang sangat khas untuk seorang Ojou-sama, tetapi
sepertinya hal itu berasal dari percakapan orang biasa. Itu masuk akal.
Kami tiba di kamar Yuri dan aku
menekan bel pintu.
“Selamat datang.”
Pintu pun terbuka dan Yuri,
yang mengenakan piyama, menyambut kami.
“Senang bertemu denganmu,
Hirano-san.”
“Ya, senang bertemu denganmu
juga! Aku sudah menantikan ini sejak Itsuki memberitahuku tentang ini ~”
Yuri tampak sangat bersemangat
dan tidak menyembunyikan perasaannya.
“Aku sudah menggabungkan sofa
dan tempat tidur, jadi silakan duduk di mana saja.”
“Aku sih duduk di kursi juga
tidak keberatan.”
“Enggak boleh gitu, dong. Ini
pesta piyama, jadi harus duduk di lantai atau di tempat tidur, kan?”
Apa memang begitu...?
Sebenarnya, aku juga tidak
terlalu akrab dengan pesta piyama. Mungkin ini prasangkaku saja, tetapi aku
berpikir bahwa pesta piyama adalah sesuatu yang hanya dilakukan oleh
gadis-gadis.
Aku merasa sedikit enggan untuk
duduk di tempat tidur, jadi aku duduk di sofa.
"Ini pertama kalinya aku
melakukan acara begini.”
“Y-Yah... meski aku sendiri
yang mengusulkannya, tapi aku mulai merasa gugup sekarang.”
“Sepertinya ini akan menjadi
waktu yang menyenangkan.”
Di atas tempat tidur, tiga
Ojou-sama sedang mengobrol santai dan tertawa bersama.
Ketika melihat pemandangan itu,
aku merasa jadi sedikit tidak nyaman.
“Apa ada yang salah,
Tomonari-san?”
“Tidak, entah kenapa...”
Tennoji-san menyadari ada sesuatu
yang aneh dan memiringkan kepalanya.
Aku membuang muka seraya
berpikir mencoba untuk mengelabuhinya... tapi Yuri menyeringai menjijikkan
padaku.
“Bagi para pria, ini merupakan
pemandangan yang menakjubkan, ya ‘kan~?”
“...Ya, mungkin Yuri sudah
terbiasa melihatnya.”
“Aku sih belum terbiasa.”
Yuri memberi tepakan ringan ke
arah kepalaku.
Penampilan semua orang dalam
piyama yang berbeda dari biasanya, terlihat segar dan menggemaskan, serta
memiliki daya tarik aneh yang mengguncangku sebagai seorang pria.
Meskipun disebut piyama, karena
harus berjalan di luar sebelum sampai di kamar Yuri, pakaian ini tidak masalah
jika dilihat orang. Meskipun ada piyama di dalam fasilitias, tapi kita
memutuskan untuk menggunakan piyama yang kita bawa karena ini acara khusus, dan
aku juga mengenakan piyama biasa yang biasa aku pakai.
Piyama Hinako berwarna merah
muda dengan kerah. Ada sedikit nuansa formal yang cocok dengan seorang
Ojou-sama yang masih terlihat. Jika Hinako dalam keadaan biasa, dia sering
mengenakan pakaian yang lebih santai, tapi aku pernah melihat piyama ini di
rumah dan ini adalah barang kesukaannya.
Sedangkan Tennouji-san, dia
mengenakan piyama berwarna biru muda dengan pita yang menempel. Tampilannya tampak
lebih elegan. Rambutnya masih dalam gaya rol vertikal seperti saat aku menginap
di rumah Tennouji-san, mungkin karena dia merasa saingan dengan Hinako. Gaya
rambut dan kesan elegan dari Tennouji-san menciptakan kesan kemewahan seperti
seorang putri yang menghadiri pesta dansa dalam gaun.
Narika mengenakan piyama
berwarna putih polos. Dilengkapi dengan renda yang manis dan celana pendek yang
sama seperti saat mengenakan pakaian biasa. Saat aku memikirkan Narika, mau tak
mau aku membayangkan sosoknya yang bermartabat ketika dia sedang berkonsentrasi
pada olahraga, jadi aku mengira dia akan mengenakan pakaian yang mudah untuk
bergerak, tapi penampilannya dalam piyama ini tiba-tiba membuatnya menjadi
seperti gadis biasa dan aku merasa melihat sisi baru dari dirinya.
“Tapi aku bisa memahami mengapa
Itsuki begitu terpesona. Ojou-sama sejati masih tampil gaya bahkan dengan
piyama mereka...”
Yuri terlihat iri saat
memandang Hinako dan yang lainnya.
Ngomong-ngomong, piyama Yuri
berupa kamisol dan hoodie di bagian atas, celana pendek di bagian bawah, dan
semuanya berwarna abu-abu. Karena dia memakai hoodie, penampilannya lebih
terlihat seperti pakaian santai daripada piyama, tapi aku sudah merasa gugup
sejak beberapa waktu lalu.
Mungkin karena ukuran
kamisolnya kurang pas, jadi payudaranya mulai terlihat agak genting selama beberapa
waktu sekarang. Berkat itu, aku harus mengalihkan pandanganku setiap kali Yuri
membetulkan postur tubuhnya.
“...Sejujurnya, kamulah yang
paling beracun.”
“Hah?...Hei, jangan lihat-lihat
ke tempat yang aneh, dong!”
Karena aku tidak tahan lagi,
jadi aku memutuskan untuk memberitahunya tentang hal itu.
Yuri membalikkan badannya dan
menutup bagian depan hoodie-nya. Meskipun aku sudah terbiasa melihat mereka,
aku juga masih anak laki-laki. Jadi aku berharap kalau dia tidak terlalu
lengah.
“Mari kita tinggalkan orang
mesum ini dan ayo kita mulai saja pesta piyamanya.”
Aku tidak bisa menyangkal kalau
aku melihat sedikit, jadi aku mengabaikan celaan itu kali ini.
“Jadi? Apa yang akan kita
bicarakan? Karena kita sedang pesta piyama, jadi ini tentang kisah percintaan?”
“Ku-Kupikir pembicaraan itu
masih terlalu dini...”
“Eh? Benarkah?”
Yuri tertegun saat Narika
tersipu malu dan menggelengkan kepalanya.
Pada dasarnya, para Ojou-sama
ini memiliki pengalaman cinta yang terbatas, sehingga kekebalan mereka lebih
rendah dibandingkan dengan orang biasa.
“Mumpung ada kesempatan ini,
aku ingin mendengar tentang kalian berdua.”
“Aku juga ingin mendengar
cerita masa lalu kalian berdua.”
Hinako juga setuju dengan
ucapan Tennoji-san.
Aku dan Yuri saling bertukar
pandang.
“Cerita masa lalu antara aku
dan Itsuki, ya... pada dasarnya hanya tentang aku yang membereskan
kenakalannya.”
“Bukan, yang ada justru tentang
bagaimana aku ditarik ke sana kemari olehmu, Yuri.”
“Sembarangan. Aku tidak menarikmu
sekeras itu.”
“Yuri ... jangan bilang kamu
kehilangan ingatanmu!?”
“Enak saja! Aku masih ingat
semuanya dengan jelas kali!”
Aku sedikit tidak percaya
dengan pernyataan itu, jadi aku sejenak mencurigai Yuri mengalami amnesia.
Jadi, siapa yang memanggilku
semalam?
“Ngomong-ngomong, Hirano-san
mengatakan kemarin bahwa dia sering mengurus Tomonari-kun.” Kata Hinako
Benar, dia mengatakan sesuatu
seperti itu pagi tadi.
“Ya, bisa dikatakan bahwa aku
merawat Itsuki.”
“Itu adalah pernyataan
berlebihan.”
Aku segera memperbaiki
pernyataan itu.
Namun...
“Meskipun itu berlebihan...
sebenarnya, ada banyak kesempatan ketika kehadiran Yuri membuat segalanya
menjadi lebih baik.”
Hinako dan yang lainnya menatap
kami.
Aku bercerita sambil mengingat
masa lalu.
“Setelah aku masuk SMA, aku
bekerja paruh waktu setiap hari, jadi aku tidak bisa terlalu sering bergabung
dengan kumpul-kumpul kelas. Karena itu, aku merasa khawatir bahwa orang-orang
tidak menyukaiku... tapi sebenarnya, aku bisa beradaptasi dengan baik tanpa
masalah.”
Sampai saat ini, aku masih
ingat perasaan aneh yang aku rasakan pada saat itu.
Aku mulai bekerja paruh waktu
sejak awal masuk sekolah untuk membayar biaya sewa, makanan, dan biaya sekolah.
Oleh karena itu, aku tidak bisa bergabung dengan acara kumpul-kumpul kelas dan
merasa terisolasi selama satu tahun.
Namun, sesungguhnya, untuk
beberapa alasan, aku disambut hangat oleh semua orang di kelas.
Seolah-olah mereka mengerti
situasiku dengan baik...
“Ketika aku bertanya-tanya
tentang hal itu pada teman sekelas, ternyata Yuri secara tidak langsung memberi
tahu mereka tentang situasiku. ... Aku diterima oleh semua orang berkat Yuri,”
lanjutku.
Aku dan Yuri berada dalam satu
kelas ketika kami baru memasuki masa SMA.
Menurut cerita yang aku dengar
kemudian, Yuri memberi tahu teman-teman di kelas tentang diriku selama acara
kumpul-kumpul. Dia memberi tahu tentang situasi rumah tanggaku dan bahwa aku
harus bekerja paruh waktu untuk menghidupi diri sendiri. Sementara itu, dia
memastikan untuk tidak memberikan terlalu banyak detail tentang keluargaku untuk
menjaga privasiku.
Ketika aku mendengar cerita tersebut,
aku merasa terharu dan sempat meneteskan air mata.
Yuri mendukungku tanpa
sepengetahuanku.
“Yah, aku melakukan apa yang
diharapkan dariku.”
Yuri berkata dengan suasana
hati yang sangat bahagia.
“Karena aku adalah kakak
perempuan Itsuki!”
“Kita ini seumuran kali.”
Aku memberikan respons standar
pada Yuri yang membanggakan diri.
“Ngomong-ngomong, ada
pertanyaan yang ingin kusampaikan pada Tennoji-san.”
“Oh, apa itu?”
Yuri dengan mudah mengalihkan
topik pembicaraan.
“Sekitar dua bulan yang lalu...
Kamu dan Itsuki berada di pusat permainan, ‘kan? Karena penampilanmu berbeda
dari waktu itu, aku tidak menyadarinya pada awalnya...”
"Oh ya, benar. Pada waktu
itu memang diriku.”
“Hee….apa kalian berdua memiliki
hubungan yang sangat akrab….?”
“Hah!? Bu-Bu-Bu-Bukannya
berarti aku dan Tomonari-san memiliki hubungan yang semacam itu….!?”
Wajah Tennoji-san menjadi merah
padam. Terjadi keheningan dan suasana canggung
Hanya terdengar suara detik jam
yang terdengar... Kemudian, Hinako membuka mulutnya.
"Ngomong-ngomong, aku juga
pernah pergi ke pusat permainan yang sama dengan Tomonari-kun.”
“Eh?”
Tennoji-san tampak terkejut
kekita melihat Hinako tersenyum lembut.
“Ngo-Ngomong-ngomong, aku
pernah pergi juga.”
“Eh?”
Saat Narika mengatakan itu
dengan takut-takut, Hinako terkejut.
Suasana hening yang tidak
menyenangkan terjadi.
Aku tidak tahu kenapa, tapi aku
merasa ada percikan api yang hebat di antara ketiga Ojou-sama ini.
“Itsuki... Tanpa
sepengatahuanku, kamu sudah berubah menjadi sampah, ya.”
“Sampah!?”
“Dasar cowok sampah yang
bejat.”
Perkataannya sungguh kejam
sekali.
Tennoji-san mungkin tidak
masalah, tapi Hinako dan Narika hanya pergi bersamaku karena mereka
memintanya... Pada saat itu, Narika tiba-tiba melihat ke sekeliling dengan
gelisah.
“Umm... Bukannya ada bau yang
enak sejak tadi?”
“Oh, aku sedang berlatih
memasak sedikit,” jawab Yuri.
“Memasak?”
Narika miringkan kepalanya.
“Yuri memiliki restoran
keluarga yang menyajikan makanan murah dan dia juga ingin menjadi seorang
koki,” tambahku saat aku ingat bahwa hanya aku dan Hinako saja yang tahu
tentang keluarga Yuri.
Sekarang diberitahu demikian, memang
dari tadi ada aroma harum yang mengandung keasaman.
“Kalau ingin mengadakan pesta
piyama, setidaknya tadi aku harus membuat beberapa cemilan dan kue juga.”
“Jadi kamu juga membuat kue,
ya….”
“Iya. Meskipun aku jarang
menjualnya di toko, dan itu hanya sebagai hobi,”
Yuri mengatakan itu dengan
rendah hati, tapi aku ingat dia memiliki kemampuan yang baik dalam membuat kue.
Dulu, aku pernah mencicipi kue
buatannya.
“Oh, mixer itu adalah produk
kami,” kata Tennoji-san saat dia melihat ke arah dapur.
“Eh, benarkah?”
Yuri terkejut ketika
Tennoji-san memberitahu demikian.
“Mixer itu sangat berguna
karena mudah dibongkar pasang dan mudah dirawat meskipun ukurannya kecil,” kata
Yuri.
“Aku akan memberitahu para pengembangnya.
Karena itu dirancang dengan susah payah, aku yakin mereka akan senang
mendengarnya.”
Tennoji-san mengangguk dengan
senangnya seolah-olah itu kesenangannya sendiri. Dia sebenarnya tahu betapa
sulitnya pengembang dalam menciptakan satu-satunya produk, yaitu mixer. Mungkin
bisa dikatakan bahwa dia memiliki kesadaran yang tinggi sebagai pihak terlibat.
Kegembiraan dari Grup Tennoji juga adalah kegembiraan Tennoji-san sendiri.
“Meski demikian, rasanya kita
terhubung dengan aneh di sini.”
“Grup Tennoji melakukan segala
macam bisnis, jadi hal seperti ini tidak begitu aneh. Kulkas di sana juga
merupakan produk kami.”
“Be-Benarkah...”
Yuri yang sebelumnya menganggap
mixer itu sebagai contoh yang luar biasa, sekarang menyadari bahwa hal itu
sebenarnya hal yang wajar dan mulai bingung.
“Ketika hotel sekelas ini, ada
banyak barang yang kita kenal, bukan? ... Nah, itu juga berlaku untuk Konohana
Hinako,” kata Tennoji-san sambil melihat Hinako dengan mata yang penuh
persaingan.
Hinako mengangguk sambil
tersenyum masam.
“Misalnya saja, tempat tidur
yang digunakan di hotel ini adalah milik Grup Konohana.”
“T-Tempat tidur...? Oh ya,
sebenarnya ini sangat nyaman untuk tidur...”
Tempat tidur di kamarku juga
sangat nyaman digunakan. Mungkin itu adalah merek yang tidak dijual untuk
konsumen umum.
“Ngomong-ngomong, umm, kalau
Miyakojima-san…..”
“Bisnis keluargaku hanya toko
perlengkapan olahraga biasa, jadi sayangnya kami tidak membuat barang-barang
yang terkait dengan memasak atau akomodasi... Tapi, sepatu sneaker putih yang
ada di depan pintu. Itu milik Hirano-san, ‘kan?”
“Oh, ya, itu benar...”
“Itu adalah produk kami.
Awalnya, keluargaku mengembangkan sepatu untuk olahraga tetapi sekarang kami
juga membuat sepatu sneaker untuk kalangan umum.”
“H-Hee, be-begitu ya...”
Yuri tidak tahu harus merespons
apa lagi dan hanya mengedipkan matanya beberapa kali.
“Dalam keberagaman fashion, itu
disambut dengan baik di berbagai industry.”
“Iya. Tas gunung yang sekarang
populer di kalangan umum dan an produsen peralatan memancing telah mampu
memasuki industri pakaian jadi dengan menggunakan logo baru sebagai peluang.
Ada banyak tren seperti ini akhir-akhir ini.”
“Menurut produsen pakaian jadi
di Grup Tennoji, baru-baru ini――”
Pembicaraan mereka mulai
memasuki masuk ranah yang lebih tinggi.
Melihat Yuri yang membeku
dengan mulut terbuka, aku mengangguk dalam-dalam.
“Aku mengerti banget, Yuri.
Begitulah reaksiku pada awalnya.”
“...Kamu juga mengalami
kesulitan, ya.”
Benar sekali...Aku benar-benar
mengalami banyak kesulitan...
Berapa banyak usaha yang aku
lakukan sampai aku bisa berperilaku alami di Akademi Kekaisaran...
‘Ups, permisi. Pembicaraan kita
sudah melenceng dari topik.”
Tennoji-san meminta maaf.
Yah, Yuri juga bisa mempelajari
percakapan yang biasa terjadi di Akademi Kekasiran, jadi ini pasti merupakan
pengalaman baru baginya.
“Ah iya... Ngomong-ngomong, aku
juga punya sesuatu yang ingin kutanyakan pada Konohana-san...”
Yuri lalu berkata demikian
sambil memandang Hinako.
“Sebenarnya, aku melihat Itsuki
meninggalkan kamar Konohana-san pagi ini...kira-kira, apa yang sedang ia
lakukan di sana?”
“——”
Aku tak bisa berkata apa-apa
ketika ujung pisau tiba-tiba ditodongkan ke arahku.
Saat aku menoleh, aku melihat
kalau Tennoji-san dan Narika juga membuka matanya lebar-lebar karena terkejut.
Dasar
si Yuri...Aku tak menyangka dia akan bertanya pada Hinako dan bukannya bertanya
padaku.
Kupikir dia akan diam-diam
bertanya padaku setelah pesta piyama usai, jadi aku benar-benar lengah. Aku
tetap diam untuk meredam kegelisahanku.
Akan tetapi, Hinako hanya
tersenyum seakan-akan mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
“Oh iya, kalau dipikir-pikir
lagi, aku hampir saja melupakannya.”
Hinako berdiri dan mencari-cari
di tas yang dibawanya.
Kalau dipikir-pikir, entah
kenapa Hinako membawa tas karena suatu alasan.
“Tomonari-kun. Ini silakan, aku
akan mengembalikannya padamu.”
Sambil mengatakan hal itu,
Hinako mengeluarkan buku catatan yang kupinjam dari kamar Hinako semalam..
Sebenarnya, itu lebih mirip tumpukan kertas daripada buku catatan karena ujung-ujungnya
terpotong seperti kertas lepas.
“Aku bangun agak pagi hari ini.
Saat aku sedang berjalan-jalan, aku kebetulan bertemu Tomonari-kun. Ia
sepertinya mengalami sedikit masalah dengan pelajarannya, jadi aku membantunya
dengan memberi beberapa nasihat.”
“... Memang,
ini adalah tulisan tangan Itsuki.”
Yuri mengintip potongan buku
catatan yang diterimanya dari Hinako.
Kamu... memangnya kamu tidak
mengenali tulisan tanganku?
“Y-Yah, Tomonari-san bekerja di
rumah Konohana Hinako, jadi mungkin itu masalahnya.”
“Be-Benar juga. Mereka mungkin
harus bersama karena alasan pekerjaan.....”
Tennoji-san dan Narika terlihat
gelisah saat mereka berbicara.
Entah mengapa, mereka terlihat seolah-olah
seperti sedang meyakinkan diri mereka sendiri.
“…Benarkah? Tapi aku masih
merasa ada yang tidak beres... Hmm...”
Hanya Yuri yang masih menunjukkan
sikap yang tidak puas.
Aku merasa takut jika terus
ditanyai lebih dalam, rahasiaku akan terbongkar. Jadi aku memutuskan untuk
meninggalkan tempat ini terlebih dahulu.
“Ah... ehmm, kalian mulai
merasa haus, iya ‘kan? Aku akan pergi membeli minuman dulu.”
Tanpa menunggu jawaban, aku segera
keluar dari kamar Yui.
◇◇◇◇
(...Dia
pasti berusaha kabur)
Yuri menatap tajam ke arah pintu
yang ditinggalkan Itsuki.
Melarikan diri menandakan
adanya alasan yang mencurigakan. Dari sikap Itsuki saat ini, Yuri merasakan ada
sesuatu yang akan terungkap jika ditelusuri lebih lanjut.
“Bagaimana sosok Tomonari-kun di
sekolah sebelumnya?” tanya Hinako yang duduk di atas tempat tidur.
Meskipun aku tidak terlalu
menunjukkannya, tapi setiap kali melihat Hinako, Yuri bisa merasakan perbedaan
dalam kecantikan dan kualitasnya sebagai gadis. Dengan fitur wajah yang tegas
dan tingkah laku yang anggun, dia sepenuhnya mewakili citra Akademi Kekaisaran
di dalam diri Yuri.
Yuri menyembunyikan perasaan
rumitnya dan mengingat masa lalu.
“Itsuki sebenarnya bukan tipe
orang yang menjadi pusat perhatian di kelas... Tapi ia memiliki popularitas.”
Wajah para Ojou-sama tampak
sangat tertarik.
“Karena kami bisa melihat
dengan jelas bahwa ia selalu berusaha keras setiap hari. Ia bekerja keras
dengan pekerjaan sambilannya, bahkan di hari libur, dan ia juga berusaha keras
dalam belajar. Meskipun hubungannya dengan orang lain tidak begitu baik, tapi tidak
ada yang membenci Itsuki. Sejujurnya, aku percaya bahwa tanpa adanya campur
tanganku, aku merasa kalau semua orang pada akhirnya akan memahami Itsuki”
Yuri mengenang kembali berbagai
adegan di masa lalu dan berbicara dengan penuh nostalgia.
“Karena kepribadiannya yang
jujur, Itsuki dipercaya oleh banyak orang. Dan karena sifat baiknya, ia sering
menjadi tempat curhat bagi orang lain.”
“Memang benar, Ia memang
terlalu baik hati.”
“Ia sungguh orang yang terlalu
baik.”
“Iya, ia terlalu baik hati
sekali.”
(Persetujuan
terhadap penilaiannya sebagai orang baik hati sangatlah tinggi. Pria itu,
sepertinya ia masih bertingkah terlalu baik kepada banyak orang di Akademi
Kekaisaran)
“...Tentu saja, karena ia
terlalu baik hati, juga ada beberapa masalah yang timbul.”
Ketika Yuri mengatakan itu,
ekspresi para Ojou-sama terlihat terkejut.
Sepertinya mereka sama sekali
tidak memahaminya.
(...Mereka
bertiga sepertinya bisa dipercaya, jadi mungkin aku bisa berbagi cerita dengan
mereka)
Meskipun topiknya agak rumit,
Yuri memutuskan untuk menceritakannya. Sebagai seseorang yang sudah lama
membantu bisnis keluarganya, Yuri memiliki keyakinan dalam mengenal orang.
Yuri bisa merasakan bahwa
ketiga orang ini benar-benar mempercayai Itsuki.
Mereka bukanlah orang-orang
yang sengaja membuat Itsuki tidak bahagia.
“Itsuki pernah ditembak oleh
seorang gadis saat ia masih kelas satu SMA.”
“Eh?” ucap mereka terkejut.
“Tentu saja dia menolak
pengakuan itu.”
Mirei dan Narika merasa lega
mendengarnya.
Reaksi mereka membuat Yuri
merasa aneh. Namun, ekspresi Hinako tidak berubah sedikit pun. Melihat wajahnya
yang selalu tersenyum dengan baik dari segala sudut, Yuri memutuskan untuk
menyingkirkan perasaan aneh itu di sudut pikirannya dan melanjutkan ceritanya.
“Hanya saja, cara penolakannya
itu menjadi sedikit perbincangan. ...Kira-kira sebulan kejadian pengakuan
perasaan si gadis, ayah Itsuki jatuh sakit dan tidak bisa menghasilkan uang
untuk sementara waktu, oleh karena itu Itsuki menjadi jauh lebih sibuk dari
biasanya.”
Hinako dan yang lainnya
mendengarkan cerita Yuri dengan wajah serius.
Ah,
sepertinya para Ojou-sama ini benar-benar memikirkan Itsuki dengan serius, pikir
Yuri. ――Karena itulah, dia ingin mereka mendengarkan cerita ini.
“Itsuki adalah orang yang baik
hati, jadi ia bekerja keras untuk memberi makan orang tuanya. Tapi tentu saja
ada batasan untuk stamina dan waktu... Dalam kasus Itsuki, batas itu berlaku untuk
dirinya sendiri.”
“Untuk dirinya sendiri...?”
tanya Hinako dengan wajah keheranan.
“Pada saat Itsuki sibuk, gadis di
kelas yang tadi kusebutkan sebelumnya jatuh cinta padanya... Gadis itu adalah
tipe yang sangat terbuka tentang perasaannya, jadi semua orang tahu bahwa dia
menyukai Itsuki. Yah, sepertinya dia juga tidak berusaha menyembunyikannya untuk
membuat Itsuki menyadarinya.”
Dia sering mencoba melakukan
kontak mata dengan Itsuki dan berusaha untuk berduaan dengannya. Yuri tidak
tahu sejauh mana perilaku itu didasari oleh motif atau kepolosan. Namun, gadis
itu bukanlah orang jahat. Itulah sebabnya semua orang di kelas bersumpah untuk
tidak mengganggu hubungan mereka. Yuri yakin bahwa cinta tersebut sehat dan
tidak akan membuat Itsuki tidak bahagia.
“Tapi, ketika gadis itu
menyatakan perasaannya pada Itsuki... Itsuki sepertinya sama sekali tidak
menyadari perasaan gadis itu.”
Semua orang kecuali Itsuki menyadari
hal itu. Bahkan murid dari kelas sebelah juga menyadarinya, tapi hanya Itsuki,
yang paling dekat dengan perasaannya, yang sama sekali tidak menyadari itu.
“Itsuki adalah orang yang baik
hati dan siap berjuang untuk orang lain. Tapi di sisi lain, ia cenderung
mengabaikan dirinya sendiri. ...Mungkin ini juga dipengaruhi oleh lingkungan
keluarganya. Itsuki, yang telah menghadapi banyak hal sejak kecil, sulit
membayangkan masa depannya yang bahagia. Itulah sebabnya Itsuki tidak berpikir
untuk memanjakan dirinya sendiri atau bahkan beristirahat sejenak. Bahkan dalam
hal cinta, dirinya sama sekali tidak peka. Dia tidak pernah membayangkan
dirinya mengalami masa muda seperti orang lain... begitulah.”
Mungkin Itsuki tidak menyadari
hal ini. Atau bahkan jika ia menyadarinya, sulit untuk memperbaikinya. Karena
pada dasarnya, berjuang untuk orang lain bukanlah tindakan yang salah. Dengan kepribadian
Itsuki, meskipun ia menyadarinya, ia kemungkinan akan tetap melakukan hal yang
sama.
“Oleh karena itu, aku tidak
punya pilihan lain selain mengurus Itsuki! Sebagai kakak perempuan!”
Hanya Yuri, teman masa masa
kecilnya, yang telah melihat sisi lain dari Itsuki sejak dulu. Itulah sebabnya
Yuri diam-diam mengatur segalanya dengan teman sekelasnya tanpa sepengathuan
Itsuki.
Karena Itsuki cenderung
mengabaikan dirinya sendiri, jadi seseorang harus mengambil alih tugas untuk
mengawasinya. Yuri dengan sukarela mengambil alih tugas itu.
Setelah selesai membicarakan
segalanya, Yuri melihat ke arah para Ojou-sama.
Para Ojou-sama... mereka semua
diam dalam kesedihan.
“Ehmm... Maaf, apakah aku membuat
suasana hati menjadi buruk?” tanya Yuri.
Dia hanya bermaksud untuk
menyampaikan bahwa Itsuki bukanlah manusia yang sempurna dan memiliki
kelemahan, tetapi para Ojou-sama justru meresponnya dengan sangat serius.
Sebesar itukah kepedulian
mereka pada Itsuki?
Atau... Apa mereka memiliki
perasaan yang lebih khusus daripada sekadar peduli?
(Oh
ya, kalau dipikir-pikir, reaksi Tennoji-san dan Miyakojima-san tadi aneh ya...)
Ketika Yuri menceritakan tentang
bagaimana Itsuki ditembak oleh seorang gadis, kedua Ojou-sama itu jelas-jelas
terkejut. Dan ketika dia mengatakan bahwa Itsuki menolak pengakuan tersebut,
mereka berdua jelas merasa lega.
Saat Yuri memikirkan tentang
perasaan kedua Ojou-sama tersebut, bel pintu berbunyi.
Ketika Yuri membuka pintu,
Itsuki muncul dengan tas belanja dari minimarket di tangannya.
“Aku pulang. ...Eh, kenapa
suasananya jadi aneh begini? Apa kalian sedang membicarakan sesuatu?” tanya
Itsuki.
“Aku sedang menceritakan
tentang bagaimana kamu pernah ditembak saat kelas satu SMA dulu,” jawab Yuri.
“Oi.”
Itsuki berpura-pura marah
dengan mengatakan, “Kenapa kamu berbicara
seenaknya begitu?”
Yuri mengerti bahwa Itsuki
sebenarnya tidak marah sama sekali. Bagi Itsuki, masalah ini sudah selesai, dan
ia hanya berpura-pura marah karena merasa malu bahwa masa lalu ketika dirinya
ditembak oleh gadis sudah diketahui.
“Ujung-ujungnya, bagaimana
caramu menolak pengakuan gadis itu, Itsuki?”
“...Aku bilang aku tidak ingin
membuatnya terlibat denganku karena masalah keluargaku.”
“Oh, begitu ya... Tapi walaupun
rasanya agak terlambat, tentang gadis itu, apa dia sesuai dengan seleramu,
Itsuki?” tanya Yuri.
“Aku tidak yakin. Sejujurnya, karena
aku sudah memutuskan untuk menolaknya, jadi aku merasa tidak jujur jika terlalu
memikirkan hal itu...” kata Itsuki.
Itu adalah pemikiran khas
Itsuki.
“Lagian juga, tentang selera
Itsuki...”
Setelah mengatakan itu, Yuri
melirik ketiga Ojou-sama itu. Mirei dan Narika tampak gugup saat menunggu
percakapan berlanjut.
Ekspresi Hinako tidak berubah
sama sekali. Apa dia tidak tertarik, atau dia hanya…. berpura-pura tidak
tertarik?
(Hmm...)
Yuri mencoba memperkirakan
perasaan para Ojou-sama.
“….sebagai kakak perempuanmu,
ada baiknya aku perlu mencaritahunya lebih dulu.”
“Hm? Apaan sih maksudmu?”
Itsuki memiringkan kepalanya dengan
wajah keheranan.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya