[LN] Anti-NTR Jilid 3 Bab 6 Bahasa Indonesia

 

Chapter 6

 

“…...?”

Tiba-tiba, aku merasa kalau aku mendengar suara Ayana dan menoleh.

“Ada apa?”

“Tidak... bukan apa-apa.”

Jika aku harus mengatakan dengan tepat apa yang kupikirkan, Aisaka mungkin hanya akan mengolok-olokku dan meledek seberapa bucinnya diriku...tapi aku sedikit khawatir.

Aku memeriksa ponselku untuk melihat apakah ada pesan, tapi tidak ada apa-apa...Ya, mungkin itu hanya imajinasiku saja.

“Jangan main ponsel terus saat bareng temen oi.”

“Jangan bicara seolah-olah kamu itu pacarku!?”

“Eh!? Memangnya Otonashi-san benar-benar berkata seperti itu?”

“Ayana... dia jarang sekali mengatakan hal seperti itu. Lebih tepatnya, ketika aku bersama Ayana, aku hanya melihat ponsel untuk memeriksa waktu.”

“Heee... Jadi bisa dibilang kalian berdua begitu asyik sampai-sampai lupa waktu?”

“Yah begitulah.”

Kupikir mungkin itulah yang terjadi ketika berduaan dengan pacarmu... Yah, ketika aku bersama Ayana, kami tidak kehabisan topik pembicaraan, dan bahkan jika kami tidak mengobrol, waktu santai bersamanya sangat menyenangkan... Kalau dipikir-pikir lagi, memang benar kalau aku jarang memainkan ponsel saat bersama Ayana.

“...Suatu saat, ini akan menjadi pelajaran bagus jika aku sudah punya pacar!”

“Hmm?”

“Ap-Apaan ...!”

Orang ini selalu nyengir saat mendengarkan cerita Ayana, jadi bagaimana kalau kali ini aku balik bertanya padanya?

Sebenarnya aku sudah memutuskan untuk tidak bertanya dengan paksa, meski aku merasa tidak enak pada Ayana, tapi tidak ada salahnya untuk bertanya sedikit.

Apa pendapatmu tentang Mari? Ketika aku hampir menanyakan hal tersebut, tapi pada saat itu, ada seseorang yang tiba-tiba memanggil kami.

“Loh? Ternyata Yukishiro-senpai dan Aisaka-senpai!”

“Eh?”

“Hah!?”

Aku mendengar namaku dipanggil dari samping. Jadi aku memalingkan pandanganku dan tahu bahwa yang memanggilku adalah Mari... Lah, dia masih memakai pakaian olahraga?

“Sudah kuduga, ternyata itu beneran kalian berdua!”

Mari berdiri di depanku dengan senyuman cerah menghiasi wajahnya.

Senyumnya yang tidak menunjukkan kejahatan sama sekali membuat pipiku terasa lemas. Sambil menatap Mari yang terus tersenyum dengan tenang, aku melirik sebentar ke samping dan melihat bahwa Aisaka tidak hanya kaku, tapi juga wajahnya memerah... Aku lupa ini sudah berapa kali terjadi, tapi apa aku boleh bertanya dengan sengaja?

“Ini sih sudah pasti.”

“Eh? Apa maksudnya?”

“Maaf, bukan apa-apa.”

Mari memalingkan pandangannya dariku dan menatap Aisaka yang masih terlihat kaku.

“Aisaka-senpai...? Wajahmu kelihatannya memerah, apa kamu baik-baik saja?”

“A-Ahh... Aku baik-baik saja, kok!”

Tidak, kamu jelas tidak baik-baik saja, kan?

Saat aku melihat mereka berdua di sekolah, mereka berdua terlihat sedang berbicara dengan normal, tapi mungkin saja Aisaka sudah seperti ini sejak awal karena aku tidak bisa melihat wajahnya dari belakang.

“….Aisaka-senpai... Kamu sering seperti ini saat berbicara denganku, ‘kan? Apa jangan-jangan aku membuatmu kesulitan?”

Dengan penuh perhatian, Mari bertanya kepada Aisaka.

Tingkah laku Mari yang tampak seperti merayu mungkin akan terasa berlebihan bagi beberapa orang, tapi bagiku, itu adalah ekspresi perhatian yang tulus. Dan itulah sebabnya Mari tidak melepaskan pandangannya dari Aisaka... Sekarang, bagaimana Aisaka akan menjawab?

“I-i-i-i-it-it-it-it-itu sama sekali tidak benar! Aku tidak akan merasa kesulitan saat berbicara dengan Uchida-san... itu benar-benar tidak terjadi!”

“Itu bohong! Karena jelas-jelas sekali bahwa ada sesuatu yang tidak beres!”

Kalian berdua, bisakah kalian berhenti melakukan sandiwara lawak dengan suara besar kalian?

Sambil menikmati pemandangan ini, melihat Aisaka yang malu-malu membuatku merasa geli. Aku tahu kalau ini kedengarannya sedikit tidak sopan, tapi menurutku penampilan gagah dengan sikap yang sesuai lebih cocok dilihat dengan postur tubuhnya.

“Jelas-jelas ada yang tidak beres!”

“Sa-Sa-Sa-Sa-Sama sekali enggak!”

“Sudah, sudah, untuk saat ini, kalian berdua, tolong hentikan sandiwara lawak kalian.”

Karena sepertinya mereka akan terus berlanjut, jadi aku memutuskan untuk menghentikan mereka.

Meskipun wajah Aisaka masih terlihat memerah, Tapi Mari segera menjadi tenang mendengar suaraku dan mengalihkan pandangannya ke arahku.

“Aku minta maaf karena sudah menghentikan pembicaraan kalian. Karena kelihatannya kalian berdua tidak akan berhenti kalau dibiarkan terus begitu.”

“Err... Maaf.”

“Kamu tidak perlu minta maaf. Ketimbang hal itu... melihatmu memakai baju olahraga, apa kamu sedang berolahraga, Mari?”

Saat aku bertanya demikian, Mari dengan semangat mengangguk.

“Iya! Karena hari ini tidak ada latihan klub, jadi kupikir aku ingin berlatih sedikit dengan berlari!”

“Mari benar-benar gadis yang rajin ya.”

“Hehehe♪ Aku hanya ingin berusaha semaksimal mungkin♪”

Dengan cara seperti itu, Mari memiliki tujuan yang jelas... mungkin tujuannya adalah mencapai hasil yang bagus dalam olahraga lari. Aku sungguh mengagumi semangatnya yang terus menerus mencapai tujuan tersebut.

“Ka-Ka-Ka-Kamu sungguh luar biasa sekali, Uchida-san...”

“Aisaka-senpai juga luar biasa. Kamu selalu berlari dengan suara keras dan banyak berkeringat.”

“Tidak, tidak, aku tidak punya pilihan lain selain berusaha semaksimal mungkin!”

Kupikir pemandangan yang sama seperti tadi akan terulang kembali, tapi ternyata tidak.

Karena Mari mengatakan sesuatu yang tidak bisa aku abaikan begitu saja... sesuatu yang tidak seharusnya diucapkannya.

“Tapi... saat aku sedang berlari tadi, ada sesuatu yang membuatku merasa eneg dan jijik.”

“Apa ada yang terjadi?”

“Umm... tadi ada seorang pria aneh yang menggangguku. Ia mengatakan kalau aku punya tubuh yang bagus dan apa aku ingin pergi ke gym untuk mencapai level yang lebih tinggi.”

Olahraga gym... Kata-kata itu membuatku langsung bereaksi.

Ketika topik pembicaraan menjadi tidak menyenangkan bagi Mari dan Aisaka yang canggung, ingatanku tentang permainan tiba-tiba kembali muncul di benakku.

Alasan sebenarnya mengapa Mari bisa diserang dan dilecehkan, semua itu karena dia pergi ke sana... sialan, dia benar-benar membuatku mengingat hal yang tidak menyenangkan.

“Seriusan? Lantas, apa kamu baik-baik saja setelah itu?”

Aisaka tiba-tiba bertanya dengan tenang, dan Mari mengangguk sebagai jawabannya.

“Aku merasa sangat tidak nyaman dan langsung kabur... Meskipun gym itu terkenal baik, tapi aku merasa kecewa.”

Mari dengan jelas menunjukkan kekecewaannya.

Di dalam permainan, hanya ada deskripsi tentang kunjungan ke gym, tetapi lokasi dan nama gym seharusnya tidak terlalu jelas.

“Yukishiro, kamu kenapa? Wajahmu kelihatan pucat...”

“Apa ada yang salah, Yukishiro-senpai!?”

“...Eh?”

Pucat...?

Memang benar kalau badanku sedikit terasa dingin, tapi aku memberi tahu mereka bahwa semuanya baik-baik saja dan melambaikan tangan.

Aku meninggalkan mereka sejenak karena ada sesuatu yang ingin aku pastikan.

Aku sampai membuat mereka khawatir ketika kami berpisah, tapi aku beneran baik-baik saja... dan jika aku pingsan, pasti akan ada petir yang turun dari Ayana. Hanya dengan membayangkannya saja aku merasa takut sampai-sampai tubuhku tidak akan pingsan meskipun aku kehilangan kesadaran.

“...Jadi di sini tempatnya, ya.”

Setelah berjalan beberapa saat, aku akhirnya sampai di sebuah gym. Aku belum pernah ke daerah ini sebelumnya, karena ini adalah tempat yang tidak akan aku datangi kecuali ada urusan.

Di depan bangunan tersebut, tempat nasib seseorang mengarah pada masa depan yang kelam, seorang pria sedang merokok sambil melihat-lihat sekeliling.

“...Orang itu.”

Aku kenal wajah pria itu, dan aku lupa untuk berkomentar tentang seorang pelatih gym yang jelas-jelas sedang merokok. Dia adalah orang yang menyerang Mari dalam permainan... Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri seperti ini... dan begitu cepat pula.

“Tapi... pertemuan mereka seharusnya tidak seperti ini. Ditambah lagi, Mari menolaknya dengan keras... sampai-sampai ekspresi gadis yang baik dan ceria itu langsung berubah seketika.”

Begitulah mengesankannya ekspresi Mari barusan.

Pada titik ini, aku yakin kalau kesannya terhadap pria itu pasti sangat buruk, dan dia pasti tidak akan mendekati gym ini lagi.

“Sialan... jangan muncul dengan cara seperti ini napa!”

Bahkan tanpa keterlibatan Ayana, mereka tetap muncul seperti ini dan mencoba untuk melakukan kontak... Aku tidak ingin berpikir bahwa ada kekuatan pengoreksian di dunia ini, tapi mengabaikan semua itu sebagai kebetulan terlalu mengganggu ingatanku.

Pria itu... tentu saja aku tidak tahu namanya, tapi ekspresinya saat merokok sambil mencari-cari orang lewat sambil dipenuhi oleh nafsu bisa terlihat jelas bahkan dari kejauhan.

Aku begitu fokus menatapnya sampai-sampai aku tidak menyadari kalau ada seseorang yang mendekat di belakangku.

“Kira-kira, kamu lagi ngapain, ya?”

“Huh!?”

Ada suara yang tiba-tiba terdengar dari belakang... itu suara yang belum pernah aku dengar sebelumnya.

Biarpun bukan itu masalahnya, itu seperti serangan mendadak dari luar kesadaranku, dan itu benar-benar mengejutkanku, dan aku beruntung karena aku tidak mengeluarkan jeritan yang menyedihkan, tapi... dia siapa?

Orang yang memanggilku adalah seorang wanita, dengan penampilan yang sama mencoloknya seperti ibuku.

Dia jelas-jelas bukan orang yang aku kenal sebelumnya... Apa dia tertawa karena menganggap lucu melihatku terkejut?

“Ahaha, aku minta maah karena tiba-tiba begitu. Kelihatannya aku sudah mengejutkanmu, ya?”

“........”

“Walah~? Kamu mewaspadaiku...? Mana mungkin bin mustahil?! Kamu beneran mewaspadai Onee-san cantik sepertiku?”

Siapa orang ini... atau lebih tepatnya, bukannya lelucon ini sudah ketinggalan zaman?

Dia tampak sangat percaya diri dengan penampilannya sebagai seorang wanita cantik... dan memang, dia benar-benar cantik.

(...Aku sama sekali tidak mengenalnya, jadi sebaiknya aku pulang saja sekarang)

Meskipun pria itu ada di belakangku, bukannya berarti aku bisa berbuat apa-apa saat ini.

Jika memang begitu. lebih baik aku pulang sekarang karena aku tidak punya alasan untuk berada di sini, tapi sebelum aku bisa bergerak, wanita itu mengatakan sesuatu yang tak terduga.

“Kamu dari tadi terus menatapnya, kan? Memangnya ada sesuatu yang terjadi?”

Aku merasa detak jantungku berdegup kencang saat mendengar perkataannya.

Sejak kapan orang ini mengawasiku...? Pertanyaan itu terus berputar di pikiranku. Mungkin saja orang ini kenal dengan pria itu? Firasat buruk terus menghantui pikiranku, tapi seharusnya aku segera meninggalkan tempat ini. Namun, kakiku terasa terpaku pada tanah dan tidak bisa bergerak.

“Jadi, mengapa kamu memperhatikan pria itu? Kamu, sebagai seorang pelajar, sepertinya tidak mungkin memiliki hubungan dengan orang yang terlihat buruk seperti dia. Ayo, ceritakan pada Onee-san tentang hal itu.”

“........”

Dari senyuman yang ramah itu, aku merasa tidak ada niat jahat... setidaknya begitulah yang kurasakan.

Atau mungkin karena suasananya... mirip dengan seseorang? Mungkin karena merasa begitu, aku memutuskan untuk berbicara dengannya.

Aku juga merasa sebaiknya aku perlu mengobrol sebentar dan segera pulang.

“Jadi, umm... Kupikir mungkin orang itu.”

“Yeah, yeah.”

“Sepertinya adik kelasku telah diganggu oleh seseorang... Dia bilang langsung merasa tidak enak dan langsung kabur. Aku hanya penasaran seperti apa orang yang sudah mengganggunya.”

“Hee, jadi begitu ya. Apa adik kelasmu itu pacarmu?”

“Tidak, bukan. Dia... tapi, itu tidak masalah.”

“Ahaha♪ Yah, memang ada benarnya juga.”

Pada saat itu, suasana hati wanita itu berubah.

Dia mengalihkan pandangannya dariku dan menoleh ke arah pria tersebut seraya terus berbicara.

“Sejujurnya, aku tidak mengenalnya sama sekali, tapi menurut kabar yang kudengar, pria itu cukup terkenal dengan reputasi buruknya."

“...Serius?”

“Yeah. Jadi ia mencoba mengganggu adik kelasmu, ya?”

“Ehm... Aku tidak tahu dengan pasti sih.”

“Tapi tidak masalah——Aku akan menanganinya, jadi kamu tidak usah khawatir.”

“Eh?”

Saat aku bertanya lagi, wanita itu tidak menjawab dan malah menjauh dariku.

Setelah berjalan beberapa saat, wanita itu berbalik dan melambai ke arahku.

“Kalau gitu, sampai jumpa lagi... Kapan-kapan ayo kita bertemu lagi, Nak Towa.”

“Tu-Tunggu!?”

Wanita itu terus berlari pergi dengan cepat.

“...Barusan, dia memanggil namaku, ‘kan?”

Wanita itu pasti memanggil namaku.

Nak Towa... Baru pertama kalinya aku mendengar seseorang memanggilku seperti itu, tapi itu memang namaku... Orang itu sudah mengenalku sejak awal dan memanggilku... hanya itu jawaban yang aku punya.

“...Aku tidak mengerti.”

Tidak peduli seberapa banyak aku memikirkannya, tidak peduli seberapa keras aku mencoba mengingatnya, aku tidak mengingat wanita itu.

“...Mendingan pulang saja deh.”

Untuk saat ini, ayo pulang saja dulu.

Aku tidak terlalu khawatir tentang masalah gym, tapi kurasa lebih baik berbicara dengan Mari lagi untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.

Setelah itu, aku kembali pulang sambil menyimpan kejadian tadi di hatiku.

Aku penasaran dengan wanita yang tiba-tiba memanggilku, tapi setidaknya sekarang aku tidak perlu terlalu memikirkannya... Malah, sejujurnya aku hanya ingin segera pulang karena sedikit lelah.

“Yah, masih ada kemungkinan orang-orang keparat itu akan terlibat...Kurasa ada baiknya mengetahui hal itu---Haa, aku tidak bisa berhenti menghela nafas.”

Tapi aku tidak punya pilihan selain mencoba yang terbaik.

Aku yakin aku memiliki keberanian untuk menghadapi apapun yang terjadi... Aku tidak akan menyerah untuk mewujudkan masa depan yang kuinginkan!

Dengan tekad kuat seperti itu di hatiku, aku tidak pernah membayangkan bahwa hari ini akan menjadi hari yang sulit bagiku... Namun, dalam arti tertentu, itu adalah satu bentuk penyelesaian.

 

▽▼▽▼

 

“Ah, Towa-kun!”

“Hah? Ayana?”

Aku sudah diberitahu kalau ibuku akan pulang terlambat hari ini, jadi kupikir tidak akan ada orang di rumah ketika aku sampai di rumah...tapi kenapa Ayana ada di sana?

“Towa-kun~!”

“Upsh!”

Aku menerima Ayana yang tiba-tiba melompat memelukku dengan erat, namun pertanyaan tentang mengapa Ayana ada di sini tetap menjadi prioritas bagiku.

“Boleh aku menanyakan sesuatu?”

“Tentu saja, apa?”

“Aku... apa kita sudah memiliki janji atau semacamnya?”

Apa aku melupakan janjiku dengan Ayana? Tidak mungkin, aku tidak pernah melupakan sesuatu seperti itu.

Tapi, dia menunggu sendirian di depan rumahku pada sore hari seperti ini... mana mungkin aku akan melupakan janjiku dengan Ayana.

“Oh, apa kamu salah paham dan mengira bahwa kita memiliki janji?”

“Eh... memangnya bukan begitu?”

Oh, sepertinya aku memang tidak salah paham.

Aku merasa lega karena ingatanku tidak salah, tapi aku memutuskan untuk bertanya lagi tentang situasinya... Tapi sepertinya aku akan kaget dengan jawabannya.

“Towa-kun... Aku....”

“Hmmm?”

“... Aku hanya ingin bertemu denganmu sekarang.”

Tidak ada alasan untuk tidak memeluk Ayana yang mengaku malu-malu tapi tidak sabar.

Ketika aku melihat wajahnya yang tenggelam di dadaku dan mendengar dia memanggil namaku berulang kali, aku menyadari kalau dia benar-benar hanya ingin bertemu denganku saat ini.

“Aku merindukanmu... Aku tidak bermaksud untuk menginap atau bersikap egois. Aku hanya ingin bertemu denganmu untuk menghilangkan kesepian ini.”

“Setelah mendengar itu, rasanya tidak enak untuk memintamu pulang, bukan?”

“Itu juga bagus bukan♪  Tapi tiba-tiba seperti ini juga agak sulit.”

Meskipun aku yakin kalau ibu dan Seina-san pasti tidak akan mengatakan bahwa itu tidak boleh.

Sebenarnya aku hampir bisa membayangkan mereka berdua tersenyum dan memperbolehkannya...tapi memang benar aku belum mempersiapkannya sama sekali, dan besok adalah hari kerja dan aku harus sekolah.

Sekarang sudah terlambat bagi Ayana untuk menginap meskipun keesokan harinya adalah hari kerja, tapi untuk saat ini, aku akan mengantarnya pulang sekarang.

“Oh iya, apa kamu langsung pulang setelah itu, Ayana?”

“Tidak, aku datang ke ruang OSIS untuk berbicara dengan Iori-senpai. Karena ada sesuatu yang membuatku sedikit penasaran.”

“Hee?”

“Aku diberitahu kalau Towa-kun luar biasa!”

“Mengapa!?”

Sebenarnya, apa yang sudah kalian berdua bicarakan?

Dia tampak bahagia dan tersenyum, jadi menurutku dia tidak mengatakan hal buruk...tapi karena mereka berdua perempuan, meski aku penasaran, tapi aku akan menahan diri untuk tidak bertanya lebih lanjut.

(...haha, situasinya benar-benar sangat bagus)

Saat aku melihatnya tersenyum di sampingku, aku berpikir sekali lagi bahwa aku akan selalu melindunginya.

“Apa ada yang salah?”

“Bukan apa-apa, kok.”

“Kamu bohong! Wajah itu pasti sedang memikirkanku, ‘kan!”

“Tepat sekali.”

“Seperti yang sudah kuduga!...”

Meskipun dia mengatakannya dengan penuh percaya diri, tapi dia sendiri yang merasa malu.

Setiap kali aku melakukan kontak mata dengan Ayana yang gelisah sambil memegang lenganku, dia tersenyum dan menatapku dengan gembira.

Hari ini, aku menyaksikan sesuatu yang sangat menyusahkan yang membuatku berpikir tentang masa depan, tapi kurasa itu seperti perubahan suasana hati karena aku bisa menghabiskan satu hari bersama Ayana seperti ini.

“Sebentar lagi….kita sudah sampai rumah, ya.”

“Benar. Boleh aku meneleponmu sebelum kita tidur?”

“Kamu tidak perlu izin segala, kok.”

“Baiklah.”

Sudah waktunya rumah Ayana terlihat…... Masa-masa bahagia ini telah berakhir untuk selamanya.

Meskipun kami selalu bisa mengobrol lewat smartphone, rasanya terasa sepi ketika berada jauh dari pacarku yang ada di sisiku...namun tetap saja, masih ada kebahagiaan yang menyelimuti diriku dan Ayana.

Aku akan meninggalkannya dalam suasana hati yang baik——atau itulah yang kupikirkan….

“Ara, Ayana-chan?”

“Hah? Ayana-onee-chan.”

… Sampai aku mendengar suara itu.

Daripada jantungku berdetak kencang, aku mengalihkan perhatianku ke arah suara itu—— tatapanku lalu tertuju pada ibunya Shu, Hatsune-san, dan adik perempuannya, Kotone.

Aku tidak pernah menyangka kami akan bertemu satu sama lain di sini... Tidak, rumah Shu berada dekat dengan rumah Ayana, jadi masih ada kemungkinan besar kalau kami akan bertemu.

(Tidak, aku hanya sedang lengah saja)

Tapi... lalu aku tiba-tiba berpikir.

Tidak peduli berapa lama kami memiliki masa lalu yang tidak mengenakan dan seberapa banyak kata-kata kejam yang mereka ucapkan masih tetap membekas dalam diriku, ......Aku bertanya-tanya mau sampai berapa lama lagi aku merasa takut pada mereka?

“……Kamu…”

“...Kenapa kamu ada di sini?”

Ekspresi wajah Hatsune-san dan Kotone langsung berubah ketika mereka mengenaliku.

Seperti yang diharapkan, aku hampir tersenyum saat melihat reaksi yang sudah kuduga, tapi jika aku memasang wajah seperti itu di sini, reaksi seperti apa yang akan mereka tunjukkan...membayangkannya saja sudah merepotkan.

“Sudah lama—”

“Kamu mendingan diam saja.”

...Seperti biasa, kelihatannya aku masih dibenci oleh mereka.

Menurutku itu tidak membuatku merasa baik jika mereka menunjukannya dengan begitu jelas, tapi…… tidak seperti Seina-san, aku tidak ingin mencoba untuk berdamai dengan mereka, jadi itu mungkin bisa sedikit melegakan.

Sekarang, apa yang harus aku lakukan terhadap situasi ini...

Pada saat aku sedang memikirkan hal itu—— ia juga hadir pada saat ini.

“……Apa yang sedang kamu lakukan?”

Shu muncul dalam adegan yang penuh kekacauan ini.

Kupikir dirinya sudah pulang sejak ia menghilang sepulang sekolah, tapi...bagaimana mungkin situasi ini bisa begitu kacau?

Kontradiksi dari tidak ingin melarikan diri tapi ingin melarikan diri... Semua orang di sini berhenti bergerak, tapi Hatsune—san lah yang pertama kali membuka pembicaraan.

“Begitu rupanya. Jadi semuanya salah orang itu bahwa Ayana-chan jarang bergaul akhir-akhir ini. Shu juga kelihatannya sedang murung,... Kamu tidak melakukan sesuatu yang aneh-aneh, kan?”

Tentu saja, kata-kata tersebut tidak ditujukan kepada siapa pun kecuali diriku.

Mengikuti langkah Hatsune-san, Kotone juga membuka mulutnya sambil memelototiku.

“Saat aku melihat Onii-chan depresi...ia tidak memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku tahu kalau kamulah penyebabnya. Kamu telah menguntit Ayana-onee-chan tanpa penyesalan apa pun!”

Meski rasanya tidak enak mendengar perkataan mereka yang seenak jidat, tapi itu tidak membuatku marah sama sekali.

Aku yakin mereka akan marah jika aku mengatakan ini, tapi….. mau tak mau aku menganggap mereka begitu menyedihkan saat menyerangku secara individu.

Aku menghela nafas panjang, seolah mengatakan bahwa aku tidak layak berurusan dengan gadis-gadis yang bertindak sesuka mereka, hanya mengandalkan nilai-nilai mereka sendiri—pada saat aku hendak membuka mulutku untuk mengatakan sesuatu, sudah ada seseorang yang menyela pembicaraan.

“Bisakah kalian berdua diam?”

Ayana yang berdiri di sebelahku berkata dengan suara yang dingin.

Suara Ayana memiliki kekuatan untuk mendominasi suasana di tempat tersebut ...... Dia hanyalah seorang gadis biasa, tetapi tekanan yang aku rasakan pada saat itu terlalu berat.

“Ayana…chan?”

“…..”

Hatsune-san dan Kotone membelalak ketika melihat penampilan Ayana...tidak, mereka ketakutan.

Gadis-gadis itu hanya balas menatap Ayana tanpa bergerak, seolah-olah Ayana terlihat seperti sesuatu yang bukan dirinya.

Saat aku melirik ke arah Shu, matanya juga tampak melebar dan ia terlihat sangat terkejut.

“Towa-kun.”

“Ya?”

Suasana yang tadinya ditujukan kepada mereka telah mereda dan dia tersenyum sambil menatapku.

“Mumpung ini kesempatan yang bagus, dan aku mempunyai banyak hal yang ingin aku sampaikan kepada orang-orang itu—— jadi aku mungkin akan berubah sedikit jahat, oleh karena itu tolong jangan sampai membenciku.”

“Aku akan membenci Ayana? Hal semacam itu takkan mungkin terjadi, jadi jangan khawatir.”

“Ya♪ aku tahu kamu akan mengatakan itu~♪”

Ayana berkata demikian sambil mengalihkan pandangannya ke arah Hatsune-san dan yang lainnya.

Rasanya tidak terlalu keren untuk menyerahkan segalanya padanya, tapi saat ini Ayana memiliki suasana yang bahkan aku tidak bisa menghalanginya.

Jika apa pun yang kukatakan tidak pernah tersampaikan kepada mereka, maka aku akan menyerahkan semuanya kepada Ayana.

“Hatsune-san dan Kotone-chan juga. Ada sesuatu yang selalu ingin aku katakan kepada kalian—— dan itu adalah satu kata yang sangat sederhana: Aku sangat membenci kalian.”

Aku tidak bisa melihat wajah Ayana dari posisiku.

Sebaliknya, aku bisa melihat ekspresi Hatsune-san dan Kotone... raut wajah mereka bahkan lebih terkejut dari sebelumnya, seolah-olah mereka tidak mengerti apa yang dikatakan Ayana.

"Aku selalu membenci kalian. Aku membenci kalian dari lubuk hatiku yang paling dalam karena kalian terus-menerus mengucapkan kata-kata yang tidak berperasaan kepada orang yang kucintai.”

“Apa yang kamu……”

“Ayana…one-chan?”

Bagi Hatsune-san dan Kotone, Ayana pastilah orang yang dekat dengan mereka.

Jadi, mereka pasti takkan pernah membayangkan kalau Ayana memikirkan hal seperti ini, jadi tidak mengherankan jika mereka salah paham kalau akulah yang menyuruhnya untuk mengatakannya.

Sebagai buktinya, Hatsune-san hendak memelototiku... tapi kemudian suara tajam Ayana bergema.

“Jangan mengalihkan pandanganmu dariku!”

“!!?”

Suara Ayana terdengar lebih keras dari yang pernah kudengar.

Entah itu Hatsune-san yang terpaksa tidak bisa berbicara, atau Kotone yang ketakutan saat pertama kali melihat Ayana yang begini, dan Shu yang baru pertama kali melihat sisi lain Ayana seperti Kotone... Ayana menempatkan mereka semua di bawah kendalinya.

“Aku... selalu membenci kalian. Aku terus memikirkan bagaimana cara menghancurkan kalian, bagaimana cara membuat kalian membayar kata-kata kalian, ...... dan hanya itu yang selalu kupikirkan sejak dulu.”

Ayana kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Shu dan melanjutkan perkataannya secara perlahan.

“Hei, Shu-kun... kenapa kamu tersenyum pada waktu itu? Kenapa kamu tersenyum seperti itu ketika Towa-kun diberitahu oleh dokter bahwa dirinya tidak akan bisa mengikuti turnamen sepak bola?”

“……Ah.”

Ketika ditanya, Shu dengan cepat membuang muka.

Ayana sepertinya tidak mengharapkan jawaban darinya, jadi dia mengembalikan pandangannya ke arah Hatsune-san dan yang lainnya tanpa mengubah ekspresinya.

“Hatsune-san dan Kotone-chan, bagaimana mungkin kalian tega mengucapkan kata-kata kejam seperti itu? Dari sudut pandangku, kalian terlihat seperti monster yang menyamar sebagai manusia. Mungkin aku tidak berhak untuk mengatakan hal semacam ini, tapi aku tidak bisa memaafkan kalian karena mengatakan hal-hal mengerikan seperti itu dengan santainya dan tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain——aku benar-benar membenci kalian.”

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Ayana menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya, dan dengan semangat yang membara di matanya, dia berkata.

“Mulai sekarang, aku tidak akan terlalu terlibat dengan kalian. Aku tidak akan menyuruhmu untuk menjauh dari pandanganku, atau semacamnya. Hanya saja, jangan asal sembarangan memanggilku——paham?”

Itu sama saja dengan perintah yang tak bisa dibantah.

Hatsune-san dan Kotone mengangguk tanpa mengatakan apa pun pada kata-kata Ayana, tapi Hatsune-san memelototi Ayana seolah-olah setidaknya melakukan perlawanan... Seperti yang diharapkan, ketika sampai pada titik ini, aku bisa memahami perasaannya ketika dia mulai menganggap Ayana sebagai seorang musuh dan memelototinya, tapi Ayana menendang tanah dengan bunyi gedebuk.

“Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan??”

“...Tidak, sama sekali tidak ada. Ayo masuk ke dalam rumah, Kotone.”

“I-Iya...!”

Mereka berdua... mereka berlari masuk ke dalam rumah dan terlihat sangat ketakutan dengan Ayana... tapi aku mendapati diriku memandangnya dengan serius, bertanya-tanya apakah ekspresi wajahnya memang semenakutkan itu.

Ayana menatapku dan tersenyum seperti biasa... tidak, dari sudut pandangku, Ayana dalam wujud apapun tidak lain adalah Ayana—— dengan kata lain, penampilannya tadi tidak mengubah fakta bahwa dia tetaplah Ayana yang kucintai.

“...Makasih banyak, Towa-kun.”

“Oh, padahal aku tidak bilang apa-apa, loh?”

“Aku tahu apa yang kamu pikirkan hanya dengan menatap matamu.”

“Begitu ya... yah, kita berdua memang mampu membaca batin melalui kontak mata.”

“Ya♪”

Maaf Ayana, sejujurnya aku cukup terkejut kamu bisa mengetahuinya.

Untungnya, pemikiranku yang itu tidak tersampaikan dan senyuman manisnya masih tetap sama... Ayana mengalihkan pandangannya kembali ke arah Shu yang masih berada di tempat ini.

“Shu-kun.”

Bahu Shu tersentak ketika mendengar suara Ayana,tapi dirinya tidak melarikan diri seperti yang dilakukan Hatsune dan yang lainnya, dan malah balas menatap Ayana.

“Shu-kun, apa kamu tahu apa yang dikatakan Hatsune-san dan Kotone-chan kepada Towa-kun?”

“........”

Pada saat itu, Ayana melirik ke arahku dan aku balas mengangguk untuk memberitahunya bahwa itu tidak masalah.

“Orang-orang itu mengatakan hal-hal seperti, ‘Untung saja kamu yang mengalami kecelakaan itu dan bukan Ayana-chan maupun Shu-kun.'. Mengenai Hatsune-san, dia justru mengatakannya langsung kepada Towa-kun.”

“...Ibu mengatakan hal seperti itu?”

“Iya.”

Bagi Shu, mungkin Hatsune-san adalah sosok ibu yang lembut.

Tentu saja, dari pandang Shu, tidak ada yang salah dengan hal itu, jadi terserah ia mau mempercayainya atau tidak...dan bahkan jika dirinya lebih mempercayai Ibunya dan dengan keras kepala menolak menerima apa yang dikatakan Ayana, aku sama sekali tidak keberatan.

“Aku tertarik pada Towa-kun sejak pertama kali aku bertemu dengannya. Semakin sering kami menghabiskan waktu bersama, semakin kuat perasaan itu...sampai pada titik di mana aku ingin berada di sisinya apa pun yang terjadi. Ketika aku melihat Towa-kun disakiti oleh kata-kata kasar dan menangis, mana mungkin aku tidak merasakan apa-apa, bukan? Di dunia mana ada seseorang yang bisa tahan saat orang yang mereka cintai disakiti dan dihina?”

“Itu... “

“Aku tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Towa-kun lah yang sudah membantuku….. Dialah yang sudah memberiku dukungan. Aku benar-benar mencintai Towa-kun dari lubuk hatiku yang paling dalam.”

Shu berkata bahwa ia tidak akan menerima hubungan kami.

Namun, jika Ayana memberitahunya secara langsung, Shu tidak punya pilihan lain selain mengakuinya.

“Aku...aku...”

Shu tidak mengucapkan sepatah kata pun setelah itu dan berjalan melewati Ayana, lalu menghilang ke dalam rumah.

Saat aku menatapnya pergi, Ayana tiba-tiba melompat ke dadaku, dan aku menangkapnya dengan kuat.

“Terima kasih atas kerja kerasmu, Ayana──Terima kasih.”

“Tidak perlu berterima kasih... aku hanya ingin mengatakannya semua.”

“Meski begitu, tetap saja.”

Meskipun dia sudah memendam perasaan kebencian itu sejak dulu, kupikir mengungkapkannya secara langsung adalah tindakan yang membutuhkan banyak keberanian.

Mengesampingkan Kotone, tapi dalam kasus Hatsune-san... meskipun mungkin tidak sopan untuk mengatakan bahwa aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya, tapi dia dengan mudahnya menganggap Ayana, yang selama ini dianggap baik, sebagai musuhnya.

“Dengan ini, aku yakin kalau hubunganku dengan mereka pasti akan memburuk. Tapi ayah Shu-kun adalah orang yang bijaksana, aku merasa tidak enakan jika itu akan membuatnya kebingungan saat pulang nanti.”

“Ah~...”

Ayah Shu, ya..... Aku tidak terlalu mengkhawatirkannya karena aku jarang bertemu dengannya, tapi mungkin benar juga.

Meskipun mudah untuk membayangkan masa depan di mana Hatsune-san menangis karena semuanya adalah salah kami, tapi kurasa ia takkan percaya begitu saja bahwa itu sepenuhnya kesalahan kami, jadi aku merasa lega tentang hal itu.

“Aku akan memberitahu ibu tentang hari ini. Mungkin dia akan kebingungan tentang bagaimana kami harus berhubungan dengan mereka di masa depan nanti...”

“Meski begitu, kenapa kamu justru terlihat gembira?”

“Biarkan dia merasa khawatir sebanyak. Ini semacam pembalasan atas apa yang sudah dia lakukan sebelumnya♪.”

Ayana-san, kamu benar-benar lumayan jahat sekali...

“Tetapi hal ini akan menyampaikan perasaanku kepada orang-orang tersebut. Aku sungguh merasa senang bisa mengatakannya karena ini juga merupakan sesuatu yang harus kulakukan untuk melangkah maju .......”

“Seandainya saja aku bisa mengatakan sesuatu juga.”

“Tolong, biarkan aku yang menjadi bintang utamanya kali ini. Selain itu……Aku ingin Towa-kun menghentikanku kalau-kalau terjadi sesuatu.”

“Itu dia...aku senang kamu tidak kehilangan kesabaranmu, Ayana.”

“Ufufufu ♪ Untung saja aku yang versi jahat tidak muncul♪”

Jangan mengatakan hal-hal yang menakutkan dengan wajah imut!

Bahkan saat aku menghela nafas melihat kelakuan Ayana, aku sangat terkejut karena aku tidak melepaskan pelukanku padanya.

Ketika berpikir sudah waktunya untuk pulang, aku melemahkan kekuatan pelukanku, dan Ayana menunjukkan ekspresi ketidakpuasan dengan begitu jelas.

“...Hah. Saat ada hal yang seperti ini terjadi, aku jadi ingin cepat-cepat kita tinggal bersama.”

“Apa itu berarti... maksudnya seperti itu!?'”

“Ya, seperti itu.”

Setelah melakukan percakapan semacam itu, aku menjauhkan diri dari Ayana.

Melihat ekspresi Ayana yang terlihat segar seolah melupakan apa yang baru saja terjadi, aku dapat menilai dengan jelas bahwa dia merasa lega setelah bisa mengatakan apa yang ingin dia katakan.

“Jadi yang dimaksud melangkah maju….adalah hal yang seperti ini, ya?”

“Ya. Tapi masa depan kita masih panjang... Kita pasti akan mengatasi satu per satu rintangan ini.”

“Benar sekali. Tapi selama Towa-kun ada di sampingku, tidak ada rintangan yang bisa menghalangi kita.”

Betul... Jika kita terus maju seperti ini, kita pasti bisa mengatasi segala rintangan.

Setelah mengantar Ayana pulang dan kembali berjalan ke rumahku, bulan purnama yang indah tampak menggantung di atas langit.

Di sekolah, aku berinteraksi dengan Shu, dan setelah jam sekolah, ada percakapan seperti tadi... Tidak hanya hari ini, tapi belakangan ini setiap harinya begitu padat dan menakjubkan.

Bahkan belum sebulan sejak aku mendapatkan kembali ingatanku sepenuhnya..... Hmmm gimana bilangnya ya, alur waktunya yang begitu padat sampai-sampai bisa ditulis dalam manga atau novel.

“....Upss, jika aku tidak segera pulang, ibu akan khawatir.”

Ngomong-ngomong, aku menerima pesan dari ibuku yang menanyakan apa aku masih belum pulang, jadi aku sedikit takut dengan apa yang akan dikatakannya nanti.

Tapi saat aku memikirkan bahwa aku sangat disayangi, aku tidak takut... sama sekali.

“Aku pulang──”

“Selamat datang kembali, Towa.”

“...Oofu.”

Saat aku membuka pintu depan, ibuku sudah berdiri menunggu di sana.

Tatapannya yang tajam padaku benar-benar seperti raja iblis... tunggu, aku merasa baru-baru ini aku juga menggunakan ungkapan ini pada Ayana... bagaimanapun juga, itu cukup menakutkan.

Namun, sepertinya ibuku tidak marah.

Ekspresi seriusnya segera berubah menjadi senyuman, dan dia menjelaskan maksud dari sikapnya.

“Aku sepenuhnya percaya padamu, Towa. Tapi sesekali, aku harus menampilkan sikap ibu yang terlalu protektif seperti ini juga!"

“Aku tidak membutuhkannya.”

“....Eh, Towa, apa kamu benar-benar tidak suka dengan bau ibu?”

"Ibu tidak perlu membicarakan lelucon itu lagi... hm?”

 Saat aku sedang bercanda dengan ibu, tiba-tiba aku menyadari sesuatu.

“Bu... apa ada sesuatu yang terjadi hari ini?”

“Ara, mengapa?”

Aku bertanya begitu karena sepertinya ibu dalam suasana hati yang baik. Tentu saja, ibu selalu membuatku merasa tenang dengan senyumnya, tapi kali ini suasana hatinya terasa lebih ceria dari biasanya... setidaknya begitulah yang kurasakan.

“Yah sebenarnya memang ada sesuatu. Aku bertemu dengan kenalan lama tadi.”

“Oh, begitu ya.”

“Dia adalah gadis yang dulunya mengagumiku ketika aku masih jadi gadis nakal, dan kami masih berhubungan sampai sekarang. Meskipun sudah lama tidak bertemu, percakapan kami terasa menyenangkan.”

“Hee~, begitu.”

Saat kalian nakal, jadi itu maksudnya kalian sudah saling mengenal sejak masih menjadi gadis berandal?

“Kalau tidak salah, kamu juga pernah bertemu dengannya waktu kecil loh, Towa.”

“Oh begitu... hei, ibu.”

“Apa?”

“Orang itu... apa dia seseorang yang kamu kenal ketika Ibu dulu sebagai Putri Yasha dari Distrik Dua atau Tiga?”

“Betul, betul, pada waktu itu... tunggu sebentar. Kenapa kamu bisa tahu nama julukan itu!?”

Ups...itulah reaksi orang yang tak mau rahasianya dibongkar.

Aku tidak bisa berpura-pura hal itu tidak terjadi karena aku sudah menyebutkan nama julukan itu, tapi aku masih belum menyebut nama Seina-san sampai akhir. Tapi mungkin... dia akan segera mengetahuinya, jadi aku akan meminta maaf dari lubuk hatiku yang terdalam kepada Seina-san, yang mungkin akan ditanyai oleh ibu. Aku benar-benar minta maaf!

“Tapi nama julukan Putri Yasha terdengar keren, kan?”

“Aku tidak menyukainya sama sekali! Apanya yang dimaksud dengan Yasha! Memang benar kalau aku tidak pernah kalah dalam perkelahian, dan aku sudah memukuli satu persatu orang-orang yang merusak wilayah kita, tapi pada dasarnya aku hanyalah wanita yang lemah!”

“Hmm~... dari cerita yang barusan ku dengar, sepertinya ibu tidak lemah sama sekali.”

“Aarrgghh!!”

Sambil tertawa masam pada ibuku yang sedang berlutut dengan ekspresi murung, aku berkata begini.

“Bu... hari ini, dalam arti tertentu, ada satu masalah yang sudah diselesaikan. Aku dan Ayana... kami berdua terus bergerak maju dengan tegar.”

Ketika aku memberitahukan hal itu padanya, Ibuku tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengelus kepalaku.

“Ya... kamu sudah berusaha keras.”

“...... Ya.”

Meskipun dia penasaran mengenai apa yang terjadi, aku hanya bisa bersyukur atas kelembutan dan kehangatan ibu yang tetap memuji usahaku tanpa terlalu banyak menanyakan.

Suatu saat nanti, aku akan menceritakan semuanya saat bersama Ayana.

Jadi untuk saat ini….. aku hanya ingin menikmati saat-saat yang membahagiakan ini.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama