Bab 3 — 30 Juli (Jumat) Asamura Yuuta
Tanggal perkemahan ditetapkan
pada tanggal 31 Juli untuk mengakomodasi kenyamanan semua orang.
Keputusan itu dibuat pada awal
minggu, dan sejak saat itu hingga hari ini di akhir pekan, aku terus meriset
tentang perkemahan harian sedikit demi sedikit di sela-sela waktu belajarku.
Kukira liburan musim panasku akan penuh dengan belajar, tapi berkat penelitian
ini, kupikir aku bisa beristirahat.
Dan akhirnya, besok adalah hari
perkemahan.
Aku tidak mempunyai jadwal pekerjaan
paruh waktu hari ini, jadi jika aku berkonsentrasi belajar di pagi hari, aku
bisa berbelanja barang-barang yang kuperlukan untuk berkemah di sore hari.
Aku menghabiskan pagi hari
dengan belajar untuk ujian masuk, dan saat makan siang, aku bertanya pada Ayase-san
apa doa ingin pergi berbelanja. Pada saat itu, smartphone-ku berdering. Rupanya
itu dari Yomiuri-senpai. Sebuah pesan dikirim ke grup LINE perkemahan sehari.
Ayase-san dan aku sama-sama melihat ke layar smartphone kami masing-masing.
[Aku
yakin kalau kalian sudah memeriksanya, lokasi perkemahan kita ada air terjun dan
sauna luar ruangan juga loh! Jadi jangan lupa bawa baju renang, ya~]
Hah?,
Ayase-san dan aku saling bertukar pandang.
“Jadi, dia bahkan berencana
pergi ke sauna.”
“Sepertinya kamu juga bisa
mandi-mandian di sungai. Ada tempat di sebelah sauna yang sungainya terbagi
sehingga kamu bisa menggunakannya sebagai pengganti mandi air dingin.”
“Aku sama sekali tidak
menyadarinya.”
“Sepertinya ada beberapa tempat
semacam itu di perkemahan yang berada di dekat air.”
“Jadi begitu ya…”
Aku sudah memastikan bahwa
memang ada sauna dan sungai di lokasi tersebut. Tapi yang terpikirkan olehku
hanyalah pesta barbekyu.
Tapi yah, aku masih bisa
mengenakan baju renang tahun lalu karena ukuranku tidak berubah, jadi aku tidak
perlu bersusah payah untuk membelinya lagi.
“Aku masih bisa menggunakan
yang aku gunakan saat pergi ke kolam renang tahun lalu, jadi aku tidak ada masalah,
tapi bagaimana denganmu, Saki?”
“Benar…juga. Hmm, biarkan aku
memikirkannya sebentar.”
Ayase-san berbicara sedikit
tidak jelas dan kemudian terdiam.
Dia sepertinya sedang
memikirkan sesuatu.
Terperangkap dalam momen tersebut,
aku juga secara tidak sadar memikirkan hal-hal lain secara samar-samar.
Ketika aku menyebutkan kata ‘kolam renang’, aku jadi teringat bahwa persitiwa
kolam renang tahun lalu terjadi sekitar akhir bulan Agustus.
Pada waktu itu, aku menyadari
perasaan romantisku sendiri, tapi sekarang setelah aku merenungkannya kembali,
aku menyadari kalau kami saling mencintai satu sama lain, dan aku yakin kalau
Ayase-san pasti juga secara sadar dengan diriku.
Sampai-sampai aku bisa
menunjukkan berbagai hal tentang dirinya yang tidak disadari oleh Ayase-san
sendiri. Pada saat itu, Ayase-san memberitahuku bahwa kemampuanku di kolam adalah
sesuatu yang bagus.
Namun, pada waktu itu, aku
tidak mempunyai harga diri yang cukup tinggi untuk menerima pujian sepihak dari
orang lain.
Tidak, bukannya sekarang masih
sama?
Maru selalu mengatakan itu
padaku kalau aku memiliki harga diri yang terlalu rendah.
Tetapi, aku merasa lebih baik
untuk bersikap rendah hati daripada mengambil risiko menjadi sombong hanya
karena menerima penilaian dari orang lain.
“....Sebelum…”
“Eh?”
Aku buru-buru membawa pikiran
yang berkeliaran di dunia bawah sadar kembali ke dunia nyata.
“Aku bilang, jika kamu mau
berbelanja, tolong beritahu aku dulu sebelum kamu pergi.”
“Oh, oke, aku mengerti.”
Percakapan kami berdua berakhir
di sana setelah makan siang.
◇◇◇◇
Setelah selesai menyantap makan
siang, aku kembali ke kamarku dan memeriksa informasi tentang perkemahan di
komputerku.
Selain informasi lokal yang
sebelumnya dikirim oleh Yomiuri-senpai, ada juga ringkasan tentang segala sesuatu
yang diperlukan untuk berkemah. Tentu saja aku juga mencari informasi sendiri
melalui buku dan internet, namun setelah membandingkan, tampaknya daftar yang
diberikan senpai sudah cukup lengkap.
Berikut adalah 'Daftar Barang yang Diperlukan pada Hari Acara':
[Untuk Berkemah]
- Terpal
(dibawa oleh Yomiuri)
- Meja
mini (dibawa oleh Yomiuri)
- Kursi
mini
[Untuk Barbekyu]
- Panggangan
barbekyu, bahan bakar (arang), sumpit, pisau, talenan (di lokasi)
- Kotak
pendingin
- Bahan
makanan dan bumbu
[Peralatan Habis pakai,
Perlindungan dari Hujan dll.]
- Pakaian
hujan, jas hujan
- Semprotan
alkohol
- Perlengkapan
anti serangga
- Kantong
sampah, kantong plastik
- Handuk
dapur
- Peralatan
makan (gelas kertas, piring kertas, dll.)
- Spons,
deterjen
- Kantong
penyimpanan makanan, plastik pembungkus, aluminium foil
Barang bawaannya memang lumayan
banyak, tapi sepertinya tidak ada masalah dalam hal pengangkutan karena rupanya
Yomiuri-senpai akan menyewa mobil.
Barang-barang tersebut dapat
dibagi menjadi [Untuk Kemah], [Untuk
Barbekyu], dan [Barang habis pakai
dan lainnya].
Biasanya perlengkapan berkemah
sudah termasuk tenda, tapi karena kali ini kami tidak menginap, jadi kami tidak
perlu membawa apa-apa. Sejujurnya, itu cukup membantu.
Awalnya, aku tidak tahu apa itu
terpal.
Setelah mencari tahu, ternyata
itu adalah kain besar dan lebar yang bisa direntangkan untuk melindungi dari
sinar matahari dan hujan angin. Itu seperti atap sederhana.
Aku memahami benda tersebut
setelah mencarinya di internet, tapi aku belum memahami bagaimana cara
memasangnya. Meskipun lebih mudah daripada memasang tenda, tampaknya ada trik
tertentu tergantung pada barangnya. Yah, karena barangnya milik Yomiuri-senpai,
aku yakin dia pasti tahu caranya. Yang jelas, sepertinya Yomiuri-senpai akan
membawa terpal dan meja mini tersebut.
Aku tidak tahu mengapa Senpai
memiliki peralatan berkemah seperti itu. Mungkin dia punya pengalaman berkemah
di alam terbuka. Bahkan jika Senpai memberitahuku bahwa berkemah adalah hobinya,
entah bagaimana aku mungkin akan mempercayainya.
Kursi mini secara harfiah
adalah kursi kecil yang sederhana. Jenis kursi yang bisa dilipat. Seperti yang diharapkan,
ini hanya untuk diriku sendiri (jika satu
orang memiliki beberapa kursi, itu akan lebih tidak biasa). Dia ingin kami
masing-masing membawa kursi sendiri, jadi kami harus pergi dan membelinya.
Aku yakin mereka menjualnya di
sekitar toko peralatan dan dekorasi.
Aku sudah memasukkan [Kursi
mini] ke dalam daftar belanjaanku.
Selanjutnya, Aku membutuhkan
barang-barang yang diperlukan untuk mengadakan barbekyu.
Menurut pesan dari Yomiuri-senpai
dan informasi di situs web resmi perkemahan, sebagian besar barang yang
diperlukan seperti pemanggang barbekyu, bahan bakar (arang), penjepit, pisau,
dan talenan dapat dipinjamkan di lokasi.
Berkemah menjadi jauh lebih
mudah akhir-akhir ini.
Kami memiliki kotak pendingin
kecil di rumah, tetapi kami tidak memiliki kotak pendingin yang cukup besar
untuk menyimpan makanan. Ketika aku mengirim pesan ke grup LINE, Yomiuri-senpai
menjawab bahwa itu tidak masalah karena dia akan membawanya.
Mengapa
seorang mahasiswi yang tinggal sendirian memiliki kotak pendingin yang besar?
...Yah, karena dia adalah
Yomiuri-senpai, mungkin hal semacam itu ada alasannya.
“Aku
juga membeli beberapa daging dan sudah memasukkannya ke dalam freezer”
Pesan dari Yomiuri-senpai dikirimkan
bersama dengan sekumpulan stiker kucing tersenyum. Aku bahkan bisa membayangkan
senyum lebar di wajahnya.
Ungkapan ‘gadis karnivora’ tiba-tiba terlintas di benakku. Meski artinya
sangat berbeda jauh, sih.
Kira-kira apa masih ada hal
lainnya? Jas hujan memang penting, tapi aku sudah memilikinya. Sepertinya aku juga
tidak perlu membeli ini.
Jadi, inilah daftar belanjaku
yang sudah dipersempit menjadi barang-barang yang perlu aku beli.
·
Kursi mini
·
Bahan makanan dan bumbu
·
Semprotan alkohol
·
Pengusir serangga
·
Kantong sampah/Kantong plastik
·
Handuk dapur
·
Peralatan makan (gelas kertas, piring kertas,
dll.)
·
Spons, deterjen
·
Kantong penyimpan makanan, bungkus plastik,
aluminium foil
Aku mungkin akan membeli sambil
berbagi informasi di LINE. Setelah aku selesai mencatat, aku mengetuk kamar
Ayase-san dan memanggilnya untuk pergi berbelanja.
Kemudian, aku mendengar bunyi
gedebuk keras di balik pintu.
“Tu-Tunggu sebentar.”
Suara Ayase-san terdengar
panik. Dia sepertinya sedang terburu-buru, mungkin dia sedang tidur siang dan
aku membangunkannya.
Setelah menunggu sebentar,
gagang pintunya berputar dan Ayase-san membuka pintu dan melangkah keluar.
“Kupikir sudah waktunya kita
pergi berbelanja.”
“Ah, ya, ya. Belanja, ya. Um….”
Ayase-san kemudian bilang
dengan suara kecil, “Mengenai itu…. boleh aku sekalian membeli baju renang?”
“Hah? Tapi Saki, memangnya kamu
tidak bisa memakai baju renang yang pernah dipakai ke kolam renang tahun lalu?”
Kalau dipikir-pikir lagi, itu
adalah pertanyaan yang sangattidak sensitif.
Aku menganggap pakaian renang
dengan cara yang sama seperti seragam sekolah atau seragam olahraga, dan tidak
terlalu menganggapnya sebagai fashion. Sepertinya sudah jelas bahwa hal itu
tidak akan berubah.
“Rasanya agak gimana kalau
memakai model yang sama dalam dua tahun berturut-turut. Bahkan trennya pun
berbeda.”
“Trennya…. Begitu, ya.”
Kurasa itu masuk akal. Jika
kamu adalah gadis yang peduli dengan fashion, mungkin kamu akan mengkhawatirkan
hal semacam itu. Hanya aku satu-satunya yang sama di antara anggota yang pergi
berkemah dan pergi ke kolam renang tahun lalu, dan aku tidak tahu tren pola
atau warna tahun itu, tetapi kesadaran estetika Ayase-san tidak mau berkompromi
seperti itu.
“Jadi ya begitulah. Kalau dalam
istilah persenjataan. Level itemnya mengalami sedikit penurunan.”
“Baiklah, aku mengerti. Kalau
begitu, mari kita luangkan waktu untuk itu.”
Ayase-san menghela napas lega
dan kemudian berkata, “Aku akan segera bersiap, jadi tunggu aku di pintu
depan.”
Meski sore hari itu terasa
panas, tapi kami berdua pergi berbelanja untuk keperluan berkemah.
Tujuan kami ialah toko yang
semua orang tahu, tempat yang tepat untuk dikunjungi jika Anda mencari
barang-barang rumah tangga, sekitar 400 meter di sebelah barat laut patung
Hachiko. Itu adalah toko Hands Shibuya.
◇◇◇◇
Pintu masuk ke toko Hands Shibuya berada di sudut
persimpangan Jalan Organzaka dan Jalan Inokashira.
Saat aku memasuki gedung, udara
dingin langsung menerpa kulitku.
Meskipun aku merasa lega dari
sesak napas yang disebabkan oleh gelombang panas, Ayase-san, yang berada di
sebelahku, membuat gerakan seperti sedang merangkul bahunya.
“Kamu kedinginan?”
“Yah, sedikit.”
Ayase-san memasukkan tangannya
ke dalam pakaian luar tipis yang dia kenakan di pundaknya.
Sekarang, di mana aku bisa menemukan
barang-barang outdoor? Aku mencari
panduan di suatu tempat dan menemukan panduan lantai di dekat pintu masuk. Di
sana tertulis “1A: Outdoor”.
“Berarti maksudnya lantai
pertama?”
“Yang mana yang dimaksud dengan
A?”
Toko ini memiliki konstruksi
yang aneh, dengan lantai yang saling tumpang tindih satu sama lain sebanyak
setengah lantai; di lantai dasar, ada tiga lantai (1A, 1B, dan 1C), yang
membuatnya rumit, tetapi untungnya lantai 1A terletak tepat di dalam pintu
masuk utama.
Rak-rak tersebut dipenuhi
dengan pakaian luar ruangan yang berwarna-warni, tas dan perlengkapan hujan.
Berbagai macam lampu malam seperti cantera, senter, dan lampu depan. Yah,
barang-barang semacam itu tidak ada kaitannya dengan kami yang tidak menginap.
Gelas, berbagai peralatan makan, piring sekali pakai, gelas kertas, dan lain
sebagainya.
Ayase-san lalu berkata sambil
melihat sekeliling rak dengan gembira.
“Kira-kira apa saja yang kita
butuhkan?”
“Kebetulan aku sudah
mencatatnya.”
Aku menampilkannya di ponselku
dan kemudian menunjukkannya kepadanya.
Ayase-san menatap catatan itu
dan berkata, “Rupanya cukup banyak juga, ya”.
“Yah, kalau soal bahan makanan,
Yomiuri-senpai akan membelinya. Soalnya, hanya dia satu-satunya yang punya
kotak pendingin yang besar.”
“Ohh, apa iya?”
“Selain itu, sebagian besar
barang tidak hanya digunakan saat berkemah saja, jadi menurutku tidak ada
salahnya untuk membelinya. Barang-barang seperti kantong sampah, handuk dapur,
dan deterjen juga bisa digunakan sehari-hari.”
Kurasa
itu ada benarnya juga, Ayase-san mengangguk.
Tentu saja kami harus membagi
biayanya. Tanda terimanya harus disimpan.
“Nee. Aku ingin kamu
mengirimkan daftar belanjaan ini ke LINE-ku juga. Jadi, aku akan mulai dari arah
sini, dan Asamura-kun bisa pergi ke arah sana, jadi kita bisa membagi tugas. Jika
kita saling memberi tahu apa yang telah kita temukan, itu hanya akan memakan
waktu separuh, ‘kan?”
Ayase-san menunjuk ke sisi kiri
lantai sambil berkata 'ke arah sini'
dan ke sisi kanan lantai sambil berkata 'ke
arah sana'. Tampaknya ini merupakan strategi berbelanja dua sisi, menyerang
dari kedua sisi lantai 1A.
Sekarang aku mengingatnya.
Ketika Ayase-san memilihkan pakaian untukku, dia tidak ragu-ragu dan menelusuri
rak-rak toko. Mungkin otaknya bisa langsung menggambar rute belanja dalam satu gerakan.
Bahkan masalah salesman keliling pun mungkin
bisa diselesaikan dengan mudah.
Yah, kesampingkan khayalan
semacam itu. Menurutku perkataannya terdengar masuk akal, jadi aku segera
mengirimkan daftar belanjaanku ke akun LINE-nya.
Dan kemudian kami masing-masing
menyebar ke kiri dan kanan lantai dengan membawa keranjang belanjaan.
Aku masukkan barang yang
berhasil kutemukan ke dalam keranjang belanja dan mengirimkan nama barang
tersebut serta pesan yang mengatakan “Aku
menemukannya”. Kemudian, stiker kucing dengan tanda bertuliskan “Ok!” muncul sebagai balasannya. Itu
adalah stiker yang baru pertama kali kulihat. Aku ingat kalau “Ok” berarti “dipahami”. Bagi Ayase-san yang dingin, ini merupakan stiker langka
dengan sentuhan ringan yang menggelitik. Apa itu karena pengaruh Narasaka-san?.
Sudut mulutku tanpa sadar
terangkat saat membayangkan Ayase-san mengirimkan stiker kucing dengan wajah
serius, dan aku segera menutup sudut mulutku dengan tanganku. Aku melihat
sekelilingku, tapi tentu saja tidak ada yang memperhatikanku.
Dia tampaknya telah
menemukannya juga, dan mengirimkan pesannya kepadaku sambil berkata, “Aku menemukannya”. Aku menjawab secara
tertulis dengan “Dimengerti”. Mau
bagaimana lagi karena aku tidak punya stiker lucu seperti milik Ayase-san. Mungkin
dia akan lebih senang jika aku membalasnya dengan stiker yang sama? ...... Yah,
aku akan mempertimbangkannya nanti.
Sembari saling mengirim pesan
LINE, kami menyerang dari kedua sisi. Karena ini merupakan upaya kolaboratif,
jadi kami bisa membuat kemajuan dengan lebih cepat.
Dan kemudian, kami bertemu
tepat di tengah-tengah.
“Fyuh. Kurasa sepertinya kita
punya semua yang kita butuhkan.”
“Jumlahnya cukup banyak juga,
ya.”
Ayase-san berkata sambil
melihat ke dalam keranjang belanja.
“Untuk saat ini, aku ingin
mengirimkan apa yang sudah kita amankan ke grup LINE.”
Aku mengirim pesan dengan daftar
barang yang akan kubayar di kasir.
Kemudian, suara notifikasi
pesan muncul. Ternyata itu balasan dari Yomiuri-senpai.
“Aku
juga baru saja membeli beberapa bahan makanan. Daging, aku menambahkan lebih
banyak daging, tau!”
Pesan itu dikirim dengan nada
yang sama seperti biasanya. Sekali lagi, aku mendapat kesan aneh bahwa dia
tidak mengarang nada suara itu.
Tringg, stiker
“Hore!” milik Kozono-san mendadak muncul. Stiker itu adalah stiker anak anjing
dengan daging di mulutnya.
Ayase-san bertanya “bagaimana dengan bumbunya?”, mengajukan
pertanyaan yang serius..
“Aku
juga akan menyiapkan bumbunya di sini!”
“Aku
menemukan beberapa lada dan garam yang belum dibuka di rumah, jadi aku
mengamankannya. Aku akan membawanya nanti.”
Aku mengangguk setelah melihat
jawaban Yomiuri-senpai dan Kozono-san. Sekarang, sepertinya kami memiliki semua
bahan habis pakai.
“Umm, apa ada sesuatu yang
masih belum kutaruh di sana?”
Ayase-san berkata sambil
memeriksa barang-barang di keranjangnya.
“Sekarang yang kita butuhkan
hanyalah kursi mini yang bisa dilipat.”
“Oh, tadi aku melewatinya.”
“Kalau begitu, ayo kita pergi
melihatnya.”
Aku dipandu ke sudut dengan berbagai
kursi mini.
Ayase-san memilih kursi lipat
berwarna merah cerah yang lucu, dan aku menyadarinya saat hendak meraih kursi yang
ada di sebelahnya.
“Ah.....apa kita perlu menghindari
keserasian dengan warna yang berbeda?”
Yomiuri-senpai tahu bahwa kami
adalah keluarga, jadi ini mungkin tidak mengganggunya, tapi aku penasaran apa
yang akan dipikirkan Kozono-san, yang tidak mengetahui hal tersebut.
Sepertinya Ayase-san juga
menyadarinya setelah mendengar kata-kata yang aku ucapkan.
“Lagipula, Asamura-kun.
Bagaimana kamu akan menjelaskan keadaan kita kepada Kozono-san?”
“Maksudmu, apa aku akan
memberitahunya bahwa kita adalah saudara tiri atau tidak? Atau mungkin apa aku
akan memberitahunya kalau kita berdua adalah sepasang kekasih?”
Saat aku mengucapkan kata “kekasih”, mau tak mau aku membiarkan pandangan
mataku memandang sekeliling toko.
Aku mengatakan kalimat tersebut
tanpa memeriksa apakah ada orang di dekatku, tapi aku sedikit malu ketika
memikirkan kalau ada seseorang yang kukenal akan mendengarnya.
“Itu sih... ehm, tapi. Fakta
bahwa Kozono-san bekerja paruh waktu di Shibuya, itu berarti tidak mengherankan
jika dia sering berjalan-jalan di Shibuya, bukan?”
“Yah, kurasa itu benar.”
“Kalau begitu, jika kita tidak
ingin orang-orang mengetahui kalau kita adalah sepasang kekasih, mungkin lebih
baik kalau kita tidak perlu betingkah layaknya sepasang kekasih di luar rumah?”
Saat dia mengatakannya, suara
Ayase-san menjadi lebih pelan.
Aku menatap keadaannya yang
seperti itu dan langsung memahami situasi.
Dengan kata lain, jika hal itu
terjadi, kami harus mengubah kebijakan sebelumnya yaitu [Di rumah sebagai kakak beradik] dan [Di luar sebagai sepasang kekasih]. Di mana pun kami berdua
berada, kami berdua tidak lagi dapat melakukan apa pun selain berperilaku
seperti kakak dan adik.
Jika hal itu terjadi, bukannya
itu berarti kami hanya akan menjadi kakak beradik yang normal saja?
Ayahku dan Akiko-san akan
merasa lega, tapi kemana perginya perasaan satu sama lain yang telah tumbuh di
dalam hatiku dan Ayase-san? Bahkan jika itu yang memang terjadi, apa kami masih
bisa menghabiskan hidup kami seperti biasa?
“Tapi sekolah Kozono-san bukan
di SMA Suisei, dan saat kita membicarakan pertemuan besok, dia bilang kalau stasiun
terdekatnya bukanlah Shibuya.”
“Benar, juga. Begitu ya...
Jadi, maka kecil kemungkinan kita terlihat bersama seperti ini, dan jika iya,
kita tidak perlu memikirkan rumor yang menyebar di sekitar sekolah atau
semacamnya?”
Aku balas mengangguk. Dan Ayase-san
kemudian memasang ekspresi sedikit lega di wajahnya.
Namun, meskipun aku mengangguk,
aku juga menyadari bahwa ini tidak menyelesaikan masalah mendasar.
Kami ingin berperilaku normal
di luar tanpa memaksakan diri—— itu artinya ada kemungkinan bahwa orang-orang
terdekat kami akan selalu melihat kami bersama.
Kami belum benar-benar mendiskusikan
apa yang akan kami lakukan jika hal itu terjadi.
Bagaimana kita menjelaskannya
kepada Kozono-san?
Itu bukanlah masalah kecil.
Masih ada banyak orang selain
Kozono-san yang berada dalam posisi yang sama seperti Kozono-san.
Bertindak secara alami sebagai sepasang
kekasih berarti aku harus bersiap menghadapi kenyataan bahwa suatu hari nanti,
di suatu tempat, seseorang akan mengetahui tentang hubungan kami, dan ketika
itu terjadi, aku mungkin harus mengambil keputusan.
Informasi pribadi seperti kamu
berpacaran dengan seseorang mungkin bukanlah sesuatu yang ingin kamu bagikan
kepada orang lain. Namun, itu bukanlah kata-kata ajaib yang dapat menghindari
situasi di mana aku dipaksa untuk menjelaskannya.
“Baiklah, untuk saat ini, mari
jangan membeli kursi yang serasi dulu. Ayase-san juga tidak suka jika ada orang
yang tanya-tanya begitu, ‘kan?”
“Itu sih tentu saja… tapi….”
Akhir kalimatnya menjadi penuh
keraguan.
“Apa masih ada sesuatu yang
mengganggumu?”
Ayase-san kemudian berkata
dengan sedikit cemberut.
“Aku pernah mendengarnya ketika
melihat acara TV khusus perselingkuhan. Mereka mengatakan bahwa suami yang berselingkuh
suka berpura-pura lajang saat berada di luar.”
“Khuh.”
Kupikir sudah waktunya dia
berhenti menonton acara TV semacam itu.
“Aku takkan berpura-pura
seperti itu.”
“Aku tahu. Asamura-kun bukan
tipe orang seperti itu. Aku tahu itu, tapi tetap saja.”
Aku merasa sekarang aku sudah mengerti
apa gunanya cincin kawin.
“Untuk saat ini, mari kita
pikirkan bersama-sama masalah ini nanti. Sudah kuduga, kita tidak punya banyak
waktu sampai besok.”
“Ya……”
Kami masih belum menemukan cara
untuk mengomunikasikan hubungan kami sdengan santai dan halus.
Kami adalah kakak dan adik tiri
dan sepasang kekasih — jenis hubungan yang merupakan hasil dari pernikahan kembali
orang tua kami.
Aku tidak yakin bagaimana aku
akan menjawab jika ada yang mengajukan pertanyaan kepadaku, jadi aku menuju ke
kasir dengan kesimpulan negatif bahwa aku mungkin harus menghindari masalah ini
secara samar-sama.
“Jadi, sisanya tinggal pakaian
renang, ‘kan? Tapi menurutku itu tidak dijual di sini.”
Mungkin mereka menjualnya, tapi
dalam kasus Ayase-san, ini bukan hanya masalah bisa asal memakainya saja.
“Aku sudah ada kepikiran
mengenai toko mana yang ingin aku kunjungi, tapi maukah kamu ikut denganku?”
“Itu sih... aku tidak keberatan
sama sekali.”
“Ah, tentu saja aku akan
membawa setengah dari barang bawaanku.”
Aku ingin mengatakan bahwa dia
tidak perlu melakukannya, tetapi jika aku terlalu sungkan, Ayase-san mungkin
akan tersinggung.
Aku berkata, “Baiklah kalau begitu” dan menyerahkan
salah satu tas padanya. Yang lebih ringan.
Setelah meninggalkan toko
Hands, kami membawa kantong kertas berlogo hijau toko di satu tangan dan menuju
jalanan pusat di Shibuya.
Kami akhirnya tiba di toko
pakaian renang. Toko tersebut, yang tampaknya merupakan merek Italia, memajang
pakaian renang dan alas kaki bahkan di luar toko, sehingga membuatku kesulitan
untuk melihat ke arah mana.
Aku merasa sediki kesulitan
untuk mendekati toko tersebut.
Ngomong-ngomong
soal pakaian Italia, Ayase-san memberitahuku bahwa
pakaian Italia lebih condong elegan dan seksi daripada kasual.
Tentu
saja ada banyak pengecualian— Ayase-san. Bahkan jika dia
mengatakan itu, aku tidak tahu apa perbedaannya.
“Kalau begitu, aku akan menunggu
di sini.”
Aku hendak menunggu di depan
toko secara diagonal, tetapi Ayase-san menatapku dengan tatapan penuh tanda
tanya.
“Kamu ini bicara apa?”
“Eh, karena .....”
Tahun
lalu, pikirku, kami membeli pakaian renang secara terpisah, dan
sekarang kalau dipikir-pikir lagi, aku ingat bahwa saat itu kami belum menjadi
sepasang kekasih. Tunggu, jangan bilang kalau sepasang kekasih pergi berbelanja
pakaian renang bersama?
“Mmm.”
Kemudian, dia mengulurkan
tangannya yang bebas dan aku tidak punya pilihan lain selain mengambilnya
sebagai balasannya, dan seperti seekor sapi yang digiring berkeliling oleh penggembala
sapi, aku melintasi pintu masuk toko bersama dengannya. Aku tidak bisa kembali
sekarang. Aku melihat sekeliling kedua sisi untuk memastikan keamanan. Oke, aku
tidak mengenal siapa pun. Aku beruntung karena cuaca panasnya sudah berlalu dan
aku tidak perlu khawatir telapak tanganku berkeringat.
“Kalau di luar?”
Ayase-san mengucapkannya
seperti mantra.
“...Berperilaku seperti
sepasang kekasih.”
Setelah aku membalas
kata-katanya, aku mulai merenungkannya.
Menurutku bagi kebanyakan anak
cowok SMA, melewati rak pakaian renang wanita adalah pengalaman buruk bagi hati
mereka, tapi aku tidak bisa mengatakan itu. Aku mati-matian berusaha meyakinkan
diriku sendiri sambil memalingkan muka dan berbicara dalam hati, “Aku tidak melakukan sesuatu yang tidak
senonoh”.
Bahkan di toko ini pun, Ayase-san
tidak pernah ragu dalam langkahnya.
Dia berjalan mengelilingi toko
seolah-olah dia sudah mengambil keputusan sejak awal, memilih satu atau dua
kostum renang dan bertanya padaku,
“Bagaimana menurutmu tentang ini?” dan
“kelihatan cocok enggak?”.
Jika itu bikini berwarna merah
cerah yang mencolok, bukannya itu terlalu mencolok? Aku mungkin bisa
mengomentari itu.
Baju renang yang dipilih Ayase-san
tidak terlalu mencolok atau memiliki jumlah bahan yang sedikit, tapi sepertinya
dia memilihnya semata-mata berdasarkan desainnya, jadi bahkan ketika aku
ditanya pendapatku, aku tidak tahu harus berkata apa.
“Yah, aku tidak tahu banyak
tentang pakaian renang wanita, jadi meskipun kamu menanyakan pendapatku… yah,
aku tidak akan bisa menjawabnya…”
Saat aku menjawab dengan bingung,
dia terlihat sedikit bermasalah, lalu ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah
seakan-akan dia baru menyadari sesuatu.
“Ummm begini... bukan itu
maksudku. Sejujurnya, aku tidak peduli jawabannya benar atau salah, aku hanya
ingin bercakap-cakap. Kesan terhadap baju renang hanya seperti topik obrolan
saja.”
Aku memiringkan kepalaku ketika
mendengar itu. 'Bagaimana menurutmu?'
Aku tidak pernah menganggapnya sebagai bahan topik obrolan ketika ada seseorang
mengatakannya kepadaku dengan cara bertanya seperti itu.
“Apa itu berarti aku tidak
perlu memberikan pendapatku?”
“Aku berharap kalau kamu bisa
memberikan pendapat kesanmu?”
Dia mengatakan sesuatu yang
sulit.
Ayase-san menyadari kalau aku
memikirkan kepalaku dan membuat wajah bermasalah lagi, lalu mengerutkan alisnya
sambil berpikir. Setelah sedikit mengerang, dia menggantungkan baju renang biru
yang dia pegang di satu tangan pada gantungan baju.
“Ummm, baiklah, kalau begini
bagaimana menurutmu?”
Bagian atas dan bawah baju
renang berwarna biru, masing-masing memiliki desain yang tidak biasa dimana
warnanya berubah dari biru muda menjadi biru gelap secara gradasi dari atas ke
bawah. Seolah-olah warnanya berubah dari biru langit di perairan dangkal menjadi
biru pekat di laut dalam.
Aku mengatakan kesan yang kudapatkan
secara langsung kepada Ayase-san. Ayase-san diam-diam mendengarkan kata-kataku.
“Selain itu, jika kamu hanya mengikatnya
di kedua sisi pinggang, aku khawatir itu akan terlepas.”
Saat aku menambahkan itu, Ayase-san
hampir tertawa terbahak-bahak.
“Kupikir semuanya akan
baik-baik saja selama orang yang memakainya tidak berenang terlalu keras, seperti
dalam perlombaan renang.”
“Apa memang begitu?”
“Dan sebagian pita ada yang palsu,
jadi jika kamu khawatir, kamu bisa memilih model yang seperti itu. Tapi,
pita-pita ini harus diikat dengan benar.”
“Hah~.”
Jadi begitu rupanya. Jadi hal
semacam itu juga ada, ya? Sejujurnya aku benar-benar merasa terkesan, tapi Ayase-san
menganggap lucu reaksiku dan tertawa lagi.
“Tidak, karena aku tidak
mengetahuinya, sih.”
“Memang, aku tidak ingat pernah
melihat baju renang anak laki-laki dengan pita di kedua sisinya.”
“Pastinya.”
“Menurutku itu akan bagus jika
beneran ada. Karena pasti akan kelihatan lucu banget.”
Sayangnya, budaya kelucuan pada
pakaian renang pria masih jauh dari berkembang.
“Jadi, kesan yang aku berikan
boleh hanya begitu saja?”
“Iya, itulah yang ingin aku
tanyakan. Aku tidak bertanya karena ingin memilih baju renang yang tepat, tapi
aku hanya ingin berbagi kesenangan yang aku rasakan saat berbelanja.”
Ahh, jadi begitu rupanya.
Jadi, ini lebih seperti
percakapan untuk berbagi perasaan daripada berbagi informasi.
Setelah itu, Ayase-san terus menelusuri
rak, mengambil baju renang yang disukainya dan menunjukkannya kepadaku. Aku
menjawab dengan kesanku saat aku melihatnya, dan kemudian Ayase-san menjawab
dengan satu atau dua kata yang terlintas di benaknya dan kembali memilih baju
renang selanjutnya.
Saat aku mengulanginya berulang
kali, aku menyadari bahwa ini mirip dengan sesuatu yang lain.
Benar juga, ini mirip seperti
percakapan yang biasa dilakukan setelah menonton film.
Tidak ada jawaban yang tepat
untuk perasaanmu terhadap sebuah film. Tentu saja kamu mempunyai kesanmu
sendiri. ‘Akan lebih baik jika melakukan
hal itu, akan lebih menarik dengan cara ini’. Hal ini mungkin terjadi dalam
hal adu umpan balik di antara para pembuat film, atau perbincangan antar
pecinta film. Namun, percakapan di kedai kopi setelah menonton film dengan teman
dekat, tentu saja berbeda.
Berbicara satu sama lain karena
kami ingin berbagi kesan satu sama lain dan waktu yang kami habiskan untuk
menonton film yang kami sukai.
Percakapan untuk berbagi
perasaan, ya??
Ketika kami mengulangi proses
ini berulang kali, perasaan tidak nyaman karena aku berada di toko khusus pakaian
renang wanita pun menghilang.
Rambut berwarna cerah dari
gadis yang berjalan di sampingku, tampak berkilau karena diterangi oleh cahaya lampu
toko. Aku menyukai raut wajahnya saat dia dengan sungguh-sungguh memilih kostum
renang. Percakapan yang kami lakukan bersama saling berbagi kegembiraan satu
sama lain.
Dalam perjalanan pulang setelah
meninggalkan toko. Ayase-san berkata sambil meregangkan badannya ke arah
langit. Tas belanjaan kertas yang tergantung di bahunya bergoyang.
“Ahh~ tadi itu menyenangkan
sekali.”
Langit sudah gelap, dan jika
aku tidak makan malam segera setelah sampai di rumah, aku tidak akan bisa
bangun keesokan paginya. Untungnya aku berhasil menyelesaikan studiku lebih
awal.
Sambil melihat bulan yang menggantung
di antara gedung-gedung tinggi, aku juga mengangguk ke arah Ayase-san.
“Aku juga sama, tadi itu
sangat menyenangkan.”