Bab 4 — Laut, Ojou-Sama, Dan Teman Masa Kecil
Keesokan paginya.
Saat aku sedang sarapan di
ruang makan hotel seperti biasa, ada sesosok tubuh kecil yang mendekatiku dari
kejauhan.
“Selamat pagi, Itsuki!”
Dia meletakkan tangannya di
bahu kananku.
Ketika aku berbalik, teman masa
kecilku, Yuri, sedang berada di sana.
Hinako dan teman-temannya juga
memberi salam kepada Yuri. Aku juga mengucapkan “selamat pagi” secara singkat sebelum menatap wajah Yuri.
“Kamu kelihatannya sangat
bersemangat. Apa terjadi sesuatu?”
“Tidak ada spesial sih? Hanya
saja, aku merasa kamu tidak bisa diabaikan begitu saja.”
“Apa-apaan itu maksudnya?”
Saat aku bingung dengan maksudnya,
aku melihat bahwa Tennouji-san dan Narika yang duduk di depanku sedikit tersipu.
Beberapa hari ini, aku merasa
Yuri melakukan sesuatu dengan diam-diam. Aku tidak berpikir dia akan
menyusahkan orang lain, tapi mungkin dia telah berbicara dengan Tennouji-san
dan yang lainnya.
“Oh, ngomong-ngomong, salad itu
aku yang membuatnya, jadi makanlah dengan sopan ya. Meskipun sebenarnya aku
hanya memotong-motong sedikit saja, sih.”
"Baiklah, baiklah."
Aku memberikan respon sembari
mengangguk kepada Yuri yang menunjuk piring.
Namun, saat itu, aku merasakan ada
sesuatu yang aneh.
“...Yuri?”
“Apa?”
“Bukannya kamu terlalu memaksakan
dirimu?”
Ada jeda sejenak sebelum dia
menjawab.
“Hah? Aku tidak terlalu
memaksakan diri atau semacamnya, kok.”
Aku tidak bisa membaca
kebenaran dibalik kata-katanya, tapi aku tahu kalau Yuri biasanya bertingkah keras
kepala di saat seperti ini, dan jarang mengubah sikapnya.
Aku hanya bisa mempercayai
kata-kata itu sekarang. Setelah berpikir begitu, aku menganggukkan kepalaku.
“Memangnya kamu punya waktu
untuk mengkhawatirkan masalah orang lain? Hari ini kamu ada ujian, ‘kan?”
“Uh... ya, benar.”
Persis seperti yang dia katakan.
Hari ini ada ujian kursus musim panas. Kecuali pada hari pertama, aku sudah
melakukan persiapan dan peninjauan yang baik sehingga aku dapat mengikuti
pelajaran, tetapi aku tidak tahu seberapa banyak nilai yang bisa aku dapatkan.
Sejujurnya, aku tidak terlalu percaya
diri.
“Memangnya itu sesuatu yang
membuatmu begitu gugup?”
“Tidak... jika aku mendapatkan
nilai jelek, aku akan diajari belajar dengan keras oleh Shizune-san sampai
akhir liburan musim panas.....”
“Saat kamu bilang Shizune-san,
maksdumu tentang pelayan itu kan? Bukannya itu enak. Anak cowok pasti senang
diajar oleh wanita secantik itu, bukan?”
“Kamu sih bisa mengatakannya dengan
enteng karena tidak tahu seberapa mengerikannya dia mengajar...”
Ketika aku mengatakan hal itu dengan
serius, Yuri mengangguk dengan sedikit terkejut.
“Apa Konohana-san dan yang
lainnya sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian?”
“Ya bisa dibilang begitu, aku
sudah melakukan persiapan seperti biasa.”
Hinako menjawab pertanyaan Yuri sambil menyesap teh Assam. Aku juga sering minum teh Assam selama kursus musim
panas karena aku mendengar bahwa itu mengandung kafein.
“Konohana Hinako.
Ngomong-ngomong, aku sudah mempersiapkan diri lebih dari sebelumnya.”
“Tennouji-san memang sangat
rajin ya.”
“Eh, ya. Aku selalu berusaha
menjadi orang yang rajin... bukan itu! Kali ini ayo tentukan siapa pemenang di
antara kita!”
“Tolong jangan terlalu kasar,
ya.”
Baru-baru ini, sepertinya
Hinako mulai memahami cara menangani Tennoji-san. Dengan kata lain, bisa juga diartikan
kalau dia sudah smemahami Tennoji-san. Lebih tepatnya, bukan karena Hinako,
tetapi karena perubahan Tennoji-san sendiri. Tennoji-san yang sekarang
menghormati bukan hanya nama keluarganya tapi juga keinginannya sendiri, dan
semakin terlihat ramah.
“Apa Narika sudah
mempersiapkannya dengna baik juga?”
“Aku sih sudah menyerah.
Bahkagn setelah kursus musim panas berakhir, ada rencana untuk datangnya guru
privat ke rumah.”
Narika berkata dengan tatapan mata
yang kosong seperti ikan mati.
Aku juga hampir mencapai tahap
itu, jadi aku tidak bisa menganggapnya sebagai urusan orang lain.
“Yah, tidak ada gunannya buat
mengeluh sekarang, jadi tetaplah semangat dan berjuanglah. Jika kamu mendpat
nilai jelek, aku akan membuatkan set hamburger lagi untukmu.”
“... Benar juga.”
Persis seperti yang dikatakan
Yuri. Jika sudah sampai di sini, tidak ada pilihan selain bersiap-siap.
“Aku minta set hamburger, ya.”
“Jangan menyerah begitu saja,
dong.”
Yuri menepak ringan kepalaku.
... Sepertinya, dia sudah kembali
seperti biasa.
Karena dia terlalu memaksakan
diri beberapa waktu lalu, mungkin aku terlalu khawatir.
“Oh ya, semuanya. Apa rencana
kalian untuk hari libur besok?”
Setelah meminum sup,
Tennouji-san melihat sekilas ke wajah kami dan bertanya.
Kursus musim panas berakhir
setelah ujian hari ini. Proses penilaian butuh waktu sehari, jadi besok adalah
hari libur. Pengumuman hasil ujian dijadwalkan pada lusa nanti.
“Aku belum memutuskan apa-apa.”
“Aku juga.”
Narika setuju denganku, yang
belum membuat rencana apa pun.
“Aku juga belum memutuskan...
tapi, alangkah baiknya jika kita memanfaatkan kesempatan ini untuk pergi
berlibur ke suatu tempat. Kita bisa menikmati waktu luang ini tanpa memikirkan
pelajaran sejenak.”
Aku sepenuhnya setuju dengan
pendapat itu.
Lagipula, sekarang adalah
liburan musim panas. Setelah fokus belajar sepanjang waktu, tidak ada salahnya
memiliki sedikit acara hiburan.
“Kalau begitu, bagaimana kalau
kita pergi ke pantai?” ucap Hinako.
Pergi
ke pantai? Saat kami memiringkan kepala, Hinako melanjutkan..
“Kalau berkendara sekitar dua
jam dari sini, kita bisa pergi ke pantai di pesisir Laut Jepang. Karena itu bukan
pantai pribadi, jadi pasti ada orang lain di sekitar...”
“Kedengaranya bagus sekali.
Jika membayangkan musim panas, pasti tentang laut. Aku akan bergabung
denganmu!”
“A-Aku juga ingin sekali ikut
bersamamu!”
Tennouji-san dan Narika
langsung setuju.
Materi kursus musim panas
begitu sulit sehingga aku sepenuhnya melupakannya, tapi aku ingat bahwa kami
membicarakan tentang pantai di dalam mobil sampai kami tiba di Karuizawa.
Meski demikian, aku masih terkejut.
(Jarang-jarang
bagi Hinako untuk mengajak semua orang...).
Terlebih lagi, jarang sekali
bagi Hinako untuk mengatur suatu acara.
Dia bisa berhenti berpura-pura
jika tidak ada orang yang melihatnya. Aku berpikir, dengan hari libur yang
berharga ini, dia mungkin ingin menghabiskan waktu di kamar hotel dengan
santai....
“Te-Teman-teman dan pantai...!
Ah, acara yang kudambakan dalam mimpi...!”
Narika hampir menangis karena
terlalu bersemangat.
“Ah!? Ta-Tapi aku tidak membawa
baju renang!”
“Kurasa itu tidak masalah jika
kamu membelinya di sepanjang jalan. Tepat di dekat pantai, ada toko grup Konohana,
jadi mari kita singgah di sana dulu sebelum pergi ke pantai.”
“Ah, begitu. Ada benarnya juga
ya.”
Aku juga tidak membawa baju
renang, jadi aku harus membelinya.
“Ah, uhmm... apa itu berarti
aku boleh ikut juga?”
Yuri bertanya sambil mengangkat
tangannya dengan takut-takut.
Hinako tersenyum manis dan
mengangguk.
“Tentu saja.”
“Syu-Syukurlah... Karena sejak
kata ‘pantai pribadi’ muncul, kupikir
orang biasa sepertiku tidak diundang.”
“Sebenarnya, jika waktunya
tepat, aku akan mengundangmu ke pantai pribadi.”
“Oh, wow... Mempunyai teman
Ojou-sama memang beda level, ya...”
Yuri secara berlebihan meletakkan
tangannya di dadanya dengan gembira.
“Tapi Yuri, apa kamu baik-baik
saja dengan pekerjaan sambilanmu?”
“Iya. Kebetulan besok aku
libur.”
“Aku pikir kamu akan sibuk,
tapi ternyata kamu beristirahat dengan baik.”
“Pada awalnya, aku juga
berencana menghabiskan waktu untuk mempelajari masakan, jadi jadwal kerjaku
agak longgar. Selain itu, pekerjaan di dapur membutuhkan tenaga fisik, jadi
liburanku diberikan dengan cukup baik.”
Karena sering mengunjungi rumah
Yuri, aku tahu bahwa tugas di dapur membutuhkan kerja keras yang luar biasa.
Di dapur hotel mewah seperti
ini, pekerjaan yang sembarangan tidak boleh terjadi. Agar staf dapur bisa
fokus, istirahat mereka diatur dengan baik.
“Kurasa mungkin sudah saatnya
aku pergi ke kelas,” kata Tennoji-san setelah memeriksa jam.
“Semoga sukses dalam ujian,
semuanya.”
Setelah Yuri mengantar kepergian
kami, kami meninggalkan ruang makan.
Kami berjalan bersama menuju
kelas, dan aku diam-diam bergerak ke belakang dan berbicara dengan Hinako
dengan suara kecil.
"Hinako, apa terus
kepikiran tentang pantai?”
“Ya... Aku sudah memnutuskannya
setelah berdiskusi dengan Shizune.”
Mungkin karena itulah dia tahu
ada pantai di dekat daerah sini.Rupanya itu bukanlah keputusan spontan.
“Tapi, kamu yakin mau
mengundang semua orang? Kamu harus berpura-pura jika ada orang lain di sekitar,
kan?”
“Ini bukan pantai pribadi, toh
ujung-ujungnya bareng juga.”
Apa iya?
“Dan selain itu,... Kupikir itu
akan membuat Itsuki bahagia.”
Hinako menatap mataku dengan
tulus dan mengatakannya demikian.
Sepertinya dia bisa melihatnya
dengan jelas. ...Selama kursus musim panas, kami semua berada dalam
kelompok yang sama sepanjang waktu. Aku ingin bermain dengan semuanya jika
memungkinkan. Aku tentu saja memendam perasaan hal semacam itu.
“Terima kasih. Aku juga
berpikiran untuk pergi bersama semuanya.”
“Mmph... aku bisa menebak apa
yang diinginkan Itsuki.”
Hinako berkata dengan membusungkan
dadanya dengan bangga.
Pada saat itu, Tennoji-san,
yang sedang berjalan di depan kami, menyadari bahwa kami berjalan melambat dan
berbalik ke arah kami.
“Kalian berdua lagi kenapa?”
“Tidak, bukan apa-apa.”
Hinako langsung melanjutkan
aktingnya.
Aku hanya bisa tertawa getir.
...Aku masih merasa belum terbiasa dengan kesenjangannya ini.
◆◆◆◆
Sehari setelah ujian diadakan.
Waktunya menunjukkan kalau
sekarang sudah pukul 2 siang. Kami meninggalkan hotel di pagi hari, membeli
pakaian renang di department store, makan siang di tengah perjalanan, dan
akhirnya sampai di tempat tujuan.
“.....Horeee akhirnya sampai di
pantai.”
Aku mendapat kesan yang
membosankan, tapi yang pasti kami memang berada di laut.
Saat aku masih duduk di bangku
SMP, aku pernah pergi ke laut sekali saat ada acara sekolah. Namun, keluargaku
tidak mempunyai uang dan tidak mampu membayar biaya transportasi, jadi aku
membuat repot keluarga Yuri untuk mengantarku ke sana. Aku hampir tidak mampu
membeli makanan setelah itu, tetapi setelah pulang ke rumah, aku tidak makan
selama sebulan, kecuali makan malam.
Makanan yang aku nikmati pada
waktu itu mungkin merupakan makanan termewah yang pernah aku santap semasa SMP.
Ketika aku mengingatya, tanpa
sadar ada buliran air mata yang terbentuk di sudut mataku.
“Sepertinya kamu sudah selesai
berganti pakaian, ya.”
Setelah aku selesai berganti
pakaian renang di ruang ganti dan menunggu para wanita, Shizune datang
memanggilku.
Dia mengenakan seragam pelayannya
seperti biasa.
“Kamu tidak memakai baju
renang, Shizune-san?”
“Oh, apa kamu ingin melihat
penampilanku dalam baju renangku?”
Shizune-san bertanya sambil
tersenyum nakal.
Aku menyadari kalau pipiku memerah,
dan memalingkan wajahku untuk menyembunyikannya.
“Kamu ternyata masih belum
memiliki kekebalan yang cukup. Aku tidak menyangka kalau kamu menghabiskan
waktu setiap hari bersama Ojou-sama.”
“...Aku masih harus berhati-hati
dalam hal ini. Terutama saat aku mandi.”
“Sungguh pikir yang mengesankan.”
Ngomong-ngomong, triknya ialah
jangan melihatnya secara langsung, tapi menjaganya tetap dalam jangkauan
penglihatanmu. Dengan cara begitu, aku nyaris berhasil menahan diri tak peduli
seberapa terbukanya penampilan Hinako.
“Demi keselamatan semua orang,
aku lebih memprioritaskan pekerjaanku hari ini. Jika ini pantai pribadi sih
tidak masalah, tapi ini adalah pantai umum di mana ada banyak orang yang
berkunjung.”
“Um, maaf, rasanya seolah-olah
aku saja yang sepertinya bersenang-senang.”
“Jangan khawatir tentang hal
itu. Berkat perhatian Itsuki-san, aku bisa istirahat lebih banyak dari
biasanya.”
Shizune-san berkata dengan
ekspresi lembut.
Sepertinya dia benar-benar bisa
mengistirahatkan tubuhnya.
“Selain itu, kami sudah
menempatkan 100 penjaga keluarga Konohana di pantai ini. Jadi bebanku sendiri
tidak akan terlalu berat.”
“Be-Begitu ya.”
Seperti yang diharapkan dari
keluarga Konohana. Mereka bertindak begitu cepat dan sigap.
Ketika aku dengan santai
melihat sekeliling, aku melihat seorang pria dewasa berpenampilan kekar yang
aku kenal berjalan di sepanjang pantai berpasir hanya dengan mengenakan celana
laut. ...Sepertinya ada 100 penjaga pantai di laut saat ini.
“Ngomong-ngomong, Izuki-san.
Bagaimana tanggapanmu tentang ujian itu?”
“...Aku hanya melakukan apa
yang aku bisa untuk saat ini.”
Sejujurnya, aku tidak tahu
bagaimana harus menanggapinya. Ada banyak mata pelajaran yang aku pelajari kali
ini berbeda dengan yang diajarkan di Akademi, sehingga aku masih merasa cemas bahkan
setelah menyelesaikannya.
“Begitu saja tidak masalah. Aku
akan menantikan hasilnya.”
“Ya”
Kata-kata tersebut justru
menambah tekanan bagiku.
“Terima kasih telah
menunggu~~~~!!”
Pada saat itu, aku mendengar suara
keras dari ruang ganti wanita.
Yuri datang menghampiri kami
sambil melambaikan tangannya.
Tepat di sampingnya ada juga
tiga Ojou-sama yang tampak berkilauan.
“Syukurlah cuacanya bagus, ya.”
“Ya, saking cerahnya sampai
bikin silau.”
“Ah…aku sedang mengalami masa
muda sekarang…!”
Ketiganya terlihat agak
gembira, seakan-akan mereka sudah sepenuhnya menikmati suasana laut yang luar
biasa.
Tiba-tiba, aku menyadari apa
yang dipegang Yuri.
“Yuri, itu...”
“Ya, ini bola pantai. Aku
membelinya saat kita mampir ke department store tadi.”
Aku sama sekali tidak
menyadarinya. Saat aku membeli baju renang, aku berada agak jauh dari para
gadis, jadi sepertinya dia membelinya saat itu.
“Lebih penting lagi, Itsuki.
Bukannya ada yang harus kamu katakan?”
“Ugh……”
Di saat-saat seperti ini, aku
tahu harus berkata apa dalam situasi begini.
Aku melihat lagi keempat gadis yang
berada di depanku. Kemudian, Narika dan Tennoji-san menunjukkan perilaku gelisah
dan malu-malu yang aneh. Hinako juga mempertahankan mode anggunnya, tapi pipinya
terlihat sedikit merah merona.
Baju renang Hinako berwarna
putih dengan model bahu terbuka, dan memiliki rumbai di bagian atas dan bawah. Hiasan
tersebut agak menyembunyikan kontur tubuhnya, memberikan kesan bersih dan rapi,
sekaligus membuatnya terlihat imut. Ada keindahan yang begitu murni dan lugu
sehingga membuat seseorang bahkan ragu untuk menyentuhnya.
Baju renang Tennoji adalah
bikini biru dengan balutan pareo di bawahnya. Tali bahunya terbuat dari bahan
yang sangat khusus, dan memantulkan sinar matahari secara samar-samar seperti
kalung, dan pareonya juga dihiasi dengan pola. Tampilannya terlihat mencolok
namun tetap elegan, penampilan yang khas dari Tennouji-san.
Baju renang Narika berjenis
bikini berwarna hitam dengan pola bintik-bintik kecil berwarna putih. Dia
mungkin sengaja memilih bikini itu karena bukan hanya penampilannya saja tetapi
juga kemudahannya untuk berenang. Tubuhnya yang kencang berkat olahraga setiap
hari, bebas dari lemak daging yang tidak diinginkan, dan tubuh rampingnya bisa
terlihat sepenuhnya.
Sedangkan Yuri, dia mengenakan bikini
oranye di bagian atasnya dan celana pendek krem di
bawahnya. Yuri bertubuh pendek dan tidak berkembang dengan baik, tapi pakaian
renangnya, yang memberinya kesan lincah, secara keseluruhan sangat cocok
untuknya.
Setelah melihat sekilas ke
semua orang yang mengenakan pakaian renang, aku――dengan takut-takut membuka
mulutku.
“......Baju renang itu terlihat
cocok untuk kalian semua.”
“Dasar payah.”
Yuri berkata dengan gusar.
Memuji penampilan baju renang
seorang wanita sungguh melebihi kapasitas kekuatan mentalku.
Pada saat itu, aku menyadari
bahwa para Ojou-sama juga menatapku dengan gelisah dan serius karena suatu
alasan.
“Itsuki sendiri, umm, kamu
memiliki tubuh yang sangat kencang, ya.”
Ucap Narika dengan suara yang
pelan seakan sedang bergumam.
“Waahh benar juga... bukannya
masa ototmu bertambah banyak?”
“...Yah, karena ada banyak hal
yang terjadi.”
Karena Shizune-san telah
melatihku dengan sangat baik.
“Ngomong-ngomong, aku tidak
tahu kalau pantai umum bisa seramai ini.”
Tennoji-san berkomentar
demikian sambil melihat sekeliling.
“Tennoji-san, apa kamu biasanya
pergi ke pantai pribadi?”
“Ya. Kadang-kadang aku juga ke
kolam renang dalam ruangan. Aku menggunakannya saat aku tidak ingin terbakar
sinar matahari.”
“Aku tidak bisa membayangkan penampilan
Tennouji-san yang menjadi kecokelatan.”
“Ara, tubuhku sering menjadi
kecokelatan ketika aku masih kecil, tau? Aku sangat aktif ketika aku masih
muda.”
Untuk sesaat, aku berpikir kalau
itu cukup mengejutkan, tapi kemudian aku menyadari kalau hal tersebut tidak terlalu
mengejutkan. Tennouji-san selalu bersikap anggun, tapi di saat yang sama, dia
juga terlihat energik.
Jika Tennouji-san mendapat
kulit kecokelatan... penampilannya tersebut masih memiliki pesonanya tersendiri.
Ketika aku secara tidak sadar membayangkan
seperti apa sosoknya, Yuri datang mendekatiku.
“Ngomong-ngomong, Itsuki, apa
kamu sudah pakai tabir surya?”
“Eh?...Oh, sial. Aku lupa.”
“Sudah kuduga begitu….. mau
bagaimana lagi, deh.”
Yuri menghela nafas dan
mengeluarkan tabir surya dari dalam tasnya.
“Ayo, cepat berbaringlah di
sana.”
“Eh... tidak usah, aku bisa
melakukannya sendiri.”
“Kalau kamu melakukannya
sendiri, punggungmu tidak bisa diolesi, iya ‘kan?”
Ada benarnya juga sih, tapi....
Rasanya tidak ada gunanya
mencoba melawan, jadi aku berbaring di atas tikar pantai.
“Ei”
Yuri naik di atas pinggulku.
Karena dia tidak terlalu berat,
jadi tidak ada masalah sama sekali sih...
“Um, Yuri? Bukannya kamu
terlalu dekat...”
“Apa sih yang kamu khawatirkan?
Kita ‘kan sudah biasa mandi bersama beberapa waktu lalu.”
““Mandi bersama!?””
Tennouji-san dan Narika
membelalakkan mata mereka karena terkejut.
“Maksudnya kalian berdua mandi
bareng dengan baju renang kalian, ‘kan?”
“Hah? Enggak juga, kok….lagian
kenapa pakai baju renang...?”
Hinako mengajukan pertanyaan
yang aneh.
Aku tidak yakin alasannya, tapi
kurasa Hinako terkejut dengan caranya sendiri.
“Untuk lebih jelasnya, tadi itu
hanyalah cerita ketika kami masih di sekolah SD.”
Saat aku menambahkan informasi
tersebut sambil menghela nafas, Tennouji-san dan Narika mengelus dada mereka
dengan lega. Hinako juga kembali tenang seperti sebelumnya.
Tolong jangan membuatnya
terdengar seolah-olah kami baru saja melakukannya.
...Karena aku masih mandi
bersama Hinako sampai saat ini, tapi aku memutuskan untuk merahasiakannya di
dalam hati.
“Oke, sudah selesai!”
“Aduh!? Jangan pukul aku napa!”
Aku tersentak kaget karena
punggungku tiba-tiba ditepak.
“Ahaha! Ada bekas daun maple
indah yang menempel!”
“Nih anak…!”
Yuri kabur melarikan diri menuju
laut, jadi aku segera mengejarnya.
Sandalku terlepas dan aku
langsung melangkah ke atas pasir.
Panas di tanah membuatku melonjak
kaget, dan aku menyadari bahwa aku sekarang sedang menikmati musim panas
sepenuhnya.
◆◆◆◆
“Terima ini!”
Yuri melempar bola pantai
sambil berteriak.
Bola tersebut jatuh ke arahku
dalam bentuk parabola.
“Ups.”
Angin membelokkan bola dari
jalurnya, jadi aku mengulurkan tangan kananku dan memukulnya ke atas.
Bola itu lalu mengarah ke arah
Hinako.
“Ei.”
“Ya!”
Hinako memukul kembali bolanya,
dan Tennouji-san mengirimkannya ke arah Narika.
“Ha—--—!!”
Narika dengan cepat melompat
dan mengambil bola yang dibelokkan oleh angin, dan memukulkannya ke arah Yuri.
Hanya satu orang yang mempunyai
suasana hati yang berbeda.
Narika yang atletis juga sangat
aktif dalam olahraga laut.
“Kamu ternyata boleh juga, ya.”
Yuri tersenyum tanpa rasa
takut.
Aku baru menyadari bahwa semua
anggota di sini pandai olahraga. Hinako dan Tennoji-san keduanya pandai dalam
akademis dan seni bela diri, dan aku juga melatih tubuhku. Sedangkan Yuri juga
cukup jago dalam olahraga.
Tak pelak lagi, saling memukul
bola saja sudah menjadi hal yang serius.
“Memukul bola seperti ini di
laut jauh lebih mendalam dari yang aku bayangkan.”
“Ah. Karena kita bisa
memperkuat kaki dan pinggul, jadi ini bisa menjadi latihan yang bagus.”
Para Ojou-sama bermain-main
dengan sudut pandang yang aneh.
Aku merasa penasaran apa
gadis-gadis ini benar-benar menyadarinya. ...kalau mereka mendapat banyak
perhatian.
Gadis-gadis yang sangat cantik
berkumpul di satu tempat seperti ini. Dan mereka mengenakan baju renang. Aada
banyak orang baik itu yang tua dan muda, atau pria dan wanita, melihat ke arah
kami.
“...Itsuki. Apa kamu selalu
menanggung perhatian semacam ini?”
“...Baru-baru ini aku mampu
menanggungnya.”
Yuri dan aku sama-sama gugup
karena menjadi pusat perhatian banyak orang.
Seperti yang baru-baru ini aku
ketahui, para Ojou-sama menyadari cara mereka berperilaku dan cara orang lain
memandang mereka. Jadi aku yakin kalau mereka juga memperhatikan tatapan ini.
Namun, mereka sama sekali tidak mempermasalahkannya karena sudah menjadi hal
yang wajar jika mereka mendapat perhatian.
“Akan tetapi……”
“? Apa?”
Merasakan tatapan orang-orang
di sekitarku, aku lalu menatap Yuri.
Baru hal yang baru kalau ketiga
Ojou-sama itu mendapat perhatian karena mempunyai penampilan menawan, tapi jika
kamu melihat lebih dekat pada Yuri yang berdiri di samping mereka,
penampilannya juga tidak terlihat buruk sama sekali. Karena aku adalah teman
masa kecilnya, jadi aku tahu masa lalu Yuri yang biasa saja dan nilai-nilai
yang dimiliki Yuri, tapi jika aku mengabaikan prasangka itu, kupikir dia juga bisa
bersaing dengan baik.
“…...Yuri tetap manis seperti
biasanya."
“H-Haaaaaaaa!? Memangnya kamu
ini bodoh, ya! Kamu ini memang bodoh apaaaa!!”
“Aduh, aduh, dibilangin jangan
pukul aku.”
Demi menyembunyikan rasa
malunya, dia menampar-nampar tubuhku.
Pada saat itu, ada bola yang
meluncur dengan kekuatan besar ke arahku.
Saat aku perlahan-lahan
berbalik seperti kipas angina yang berkarat, aku melihat Hinako menatapku
dengan senyuman lebar di wajahnya, tapi tatapan matanya sama sekali tidak
tersenyum.
“Tomonari-kun. Bolanya.”
“Y-Ya.”
Sebaiknya jangan terlalu
memancingnya lebih jauh. Aku segera mengambil bola dan mengopernya kepada
Tennoji-san.
Dengan suara berdebum, bola
pantai tersebut diluncurkan tinggi ke langit dan jatuh ke arah Narika.
Aku pikir bola itu akan dipukul
balik dengan tajam, tapi….. bola itu hanya melewati Narika dan jatuh ke air.
“Miyakojima-san, ada apa?”
“Se-Sepertinya aku sedikit
lelah! A-Aku mau istirahat sebentar dulu!”
Dengan raut wajah yang
canggung, Narika menjaga jarak dari kami.
Ketika aku bertanya-tanya,
Narika memandang ke arahku seolah-olah dia meminta bantuan.
“I-Itsuki. Kemarilah sebentar.”
Dia memberiku isyarat secara diam-diam,
jadi aku dengan santai mendekati Narika.
“Ada apa?”
“...Baju renangku hanyut.”
“Eh?”
“Se-Sepertinya aku terlalu
banyak bergerak...”
Kalau dipikir-pikir, Narika
memang mengenakan baju renang di atasnya, dan—— mau tak mau aku mencoba memeriksanya dengan
mataku, jadi aku buru-buru memalingkan muka.
“Maaf! Aku juga akan istirahat
sebentar!”
Untuk saat ini, aku memutuskan
untuk istirahat dan menjauh dari yang lain. Aku berusaha mendekati Narika
sebisa mungkin tanpa memandangnya secara langsung.
“Tapi bukannya lebih baik
memanggil seorang wanita daripada aku, ‘kan...”
“....... I-Iya juga ya.”
Mengapa
aku tidak melakukannya? Narika tampak kebingungan, tapi akulah
yang seharusnya bertanya demikian.
Baju renang Narika berwarna
hitam. Di antara kerumunan orang, aku bergegas mencarinya tetapi aku masih tidak bisa menemukannya.
“Mungkin baju renangmu hanyut
sampai ke bebatuan di sebelah sana.”
“Tu-Tunggu sebentar. Jangan
tinggalkan aku sendirian.”
“Tidak, tapi... baiklah, apa
kamu mau ikut denganku?”
“Ah, ya. Jika aku berpura-pura
berenang, mungkin aku bisa mengaturnya...”
Narika mengikutiku sambil
membungkukkan badannya. Dia menyembunyikan bagian atas tubuhnya, tetapi aku
harap dia menyadari bahwa itu juga berbahaya. Apa aku terlalu kejam
mengatakannya kepada Narika yang sudah dalam keadaan terpojok...?
Ketika kami sampai di area
bebatuan, jumlah orang di sekitar mulai berkurang dan Narika merasa lega.
Di antara celah batu-batu itu, aku
melihat ada pakaian renang hitam yang mengapung.
“Aku menemukannya!”
Aku mengambil pakaian renang
itu dan segera ingin memberikannya kepada Narika yang bersembunyi di balik
batu.
“Tu-Tunggu! Jangan melihat ke
sini!”
“Ma-Maaf!”
Aku memalingkan wajahku dengan
panik dan kemudian memberikan pakaian renang itu kepada Narika.
“...Ka-Kamu boleh melihat
sekarang.”
Setelah mendapat izin, aku
mengalihkan pandanganku yang sebelumnya teralihkan.
Narika sudah mengenakan baju
renangnya dengan rapi.
“Syukurlah semuanya bisa beres.
Bagaimana kalau kita kembali ke tempat yang lainnya?”
“Ah iya......itu umm, makasih
sudah membantuku.”
“Jangan khawatir.”
Entah apa itu hal yang biasa
terjadi...tapi menurutku pakaian renang berbikini cenderung mudah lepas.
“Jika kamu terlalu banyak
bergerak, baik secara vertikal maupun horizontal, tidak mengherankan kalau baju
renangmu bisa lepas.”
“Ah, iya. Awalnya aku berencana
untuk bermain dengan santai saja, tapi Hirano-san jauh lebih kuat dari yang kukira.
Aku malah jadi terbawa suasana.”
“Yah, karena Yuri juga jago
dalam olahraga. Kami bertukar pesan tadi malam, dan dia terus mengatakan bahwa
dia ingin melepas penat dengan bermain sepuasnya.”
“Bertukar pesan….”
Ekspresi Narika mendadak
menjadi murung.
Tapi akhirnya, Narika menatapku
dengan ekspresi penuh tekad di wajahnya.
“I-Itsuki. Um, bisakah kamu
mendekat ke arah situ lagi?”
“Eh? Yah aku tidak keberatan
sih, tapi apa yang——”
Aku baru saja hendak bertanya
padanya apa yang dia rencanakan.
Narika dengan cepat menutup jarak
di antara kami dan mengulurkan lengan kanannya dengan kuat.
“S-Sei!”
“Uoowaa!?”
Pukulan telapak tangan jenius
seni bela diri Miyakojima Narika, menyerempet pipinya.
Meskipun aku belajar teknik
bela diri dari Shizune-san, aku tidak bisa bereaksi sama sekali.
Gedebuk! Suara
keras bergema dari belakangku.
Telapak tangan Narika
menyerempet pipiku dan menghantam batu di belakangku.
"K-kenapa, kenapa,
melakukan serangan telapak tangan...?”
“Se-Serangan telapak tangan!?
Bu-Bu-Bu-Bukan, itu salah! Aku sedang melakukan kabedon!”
“Kabe-don? ……………Kabe-don?”
Owalah,
ternyata cuma kabedon, toh. Mana mungkin aku hanya bereaksi seperti
itu
Faktanya, misterinya jadi
semakin dalam.
“A-Aku dengar jika aku
melakukan ini...aku bisa menjadi lebih dekat dengan Itsuki.”
Narika menjelaskan situasinya.
“…Ngomong-ngomong, kamu
mendengarnya dari siapa?”
“….dari Hirano-san.”
Sudah
kuduga, begitu pikirku dalam hati.
Mana mungkin budaya “kabe-don” menyebar di kalangan para
Ojou-sama. Karena bukan aku yang mengajarinya, jadi satu-satunya kemungkinan
yang tersisa hanyalah Yuri.
“...Narika, Kabe-don bukanlah
metode yang serba bisa seperti yang kamu pikirkan, loh.”
“Be-Benarkah?”
“Selain itu, jika kamu
melakukannya dengan penampilan seperti itu, aku jadi kesulitan untuk melihat ke
arah mana...”
Aku berkata sambil mengalihkan
pandangan.
Narika terkejut sejenak, tapi dia
segera mengerti maksudnya.
“———!?”
Narika buru-buru menjauh dariku
dan menutupi dadanya dengan kedua tangannya.
Namun, seolah rasa malunya
telah mencapai batasnya, dia berjongkok sambil memegangi kepalanya.
“Aaah... Hari ini, aku selalu
menunjukkan hal yang memalukan kepada Itsuki...!”
Meskipun sebenarnya biasanya
memang selalu seperti ini, tapi aku memilih untuk tidak mengatakannya.
“...Pada akhirnya, apa yang
ingin kamu lakukan?”
Aku lalu bertanya pada Narika
yang sudah mulai tenang setelah beberapa saat.
Narika perlahan berdiri dan
menatapku dengan mata basah.
“...Itsuki. Sebenarnya, ada
sesuatu yang ingin aku tanyakan sejak dulu.”
Aku mengangguk kecil sebagai
tanda untuknya, dan Narika memberitahuku.
“Hubungan seperti apa yang kamu
miliki dengan Konohana-san?”
Anehnya, nada suaranya tersengar
serius.
Aku merasakan kekuatan aneh.
Aku membutuhkan beberapa detik untuk menenangkan diri dan menekan kegelisahanku.
“Meski kamu bertanya begitu, tapi
seperti yang sudah aku jelaskan sebelumnya. Saat ini, aku sedang bekerja di
rumah Konohana-san.”
“Tapi, kamu memanggil
Konohana-san dengan namanya, ‘kan?”
“.....”
Bagaimana dia bisa mengetahui
hal itu?
Narika terus melanjutkan ketika
aku masih terdiam.
“Itsuki mungkin tidak
menyadarinya, tapi kamu pernah memanggil Konohana-san dengan nama depannya satu
kali di depanku.…Sebenarnya kalian mempunyai hubungan di mana kalian memanggil
satu sama lain dengan nama depann, iya ‘kan?”
Aku tidak menyadarinya sama
sekali. Aku biasanya tidak pernah melakukan hal seperti itu.
Apa itu terjadi saat aku masih belum
terbiasa dalam pekerjaan menjadi pengasuh? Tetap saja, aku seharusnya sudah berhati-hati,
tapi... tidak, mending lupakan saja. Karena dia sudah bertanya begitu. Tidak
peduli kapan kejadian itu terjadi.
Berbagai macam alasan mulai
muncul di kepalaku. Misalnya saja di rumah keluarga Konohana tempat aku tinggal
sekarang, kebetulan ada seorang pelayan yang memiliki nama keluarga yang sama,
jadi aku mulai memanggilnya dengan namanya karena itu membingungkan. Meskipun
terdengar terlalu memaksa, setidaknya itu bisa diterima secara logika.
Namun, masih ada beberapa hal
yang bisa dibantah.
Selama aku bekerja, aku tidak
boleh menimbulkan masalah bagi keluarga Konohana. Tapi yang terpenting, sebisa
mungkin aku tidak ingin berbohong.
“Yah gimana ya….”
Perkataan yang akhirnya keluar
dari mulutku adalah kata-kata penegasan.
“Saat aku bekerja di rumah
keluarga Konohana, aku berteman dengan Hinako….. Mungkin hubungan kami jauh lebih
dekat dari yang Narika pikirkan.”
Mata Narika membelalak saat
melihatku mengubah cara memanggilnya.
“Tapi, jika aku memanggilnya
demikian di akademi, Hinako pasti akan menonjol. Meski begitu, Hinako dan aku
tinggal di rumah yang sama, meskipun besar. Jika ada rumor buruk yang menyebar,
itu akan menyebabkan masalah bagi Hinako dan keluarga Konohana. Itu sebabnya
aku memanggilnya Konohana-san di depan umum.”
Narika berpura-pura puas. Dan
pada saat yang sama, ekspresi pengertian muncul di wajahnya.
Satu-satunya saat aku
memanggilnya “Hinako” di depan Narika adalah saat ini.
Mulai dari sekarang, semuanya akan
kembali normal seperti biasanya. Alasannya adalah selama ada siswa lain dari
Akademi Kekaisaran yang tinggal di Karuizawa, ada kemungkinan mereka juga datang
ke pantai ini.
“...Rasanya itu sangat
menggambarkanmu, Itsuki. Pada akhirnya, kamu melakukannya bukan demi dirimua
sendiri, tapi melainkan untuk orang lain....Jika aku sampai dibetitahu begitu,
aku bahakan takkan bisa mengeluh.”
Narika menghembuskan napas
dalam-dalam.
Aku
tidak bisa melakukannya. Narika sepertinya ingin mengatakan itu,
tapi――
“Tapi kalau dipikir-pikir lagi,
kita sudah memanggil satu sama lain dengan nama depan kita sejak awal.”
“Uh… yah, itu memang benar sih,
tapi…”
Narika tampaknya tidak dapat
mengutarakan rasa frustrasi di dalam hatinya.
Narika mengangkat dan
menurunkan lengannya dan berhasil mengatur emosinya saat berbicara.
“Tapi, tapi…Aku masih ingin
menjadi orang yang lebih spesial untuk Itsuki!”
Mungkinkah ini senjata yang
terbuat dari kecanggunganmua?
Narika terkadang mengungkapkan
pikiran dan perasaannya langsung kepadaku.
Aku tidak tahu bagaimana harus
bereaksi, jadi aku tetap tutup mulut karena gugup.
“It-Itulah sebabnya, Itsuki!”
“Y-Ya.”
“Ba-Bagaimana kalau kita
bertukar alamat email!?”
“….Hah?”
Bagaimana dia sampai pada
kesimpulan seperti itu?
Aku sampai berhenti berpikir
karena tidak dapat memahami maksudnya.
“Ak-Aku juga ingin
berkomunikasi dengan Itsuki melalui pesan! Bukan hanya saat di akademi saja,
tapi juga saat liburan!”
Oh, jadi begitu maksudnya.
“...Ya, memang benar. Kalau
dipikir-pikir lagi, kita belum saling bertukar kontak satu sama lain, ya.”
Walaupun itu sudah sangat
terlambat, sih.
Karena aku jarang sekali
berkomunikasi dengan orang lain selain Yuri melalui ponsel, jadi aku sepenuhnya
lupa untuk bertukar kontak.
“Apa kamu ingin kembali untuk
mengambil ponsel dulu? Kita juga akan bertukar alamat email ......, tetapi saat
ini orang lebih cenderung menggunakan aplikasi untuk berkomunikasi, jadi dalam
kasus Narika, baru di situlah kita akan mulai.”
“Ah, ya. Aku juga ingin kamu
mengejariku tentang itu.”
Kami melewati bebatuan yang
tidak stabil dan menuju ke pantai.
Saat kami berjalan sambil
menerobos gulungan ombak kecil, Narika tiba-tiba berbicara.
“Itsuki, bekas yang ada di
punggungmu itu bekas pukulan dari Hirano-san, ya?”
“Oh, ternyata masih membekas.
Aku sudah tidak merasa sakit lagi jadi kamu tidak perlu khawatir.”
“…...”
Tiba-tiba Narika menjadi terdiam.
Pada saat berikutnya, terdengar
suara tumpul dari punggungku.
“Aduh, sakit!? Eh, kenapa!?”
“Bukan apa-apa...”
Mengapa dia tiba-tiba menampar
punggungku?
Sambil bertanya-tanya, kami
akhirnya tiba di tepi pantai.
Ngomong-ngomong, aku tidak
melihat Hinako dan yang lainnya. ...Apa mereka semua sedang istirahat?
“Kalian berdua, ayo kemarilah.”
Yuri, yang sedang duduk di
bawah payung, melihat kami dan memanggil kami.
Aku dan Narika menuju ke arah
payung. Baik Hinako dan Tennoji-san sama sekali tidak terlihat.
“Hanya kamu saja, Yuri?”
“Tolong jangan mangatakannya
seolah-olah aku ini penyendiri, oke? Konohana-san dan yang lainnya sedang
mengoleskan kembali tabir surya di ruang ganti, jadi aku yang menjaga barang
bawaannya.”
Penyendiri yang asli ada di
sebelahku, jadi aku tidak bermaksud mengatakan hal seperti itu.
“Lagian, kalian berdua dari
mana saja sih?”
“Kami sedang mencari tempat
teduh, tapi kami tidak bisa menemukan tempat yang bagus..”
“Ah, jadi begitu. Yah, meski di
bawah payung juga masih cukup panas...”
Yuri melambaikan tangannya
seperti kipas, mencoba meniupkan angin ke wajahnya.
Aku pandai membuat alasan
dengan cepat. Yuri sepertinya tidak memiliki kecurigaan sama sekali.
Aku mengambil tasku yang
diletakkan di bawah payung dan mengeluarkan smartphone-ku dari dalam.
“Narika. Apa kamu sudah
mengambil ponselmu?”
“Ah, iya!”
Setelah melihat Narika
mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya, aku menyuruhnya menginstal aplikasi
terlebih dahulu. Aku sempat melihat sekilas daftar kontak Narika dan merasa
sedih melihat jumlah kontaknya yang sedikit. Namun, jika kamu terus bekerja
sama, maka jumlah kontaknya dapat terus bertambah. Jika itu Narika yang
sekarang, dia pasti bisa menambahkan lebih banyak kontak jika dia
menginginkannya.
“Pendaftaran selesai.”
Aku memastikan bahwa pertukaran
ID berjalan lancar.
Pada saat yang bersamaan, aku melihat
Hinako dan yang lainnya menuju ke arah sini.
Aku hendak menyimpan kembali ponselku
ke dalam tasku, tetapi sebelum itu, ponselku bergetar.
“Hmm?”
Aku menerima pesan dari Narika.
Narika:
Aku tidak akan kalah dari siapa pyun
Setelah membaca pesan tersebut,
aku secara refleks menatap Narika yang berada di depanku. Narika tampak sedikit
malu-malu dan mengalihkan pandangannya.
Kesalahan ketik dalam pesan
pertamanya membuatnya tampak seperti dirinya. Mungkin dia belum terbiasa
menggunakan ponsel.
Meskipun aku merasa pesan
tersebut agak ambigu, tapi aku menerima pesan tersebut dengan pasti.
Namun... aku merasa bahwa dia
tidak perlu bersaing dalam hal seperti ini.
Aku lalu segera membalas pesan
Narika.
Itsuki:
Narika juga memiliki kelebihannya sendiri nya
Ketika Narika menerima pesan
tersebut, pada awalnya dia terlihat riang gembira, tetapi dia segera menyadari
bahwa akhir kalimat pesanku adalah 'nya'
dan memiringkan kepalanya.
Setelah beberapa saat, Narika
menyadari kesalahan ketiknya dan berkata, “Ah!”.
“Da-Dasar Itsuki nakal...”
Seharusnya
aku yang bilang begitu.
Jangan
mendadak membuatku gugup napa.
◆◆◆◆
Setelah mengoleskan kembali
tabir surya dan bertemu dengan Hinako serta yang lainnya, kami kembali bermain
di laut lagi.
Kami bisa mengobrol santai di
pantai berpasir, dan jika cuacanya mulai panas, kita kembali berenang lagi.
Kami
benar-benar melakukan sesuatu khas musim panas,
pikirku.
Kira-kira apa yang aku lakukan
tahun lalu? Ingatanku agak kabur karena aku selalu sibuk bekerja paruh waktu
sepanjang waktu.
Tapi aku mungkin tidak akan
melupakan kenangan musim panas ini seumur hidupku.
“Rasanya mulai sedikit haus, ya.”
“Ah, kalau begitu biar aku saja
yang membelikan minuman untuk semuanya.”
Karena lelah berenang, jadi aku
beristirahat sejenak di atas pelampung. Untungnya, tenagaku sudah lumayan pulih
kembali. Aku keluar dari air dan mengeluarkan dompet dari tasku.
“Tomonari-san.”
Saat aku hendak memakai sandal,
aku mendengar seseorang memanggilku dari belakang.
“Eh, Tennoji-san?”
“Bukannya itu lumayan sulit
membawa minuman untuk lima orang sendirian? Lagi pula, akulah yang bilang kalau
aku haus.”
Sambil mengatakan itu,
Tennoji-san juga memakai sandalnya.
Kami berdua lalu menuju mesin
penjual otomatis.
Mesin penjual otomatis terdekat
memiliki antrean yang pendek. Aku berpikir bahwa membeli untuk lima orang
mungkin akan memakan waktu lama dan merepotkan mereka yang sedang menunggu,
jadi aku menuju ke mesin penjual otomatis yang agak jauh.
“Itsuki-san.”
Ketika bayangan orang-orang di
sekitar kami mulai berkurang, Tennoji-san mengubah cara dia memanggilku.
“...Mungkin masih ada siswa
dari Akademi Kekaisaran di dekat sini, loh.”
“Bahkan jika ada, mereka tidak
akan mendengarku jika aku berbicara pada jarak dan volume sekecil ini.”
Mungkin itu ada benarnya,
tapi...
Aku menghela nafas kecil
sebagai tanda pasrah.
“Tennouji-san tuh memang sangat
berani, ya.”
“Ya. Aku selalu ingin hidup
tanpa rasa takut.”
Memang, sejauh yang aku tahu, orang
yang paling cocok dengan frasa empat huruf itu adalah Tennouji-san.
Namun meski suaranya tidak
dapat didengar, tetapi penampilannya masih menarik perhatian.
Rambutnya yang berwarna
keemasan dan basah, serta digulung dengan gaya bor– itulah kata-kata yang
terlintas di benakku. Rambut keemasannya yang basah terlihat indah berkilau dan
memamerkan tubuh yang berkembang dengan baik, yang tidak kalah dengan
penampilannya yang flamboyan.
Kurasa sebaiknya jangan
melihatnya secara langsung.
Meskipun aku sudah terbiasa
melihat Hinako yang mengenakan pakaian renang, pemandangan yang terlalu
mempesona ini masih tidak baik untuk mataku.
“Oh? Ini...”
Saat kami mendekati mesin
penjual otomatis, Tennouji-san sedikit memiringkan kepalanya.
Oh iya, benar juga. Mungkin
Ojou-sama yang bersekolah di Akademi Kekaisaran tidak pernah menggunakan mesin
penjual otomatis.
“Benda ini disebut mesin
penjual otomatis—”
“T-Tolong jangan
mengolok-olokku! Aku sudah tahu sebanyak itu!”
“Ma-Maaf. Yah, tentu saja kamu sudah
mengetahuinya.”
Saat ini, kamu bisa melihat
banyak mesin penjual otomatis jika kamu berjalan-jalan di kota. Aku bahkan
melihat beberapa mesin penjual otomatis saat pergi ke Akademi Kekaisaran. Kalau
dipikir-pikir lagi, mana mungkin dia tidak mengetahuinya.
Untuk sesaat, aku merasa
bimbang memutuskan minuman apa yang akan diminum, tetapi aku memutuskan untuk
memilih minuman olahraga. Aku sedikit tergoda untuk mengejutkan mereka dengan
memilih minuman edisi terbatas, tapi aku akan meninggalkannya untuk lain waktu.
Aku menyerahkan dua kaleng
kepada Tennouji-san, dan aku sendiri membawa tiga kaleng.
Memang benar kalau aku mungkin
akan kesulitan untuk membawa semua ini sendirian. Aku senang dia ikut datang
bersamaku.
“.....?”
Tennouji-san memandangi kaleng
di kedua tangannya dengan wajah penuh keheranan. Setelah dengan hati-hati
melihat tutup, samping, dan bawah, dia tiba-tiba membuka mulutnya seolah-olah
merasa yakin.
“Apa pembuka kalengnya dijual
terpisah?”
“Ha——!!”
Itu merupakan komentar yang
tidak terduga. Aku hampir tidak bisa menahan tawaku.
Meskipun dia mengetahui tentang
mesin penjual otomatis, tapi sepertinya dia tidak tahu cara membuka kaleng
minuman.
“I-Ini, be-begini cara
membukanya. ...Kukuku.”
“———!! Tolong jangan tertawa!
Tolong jangan tertawa terus!”
Saat Tennouji-san membuka tab
dan meminum isinya, wajahnya menjadi merah padam.
Dia memukulku dengan lembut,
tapi reaksinya yang begitu justru membuatnya jadi terlihat lebih lucu.
“K-Kita sudah membeli untuk
semua orang, jadi mari kita kembali.”
Suaraku sedikit bergetar karena
aku masih tertawa terbahak-bahak.
Aku berjalan bersama Tennouji-san,
yang menggembungkan pipinya karena tidak senang.
Di tengah perjalanan,
Tennouji-san tiba-tiba berhenti berjalan.
“Itsuki-san. Bisakah kita
berbicara sebentar?”
“Berbicara?”
“Ya. Umm…..aku ingin
mendiskusikan sesuatu denganmu.”
Dilihat dari ekspresi wajahnya,
sepertinya topik pembicaraannya bukan hal yang sepele.
Setelah aku terus menunggu
kata-katanya, Tennouji-san mengumpulkan keberaniannya dan mulai berbicara.
“Ini adalah ... ya! Ini hanya
sebuah perumpamaan!”
Sepertinya ini tentang dirinya
sendiri.
Karena dia adalah orang yang
tidak bisa berbohong.
“Misalnya saja, katakanlah ada
seorang gadis di sini sekarang yang memiliki masa depan yang sangat-sangat-sangat
menjanjikan!!”
“Sangat-sangat-sangat
menjanjikan?”
“Ya. Sangat-sangat-sangat
menjanjikan.”
Karena aku tidak tahu seberapa
menjanjikannya yang dimaksud, jadi aku memutuskan untuk berasumsi dalam benakku
bahwa orang yang dimaksud sehebat Tennouji-san.
“Gadis itu dijamin akan menjadi
orang yang teratas negara ini atau memiliki posisi yang setara di masa depan.
Namun hati gadis tersebut tidak terbuat dari baja. Dari dalam lubuk hatinya,
dia merindukan seseorang yang dapat dia andalkan ...... untuk berada di sana
untuknya.”
Aku menganggukkan kepalaku dan
memintanya untuk melanjutkan.
“Jika kamu diminta untuk
berdiri di samping gadis yang seperti itu... Bagaimana pendapatmu, Itsuki-san?”
Ketika aku mendengar pertanyaan
itu, aku mulai berpikir.
Apa yang dia maksud dengan ‘Bagaimana’?
Meskipun aku tidak mengerti
maksud pertanyaannya, Tennouji-san masih terus melanjutkan seolah memberikan
beberapa penjelasan.
“Demi bisa menjadi lebih dekat
dengan gadis itu, tentunya kamu harus melewati berbagai tantangan dan cobaan.
Karena tugas yang begitu berat, kegagalan bukanlah suatu pilihan, dan kamu akan
berada dalam posisi untuk memimpin ribuan bawahan...”
Tennouji-san menatap ke arah
wajahku.
“...apa kamu tidak merasa…
tertekan?”
Mata Tennouji-san sedikit
bergetar.
Kepalaku mungkin tidak bisa
berpikir dengan baik untuk sementara waktu karena panasnya musim panas. Sekarang
aku bisa memahami keseluruhan masalah yang dia ceritakan.
Sepertinya Tennouji-san sedang
merasa cemas.
Dia pasti menyadari bahwa dia
menonjol. Itulah sebabnya dia serius memperhatikan perasaan orang yang berdiri
di sebelahnya. Itu adalah perasaan yang sulit aku pahami.
Orang biasa seperti kami juga
sering merasa khawatir dengan hal serupa. Seperti merasa tidak sebanding dengan
orang itu, tidak mampu memenuhi harapan orang itu, atau tidak bisa memberikan
pendapat kepada orang itu... Siswa di Akademi Kekaisaran juga mungkin memiliki
pemikiran seperti itu.
Namun, dalam kasus Tennouji-san,
yang terjadi justru sebaliknya.
Dia merasakan perhatian seperti
itu dari kami dan dia juga berusaha memperhatikan kita.
Mereka yang menerima perhatian
juga bukanlah orang bodoh. Mereka mungkin menyadari hal itu saat mereka
diperhatikan dari kejauhan atau diperlakukan dengan kepedulian yang aneh.
Dan berpikir kalau ‘diriku tidak seharusnya berada di samping
orang-orang ini’.
(Aku……)
Bagaimana kalau denganku
sendiri?
Pihak lain merupakan orang luar
biasa yang setara dengan Tennouji-san. Dia mempunyai kedudukan yang tinggi,
mempunyai kekuasaan yang besar, dan mempunyai kepribadian yang terhormat.
Jika orang semacam itu
memintamu untuk berdiri di sampingnya, maka...
“...Sepertinya aku pasti akan
merasa tertekan.”
Aku menyatakan pendapatku
dengan jujur.
Tennouji-san menurunkan
pandangannya.
“Tapi menurutku hal tersebut merupakan
suatu kehormatan besar.”
Tennouji-san mengangkat
wajahnya setelah mendengar kata-kataku.
Aku mencoba membayangkan situasi
seperti yang dikatakan Tennouji-san di dalam kepalaku. Hasilnya, bukan hanya rasa cemas saja, namun emosi-emosi
yang lainnya juga ikut muncul di dalam hatiku.
Meskipun rasanya sedikit malu
untuk mengungkapkan emosi tersebut... tapi aku yakin kalau Tennouji-san tidak
akan mengolok-olok ku.
Aku lalu berbicara sambil
merangkai perkataanku.
“Seperti yang sudah kamu
ketahui, aku telah berjuang setiap hari sejak aku memasuki Akademi Kekaisaran.
Tapi anehnya, aku mendapati diriku menikmati keseharian semacam itu.”
Dari awal hingga sekarang, dan
mungkin juga di masa depan, aku akan terus menghadapi berbagai kesulitan.
Tapi, satu-satunya alasan
mengapa aku bisa hidup dengan bersemangat pada hari-hari seperti itu adalah...
“Mungkin, karena aku merasa bangga.”
“Bangga...?”
“Ya. Meskipun aku mengalami
banyak kesulitan, aku merasa sangat bangga dengan hari-hariku di Akademi
Kekaisaran. Aku telah bekerja keras untuk meningkatkan diriku di lingkungan
yang hebat dan dengan orang-orang hebat….. dan setiap hari aku diingatkan
dengan kurangnya pengalamanku, tetapi setiap kali mengatasi kekurangan tersebut,
aku merasakan kepuasan.”
Jika tidak ada rasa kepuasan
tersebut, aku mungkin sudah menyerah sejak lama.
“Oleh karena itu, jawabanku
untuk pertanyaan tadi masih sama.”
Aku menatap lurus mata
Tennoji-san dan memberitahunya.
“Jika gadis itu memintaku untuk
berdiri di sampingnya...Aku akan merasa bangga.”
Tekanan adalah bukti tanggung
jawab.
Mengambil tanggung jawab adalah
bukti kepercayaan.
Jika aku dipercaya oleh seorang
gadis dengan masa depan yang menjanjikan, seperti yang dikatakan Tennouji-san,
aku pasti akan bangga.
“Benar juga...”
Tennouji-san mengangguk dengan
tenang.
Setelah melihat ekspresi
senangnya, aku tidak bisa menahan diri untuk mengutarakan sesuatu yang sudah
membuatku penasaran.
“Ehm, Tennouji-san. Gadis yang
dimaksud itu adalah Tennouji-san sendiri, iya ‘kan...?”
“...Tidak, bukan aku. Aku belum
mempunyai masa depan yang begitu menjanjikan.”
Dengan mengatakan bahwa dia
masih belum mencapai tingkat tersebut, sepertinya dia masih memiliki tujuan
yang ingin dicapai.
“Tapi, setelah mendengar apa
yang baru saja kamu katakan, aku telah membuat keputusan.”
Tennoji-san sepertinya sedang
dalam suasana hati yang senang saat dia melanjutkan.
“Aku akan mengejar puncak yang
lebih tinggi. Oleh karena itu, aku takkan membiarkan orang lain melampauiku.”
Tennouji-san berkata dengan
senyuman yang menantang.
Matanya berbinar dengan kemauan
yang menantang yang belum pernah terlihat sebelumnya
“Untuk lebih tepatnya, apa yang
akan kamu lakukan?”
“Aku masih belum memutuskannya
dengan pasti, tapi aku akan mengubah strategiku.”
“Strategi?”
“Baik dulu maupun sekarang, aku
ingin mengalahkan Konohana Hinako. ...Rasanya memang menjengkelkan, tapi
bagiku, Konohana Hinako adalah tujuan yang jelas dan ideal. Namun, ketika aku
berada dalam posisi yang sejajar dengannya dalam nilai ujian sebelumnya, aku tiba-tiba
berpikir bahwa hanya menang secara akademis saja belum tentu bisa dibilang
sebagai kemenangan yang sebenarnya.”
Tennoji-san terus melanjutkan.
“Aku tidak berniat mengubah
tujuanku untuk melampaui Konohana Hinako. Namun, kurasa aku tidak perlu hanya
fokus pada bidang akademis saja. Itulah yang kupikirkan.”
Tentu
saja, aku juga tidak berniat kalah di bidang akademis———lanjut
Tennouji-san.
Memang benar bahwa Tennouji-san
melihat Hinako sebagai saingannya, tetapi bidang di mana mereka berkompetisi
selalu fokus pada ujian sekolah, tugas sekolah, dan nilai.
Tennouji-san pernah mendapat
nilai yang sama dengan Hinako pada ujian sekolah. Pada
saat itu, dia mungkin tidak hanya merasakan pencapaian, tetapi juga merasakan
perbedaan. Apakah dirinya benar-benar puas hanya dengan menempuh jalan ini?
Tennouji-san yang telah bekerja keras dengan tekun, melihat sekilas tujuan
akhirnya dan mempertimbangkan jalan lain.
“Yah, walaupun aku akan
memikirkan tentang apa yang akan kulakukan sekarang, sih,... sesuatu yang hanya
aku miliki, tetapi tidak dimiliki oleh Konohana Hinako. Aku ingin mengasah hal
tersebut.”
Tampaknya arah jalannya masih
belum ditentukan, dan Tennouji-san sepertinya mengkhawatirkannya.
Aku memikirkan apa yang bisa
aku lakukan untuk membantunya.
Di luar bidang akademis,
keunggulan yang dimiliki Tennouji-san ketimbang Hinako....
“...Tennouji-san tuh punya
banyak penggemar, iya ‘kan?”
Aku mengatkan apa yang
terlintas di dalam benakku..
“Tapi hal yang sama berlaku juga
untuk Konohana Hinako.”
“Tidak, rasanya sedikit
berbeda, gimana bilangnya...Menurutku kamu memiliki kualitas yang berbeda dari
Konohana-san.”
Aku tidak bisa mengungkapkannya
dengan baik.
Namun yang pasti ada perbedaan
antara Hinako dan Tennouji-san.
“...Mungkin dalam karismanya.”
Perbedaan antara Tennouji-san
dan Hinako.
Sedikit demi sedikit, aku bisa
mengungkapkan jawaban yang ada di dalam pikiranku.
“Aku berpikir kalau Tennouji-san
mempunyai karisma. Kamu memiliki kemampuan mengorganisasi kelompok, atau lebih
tepatnya kemampuan untuk membuat orang merasa bahwa mereka dapat mengikuti
instruksimu.... Mungkin itulah kekuatan yang tidak dimiliki oleh Konohana-san.”
Faktanya, Hinako bukanlah tipe
orang yang suka berdiri di depan orang banyak. Meskipun mungkin saja dari segi
kemampuan, Hinako merasa terbebani untuk berdiri di depan orang lain.
Oleh karena itu, di situlah
area di mana Tennouji-san bisa mengalahkan Hinako.
Aku bisa menjaminnya karena aku
mengetahui sifat asli Hinako.
Tennouji-san mungkin bisa lebih
bersinar dari Hinako jika dia terlibat dengan orang lain.
“…Kurasa, mungkin itu ada
benarnya.”
Tennouji-san yang mendengarkan
perkataanku, menganggukkan kepalanya.
“Karisma... bisa menyatukan
orang... ya, rasanya sangat masuk akal ketika kamu mengatakannya begitu. Itu
pasti kelebihanku. Aku merasa tidak akan kalah meskipun Konohana Hinako adalah
lawanku.”
Dengan menuangkan sensasi ambigu
ke dalam kata-kata, dia dapat menyadari dengan jelas perasaannya sendiri.
“Selain itu... jika kamu yang
mengatakan itu padaku, aku merasa jadi lebih percaya diri.”
Tennouji-san menatapku dan
menggumamkan itu, ada tekad kuat yang terpancar di matanya.
“Terima kasih banyak,
Itsuki-san. Sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan.”
Tennouji-san menundukkan
kepalanya.
Nada suaranya tidak menunjukkan
keraguan sama sekali.
“Untuk saat ini, kurasa tidak
ada salahnya untuk mencoba menjadi ketua OSIS.”
“Ketua OSIS?”
“Ara, memangnya kamu tidak
tahu? Pemilihan ketua OSIS Akademi Kekaisaran akan diadakan di bulan depan. Aku
sebenarnya tidak berencana untuk berpartisipasi karena ada urusan pekerjaan di
keluarga, tetapi…. Sekarang aku memutuskan untuk mencalonkan diri.”
Dalam sekejap, dia tampaknya
sudah merencanakan rencana yang sangat spesifik.
Akademi Kekaisaran, tempat di
mana siswa berbakat dan bertalenta berkumpul. Demi menjadi ketua OSIS di sana,
dibutuhkan namanya usaha yang luar biasa. Bahkan Tennoji-san pasti akan
mengalami kesulitan.
“Jika ada yang bisa aku lakukan
untuk membantu, jangan sungkan untuk memberitahuku. Aku akan membantumu sebisa
mungkin.”
“Tentu saja. Jika saatnya tiba,
aku akan Itsuki-san merasa sangat bangga sepnuhnya.”
Kepercayaan diberikan melalui
tatapan mereka.
Kurasa aku harus berusaha
sekuat tenaga sekarang untuk membalas kepercayaan itu.
“Sekarang, mari kita kembali.”
“Ya.”
Aku kembali ke tempat yang lainnya
bersama Tennouji-san.
“Ngomong-ngomong, Itsuki-san.
Bekas merah di punggungmu, apa itu dari Hirano-san?”
“Ah, enggak juga, kurasa
mungkin ada bekas dari Narika juga. Entah kenapa dia mendadak memukulku tadi.”
“.....”
Tennoji-san menunjukkan
ekspresi yang rumit di wajahnya.
“... Aku ingin menulis namaku
di sana, tapi sayangnya tidak punya pulpen. Jadi maafkan aku karena melakukan
ini. Eiii!”
“Aduh, sakit?!”
Tennouji-san tiba-tiba memukul
punggungku.
Dari tadi aku merasa penasaran,
mereka suka menepak punggungku sampai meninggalkan bekas...?
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Yuri)
Beberapa menit telah berlalu
sejak Itsuki dan Mirei pergi menuju mesin penjual otomatis.
Yuri diam-diam mengamati mereka
berdua saat mereka kembali.
“Kami membawa minuman untuk
kita semua.”
Itsuki membawa tiga kaleng,
sementara Mirei membawa dua kaleng, totalnya ada lima kaleng minuman. Salah
satu kalengnya sudah dibuka tutupnya. Sepertinya Itsuki yang meminumnya.
(Oh...
ini mungkin ada sesuatu yang terjadi)
Jarak antara Itsuki dan Mirei
terlihat sedikit lebih dekat daripada sebelumnya.
Sebelumnya, Mirei telah
berkonsultasi dengan Yuri. Mungkin Mirei sudah membicarakan masalah itu dengan
Itsuki. Dilihat dari sikap mereka, sepertinya Mirei mendapatkan jawaban yang
diinginkannya.
(Aku
tadi berpura-pura tidak menyadarinya, tapi sepertinya ia dan Miyakojima-san
juga melakukan sesuatu bersama... Sepertinya keduanya membuat kemajuan yang
baik)
Yuri juga menyadari bahwa Itsuki
dan Narika pergi ke area di balik bebatuan.
Jarak di antara mereka berdua
juga semakin dekat.
Bagi Yuri yang mendukung
keduanya, hal ini merupakan hasil yang menggembirakan.
(...
Hm?)
Tiba-tiba, Yuri menyadari bahwa
Hinako yang berada di sebelahnya terlihat bertingkah aneh.
Hinako yang biasanya selalu
memiliki senyuman manis... sekarang memasang ekspresi yang sedikit pahit.
“Ada apa, Konohana-san?”
“Tidak, bukan apa-apa.”
Meskipun dia berkata begitu, tapi
ekspresi Hinako masih terlihat tetap tegang.
Pandangannya terus tertuju pada
dua orang di depannya... Itsuki dan Mirei yang tampaknya sedikit lebih mesra
daripada sebelumnya.
Rasanya seakan-akan dia merasa
tidak nyaman dengan hubungan mereka berdua――――.
(Mengapa
dia memasang ekspresi seperti itu...? Bukannya Konohana-san tidak menyukai
Itsuki?)
Yuri memiringkan kepalanya
dengan keheranan.
◆◆◆◆
(Sudut Pandang Itsuki)
Tanpa disadari, langit telah berubah
menjadi gelap.
Mungkin karena siang hari lebih
panjang pada musim panas, jadi rasanya sulit untuk membedakan antara siang dan
malam. Kami tidak tahu kapan sore berlalu begitu saja, karena kami menikmati
waktu yang menyenangkan.
Karena cuacanya perlahan-lahan mulai
terasa dingin, kami semua akhirnya keluar dari laut.
Setelah mandi dan berganti
pakaian, kami berkumpul lagi dan persiapan untuk barbekyu sudah dilakukan.
“Kami telah menyiapkan set
barbekyu.”
Shizune-san berkata dengan
sopan sambil membungkukkan kepalanya.
Ada panggangan beserta arang
dan alat-alat seperti gunting arang, serta berbagai macam makanan seperti
daging dan sayuran. Kelihatannya kami bisa mulai memasaknya kapan saja.
“Rasanya sudah lama sekali
sejak terakhir kali aku melakukan ini di Jepang.”
“Di Jepang?”
Komentar Tennouji-san membuatku
bertanya-tanya.
“Di negara-negara seperti
Amerika, barbekyu sangat umum diadakan dalam pesta rumahan. Itu juga merupakan
salah satu bentuk kegiatan sosial.”
“Jadi begitu ya...”
Rupanya itu merupakan topik
yang global.
Namun, jika dipikir-pikir lagi,
kurasa itu wajar saja. Kekuasaan para Ojou-sama di sini tidak terbatas hanya di
dalam negeri. Hinako juga pasti memiliki banyak pengalaman di luar negeri.
“Ngomong-ngomong, apa kamu
sendiri yang memanggang dagingnya di pesta barbekyu tersebut?”
“Hm? Bukannya barbekyu adalah
makanan yang dimasak oleh koki profesional?”
“...Bagi masyaratakat biasa
seperti kami, kami biasanya memasaknya sendiri.”
Ini bukan tentang mana yang
benar atau salah, tapi sepertinya dia salah paham.
Kemudian, Tennoji-san terlihat
gelisah.
Narika juga menunjukkan gerakan
serupa.
“...Bagaimana kalau kali ini kita
mencoba memasaknya sendiri?”
“Y-Ya, aku ingin mencoba
melakukannya sendiri!"
“Ak-Aku juga ingin mencobanya
sendiri...!”
Para Ojou-sama ini memiliki
rasa penasaran yang besar.
Kelihatannya bukan hanya Tennouji-san
saja, tetapi Narika juga belum pernah mencoba membuatnya sendiri.
“Kalau gitu, ayo kita buat
bersama-sama.”
Yuri berseru dengan penuh semangat.
Jika Tennoji-san dan Narika
tidak punya pengalaman, maka Hinako juga mungkin tidak punya pengalaman.
Namun, jika ada Yuri yang sudah
biasa menyajikan masakan untuk pelanggan, maka seharusnya tidak ada masalah.
“Baiklah, kalau begitu kami
akan bersiaga di sebelah sana. Jika ada yang dibutuhkan, silakan panggil kami
kapan.”
Shizune-san membungkukkan
kepalanya dan pergi menjauh dari kami.
Pantai ini bersebelahan dengan
taman kemah dan dilengkapi dengan fasilitas air untuk mencuci piring di antara
pantai dan taman.
Pertama-tama, kami membawa
bahan makanan ke tempat cuci piring bersama-sama.
“Baiklah, mari kita mulai
dengan mencuci sayuran terlebih dahulu.”
Yuri menempatkan kedua
tangannya di pinggangnya dan memulai dengan semangat.
Lalu, aku tiba-tiba memiliki
pertanyaan.
“Ngomong-ngomong, apa di antara
kalian ada yang pernah memasak sebelumnya...?”
Para Ojou-sama menggelengkan
kepala mereka.
Sudah
kuduga bakal begitu, gumamku dalam hati.
Tampaknya para Ojou-sama belum
pernah mencoba memasak sebelumnya.
“...Kurasa kita harus berusaha
keras.”
Setelah beberapa saat
keheningan, Yuri bergumam.
Kata-kata “terutama aku” disembunyikan oleh kelembutan Yuri.
Meskipun aku tidak memiliki
pengalaman dalam barbekyu, aku sudah sering menggoreng bahan makanan dengan
wajan murah. Jadi sepertinya lebih baik jika aku aktif membantu.
Hinako membungkuk sedikit kepada
Yuri dengan nada meminta maaf.
“Tolong beri petunjuk dan
bimbinganmu.”
“Tentu saja. Yah, barbekyu
hanya tentang memotong dan memanggang, jadi kurasa itu tidak terlalu sulit.
...Untuk pisau, aku dan Itsuki yang akan menggunakannya. Bagaimana jika
Konohana-san dan yang lainnya melakukan persiapan sederhana yang lain. Secara
spesifiknya...”
Yuri memberikan instruksi
dengan cepat.
Setelah melihat bahan makanan
dan aluminium foil yang dibawa, Yuri melanjutkan.
“...Gimana kalau kita membuat
kentang panggang dengan aluminium foil juga? Apa kamu bisa menolongku dengan
mengupas kulit kentang di sana? Silahkan letakkan kentang yang sudah dicuci di
sini.”
“Baik, kami mengerti.”
Ketiga Ojou-sama itu, Hinako dan
yang lainnya, mengambil kentang dan alat pengupas kulit.
Sementara Hinako dan yang
lainnya memasak kentang, aku dan Yuri mengurus sayuran lainnya.
“Yuri, apa bawang bombay
dipotong melingkar?”
“Ya. Oh iya, tolong ambilkan
jamur eringi di sana.”
Aku memberikan bungkusan jamur
eringi kepada Yuri.
Itu adalah merek yang belum
pernah kulihat sebelumnya. Bungkusnya sendiri berwarna emas mengkilat.
“... Aku belum pernah menggunakan
bahan makanan dengan kualitas tinggi seperti ini.”
“... Sudah kuduga, ini memang
luar biasa, ya?”
“Tentulah. Oh iya, dan untuk
dagingnya, semuanya adalah peringkat BMS12.”
“BMS ...?”
“Gampangnya, itu adalah
peringkat tertinggi yang bisa dicapai. Bahkan ada Chateaubriand juga.”
Aku hanaya mengetahui peringkat
daging seperti A5 atau B4, tapi tampaknya ada standar peringkat lain yang
digunakan.
Mungkin bawang merah ini juga
mahal. Berbeda dengan jamur shimeji, yang hanya dibungkus dalam jaring, jadi
aku tidak tahu mereknya, tapi aku memutuskan untuk memperlakukannya dengan
lebih hati-hati dari biasanya.
Pertama-tama, aku memotong
ujung kedua bawang merah dengan pisau terlebih dahulu supaya membuat kulitnya
mudah dikupas.
“Kamu kelihatannya sangat
terampil dalam memasak.”
“Karena aku sudah melakukan
banyak hal ketika aku masih kecil. Memasak, menjahit, semuanya adalah tugasku
di rumah.”
Kalau diingat-ingat, aku belum
pernah menunjukkan keterampilan memasakku di hadapan Yuri.
Selama acara mencicipi makanan,
aku menawarkan untuk membantunya beberapa kali, tapi Yuri selalu menolak dan
memintaku untuk bersantai saja.
Entah kenapa rasanya sedikit
segar.
Sambil terkadang terkesan
dengan keahlian Yuri, aku menikmati proses memasak.
“Kamu selalu mendapatkan nilai
bagus di pelajaran tata boga sejak dulu. Bahkan guru sering memujimu.”
Yuri berkata demikian sambil
meletakkan pisaunya.
Aku samar-samar memiliki
kenangan tentang itu.
“Kalau dipikir-pikir, Akademi
Kekaisaran memang tidak memiliki mata pelajaran tata boga.”
“Hee~. Kurasa wajar saja jika
Ojou-sama menyerahkan tugas memasak dan menjahit kepada para pelayan.”
“Ya, kamu benar. ... Kalau
berpikir demikan, kurasa memang tidak mengherankan jika mereka tidak bisa
memasak.”
Pemotongan bawang merah sudah
selesai.
Baiklah, kira-kira bagaimana
keadaan para Ojou-sama itu?
Aku memeriksa mereka untuk
memastikan semuanya baik-baik saja.
“Aku paham! Kamu harus
memegangnya dengan cara seperti ini!”
“Tidak, sudut pisau itu ...
harus dipegang dengan tangan terbalik.”
Mereka bahkan belum mulai
mengupas kentangnya.
Tennouji-san dan Narika sedang
membahas cara memegang alat pengupas. Sementara itu, Hinako justru hanya berdiri
diam sambil memiringkan kepala, mencoba memasukkan jari ke dalam lubang
pegangan dan memutar-mutar pengupas kulit. Meskipun dia tetap tenang sebagai
seorang Ojou-sama yang sempurna, tapi dia sepertinya juga tidak tahu cara
menggunakannya seperti yang lainnya.
“... Sepertinya aku perlu
mengajarkan mereka cara menggunakan alat pengupas terlebih dulu.”
Terutama Tennoji-san yang
memegang pengupas kulit dengan cara yang agak berbahaya.
Saat aku melirik ke arah
Shizune-san yang berada di kejauhan, dia tampak sangat tegang sambil menatap ke
arahku. Penampilannya yang biasanya anggun berubah menjadi aneh dan langka,
tapi aku khawatir dia akan marah jika aku membiarkan mereka begitu terus, jadi
aku segera pergi ke tempat ketiga Ojou-sama itu.
“Tomonari-san! Jawaban siapa
yang benar!?”
“Kalian semua salah memegangnya.
Begini cara yang benar untuk memegangnya—”
Baik Tennouji-san maupun Narika,
keduanya berpendapat kalau jawaban mereka benar, Gahn! Rasanya seolah-olah aku bisa mendengar efek suara itu, tapi
aku mengabaikannya.
Aku menjelaskan secara rinci
cara menggunakan pengupas dan cara menghilangkan kecambah kentang.
Meskipun mungkin terlihat sulit
bagi orang lain, tapi aku tidak terlalu khawatir. Mereka adalah para Ojou-sama
dari Akademi Kekaisaran yang cerdas. Setelah diberi pengetahuan yang benar,
mereka akan dengan cepat menggunakan kecerdasan mereka dan beradaptasi.
Aku kembali ke tempatku setelah
melihat Hinako dan yang lainnya mulai mempersiapkan bahan makanan.
Setelah selesai memotong semua
bawang bombay, aku mulai mempersiapkan jamur shiitake berikutnya.
Ketika aku menghilangkan
batangnya dan membuat sayatan pada permukaan tutupnya, aku menyadari kalau Yuri
yang ada di sebelahku, menatapku dengan tatapan tajam.
“Aku terkejut... Kamu benar-benar
sudah terbiasa ya?”
“Aku bisa dibilang terbiasa
sedikit dengan memasak, meskipun tidak sebaik kamu sih...”
“Bukan itu yang aku maksud...”
Yuri menaruh tumpukan jamur
eringi yang telah dipotong secara vertikal di atas piring.
“Kamu kelihatannya sudah
terbiasa mengajar beberapa hal kepada para Ojou-sama itu... Mereka juga
mendengarkan penjelasanmu dengan serius, apa kamu sering melakukan interaksi
semacam ini?”
Yuri bertanya sambil mencuci
paprika dengan air.
“Karena kami telah menghabiskan
banyak waktu bersama-sama. Kami telah membangun sedikit hubungan kepercayaan.”
“Hmmm... Kamu memang hebat.
Dapat diandalkan oleh orang-orang dari Akademi Kekaisaran itu.”
Yuri meneteskan air dari mulut
keran ke setiap potongan paprika.
“...Aku penasaran, kemana perginya
Itsuki yang selama ini aku urus.”
Yuri bergumam sambil
menundukkan pandangannya.
Wajahnya terlihat sedikit
kesepian.
◆◆◆◆
“Baiklah, sekarang! Dagingnya
sudah matang!”
Daging yang dipanggang bersama
sayuran akhirnya siap untuk dimakan.
Aku mendekat dengan piring
kosong, dan Yuri menyisipkan daging ke atasnya dengan menggunakan tang.
“Rasanya sangat enak sekali!”
“Iya. Rasanya luar biasa
lezat!”
Kami mencicipi berbagai jenis
daging, mulai dari yang dibumbui dengan garam dan merica hingga yang dibumbui
dengan saus. Para Ojou-sama yang memiliki lidah yang terlatih juga tampak
sangat puas.
“Semua kerja keras itu terasa
sepadan setelah menikmati ini.”
“Benar sekali! Itu sangat tepat
sekali, Konohana-san! Itulah kepuasan dari memasak!”
Setelah mendengar ucapan
Hinako, Yuri yang merupakan seorang koki, berbicara dengan penuh gembira.
“Makanan yang kamu buat dengan
susah payah itu rasanya lebih enak, ‘kan? Tapi ketika seseorang memakannya dan
mengatakan bahwa itu enak, itu akan membuatmu merasa lebih bahagia.”
Yuri berbicara dengan penuh semangat.
Setelah mendengar ceritanya,
Tennouji-san dan Narika tiba-tiba mulai memanggang daging dan sayuran.
“Tomonari-san, dagingnya sudah
matang.”
“Itsuki, bawang bombay sudah matang.”
Daging dan bawang bombay
diletakkan di atas piring.
Mungkin bagi para Ojou-sama ini,
hanya memanggang saja sudah cukup untuk membuat hidangan.
“Ummm, dua-duanya terasa enak.”
Ekspresi kedua Ojou-sama itu
tersenyum berseri-seri.
“Makanan yang dibawa oleh
Hirano-san juga enak.”
“Terima kasih. Aku mendapatkan
bahan makanan yang baik dari tempat kerja paruh waktuku.”
Piring kertas yang dipegang
oleh Hinako tidak hanya berisi daging dan sayuran panggang, tetapi juga
beberapa hidangan yang telah disiapkan Yuri sebelumnya di hotel.
Dia membawa beberapa hidangan
karena merasa bahwa hanya memanggang daging dan sayuran saja mungkin tidak
cukup. Dia ingin menerapkan teknik yang telah dipelajari di tempat kerjanya.
“Aku merasa bahwa kemampuan
memasakku masih jauh dari cukup, tetapi aku masih percaya pada lidahku.
...Tentu saja, selain bahan makanan yang baik, rasa yang dalam dan halus ini
tidak dapat diciptakan tanpa berbagai percobaan yang lama. Aku merasakan
kesungguhan Hirano-san dalam masakannya.”
“Hmm, hehe ... Aku menjadi malu
ketika kamu memujiku seperti itu.”
Dia pasti merasa senang ketika
dipuji oleh seseorang seperti Tennouji-san, yang sepertinya memiliki lidah yang
sangat peka. Yuri tersenyum bahagia dengan pipi yang memerah.
“Hamburger ini juga sangat lezat,
tapi daging di sini juga enak. Kira-kira ini hidangan apa?”
“Itu adalah shōgayaki. Aku
senang kamu menyukainya.”
“Gorengan ini ini juga lezat.
Rasanya ingin membuatku jadi makan lebih banyak!”
“Itu adalah menchi katsu. ...
Aku penasaran apa para Ojou-sama tidak makan shōgayaki atau menchi katsu?”
Kalau diingat-ingat lagi, aku menyadari
bahwa menu-menu semacam ini tidak tersedia di kantin Akademi Kekaisarab.
Mungkin para Ojou-sama tidak
terbiasa dengan hidangan-hidangan yang tergolong sebagai hidangan gourmet
kelas-B.
“Tomonari-kun, apa yang biasanya
kamu makan di rumah Hirano-san?”
"Hmm? Kalau tidak salah
... hamburger, menchi katsu, dan shōgayaki.”
Ketika ditanya oleh Hinako
dalam mode Ojou-samanya, aku berusaha mengingat-ingat dan menjawabnya.
Kemudian, suasana yang
sebelumnya ramai dan riang, tiba-tiba berubah menjadi hening.
Setelah melihat sekilas hidangan
yang dibawa oleh Yuri, Tennouji-san membuka mulutnya.
“ ... Semua makanan yang ada di
sini kebanyakan hidangan favorit Tomonari-san.”
“!? Ah, itu ... itu hanya
kebetulan! Ya, cuma kebetulan saja!”
Yuri berusaha membela diri
dengan panik.
“Ap-Apa boleh buat! Itsuki
adalah pencicip makananku, jadi hidangan yang aku kuasai cenderung sesuai
dengan selera Itsuki!”
Kupikir mungkin memang begitu
masalahnya, tapi para Ojou-sama itu bertanya-tanya dengan keheranan sambil memberikan
respon yang sesuai.
“Namun, ini... rasanya
benar-benar enak, ya.”
Sambil mencicipi masakan Yuri,
Shizune-san bergumam dengan kagum.
“Saya jadi memahami mengapa
bisnis keluarga Anda sangat sukses. ...Daging panggangnya juga sangat lembut.
Hirano-sama, apa Anda melakukan sesuatu yang khusus dengan ini?”
“Eh, daging itu disuntik dengan
jus apel menggunakan injektor daging. Karena dagingnya sudah bagus, jadi ini
lebih seperti perubahan rasa daripada membuatnya menjadi empuk.” kata Yuri
sambil menunjukkan benda yang seperti jarum suntik berwarna perak di tangannya.
Sebelum memanggang daging, Yuri
memberikan penjelasan ringkas. Ternyata ada teknik untuk membuat daging menjadi
lembut dengan merendamnya dalam jus buah, tetapi dengan menggunakan alat
seperti jarum suntik itu, jus buah dapat dimasukkan ke dalam daging sehingga dalam
waktu singkat, daging tebal bisa menjadi lembut dan rasanya dapat meresap
hingga ke tengahnya.
“Hirano-sama, Anda bekerja
paruh waktu di Karuizawa karena ingin meningkatkan kemampuan memasak Anda,
bukan?”
“Ya, tapi...”
“Jika Anda berkenan, apakah
Anda ingin bekerja di rumah kami juga?”
“Hah!?”
Shizune melanjutkan saat
melihat mata Yuri terbuka lebar.
“Karena Anda pasti menghadiri
sekolah pada hari kerja, maka bisa di hari libur... Bekerja sekali seminggu pun
sudah cukup. Jika Hirano-sama setuju, kami akan mempertimbangkannya.”
Permintaan yang tiba-tiba
membuat Yuri kaku dan terdiam. Dengan suara berderit layaknya robot yang
rongsok, dia perlahan memalingkan kepalanya yang kaku ke arahku.
“I-Itsuki... apa yang harus aku
lakukan...”
“Tidak, meskipun kamu bertanya
begitu padaku, aku juga tidak tahu...”
Hal tersebut juga merupakan
permintaan yang tiba-tiba bagiku. Ketika kami berdua masih terkejut, Shizune
membuka mulutnya.
“Anda tidak perlu takut seperti
itu. Bagi kami, ini seperti Hirano-sama memegang kelemahan kami dan ini seperti
biaya diamnya.”
“Kelemahan... ah, maksudmu
tentang Itsuki.”
Hal ini pasti berkaitan dengan
fakta bahwa aku menyamar dan bersekolah di Akademi Kekaisaran dengan identitas
palsu. Jadi begitu rupanya, aku mulai memahami jalan pikiran Shizune-san.
Dia mungkin benar-benar tulus
ingin mengundang Yuri sebagai seorang juru masak. Namun, selain itu, dia juga
ingin melibatkan Yuri yang mengetahui situasiku sebanyak mungkin dalam keluarga
Konohana.
Mungkin hal ini terdengar
kasar, tapi dia ingin meletakkan tali pengikat di lehernya. Dia ingin Yuri
berada di tempat yang bsia diawasi sebanyak mungkin.
“...Karena ada urusan dengan
restoran keluargaku juga, tolong beri aku sedikit waktu untuk memikirkannya.”
“Baik, saya akan menunggu
jawaban anda.”
Shizune-san menganggukkan
kepala sebagai tanggapan serius dari Yuri.
Keluarga Yuri pasti juga sibuk.
Pasti ada banyak hal yang harus dia diskusikan.
Namun, bagi Yuri yang ingin
meningkatkan kemampuan memasaknya, tawaran tersebut pasti sangat menggiurkan.
Matanya berkobar dengan ambisi yang membara.
Setelah itu, kami terus memakan
dan berhasil menyantap semua makanan barbekyu sekaligus masakan Yuri.
“Ah, aku kenyang sekali.”
Tennouji-san mengusap perutnya
dengan puas.
“Kalau begitu, penutupnya harus
yang ini!”
Yuri berkata demikian sambil
mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Itu adalah kantong besar dan datar. Di
dalamnya terdapat banyak tabung panjang dan tipis.
Itu adalah bungkusan kembang
api. ...Sejak kapan dia menyiapkan semuanya?
“Hirano-san, apa itu sebenarnya...?”
“Eh, kamu tidak tahu? Ini
adalah kembang api.”
“Kembang api? Maksudmu benda
yang ditembakkan ke langit itu, ‘kan? Memangnya kembang api itu berasal dari
sesuatu yang sekecil itu?”
Hinako dan Tennouji-san
terlihat keheranan.
Begitu rupanya. Tampaknya para
Ojou-sama ini hanya tahu tentang kembang api yang ditembakkan ke langit.
“Ini jenis kembang api yang
dipegang dengan tangan... Coba lihat.”
Yuri kemudian menyalakan ujung
kembang api dengan pemantik api.
Setelah beberapa saat, percikan
api berwarna kuning mulai muncul.
“I-Itu terbakar!? Air! Tolong
bawakan air!”
“Tidak apa-apa. Ini adalah
sesuatu yang bisa kita nikmati dengan melihatnya.”
Yuri menjawab dengan tenang
kepada Tennouji-san yang panik.
Setelah memahami bahwa ini
adalah jenis kembang api yang dipegang dengan tangan, para Ojou-sama tersebut
diam-diam menatap percikan api yang meletup-letup dengan suara pelan.
“Indahnya.”
“...Benar sekali.”
Rupanya, ini merupakan pertama
kalinya bagi para Ojou-sama merasakan kegembiraan kembang api genggam. Kalau
dipikir-pikir, saat aku masih kecil, sepertinya aku juga pernah memiliki
kilauan mata seperti mereka berdua.
“Apa Narika sudah tahu jenis
kembang api semacam ini?”
“Ya. Sesekali di musim panas,
terkadang aku melihatnya dijual di toko permen yang sering aku kunjungi. Tapi
ini pertama kalinya aku melihatnya benar-benar dinyalakan. ... Terlihat
berwarna-warni dan menarik.”
Narika juga terpesona dengan
kembang api tersebut.
“Ada banyak jenis kembang api
lainnya, jadi mari kita bersenang-senang sepenuhnya!”
Yuri berusaha memperkenalkan
berbagai jenis kembang api.
Ketika kami semua bermain
bersama seperti ini, rasanya seolah-olah dinding transparan antara kelas sosial
yang berbeda mulai hilang melebur ke dalam kegelapan malam. Narika dan Hinako
yang menunjukkan antusiasme terhadap kembang api genggam, sangat mirip dengan
diriku dan Yuri saat kami masih kecil.
Meskipun kami hidup di dunia
yang berbeda, ini adalah bukti bahwa kami dapat berbagi satu perasaan yang
sama.
“Semuanya, minuman sudah
disiapkan.”
Ketika kami sedang kelelahan
setelah bermain sejenak, Shizune-san memanggil kami.
“Kebetulan sekali saat aku
merasa haus.”
“Aku juga sama. Aku mungkin tak
sengaja menghirup asapnya.”
Hanya ada beberapa kembang api
yang tersisa. Jika semuanya habis, kami akan berencana kembali ke Karuizawa.
Meskipun kami tahu bahwa suatu
saat nanti akan berakhir, tapi kami ingin memperpanjangnya selama mungkin. Kami
ingin menikmati hari itu dengan hati-hati dan mengingatnya sampai akhir. Aku
memahami perasaan itu.
Terutama para Ojou-sama yang khususnya
sangat sibuk. Kurasa mereka jarang sekali mendapatkan kesempatan untuk
menikmati hari seperti ini. Pertama kali berada di laut yang bukan pantai
pribadi, pertama kali di acara barbekyu di mana mereka memasak bahan daging
sendiri, dan pertama kali bermain-main dengan kembang api genggam. Hari ini pasti
menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi para Ojou-sama.
“Fyuh...”
Hinako yang berdiri di
sampingku, menghela nafas pelan.
Setelah memastikan tidak ada
orang di sekitar, aku berbicara dengan Hinako.
“Hinako, kamu kelihatan lelah.”
“...hanya sedikit.”
Hinako memang terlihat
kelelahan, tapi dia juga terlihat penuh dengan kepuasan.
Meskipun ada kelelahan karena
berakting, mungkin dia juga lelah karena bermain. Lagipula, kami sudah bermain
sepanjang hari ini. Bukan hanya Hinako saja, bahkan aku juga merasa lelah.
Aku melihat sekelilingku sekali
lagi.
Semua orang kecuali kami berdua
sedang pergi mengambil minuman.
Sekarang tidak ada yang melihat
kami.
“Ayo kita duduk di sini
sebentar.”
“Mm.”
Hinako dan aku duduk berjongkok
di pantai.
“...Aku juga ingin memberi
sesuatu untuk dimakan Itsuki.”
Hinako mengatakan dengan sedih.
Ketika sedang berakting, dia
tidak bisa melakukan hal yang dia inginkan.
Aku merasa kasihan pada beban
yang dibawa Hinako.
“Kalau begitu, bolehkah aku
memintamu membuatkan sesuatu setelah kita pulang?”
“...Mm. Nantikan itu dengan
senang hati, ya.”
Hinako berkata dengan senang.
Bahkan jika aku mendapat mie
instan, aku akan merasa senang jika Hinako yang membuatkannya untukku.
“Apa kamu menikmati kembang api
tadi?”
“Mm. Itu menyenangkan.”
Hinako mengangguk dengan ceria.
“Itsuki, apa kamu pernah bermain
kembang api sebelumnya?”
“Iya. Meski sebenarnya tidak
terlalu sering, sih. Aku tidak punya waktu untuk bermain dan juga tidak punya
uang.”
Jadi, itulah mengapa rasanya
sudah lama aku tidak bermain kembang api.
Kalau dipikir-pikir, kupikir
kembang apinya memiliki warna seperti ini.
“Hanya saja, aku sering bermain
kembang api lilin.”
“Kembang api lilin...?”
“Iya. Tunggu sebentar, aku akan
mengambilnya."
Aku mengeluarkan beberapa
kembang api lilin dari kantong kembang api yang dibawakan Yuri.
Aku kembali ke dekat Hinako dan
segera menyalakan salah satunya.
“Dengan cara ini, kita nyalakan
ujungnya... dan perlahan arahkan ke bawah.”
Apinya merambat seperti bunga
kecil dalam sekejap. Api segera mencoba untuk menyusut ke dalam dan membentuk
bola berwarna oranye.
Percikan api terus-menerus
beterbangan dari bola yang sedikit bergetar.
“Wah...”
“Cantik sekali bukan?”
“Hmm. Rasanya berbeda dengan
kembang api sebelumnya... Aku juga ingin mencobanya.”
“Aku sudah menduga kalau kamu
akan mengatakannya, jadi aku membawa banyak. Aku yang akan menyalakan apinya.”
Karena aku tidak yakin
memberikan korek api kepada Hinako, jadi aku yang akan menyalakannya sebagai
gantinya.
“Wah...”
Hinako memandangi kembang api
lilin dengan mata berbinar.
“Kenapa Itsuki sering bermain
ini?”
“... Yah, karena itu murah.”
Aku mengatakan itu dengan
sedikit ragu karena aku takut merusak suasana.
Namun, Hinako sepertinya tidak
peduli sama sekali.
“Kembang api itu murah dan
bertahan lebih lama dibandingkan kembang api lainnya. Kupikir itu sebabnya
orang tuaku membelikannya untukku. ...Itu adalah salah satu dari sedikit bentuk
hiburan yang aku punya saat itu, jadi aku meluangkan waktu untuk bermain
dengannya, satu demi satu, satu hari pada satu waktu. Aku mencoba menyimpannya
selama mungkin, atau sengaja menggoyangkannya agar bentuknya berubah....Mau
bagaimanapun, kurasa aku paling suka kembang api lilin.”
Ngomong-ngomong, orang tuaku pernah
mencoba melihat apakah kembang api bisa digunakan sebagai pengganti lilin.
Namun, segalanya tidak berjalan baik dan seluruh keluarga menjadi depresi. Jika
semuanya berjalan baik, kami bisa menghemat uang untuk membeli makanan.
Kurasa mungkin episode itu juga
termasuk dari salah satu kenanganku.
Menatap bola api yang berderak
membawa kembali kenangan baik dan buruk.
Dibandingkan dengan masa lalu,
aku pasti menjalani kehidupan yang lebih baik sekarang. Karena itulah aku tidak
mempunyai keinginan sedikitpun untuk kembali ke masa lalu. Namun, sepertinya
aku pun memiliki perasaan nostalgia.
Aku ingin mengonfirmasi
perasaan ini, bahkan jika masa laluku tidak begitu baik.
“Apa hal ini sesuatu yang
berarti bagimu, Itsuki?”
Hinako bertanya sambil menatap
kembang api lilin.
“...Yah, mungkin bisa dibilang begitu.”
Mungkin ini adalah salah satu
hal yang benar-benar berarti bagiku.
Pada saat ini, aku menyadari
hal itu.
“Kalau begitu, aku juga...”
Hinako bergumam sambil menatap
kembang api di tangannya.
Wajah cantiknya yang terpapar
cahaya oranye yang indah, perlahan berbalik ke arahku dan tersenyum.
“Aku juga... ini yang paling
kusukai.”
Hinako berkata dengan senyuman
lembut.
Wajahnya... entah mengapa
terlihat lebih cantik dari biasanya.
Suara desiran ombak dan suara
petasan dari kembang api di tangannya tiba-tiba menjadi samar. Satu-satunya
yang bisa kulihat hanyalah senyuman lembut dan rapuh Hinako yang diterangi oleh
cahaya berkedip-kedip dari kembang api.
Detak jantungku tenang.
Tapi pikiranku tetap kacau.
Aku ingin terus melihat wajah
itu selamanya.
Perasaan nostalgia yang
menghinggapi hatiku berubah menjadi perasaan yang lebih tenang dan hangat.
“Kalian berdua! Minumanmu akan
dingin nanti!!”
Suara keras Tennouji-san
terdengar dan aku kembali tersadar.
Sepertinya Hinako sudah pulih
sepenuhnya.
Aku juga merasa haus, jadi ayo
pergi ke tempat yang lain.
“Ayo pergi.”
“Mm... gendong aku.”
“Jangan sekarang, karena
mungkin ada yang melihat kita.”
“Cih...”
Aku tersenyum getir kepada
Hinako yang mencoba untuk bertingkah manja setiap kali ada kesempatan.
Dalam suasana seperti ini,
hampir saja aku meresponsnya.
Aku berjalan bersama Hinako.
Di tengah perjalanan, tanpa
sadar aku melindungi punggungku dengan kedua tangan.
“......Itsuki?”
“Ah, tidak, hari ini aku sering
dipukul di bagian punggung. Aku tidak begitu mengerti, tapi tempat yang dipukul
Yuri juga dipukul Narika dan Tennouji-san...”
“Hmm...”
Karena hal seperti itu terjadi
berturut-turut, jadi aku secara refleks melindungi punggungku. Lalu, Hinako
kelihatannya memikirkan sesuatu.
“.....Baju renang yang Itsuki
pakai hari ini, dibeli di toko mana?”
“Aku yakin itu adalah toko yang
berafiliasi dengan grup Konohana...”
Jawabku sambil mengingat toko
tempat kami semua singgah sebelum datang ke pantai.
“Di mana Itsuki biasanya
tinggal?”
“Di rumah keluarga Konohana.”
“Itsuki biasanya bekerja
bersama siapa?”
“Tentu saja, bersama Hinako.”
Aku berpikir apa yang dia ingin
tanyakan, dan Hinako mengangguk dengan puas.
“Kemenanganku yang mutlak...jadi
tidak perlu khawatir.”
“?”
Aku tidak begitu mengerti, tapi
sepertinya Hinako tidak berniat akan memukul punggungku.
Yah, sejauh ini pukulan mereka
bertiga sebelumnya juga tidak terlalu sakit, jadi tidak masalah. ... Tida,
mungkin hanya pukulan Narika saja yang sedikit sakit.
“Itsuki... bagaimana pendapatmu
tentang Hirano-san?”
Tiba-tiba Hinako bertanya
demikian.
“Meski kamu tanya bagaimana,
aku hanya menganggap kalau kami adalah teman masa kecil.”
Setelah aku menjawab begitu,
Hinako menunjukkan ekspresi yang agak aneh.
Entah dia tidak menyukai
jawabanku... atau karena pertanyaannya sendiri kurang baik sehingga dia tidak
bisa bertanya padaku apa yang sebenarnya ingin dia tanyakan, dia tampak
frustrasi.
“... Apa kamu ingin bertemu
dengan teman lamamu, Itsuki?”
Hinako bertanya lagi dengan
sedikit arti yang berbeda dari sebelumnya.
“Yeah, aku mungkin ingin
bertemu kapan-kapan.”
“... Begitu ya.”
Kali ini, Hinako terlihat puas
dan menutup mulutnya.
Karena sudah waktunya untuk
bergabung dengan yang lain, Hinako beralih ke dalam mode Ojou-sama yang
sempurna.
Sambil melihat punggungnya yang
tegap dan lurus, aku miringkan kepala dengan bingung.
Sebenarnya, apa maksudnya
pertanyaan tadi?
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Yuri)
Yuri menikmati minuman yang ada
di dalam gelas. Sepertinya itu adalah minuman olahraga buatan sendiri. Minuman
itu memiliki aroma jeruk yang menyegarkan dan rasa yang sedikit manis.
Minuman yang disiapkan oleh
Shizune, pelayan keluarga Konohana, disajikan dalam gelas yang terlihat sangat
mewah. Dengan tidak menggunakan botol plastik atau cangkir kertas yang praktis,
hal itu menunjukkan keanggunan khas orang kaya dan kecermatan dalam pelayanan.
“Eh, Itsuki dan Konohana-san
ada di mana ya?”
Setelah membasahi tenggorokannya,
Yuri menyadari bahwa Itsuki dan Hinako tidak terlihat sama sekali.
“Kalau dilihat-lihat, mereka memang
tidak ada ya.”
“Kalau gitu bira aku yang akan
mencarinya.”
Yuri mengambil dua gelas untuk
dua orang dan mencari keberadaan Itsuki serta Hinako.
Pada saat pertunjukan kembang api
dimulai, suasana di sekitar mereka seharusnya belum terlalu gelap, tapi Yuri
menyadari bahwa malam sudah semakin pekat sampai-sampai dia tidak bisa melihat
lebih dari beberapa meter ke depan. Keberadaan rembulan juga bersembunyi di
balik awan.
Namun, Yuri dengan mudah
menemukan Itsuki dan Hinako. Karena ada cahaya kembang api yang membimbingnya.
Wajah mereka terkena sinar
percikan kembang api.
Mereka berdua sepertinya tidak
menyadari bahwa Yuri sedang mendekat. Meskipun mereka terkena cahaya, Yuri
berada dalam kegelapan malam. Mungkin mereka tidak bisa melihat dari jauh.
Yuri berusaha memberikan
minuman kepada mereka, tetapi kemudian dia berhenti saat melihat wajah Hinako
yang sedang terkena cahaya kembang api.
(.....Ah)
Ekspresi Hinako yang terkena
cahaya kembang api begitu tenang, ekspresi wajahnya terlihat lebih tenang
daripada sebelumnya.
Itu bukan hanya sekedar ekspresi
yang lembut. Ekspresi wajahnya menunjukkan penuh kasih sayang, menikmati momen
itu, dan merasakan ketenangan yang hampir seperti tidur lelap... Meskipun Yuri
baru mengenalnya dalam waktu singkat, dia dengan cepat menyadari bahwa Hinako
memiliki wajah yang istimewa.
Pada saat itu, Yuri menyadari
sesuatu dengan nalurinya.
(Begitu
rupanya. ...jadi Konohana-san juga memang punya perasaan pada Itsuki.)
Yuri menyadari sifat sebenarnya
dari emosi yang dirasakan Hinako.
Dia mengubah langkahnya yang
semula menuju ke arah dua orang itu, dan malah mengarahkan kakinya ke arah yang
berlawanan.
Mungkin
lebih baik tidak mendekati mereka sekarang. Itulah yang dia
pikirkan.
“.......Eh?”
Tiba-tiba, Yuri menyadari bahwa
langkah kakinya terasa berat.
Angin laut terasa lebih dingin
dari sebelumnya. Kulitnya terasa lebih lembab dengan cara yang aneh.
Itsuki memang memiliki
kelebihan yang membuat lawan jenis tertarik padanya.
Tapi, Yuri tidak pernah
membayangkan bahwa dirinya begitu... begitu dicintai oleh banyak gadis.
(Aku
penasaran... apa-apaan dengan perasaan ini?)
Kekacauan dalam dirinya semakin
membesar.
Itsuki yang dikenal oleh Yuri
adalah seorang pemuda yang agak canggung dan tidak menonjol.
Itsuki yang dikenal oleh Yuri
adalah seorang pria yang merasa gugup ketika berbicara dengan lawan jenis.
Bahkan penampilannya pun
begitu. Itsuki yang dikenal oleh Yuri tidak pernah terlihat sekuat dan berotot
begitu.
Jika diperhatikan dengan
seksama, sikapnya pun aneh. Itsuki yang dikenal oleh Yuri tidak memiliki
pungguk yang tegak seperti itu.
Beberapa hari yang lalu, saat
mereka makan bersama di kamar, Yuri berpikir kalau Itsuki tidak berubah sama
sekali…... Tapi ketika mereka menghabiskan waktu bersama, dia mulai menyadari
bahwa itu tidak benar.
Itsuki yang ada dalam pikiran
Yuri dan Itsuki yang nyata di hadapannya tidak lagi sama.
Yuri merasa seolah-olah dia
tidak bisa melihat kekurangan apa pun pada Itsuki yang ada di hadapannya...
“....Tidak.”
Seharusnya tidak boleh begitu.
Dia mencoba menggabungkan dua
citra Itsuki di dalam pikirannya.
Itsuki adalah orang baik dan
disukai oleh banyak orang.
Tapi, bukannya berarti ia tidak
memiliki beberapa kekurangan.
Karena
jika tidak, aku...
Arti penting dari keberadaan
Hirano Yuri......
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya