Chapter 5 —
Kekacauan
“Kalau begitu, sampai jumpa
lagi.
“Ohh~, sampai nanti.”
Ia melambaikan tangan di depan
kelas dan mengucapkan selamat tinggal pada Alisa.
(Haaaahh...)
Kemudian, setelah berbalik dan
membelakangi Alisa, Masachika menghela napas panjang di dalam hatinya.
Kemarin, ia mengantar Alisa
pulang setelah dia tertidur di ruang UKS. Pada akhirnya, saat dirinya bertemu
dengannya pagi ini, Alisa sudah sepenuhnya kembali seperti dirinya yang dulu. Dia
tidak terlihat sedang menjaga jarak atau tertekan. Dia tampak kembali bersemangat,
yang dengan sendirinya membuat Masachika senang, tapi...
(Sekarang
giliran aku yang tidak bisa tetap tenang kali ini.)
Perasaan lembut dan hangat saat
dipeluk. Pengakuan kedua yang diucapkan dengan bisikan. Dan kemudian...
imajinasi seksualitas Alisa yang diungkap dengan jujur dalam bahasa Rusia.
(Tidak,
aku juga sudah mencoba untuk mendengarkannya, tapi... sulit untuk tidak
mendengarnya ketika dia mengatakannya dengan jelas di sampingku!!)
Setidaknya sekarang dirinya
tahu bahwa Alisa cukup bersih dan teliti soal hal itu. Meskipun sebenarnya ia
tidak ingin mengetahuinya, sih.
(Sepertinya…..
aku harus memikirkan arti dari pengakuan Alya, tapi jujur saja, aku tidak bisa
fokus ke sana...)
Ditambah lagi, karena Alisa
sendiri terlihat biasa-biasa saja, Masachika merasa seperti “Mungkin lebih baik
melupakan semuanya” dan mulai kehilangan semangat untuk memikirkannya lebih
dalam.
(Yah,
mungkin ini suatu bentuk pelarian juga...)
Kemarin, Masachika bertekad
untuk tidak melarikan diri lagi, tapi akhirnya malah berputar-putar tanpa arah.
Kenangan itu membaw kembali rasa malu dan penyeladannya, sehingga Masachika
kembali merenungkan dan meminta maaf pada Nonoa dalam hati.
(Aku
benar-benar minta maaf. Aku mencurigainya hanya karena menemani Alya... Semuanya
salah karena si botak pitak itu. Yup)
Sambil menyalahkan orang lain
dengan santai, Masachika mulai melihat ruang OSIS.
“Mmmh.”
Ia lalu berdeham ringan di
depan pintu, mengatur ulang postur dan ekspresi wajahnya, dan kemudian mengetuk
pintu sampai tiga kali.
“Permisi.”
Sambil mengucapkan salam,
Masachika membuka pintu ruang OSIS──
“….Apa-apaan ini?”
Masachika membeku ketika ia
mencengkeram gagang pintu saat melihat pemandangan tak terduga yang menarik
perhatiannya.
Sejumlah piring dan cangkir
kertas berjejer di meja panjang. Di atas piring kertas terdapat makanan manis
khas Barat, seperti canelee dan madeleine, dan juga terdapat banyak cemilan
manis dan jus. Dalam pemandangan tersebut, yang langsung dikenali sebagai toko
manisan, benda yang tampak menonjol adalah jack-o-lantern yang ditempatkan
tepat di tengah meja.
“Oh, aku sudah lama menunggumu loh, Kuzze-kun~. Trick or treat!”
“Ini sudah bulan November, tau.”
Masachika langsung mengomentari
Senpainya, yang mungkin menyiapkan barang-barang ini, yang bergegas
menghampirinya. Kemudian, ia menyipitkan matanya melihat penampilan senpainya.
“Apa-apaan dengan kostum itu?
Gadis Ilegal-senpai.”
“Ya, kadang-kadang aku adalah
manajer klub musik tiup yang cantik. Terkadang aku adalah si topeng seksi yang
misterius. Dan sekarang aku...! Lah, apa maksudmu dengan gadis ilegal?”
“Kupikir kamu sudah cukup umur
untuk menyebut dirimu gadis penyihir...”
“Jangan menatapku dengan mata
dingin itu! Bahkan aku sendiri menyadarinya sampai tiga kali saat aku
menunggu!”
“Kamu sudah kehilangan dirimu
sendiri empat kali, bukan?”
Gadis illegal-senpai, alias
Elena-senpai, memalingkan wajahnya sembari menghalangi pandangan Masachika
dengan kedua tangannya. Dia mengenakan kostum gadis penyihir berenda dan
berlekuk-lekuk yang hanya boleh dipakai oleh anak SMP.
“Mau bagaimana lagi! Aku
meminta klub kerajinan tangan untuk meminjamkanku kostum cosplay penyihir, dan
inilah yang aku dapatkan!”
“Yah, itu sih….”
Elena mengayunkan sesuatu yang
tampak seperti tongkat ajaib dengan satu tangan sambil menahan roknya, yang
terlalu pendek dan terlalu melebar. Hmm~ itu lumayan ketat.
(Kupikir
akan jauh lebih baik jika dia tidak membawa tongkat itu...Dia memang gadis yang
selalu serius.)
Setela menghela napas pelan,
Masachika mengembalikan pandangannya ke arah meja.
“Ngomong-ngomong, apa
jangan-jangan ini persiapan untuk pesta perayaan festival olahraga…?”
“Ah iya, benar sekali, kurasa
tidak ada seorang pun kecuali Touya dan Chisaki-chan yang berpartisipasi dalam
pesta perayaan festival olahraga, kan? Jadi, aku ingin merayakannya lagi...
sekaligus membuatnya seperti perayaan Halloween, oke?”
Kata-kata tersebut diucapkan
begitu santai, tapi Masachika kehilangan kata-kata saat mendengarnya.
Seperti yang dikatakan Elena,
para anggota OSIS awalnya diundang ke pesta perayaan kepanitiaan setelah festival
olahraga. Namun, Yuki dan Ayano menolak untuk berpartisipasi karena situasi
yang dialami Yumi, Masachika juga tidak berminat untuk mengahdiri pesta
perayaan, dan Alisa juga tidak berpartisipasi karena dia khawatir dengan
pasangannya. Maria mengikuti jejak adiknya...pada akhrinya, hanya Ketua dan
Wakil Ketua saja yang menghadiri pesta perayaan sebagai perwakilan dari OSIS
(?).
“Ah, tidak, aku enggak
menyalahkanmu, kok? Lagi pula, rasanya akan terasa canggung untuk menghadiri
pesta perayaan setelah kalah dari pertandingan kavaleri seolah-olah tidak
terjadi apa-apa, iya ‘kan?”
Elena mengatakan itu dengan
nada sedikit panik, tidak yakin bagaimana menafsirkan keheningan Masachika.
Tindak lanjutnya sedikit melenceng, tapi karena Masachika tidak bisa
membicarakan keadaannya, jadi ia tidak bisa menyangkalnya. Masachika, yang
merasa menyesal karena telah membuat senpainya memberi perhatian kepadanya,
tertawa samar-samar dan mengalihkan pembicaraan.
“Ah~ jadi itu sebabnya kamu
berusaha keras menyiapkan kembali pesta perayaan, ya. Terima kasih banyak untuk
itu.”
“Enggak apa-apa, kok~ enggak
masalah~.”
“Ngomong-ngomong...Cuma Elena-senpai
saja yang datang? Ketua panitianya gimana?”
“Ehh? Ah...kamu tahu sendiri,
ia punya pacar yang cemburuan, iya ‘kan?”
Elena menggambarkan partner-nya
sendiri dari masa-masa di OSIS dengan tatapan yang mengatakan 'Kee!’
“Pacar yang cemburuan ...... maksudnya
untuk tidak menghadiri acara perayaan di mana ada perempuannya? Padahal ini
bukan pesta minum-minum di kampus.....”
“Kamu juga berpikir begitu, ‘kan?
Padahal tidak melibatkan alhokol sama sekali, jadi tidak ada yang salah dengan
itu, kan~? Yah, dia memang terlihat sangat tergila-gila pada pacarnya, jadi
mungkin mereka cocok satu sama lain.”
Dengan mengangkat kedua lengannya
dan mengangkat bahunya, Elena menunjuk ke atas meja.
“Tapi ada camilan. Lihat,
camilan di atas piring itu adalah kiriman dari dirinya.”
“Oh, begitu ya.”
“Katanya cemilan itu berasal
dari toko yang cukup terkenal. Dia bilang meskipun tidak bisa datang langsung, ia
tetap mau memberikan kontribusi dengan uang.”
“Ia mirip seperti bos yang
ideal...”
Masachika berbisik bahwa ia
bersikap seperti manajer paruh baya yang hanya membayar untuk pesta minum-minum
para anak muda. Kemudian, ia melanjutkan dengan wajah serius.
“Tapi, ada satu informasi yang
sangat disayangkan.”
“Eh, apa?”
“Ketua dan wakil ketua tidak
akan datang hari ini.”
“Ehh.”
“Selain itu, Alya, Yuki dan
Ayano akan datang terlambat.”
Elena memiringkan kepalanya
sambil setengah tersenyum ketika mendengar informasi yang diberikan Masachika.
“…Kenapa?”
“Aku mendengar bahwa para tetua
Raikokai akan datang ke sini, dan bersama Ketua, dua calon ketua OSIS berikutnya
juga telah diundang. Wakil ketua, Sarashina-senpai, sedang pergi ke komite
disiplin hari ini, hmmm, sebagai ketua pengganti? Ah, Ayano hanya sedang
bertugas bersih-bersih.”
“Raikokai...? Memangnya ada apa
lagi?”
“Sepertinya itu tentang donasi...atau
lebih tepatnya, sumbangan? Katanya mereka akan membeli tenda baru atau sesuatu
seperti itu yang digunakan di festival olahraga?”
“Ah, yahh, memang benar kalau
beberapa di antaranya sudah cukup kotor...”
Setelah mengangguk setuju,
senyuman Elena berubah menjadi kaku.
“Apa jangan-jangan aku hanya
membuang-buang waktu…?”
“...Alya dan Yuki sepertinya
datang ke sini hanya untuk menyapa sebentar.”
Bagaimanapun, ini hanya bisa
dikatakan sebagai waktu yang tidak pas.
(Jika
ingin membuat kejutan, kamu sebaiknya perlu mengumpulkan informasi terlebih
dahulu...)
Keduanya saling memandang
dengan ekspresi halus saat mereka berdua mendapat pelajaran dari kejadian ini. Kemudian
sebuah ketukan terdengar, dan mereka menoleh untuk melihat Maria memasuki ruang
OSIS.
“Hah? Elena-senpai? Ya ampun~
ada apaan ini?”
Dia memiringkan kepalanya ke
arah Elena, diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya ke arah meja, bercampur
dengan sorak-sorai.
Ketika Elena mendapatkan
kembali ketenangannya dan menjelaskan situasinya lagi, Maria dengan gembira
tersenyum dan duduk di kursinya, matanya berbinar karena melihat manisan Barat
yang tampak lezat.
“Wahh, ini kelihatannya enak
sekali...oh?”
Dan sambil berkedip, Maria
mengambil canelé dan mendekatkannya ke hidungnya untuk mengendusnya.
“Apa semilan ini… menggunakan
alkohol?”
“Iyalah, namanya juga cemilan
canelé. Kalau tidak salah ada rum di dalamnya.”
“Begitu ya~? Hmm~ sayang
sekali, sepertinya aku tidak bisa memakan ini~.”
“Eh, kenapa? Kamu tidak suka
alkohol?”
Menanggapi pertanyaan
Masachika, Maria tersenyum sedikit malu-malu sambil memegang canelé.
“Bukannya aku tidak menyukainya...Hanya
saja, aku benar-benar lemah dengan alkohol...Aku langsung mabuk hanya karena
bau vodka yang penah dipanaskan kakekku di perapian.”
“Hanya karena baunya? ...Ah,
begitu ya. Alkohol mudah menguap, sih. Jadi alkohol yang berbentuk gas
membuatmu mabuk, ya….”
“Betul banget~. Ah, tapi baunya
enak sekali... Oh, tapi baunya enak sekali ...... Kismis rum juga sama, tapi
rum memiliki aroma manisnya sendiri~. Hmm, sayang sekali saya tidak bisa
memakannya~.”
Maria memandangi canelé dengan
sedih, yang dipanggang dengan warna yang tampak seperti permata hitam, dan menggumamkan
hal-hal seperti, “Kalau Cuma sedikit...”
“Hmm, tapi...'”
“Aku tidak pernanh menyangka
kalau Maria-chan lemah terjadap alkohol... Kupikir orang Rusia lebih kuat dalam
hal minum allohol daripada orang Jepang.”
“Yah, karena Masha-san adalah
keturunan setengah Jepang, sih. Tidak semua orang Rusia bisa kuat minum
alkohol.”
“Kurasa itu ada benarnya. Ah,
tapi entah mengapa aku merasa kalau Alisa-chan sepertinya peminum yang kuat.”
“Bener banget. Maksudku, aku
tidak bisa membayangkan Alya menjadi begitu mabuk...”
“Aku paham banget~. Jadi
Maria-chan, aslinya bagaimana? Tapi kurasa mungkin Alisa-chan juga tidak pernah
minum alkohol, tapi...”
Suara Elena tiba-tiba melambat
dan berhenti saat dia bertanya sambil menatap Maria. Mengikuti tatapannya,
Masachika segera menyadari alasannya.
“Hmm~? Apanya~~?”
Suara Maria mendadak jadi lebih
lembut dan lesu dari biasanya, dan matanya tampak melamun. Dan dari area kepalanya
yang biasanya sering muncul gambaran bunga dan tanda hati, kini digantikan
dengan gelembung-gelembung...Di tangannya ada sebuah canelé yang indah tanpa
ada bekas gigitan.
“Dia beneran mabuk hanya karena
baunya saja!!”
Saat Masachika mengomentari
Maria yang jelas-jelas mabuk, Maria mengeluarkan suara linglung “Hm~~?” seperti baru bangun tidur, memiringkan
kepalanya dan tersenyum cengengesan. Dia kemudian bersandar di sandaran kursi dan
mengambil sebuah canelé di tangannya dan hendak memasukkannya ke dalam
mulutnya.
“Jangan dimakan!”
Elena bergegas mendekatinya dan
merebut canelé itu dari tangan Maria. Kemudian seluruh piring kertas
dipindahkan dari tangannya, dan Maria mengulurkan tangan sambil berkata 'ahh~~'. Dia merentangkan tangannya
hingga batas dan menepuk-nepuknya sambil meletakkan payudaranya yang besar di
atas meja. Ketika dia menyadari bahwa dia tidak dapat mencapainya, Maria meraih
canelé dari kursi di sebelahnya, dan Masachika buru-buru mengambilnya juga.
Saat Masachika dan Elena bekerja sama memindahkan piring kertasnya, Maria
menggembungkan pipinya seperti anak kecil dan mengambil sekotak coklat di
dekatnya.
“Umm, Elena-senpai. Aku tidak
ingin menyinggungmu karena kamu sudah bersusah payah mengaturnya dengan begitu
rapi, tapi kupikir sebaiknya kita harus menyingkirkan ini dulu...”
“Be-Benar juga. Aku tidak tahu
apa yang menyebabkan Maria-chan memakannya..."
“Uenakknya~♡”
Baru saja ketika Elena
mengatakan itu, mereka bisa mendengar suara gembira Maria dari samping, dan
ketika menoleh, mereka melihat Maria mengambil sepotong coklat dari nampan yang
dia keluarkan dari kotak sembari tersenyum bahagia. Dan gelembung sabun baru tampak
keluar dari kepalanya dengan bunyi ‘poaah~~’. Tentu saja, itu hanyalah sebuah
gambaran saja.
“Ah, coklat itu berisi minuman
alkohol…”
“Sudah telat kali!?”
Mau tak mau Masachika
mengkritik senpainya saat dirinya mengulurkan tangan ke arah Maria, yang hendak
melakukan memakan cokelatnya lagi. Akhirnya, ia berhasil mencuri sekotak coklat
tersebut, namun sayangnya…. Masachika tidak dapat menghentikannya untuk memakan
coklat yang sudah diambilnya. Setelah memasukkan coklat kedua ke dalam
mulutnya, mata Maria semakin melebar dan dia mulai mengayunkan tubuhnya sambil
menyenandungkan sesuatu.
“...Eh, bukannya sedikit
gawat?”
“Tidak, mau bagaimanapun kamu
melihatnya, ini memang gawat.”
“Bukan begitu, maksduku… Jika ada
orang lain yang melihat pemandangan ini, bukannya itu akan menimbulkan
kesalahpahaman yang berbahaya?”
Usai mendengar perkataan Elena,
Masachika tiba-tiba berhenti bergerak. Ia kemudian berpikir. Bagaimana
pemandangan ini terlihat oleh orang luar yang tidak mengetahui situasinya?
[Anggota
OSIS di Akademi Seirei yang bergengsi, sedang minum-minum alcohol secara tak
terduga di ruang OSIS?]
Dengan membayangkan judul
berita yang memalukan semacam itu, Masachika segera berlari ke pintu dan segera
menguncinya.
Tentu saja, kebanyakan orang
akan mengerti jika mereka menjelaskan situasinya. Namun, ada sejumlah orang
tertentu di dunia ini yang dengan jahat mencoba merendahkan orang yang berstatus
sosial tinggi. Apalagi jika itu adalah pengurus OSIS yang memiliki banyak orang
yang mencoba menggantikannya, jadi tidak ada salahnya untuk terus berhati-hati.
(Tidak
ada jaminan bahwa seseorang seperti Kiryuuin, yang bertujuan menjatuhkan OSIS
saat ini, tidak akan muncul lagi.)
Sambil memikirkan hal tersebut,
Masachika langsung menutup semua tirai untuk berjaga-jaga. Kemudian, setelah
tidak lagi khawatir terlihat dari luar, dirinya berbalik dan melihat Maria
menggelengkan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain sambil memandangi wajah
Elena.
“Loh~? Elena-senpai... kok kamu
tiba-tiba ada banyak?”
“Apanya yang tiba-tiba ada
banyak?!”
“Hmm~~?”
Maria mengeluarkan suara yang
tidak jelas sambil menengadah ke depan dan terus terhuyung-huyung. Dia terlihat
seperti akan jatuh dari kursinya, jadi Masachika
bergegas lari ke sampingnya.
“Apa kamu baik-baik saja,
Masha-san? Mau duduk di sofa?”
“Hmm~~~?”
Ketika dia mendengar suara
Masachika dan memiringkan kepalanya ke belakang, Maria menatap Masachika dan
tersenyum polos.
“Kamu mau menggendongku? Un,
iya deh~”
Masachika tersenyum kecut pada
Maria yang mengatakan itu sambil merentangkan tangannya.
“Tidak, mana bisa aku
menggendongmu begitu saja...”
“Eh~? Gendongin aku dong~...”
“Tungguuuuuu!?”
Tiba-tiba dipeluk di bagian
perut, Masachika secara refleks mundur. Maria kemudian meluncur dari kursi
seolah-olah terbawa, membiarkan lengannya yang memeluk Masachika tidak
tersentuh. Hal tersebut secara alami menyebabkan lengannya yang melingkari
perut Masachika, secara otomatis meluncur ke bawah.
“Ah, tu-tunggu.”
Ketika badannya hampir terjatuh,
Masachika buru-buru meletakkan tangannya di atas meja di sampingnya. Ia
kemudian menatap Maria, yang menjatuhkan diri untuk duduk di lantai sambil
memeluk kaki Masachika, dan memanggilnya.
“Apa kamu baik-baik saja? Apa
lututku membenturmu?”
“Hmm~”
“Yang mana jadinya? Umm,
bisakah kamu memegang lenganku, bukan kakiku?”
“Ayo berdirilah, Maria-chan.”
Elena menghampirinya dan
memasukkan kedua tangannya ke kedua sisi tubuh Maria dan mengangkatnya dengan
cepat .......dia sudah mencobanya. Mungkin. Tapi, dia tidak bangun sama sekali.
“.....”
Saat Masachika menatapnya
dengan tatapan lembut, Elena menegakkan tubuhnya dan menyeka keringat, yang
bahkan tidak menetes, dengan punggung tangannya.
“Fyuhh... baiklah, kurasa aku
cukupkan dulu untuk kali ini.”
“Apa yang membuatmu merasa
seolah-olah sudah mencapai sesuatu?”
“Aku benar-benar menikmati
payudara samping Maria-chan!”
“Apa sih yang sedang kamu
melakukan sampai melecehkannya secara seksual dengan santai begitu saja!? Ups.”
Pada saat itu, tangan kanan
Masachika tiba-tiba ditarik, dan ketika menengok, ia melihat Maria perlahan-lahan
berdiri sambil merayap di sepanjang lengan Masachika. Dia kemudian berdiri,
memeluk lengan kanan Masachika, dan bersandar padanya.
“Ups... kamu baik-baik saja?
Masha-san.”
“Apanya~~?”
“Malah tanya balik... Pokoknya,
ayo kita ke sofa dulu, oke? Kamu bisa berjalan?”
“Hmmm~~, bisya khok!”
“Begitu ya~ hebat sekali ya~.”
Ketika Maria tiba-tiba menunjuk
tangan dengan ceria, dia tersenyum dan menempelkan kepalanya ke bahu Masachika..
“Hehehe~, Ma-chan gadis yang
hebat?”
“Iya, iya, kamu gadis yang
hebat.”
“Kalau begitu, elus kepalaku?”
“Ehh?”
“Elus~elus~kepalaku~~”
Maria menggoyangkan tubuhnya
seperti anak manja, dan kepalanya masih bergeleng-geleng.
(Apa-apaan ini? Hadiah buatku?)
Mau tak mau Masachika merasa
seperti itu dengan wajah datar, lalu ia menampar dirinya sendiri di dalam
hatinya.
“Um, kalau begitu...”
Masachika dengan ragu
mengulurkan tangannya untuk menyentuh kepala Maria, karena sepertinya Maria
takkan bisa terus berjalan tidak peduli berapa lama waktu berlalu. Kemudian,
Masachika dengan lembut membelai rambutnya yang halus dan lembut beberapa kali.
Lalu, aroma bunga yang samar-samar menyebar lembut dari rambutnya, dan wajah
Maria pun tersenyum.
“Mfufufu~ aku dipuji~”
Maria kemudian mendekatkan
dirinya lebih dekat lagi ke Masachika, seolah-olah meminta lebih.
(Bagaimanapun,
ini mungkin memang yang terbaik)
Masachika menampar dirinya sendiri
lagi, kali ini bolak-balik.
“Ayo, berjalanlah dengan
hati-hati...”
Kemudian, dengan wajah serius
di permukaan, dirinya mulai berjalan menuju sofa.
“Le-Lengan Kuze-kun terkubur di
dada Maria-chan...”
“Bisakah kamu menyesalinya
sedikit, Erona-senpai?”
Masachika menatap dingin ke
arah senpainya yang bersusah payah menunjukkan hal-hal yang tidak disadari
orang lain, dan ketika sampai di sofa, ia menatap Maria, yang bersandar padanya
sambil berpegangan pada lengan kanannya.
“Kita sudah sampai. Ayo, apa
kamu bisa duduk?”
Kalau
bisa, kamu boleh sekalian berbaring dan tidurlah.
Masachika menelan niatnya yang sebenarnya dan menunggu Maria duduk sendiri.
Kemudian, Maria menatap Masachika dengan mata kosong, memiringkan kepalanya dan
berkata,
“Loh~? Sa-k──”
“Oooi!?”
Masachika dengan cepat menutup
mulut Maria dengan tangannya ketika mendengar nama yang hampir keceplosan
keluar.
(Gawat,
gawat, gawat! Yang ini sih benar-benar gawat!!)
Masachika tidak tahu apakah
Elena mengetahui nama pacarnya Maria. Namun, jika kebetulan dia mengetahuinya,
itu akan menjadi masalah besar.
Apa dia mabuk dan salah mengira
Masachika sebagai pacarnya? Apakah tipuan seperti itu akan berhasil? Biarpun ia
bisa membodohi Elena dengan itu... jika Alisa atau Yuki muncul di sini, dirinya
akan mendapat masalah. Hal yang sama juga berlaku meskipun mulut Elena
menyampaikan fakta bahwa Maria memanggil Masachika dengan sebutan 'Sa-kun'. Masachika tidak memiliki
kepercayaan diri untuk menipu mereka berdua.
(Jika
demikian, maka kurasa aku bisa meminta Elena-senpai untuk pergi keluar terlebih
dulu!)
Setelah membuat keputusan itu
hanya dalam satu detik, Masachika kembali menoleh ke arah Elena, yang tersentak
ketika ia menatapnya, dan berkata,
“Maaf, Elena-senpai! Aku
khawatir Masha-san akan muntah, jadi bisakah kamu membawakan ember atau
sesuatu seperti plastik kresek atau semacamnya!?”
“Eh, kalau itu plastik sampah,
itu ada di sana...”
“Kalau baunya menempel di
lantai bakalan gawat, kan!? Ayo cepatlah!”
“Ya, siap!”
Tertekan oleh ancaman
Masachika, Elena langsung bergegas ke pintu, dan sambil berusaha membukanya, dia
segera berlari keluar dari ruang OSIS.
“...Fiuh.”
Setelah berhasil melewati
keadaan mendesak, Masachika menghembuskan napas lega.
“Ah, maafkan aku.”
Kemudian, saat Masachika
menyadari kalau Maria sedang menatapku dengan tatapan mata aneh dan mulut yang
tertutup, ia dengan lembut melepaskan tangannya. Kemudian, Maria memiringkan
kepalanya dan bertanya.
“Sa-kun...juga ikut bertambah?”
“Aku sama sekali tidak
bertambah.”
“Ehh~? Yang mana milikku, dan
yang mana milik Alya-chan~~?”
“Dibilangin aku tidak membelah
diri.”
“Hmm~~ kalau begitu aku yang
ini!”
Entah dia mendengar bantahan
Masachika atau tidak, Maria sekali lagi kembali memeluk tangan Masachika dengan
erat.
“Tidak, yang di sini sih sedari
tadi asli…”
“Nfufu~ benar sekali~.”
“Apanya??”
Sambil menghela napas pada Maria,
yang bahkan lebih sulit untuk diajak berkomunikasi daripada biasanya, Masachika
mencoba mengunci kembali pintu yang ditinggalkan Elena ....namun......
“Umm, Masha-san. Apa kamu bisa
melepaskanku sebentar?”
Saat Masachika bertanya kepada
Maria yang masih memegang erat lengannya, dia menggembungkan pipinya dan
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Enggak~”
“Malah bilang enggak...”
Masachika menatap Maria, yang
menolak seperti anak kecil, dengan wajah bermasalah. Lalu, ia dengan enggan
mencoba menyeretnya menuju pintu...
“Enggak mau~!”
“Uooh!?”
Tiba-tiba, lengan Masachika
ditarik sekuat tenaga, dan ia tersandung kaget karena kejutan yang tidak
terduga.
“Tungg—, tenaganya kuat banget!”
Selagi ia mengatakan ini,
Masachika terjatuh ke atas sofa seolah-olah ditarik ke bawah oleh Maria.
Masachika merasa lega karena dirinya tidak menabrak apa pun, tapi ia merasa
ngeri dengan kekuatan Maria yang tak terduga.
(Ehh,
apa-apaan dengan kekuatannya tadi!? Jangan bilang kalau alkohol membuat
pembatas otaknya jadi hilang?)
Kekuatan fisik Maria begitu
besar sehingga pemikiran konyol seperti itu muncul di benaknya. Tentu saja,
Masachika berhati-hati agar tidak menyakiti Maria, tapi kekuatan yang dia
tunjukkan tadi bukanlah kekuatan seorang gadis biasa. Bahkan sekarang,
Masachika merasa tidak bisa melepaskan tangannya sama sekali.
“Anu~... Masha-san? Bisakah
kamu melepaskanku?”
Masachika duduk di sebelahnya
dan bertanya lagi pada Maria, yang sedang menundukkan kepalanya. Namun, Maria
hanya menjawab dengan suara kecil, “Enggak
mau,” dengan wajah tetap menunduk. Bahkan Masachika merasa terganggu dengan
hal ini.
"Bahkan jika kamu bilang
enggak mau terus...apanya yang enggak mau?”
Meskipun ia tidak mengharapkan
percakapan bisa terjadi, tapi Masachika masih berusaha bertanya sebisa mungkin.
Kemudian, Maria mendongak dengan tatapan matanya dipenuhi kelembapan, dan
berkata,
“Habisnya… kamu berencana pergi
ke tempatnya Alya-chan, ‘kan?”
“Hah?”
“Enggak mau, aku tidak akan
membiarkanmu pergi.”
Setelah mengatakan itu, Maria
menunduk lagi dan membenamkan wajahnya di bahu Masachika. Mendengar kata-kata
itu... Masachika terdiam, mengetahui bahwa itu adalah ocehan ngelantur seorang
pemabuk, tapi tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
“...Aku tidak akan pergi. Aku
hanya akan mengunci pintu saja.”
Hampir saja, ia hanya
memberitahukan fakta itu kepadanya. Kemudian Maria mendongak lagi, melihat
wajah Masachika dari jarak dekat dan berbisik.
“Hei, Sa-kun...”
“Ya.”
“Apa kamu, menyukaiku?”
“!?”
Mata Masachika menjadi kosong
sejenak ketika ia tiba-tiba diberi pertanyaan yang keterlaluan. Dengan pipinya
yang berkedut, Masachika tertawa canggung dan langsung melontarkan jawabannya.
“Sepertinya kamu sudah mabuk
berat, ya.”
“Apa kamu menyukaiku?”
Namun, upayanya untuk mengelabui
Maria digagalkan oleh pertanyaan lain. Pipi Masachika semakin berkedut, dan senyumannya
semakin dalam saat ia menipu dirinya sendiri…. tapi saat melihat Maria
menatapnya, mata coklat mudanya tampak berlinang air mata, jadi Masachika
dengan cepat menarik kembali senyumannya dan mendongak sambil memejamkan
matanya.
“...Aku menyukaimu, kok.
Sebagai dirimu pribadi.”
Masachika menjawab demikian,
dan giginya bergemeretak karena jawaban yang belum terselesaikan, lalu ia
berusaha untuk memeras suaranya keluar.
“...Bahkan sebagai seorang wanita...Aku
mungkin menyukaimu.”
Itulah perasaan Masachika yang
sebenarnya.
Dirinya benar-benar tertarik
pada Maria. Ia naksir berat pada cinta pertamanya, seorang gadis yang secara
ajaib dipertemukan kembali dengannya selama beberapa tahun. Itulah yang ia
pikirkan. Tapi,
“Aku belum siap ...... untuk
mengakuinya sendiri.”
Sekarang setelah dirinya
kehilangan harga diri, ia tidak dapat menerima kebaikan yang ditunjukkan Maria
kepadanya. Jika Masachika memaksakan diri untuk melakukan hal tersebut, dirinya
mungkin akan menganggap bahwa kebaikan Maria sebagai sebuah beban, menyudutkan
dirinya sendiri, dan akhirnya semakin membenci dirinya sendiri.
(Pertama-tama...Aku
harus menyukai diriku sendiri karena Masha-san menyukaiku.)
Dirinya ingin bisa menerima
kebaikan itu dengan bangga. Bahkan…Masachika sudah tahu sejak dulu mengenai apa
yang harus dia lakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Meskipun ia
mengetahuinya, dirinya terus memalingkan diri dari kenyataan.
(Tapi...
aku juga harus berhenti melakukan itu.)
Masachika merasa bahwa waktu
dimana ia harus menghadapinya telah tiba.
Dirinya memiliki firasat.
Bahkan dalam waktu dekat, ia tidak bisa melarikan diri lagi. Jadi...mari
membuat janji di sini.
“Aku pasti…”
Ia membuka mulutnya yang berat
dan mengeluarkan suaranya dari dadanya. Kemudian Masachika menyatakan hal ini
kepada Maria dan dirinya sendiri.
“Aku pasti…. akan
menghadapinya. Menghadapi kesalahan-kesalahanku. Kesalahan yang membuatku menjadi
diriku yang sekarang.”
Setelah mengatakan hal ini,
Masachika menatap lurus mata Maria dan berkata dengan suara yang lembut.
“Jadi...bisakah kamu
menungguku? Suatu hari nanti, aku pasti akan menghadapi perasaan Masha-san
juga.”
Setelah mendengar ucapan Masachika
yang penuh dengan ketulusan, Maria menggelengkan kepalanya dan berkata dengan
cemberut
“Hmm, aku tidak mengerti
meskipun kamu mengatakan hal yang sulit begitu.”
“Eh~~~ serius nih~~padahal aku
sudah berusaha mengumpulkan keberanianku, tau~?”
Tidak cukup hanya dengan
mengalihkan perhatian. Mendengar reaksi Maria yang tidak berlebihan, Masachika
menyandarkan diri di sofa sambil mengerang. Bagaimanapun juga, yang namanya pemabuk tetaplah
pemabuk. Apa aku membuat kesalahan karena
menganggapnya serius….? Masachika memberinya pandangan jauh, dan Maria
menarik-narik lengannya dengan cemberut tidak puas.
“Kamu bisa mengatakannya dengan
cara yang gampang enggak? Apa kamu menyukaiku?”
Masachika menjawab dengan
senyum kecut atas pertanyaan itu, yang secara halus terdengar seperti
pertanyaan anak kecil.
“...Ah, ya, aku menyukaimu.”
“Bohong.”
“Begitu ya, jadi ini tipe yang
tidak peduli jawaban mana yang kuberikan.”
Penolakan Maria untuk
mendengarkannya akhirnya membuat Masachika enggan untuk menanggapinya dengan
serius.
(Ahh~
duhh~, aku tidak peduli apapun lagi dan cepetan sana tidur... kayak orang mabuk
pada umumnya)
Dengan demikian, maka krisis
ini akan berakhir sepenuhnya. Saat Masachika berpikir seperti itu, dirinya
mendengar suara cemberut Maria.
“Sebenarnya... kamu lebih menyukai
diriku yang dulu, bukan?”
Mendengar kata-kata tak terduga
tersebut, Masachika terdiam sejenak, lalu menatap Maria dengan wajah datar.
Kemudian, pandangan matanya bertemu dengan Maria, yang menatapnya dengan tatapan
mata basah dan bibirnya cemberut karena ketidakpuasan.
“Sebenarnya, kamu lebih
menyukaiku yang seperti dulu dengan rambut pirang dan panjang, serta bermata
biru. Dan kamu juga lebih menyukaiku ketika aku masih langsing, ‘kan?”
“……Apa..”
“Habisnya, Kuze-kun, kamu tidak
mengenaliku.”
Kalimat tersebut sangat menusuk
hati Masachika. Ketika Masachika kehilangan kata-kata, tatapan Maria masih
terlihat basah dan dia berbicara dengan sedih.
“Kamu tidak menyukaiku karena
aku sudah berubah.”
Hal
itu sama sekali tidak benar. Argumen bantahan seperti itu langsung
terlintas di benaknya, tapi...entah kenapa, kata-kata tersebut tidak pernah
keluar dari mulut Masachika.
Bagaimana ia bisa meyakini
kalau mereka berbeda? Bahkan setelah mengetahui bahwa Maria adalah Ma-chan,
Masachika masih bingung dengan penampilannya yang sudah berubah dan berbeda,
dan sulit mempercayai bahwa mereka berdua adalah orang yang sama.
(Seandainya
saja...Masha-san tumbuh dengan penampilannya saat itu...)
Dia memiliki rambut pirang yang
panjang dan lembut, mata biru yang berkilauan. Senyumannya yang cerah, menawan dan
polos, seolah-olah membuatnya tampak seperti anak kecil yang tumbuh menjadi
dewasa. Bagaimana seandainya, jika Maria muncul di hadapan Masachika lagi dalam
penampilan yang dapat dikenali pada pandangan pertama? Masachika mungkin
.....akan jatuh cinta lagi pada pandangan pertama. Tidak ada dasar dalam diri
Masachika untuk menyangkal hal itu.
“...”
“Seperti yang kuduga, ternyata itu
benar.”
Mungkin menganggap diamnya Masachika
sebagai penegasan, Maria dengan cepat melepaskan diri dari Masachika dan
menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
“Ah, bukan begitu...”
“...hiks.”
“!?”
Suara cegukan yang terdengar
saat dia sesenggukkan, mengirimkan rasa bersalah yang kuat ke dalam hati
Masachika.
Prioritas utama untuk mengunci
pintu juga langsung terlupakan, dan Masachika berputar di atas sofa dan
membalikkan badannya untuk menghadap Maria.
“Umm, itu.”
“Hiks, aku berubah bukan karena aku menginginkannya... Tapi warna
rambutku berubah, warna mataku berubah, dan bentuk tubuhku... jadi semakin
gemuk.”
“O-Ohh? Ketimbang dibilang
gemuk, itu sih lebih mirip ke...”
“Tapi aku dengar anak laki-laki
menyukai gadis seperti itu, jadi aku… Tapi, Sa-kun, kamu masih menyukai diriku
yang dulu…”
“Ti-Tidak.”
Ketika dia secara tidak terduga
mengungkapkan kekhawatirannya yang serius, Masachika segera berseru.
“Aku! Menurutku, Masha-san yang
sekarang juga sangat menarik...Aku juga menyukai Masha-san yang sekarang!”
Mendengar teriakan Masachika
yang lugas, Maria mendongak dengan cepat. Kemudian, dengan mata yang sedikit
memerah, dia bertanya dengan nada memohon.
“Benarkah...? Apa kamu benar-benar
menyukaiku?”
“Ehh, yah, baiklah... Rambut
dan mata Masha-san terlihat indah sekali... Aku menyukainya.”
“...Lebih dari diriku yang
dulu?"
“Ghh.”
Sudah diduga, pertanyaan itu
tidak bisa langsung terjawab. Maria dengan cepat memalingkan wajahnya dari
Masachika, yang matanya bergerak ke berbagai arah.
“Seperti yang kuduga, ternyata
itu bohong...”
“Tidak, itu tidak benar!! Bukan
berarti aku lebih menyukai yang satu daripada yang lain, tapi justru karena aku
menyukai keduanya...”
Meskipun Masachika berpikir dia
ragu-ragu, ia berpikir dengan penuh alasan dan berkata, “Tapi aku sungguh-sungguh...'”, tapi Maria segera membuang muka
dengan cemberut.
“Bohong, aku tidak
mempercayainya.”
“Padahal aku sudah berkata
jujur...tapi bagaimana aku bisa membuatmu percaya padaku?”
Menanggapi pertanyaan
Masachika, Maria menatapnya dengan tatapan aneh, mungkin karena efek alkohol,
lalu meraih tangan kanan Masachika. Kemudian, dia mendekatkan tangan kanan
tersebut ke sisi wajahnya, memiringkan kepalanya, dan membiarkan tangan
Masachika menyentuh rambutnya.
“Kalau begitu, coba tatap mataku
dan katakan padaku? Apa kamu menyukai rambutku?”
“Ak-Aku menyukainya.”
Masachika sedikit terguncang
oleh sentuhan rambut di telapak tangannya dan sentuhan pipinya di sisi lain,
tapi dirinya berhasil menatap mata Maria dan berkata demikian. Kemudian, Maria
memejamkan matanya dan meletakkan pipinya di tangan Masachika, membiarkannya
menyentuh kelopak matanya. Lalu, dengan tangan Masachika masih di pipinya, dia
membuka matanya dan bertanya.
“Apa kamu menyukai mataku?”
“Aku menyukainya—”
Ketika ia hendak mengatakan
itu….
Pendengaran Masachika menangkap
suara dua langkah kaki yang mendekatinya dan suara yang tidak asing lagi. Itu
adalah… suara Alisa dan Yuki, yang seharusnya berurusan dengan para perkumpulan
alumni bersama Touya.
Sesaat kemudian, sensasi krisis
yang kuat menusuk sumsum tulang belakang Masachika.
(Seriusan!?
Mereka berdua sudah ada di sini!? Gawat, gawat, gawat, kedua orang itu
benar-benar gawat!!)
Saat Masachika menatap pintu
yang tidak terkunci dengan berkeringat dingin, suara penuh kecemasan
memanggilnya dari depan.
“Sa-kun...?”
Ketika mendengar suaranya,
Masachika mengembalikan pandangannya ke depan, dan sekali lagi menyadari
situasinya bahwa tangan kanannya masih dipegang oleh Maria... Untuk sesaat, ia
dengan serius mempertimbangkan untuk melakukan teknik rahasia [Pukulan leher pembuat pingsan].
(Tapi
dengar-dengar jika seseorang melakukannya dengan buruk, sepertinya itu menyebabkan
efek samping yang permanen, jadi aku tidak boleh melakukannya pada orang yang
tidak bersalah!!)
Masachika segera menolak
gagasan itu, dan berseru dengan cepat karena keadaan yang semakin mendesak.
“Ah, aku menyukainya, aku
menyukainya! Jadi...maafkan aku!”
Saat dirinya sedang mengatakan
itu, suara langkah kaki dan obrolan mereka semakin mendekat, dan Masachika
dengan setengah paksa melepas tangan Maria dengan tangan kirinya dan berlari
menuju pintu. Ia dengan cepat dan hati-hati menutup pintu ruang OSIS tanpa
menimbulkan bunyi apa pun.
Akhirnya ia bisa bernapas lega...tetapi
masalahnya baru dimulai di sini.
(Sialan,
bagaimana aku membuat alasan untuk melarang mereka masuk ke ruang OSIS!!?)
Jika hanya Alisa, Masachika
yakin kalau ia masih bisa membujuknya. Masalahnya adalah Yuki.
Alasan sepele tidak akan
berhasil melawan adik perempuannya itu, dan Yuki adalah orang yang suka iseng
dan suka berbuat onar. Jadi kemungkinan besar, dia akan mencoba menerobos masuk
seenaknya jika merasakan tanda-tanda masalah yang terlihat seperti sesuatu yang
menarik.
(Apa
tidak ada sesuatu?! Alasan rasional yang tidak dapat dihindari! Alasan karena
ruang OSIS sudah dilapisi lilin? Jadi aku harus memasang tanda dan membuatnya
menjauh...... Tidak, itu sudah terlambat sekarang! Apa ada sesuatu alasan
kenapa aku di dalam dan tidak ada orang lain yang bisa masuk? Sesuatu──)
Ia harus mengerahkan kekuatan
bujukannya!
Segera setelah Masachika
berhasil mengatur posisinya dan dengan cepat menjauh dari pintu, pintu berayun
dengan bunyi dentang setelah ketukan.
“Ara?
Kenapa pintunya terkunci...?”
Masachika memanggil Yuki yang
bertanya-tanya dari balik pintu, sambil berpura-pura bersikap santai.
“Ah, Yuki, ya? Maaf! Sekarang
keadaannya sedang sedikit kacau...”
“Masachika-kun?
Apa terjadi sesuatu?”
“Ah~~~gimana ya~~ aku merasa
kesulitan untuk menjelaskannya...”
“Masachika-kun,
bisakah kamu membuka pintunya dulu sekarang?”
“Maaf, kurasa aku tidak
melakukannya...”
“Kenapa?!”
“Hmmm~~yah...”
Masachika sengaja mengaburkan
kata-katanya untuk menjawab pertanyaan mereka dan berpura-pura menjadi orang
yang sok. Jika seseorang berpikir bahwa dia telah 'mengungkap apa yang mereka sembunyikan', dia akan merasa puas
sampai batas tertentu, terlepas dari kebenaran atau kepalsuannya.
Kemudian, setelah membuat Alisa
berada di ambang ketidaksabarannya, Masachika memberitahunya dengan nada yang seolah-olah
ia merasa kesulitan untuk membicarakannya.
“Sebenarnya... Elena-senpai
baru saja membawakan kue yang berisi durian. Jadi Ruang OSIS saat ini dipenuhi bau
yang sangat tidak sedap.”
Setelah jeda beberapa detik,
suara Alisa dipenuhi dengan kebingungan dan keraguan, seakan-akan dia tidak
mampu menelaah keadaan tersebut.
“Eh,
kenapa Elena-senpai membawa itu? Atau lebih tepatnya, durian?”
“Sepertinya dia berencana ingin
mengadakan sesuatu seperti pesta perayaan setelah festival olahraga,
tapi...Saat dia membuka segel pada kue yang dibawanya, rasanya seperti bom yang
sangat bau...Kenapa dia memilih sesuatu seperti itu? Kamu bisa langsung
menanyakan itu padanya. Dia bilang dia akan membawa deodoran dan langsung pergi
begitu saja tadi.”
Masachika menceritakan kebohongan
yang mengalir sambil menyalahkan semua itu kepada Elena. Orang lebih cenderung
mempercayai cerita yang sedikit aneh. Dan Elena memiliki citra bahwa dia
mungkin melakukan sesuatu yang tidak biasa.
Sambil meminta maaf kepada
Elena yang sedang memprotes di kepalanya, [Jadi
aku diperlakukan seperti orang aneh, ya!],
Masachika melanjutkan dengan suara yang sedikit pengap dan nada yang benar-benar
jijik, bercampur embusan napas.
“Jadi, saat ini aku sedang sibuk
membungkus kuenya kembali, membuka ventilasi, dan menghilangkan bau pada kue.
Aku bukannya bermaksud mengusir kalian, tapi baunya mungkin akan menempel dan menimbulkan
bau pada pakaian dan tubuh, jadi sebaiknya kalian pergi saja untuk hari ini.”
“Be-Begitu
ya... Kalau begitu, aku tidak bisa menyalahkanmu... Apa kamu baik-baik saja,
Masachika-kun?”
“Yah, aku sih sudah
terbiasa...masih bau, tapi menurutku lama kelamaan akan membaik, jadi aku tidak
apa-apa.”
Masachika melakukan pose
kemenangan kecil karena bisa meyakinkan Alisa untuk saat ini. Dan kemudian ia
mendengar suara Yuki yang prihatin.
“Yah,
tolong jangan terlalu berlebihan...”
Usai mendengar kata-kata itu,
Masachika berpikir, “Oh, ternyata aku bisa
melaluinya dengan mudah?”, tapi...
“Ngomong-ngomong,
Masachika-kun, aku sedikit khawatir dengan beberapa barang yang disumbangkan
kepada kami di masa lalu...... Bisakah kamu memberiku ringkasan materi yang
disumbangkan oleh Raikokai?”
Kata-kata Yuki selanjutnya
menyadarkannya bahwa ia telah membuat keputusan yang buruk.
“...Tidak, dokumennya mungkin
juga berbau, dan tidak ada gunanya membuka pintu ini sejak awal.”
“Kamu
tinggal membukanya saja sebentar kok. Mungkin baunya tidak seburuk yang kamu
pikirkan, tau? ”
Masachika mulai merasa yakin
ketika mendengar kata-kata Yuki yang sugestif.
(Sialan
nih anak...! Dia pasti merasakan sesuatu yang menarik!?)
Suara yang didengarnya sangat
anggun dan elegan seperti biasanya. Tapi Masachika bisa dengan jelas
membayangkan adik tengilnya di balik pintu dengan senyum jahat yang tersembunyi
di balik senyuman manisnya. Dan secara kebetulan, ia juga bisa membayangkan
Alisa yang tampak bingung di sampingnya.
Ketika Masachika sedang
memikirkan apa yang harus dilakukannya ...... tiba-tiba ia mendengar suara baru
dari balik pintu.
“Loh?
Alisa-chan dan Yuki-chan...apa urusan kalian sudah selesai?”
“Terima
kasih atas kerja kerasmu, Elena-senpai...kamu mengenakan sesuatu yang luar
biasa. Mari kesampingkan hal itu dulu, bagaimana dengan ini—”
“Ah, sepertinya Elena-senpai sudah
kembali, ya! Aku sudah menutup kembali kue duriannya, tapi apa kamu berhasil menemukan
deodoran? Yah, aku ragu ada deodoran yang efektif melawan durian !!”
Masachika segera meninggikan
suaranya dan menyela suara Yuki yang berusaha mengungkap kebohongannya.
Masachika kemudian menatap pintu seolah-olah berdoa agar pesannya tersampaikan.
Tiga detik yang menegangkan
berlalu, dan aku mendengar suara Elena.
“Ahh~...Tidak,
tadinya aku mau meminjamnya dari teman klub atletik, tapi dia sudah
pulang...Aku juga tidak bisa membawa pewangi toilet, jadi aku memutuskan untuk
menggunakan plastik dan ember untuk menutup kuenya.”
(Sippp!!)
Masachika diam-diam memberikan
tos kemenangan kepada Elena, yang telah menunjukkan kebijaksanaan yang luar
biasa seperti yang diharapkan dari mantan wakil ketua OSIS. Kemudian, Alisa
datang menyelamatkannya.
“Kalau
begitu...kami berdua pulang sekarang, ya? Yuki-san juga, kita bisa mengurus
dokumennya besok, ‘kan?”
Yuki mungkin tidak menyangka
hal ini, dan setelah jeda sejenak, dia berkata dengan suara kecewa yang
memilukan.
“…Kurasa
ada benarnya juga. Kalau begitu, kami pulang duluan ya? Sampai jumpa besok,
Masachika-kun.”
“Ohh~~, sampai jumpa besok.”
“Kalau begitu, sampai jumpa.”
“Oh, Alya juga, terima kasih
buat kerja kerasnya.”
Masachika mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada rekannya, yang telah mengulurkan tangan
membantu, meskipun dia mungkin tidak menyadarinya.
【Ya
ampun, dasar orang yang bermasalah】
Kemudian, ekspresinya mengeras
ketika ia mendengar suara kecil bahasa Rusia yang datang dari balik pintu.
(Eh,
ap-apa maksudnya itu...? Alya, kamu jangan-jangan...)
Saat Masachika dilanda sesuatu
yang mirip dengan menggigil, suara langkah kaki dua orang terdengar di kejauhan.
Kemudian, dari sisi lain pintu, terdengar suara Elena yang agak kesal.
“Hei...
bukannya kamu baru saja memperlakukanku seperti senior menyebalkan yang membawa
kue durian ke ruang OSIS?”
“Aku benar-benar minta maaf
soal itu.”
Dirinya sama sekali tidak punya
alasan untuk hal itu dan Masachika meminta maaf dengan jujur. Sebagai
tanggapan, Elena menghela napas dan berkata.
“Yah, tidak apa-apa sih...
Jadi, bagaimana kabar Maria-chan? Setidaknya, aku sudah membawa ember dan
kantong plastik.”
Masachika yang merasa lega
karena selamat dari serangan Yuki dan Alisa, tiba-tiba menyadari sesuatu ketika
mendengar pertanyaan Elena.
(Oh
iya…..setelah dibilang begitu, dia sudah terdiam sejak beberapa saat yang lalu,
apa jangan-jangan Masha-san ketiduran...?)
Dengan angan-angan seperti itu,
dan berterima kasih kepada Elena, Masachika melirik ke arah Maria….. tapi ia
segera mengalihkan pandangannya.
(Apa
yang...)
Dia mungkin tersandung ketika
mencoba bangkit dari sofa. Maria sedang duduk di lantai di depan sofa dengan
posisi duduk bersimpuh santai.
“Sa-kun...hiks, sudah kuduga kamu lebih memilih Alya-chan.....”
Mungkin menafsirkan dengan aneh
fakta bahwa Masachika sedang berbicara dengan Alisa melalui pintu setelah meninggalkannya
sendirian, Maria menunduk dan menyeka matanya dengan punggung tangannya. Tapi
yang lebih dikhawatirkan Masachika adalah payudaranya! Yang tidak bisa
disembunyikan... atau lebih tepatnya, payudara yang tidak bisa menyembunyikan!
(Kenapa
dia malah melepas bajunya!?)
Blazernya terlempar ke atas
sofa. Sepatu, kaos kaki, dan rok jumper tergeletak di depan sofa. Yang Maria
kenakan saat ini hanyalah kemeja dan pakaian dalamnya ...... dan bahkan kemeja
itu pun kancing depannya sudah terbuka. Dengan kata lain, baju itu hampir hanya
menyembunyikan lengannya.
“Kuze-kun?
Bagaimana dengan Maria-chan…”
“...Itu sih, dia sedang dalam
keadaan yang tidak bisa diperlihatkan kepada orang lain.”
“Eh!?
Itu artinya...aku sudah terlambat ya...”
“Maaf, aku juga lagi sedikit
bingung, jadi bisakah Elena-senpai pulang duluan hari ini juga?”
“Be-Begitu
ya. Benar juga. Aku yakin kalau Maria-chan juga tidak ingin dilihat dalam
keadaan seperti itu...kalau begitu...Aku serahkan sisanya padamu, oke? Hmm
gimana bilangnya ya, maaf ya? Ah, aku akan meninggalkan ember dan kantong
plastik dua lapisnya di sini untuk berjaga-jaga.”
Setelah mengucapkan kata-kata
itu, suara langkah kaki Elena semakin menjauh. Masachika merasa seolah-olah dirinya
telah menyebabkan kesalahpahaman yang tidak diinginkan, tetapi ia tidak
memiliki banyak waktu untuk mengkhawatirkannya sekarang.
“(Tunggu, kenapa kamu melepas
bajumu, Masha-san?)”
Masachika mendekati Maria
dengan berbisik sambil melihat sekeliling sofa, berusaha untuk tidak menatapnya
secara langsung. Lalu, sambil melihat dari sudut matanya, ia melihat Maria
mendongak dan ekspresinya tiba-tiba menjadi cerah.
“Ah~~~ Sa-kun ada di sini~”
Masachika tersenyum kecil
dengan masam pada Maria, yang suaranya tiba-tiba menjadi lebih keras, dan
berbicara kepadanya dengan lembut, seperti yang dilakukan seseorang pada anak
kecil.
“Iya, aku di sini... untuk saat
ini, ayo pakai baju dulu, ya?”
“Hmnm~~? Nfufu~~~♪”
“Tidak, jangan bilang 'hmm~~?'...Maksudku, jika kamu menggoyangkan
tubuhmu sebanyak itu, nantinya akan berbahaya, loh.”
Masachika terus melihat secara
diagonal ke depannya dan berbicara lembut kepada Maria, yang menggoyangkan
tubuhnya ke depan dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan sambil mengeluarkan tawa
yang mencurigakan. Kemudian tanpa disangka, tangan kanannya ditarik, dan
Masachika menoleh ke arahnya sambil berkata, “Hmm?”
Pergelangan tangan kanan
Masachika dipegang oleh tangan kanan Maria dan punggung tangannya digenggam
oleh tangan kiri Maria. Tangannya kemudian ditarik mendekat....
“Tu-Tunggu sebentar.”
Melihat sesuatu yang tidak
pernah bisa dilihatnya secara langsung pada tujuan tangannya, Masachika
menyentakkan lengan kanannya ke belakang. Kemudian ia bertanya pada Maria
dengan wajah datar.
“Apa yang sedang kamu coba
lakukan?”
“Eh~~? Melanjutkan~?”
“Melanjutkan...”
Usai mendengar itu, Masachika kembali
teringat. Sebelumnya, saat ia menyentuh rambut dan kelopak mata Maria, dirinya
mengatakan bahwa ia menyukainya. Mengingat hal tersebut, darah mengalir deras
ke dalam kepalanya.
“Tidak, tidak, tidak, kamu ingin
mencoba membuatku menyentuhmu di mana? Kamu tidak boleh melakukan itu!”
Sambil menepis tangan Maria sekuat
tenaga, Masachika berteriak sambil memalingkan wajahnya dari Maria, meskipun
Maria terjatuh karena dampak tersebut.
Kemudian, Maria langsung
menangis tersedu-sedu dan menundukkan kepalanya.
“Sudah kuduga, Sa-kun lebih
menyukai diriku yang lebih kurus seperti dulu…kamu sama sekali tidak menatapku
dengan baik…”
“Tidak, dibilangin bukan begitu
maksudku...”
Mendengar suara yang tak terhindarkan
menimbulkan rasa bersalah, Masachika menoleh ke arah Maria dengan bingung...dan
ketika ia melihat tubuhnya dari dekat, Masachika tanpa sadar menelan ludahnya.
Kecantikan Maria yang memadukan
kepolosan gadis lugu dengan kelembutan seorang ibu yang penuh kasih sayang,
membuat siapa pun yang melihatnya merasa tenteram. Sebaliknya. Dari leher
hingga ke bawah, penampilannya penuh dengan kualitas magis yang membuat semua
orang yang melihatnya menjadi tergila-gila.
Berbalut bra hitam, bukit
kembar yang sangat ganas...tidak, bola kembar. Pinggangnya yang melengkung
dengan anggun namun terlihat lembut dan halus, dan pahanya, yang bersih,
terlihat montok dan kencang. ...... Masachika seketika itu juga mendongak ke
langit-langit.
(Hmm~,
akhir-akhir ini ada beberapa karya level hegemonik, tapi dari apa yang kurasakan
sekarang, kupikir ada tiga karya level hegemonik musim ini~)
Saat Masachika mencoba yang
terbaik untuk melarikan diri dari kenyataan, suara menyedihkan Maria mencapai
telinganya.
“Uh, uuuuuuuu~~kamu malah
membuang mukaaaa~”
“Tidak, bukannya karena aku
tidak tahan untuk melihatnya, tapi lebih karena aku tidak tahan…”
Masachika menundukkan kepalanya
sedikit dan melihat bagian atas kepala Maria saat mengatakan itu, Maria
membungkuk dan bergerak menjauh dari pandangannya. Saat ia mengikutinya dan
dengan hati-hati menurunkan pandangannya...hmmm, sungguh pantat yang besar dan
montok.
(Tidak!)
Ia buru-buru menurunkan
pandangannya dan bertatapan dengan Maria, yang menatapnya dari jarak dekat.
Tak disangka-sangka, Maria
sedang berlutut di antara kedua kaki Masachika dan menatapnya dalam posisi
merangkak.
“Oouu!?”
Berada dalam posisi yang
mengingatkannya pada adegan bersama Alisa di pesta perayaan, Masachika mencoba
meluncur ke belakang...tapi dirinya justru kehilangan keseimbangan dan sikunya
terbentur lantai dengan keras.
“Aduh!?”
Bersamaan dengan rasa sakit
yang menusuk, sensasi mati rasa menjalar dari kedua siku hingga lengan
bawahnya, dan Masachika terjatuh telentang, tidak mampu menopang badannya
dengan lengannya.
“Ughhhhhhhh~~~~~!”
Kemudian, saat Masachika
merentangkan tangannya dan menahan rasa sakit serta mati rasa... cahaya dari lampu ruangan terhalang oleh
kepala Maria.
Maria meletakkan tangannya di kedua
sisi bahu Masachika dan menatapnya. Ujung rambutnya yang bersinar di bawah
cahaya, berayun pada jarak yang hampir menggelitik pipi Masachika.
“Nee, Sa-kun...”
“Oke Masha-san, tenanglah dulu.
Kamu sedang tidak waras sekarang.”
Masachika berbicara dengan
panic dan putus asa ketika menatap wajah Maria, yang menatapnya dengan mata
basah. Pada saat yang sama, ia dengan gusar mencoba memikirkan jalan keluar
dari situasi saat ini.
(Aku
baik-baik saja. Selama aku bisa menghilangkan rasa kebas di lenganku, aku bisa
kembali melancarkan teknik rahasia yang membuatnya pingsan. Untungnya, dia
masih mengenakan kemeja, jadi pertama-tama aku harus menarik kaki kanannya dan
memgang bagian belakangnya….)
Masachika mengalihkan kepalanya
ke mode pertarungan dan mati-matian mencoba mengalihkan kesadarannya dari
penampilan Maria yang glamor. Kemudian, pertanyaan Maria pun kembali muncul.
“Apa kamu….. membenciku
sekarang?”
“Itu tidak benar sama sekali.
Sebenarnya aku menyukaimu. Rasanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aku
sangat menyukaimu.”
“Kalau begitu… coba sentuh
aku?”
“Jangan minta hal yang
mustahil!?”
Segera setelah ia menjawabnya
dengan wajah datar, mata Maria yang tadinya lembab...menjadi tenang.
“Jeda dulu nanti. Baiklah, aku mengerti.
Aku akan menyentuhmu.”
Sorot matanya membangkitkan
rasa krisis yang kuat, dan Masachika dengan cepat mengatakannya. Maria berkedip
lalu tersenyum linglung. Sesaat kemudian,
(Sekarang!!)
Masachika dengan cepat melipat
kaki kanannya dan menariknya keluar dari bawah tubuh Maria. Ia kemudian
menggerakkan kedua tangannya yang masih sedikit mati rasa, memegang punggung
Maria dengan tangan kanannya, dan berguling ke samping, memegang kaki kanan
Maria dengan tangan kirinya—namun.
(Hmm?)
Dengan tangan kanannya...
Masachika
tiba-tiba merasa ragu ketika ia merasakan sentuhan keras yang misterius di
balik kemeja Maria.
(Apa
ini? Sepertinya semacam alat kelengkapan logam──)
Ketika ia memikirkannya sampai
sejauh itu.
“! Ohhh!?”
Masachika secara intuitif
mengetahui sensasi apa yang dirasakannya dan dengan cepat melepaskan tangannya.
Menatap Masachika yang masih membeku seperti itu, Maria mengerjap lagi. Dia
memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran dan kemudian...
“! ahh~~”
Dia mengangguk seolah-olah dia
mengerti sesuatu, lalu mengangkat tubuh bagian atasnya dan, yang mengejutkan,
naik ke atas perut Masachika.
“Tidak, tunggu dulu—!?”
Masachika tak bisa berkata-kata
saat ia merasakan pantat Maria menempel di perut bagian bawahnya. Ia kemudian
secara refleks melihat ke arah itu secara cepat, dan membeku ketika menyadari
bahwa kancut Maria berada di dekat matanya, dan semuanya, kecuali bagian
vitalnya, sedikit transparan.
Paha putih yang menggairahkan.
Kancut berwarna hitam yang dewasa dan seksi terlihat jelas di kulit putihnya. Area
selangkangannya yang mempesona, mengintip dari sana.
Masachika melupakan rasa malu
dan bersalahnya, lalu tanpa sadar menatap ke arah sana, tetapi dalam beberapa
detik dirinya berhasil mengeluarkan nalar terakhir dari kepalanya, dan kemudian
langsung menutup matanya.
(Dasar
begooo, jangan dilihat, jangan disentuh, jangan disadari juga! Kamu sedang
berurusan dengan Ma-chan, tau! Dan dia dalam keadaan tidak waras! Kamu tahu
bahwa jika kamu melakukan sesuatu di sini, kau akan menyesalinya sampai mati
nanti!!!)
Masachika menutup matanya,
mengatupkan giginya, dan mengerahkan seluruh akal sehatnya ketika bunyi tepukan
kecil mencapai telinganya.
“??”
Mendengar suara yang tidak
dikenal, ia membuka sedikit kelopa matanya dan melihat ke arah itu. Kemudian,
dalam pandangan Masachika yang sempit, ia melihat….. pemandangan Maria dengan kedua
tangan di belakang punggungnya. Pandangan mata mereka bertemu di sana, dan Maria
meletakkan tangannya kembali ke depan dengan senyum malu-malu di wajahnya. Dan
kemudian,
“Duhh..... sebaiknya kamu beritahu
aku saja jika kamu ingin melepasnya.”
Sambil mengatakan hal itu, Maria
melepas tali bahunya.
Pada saat yang sama ketika
kemeja Maria terlepas, penghalang terakhir yang menutupi payudaranya yang menggairahkan
tertarik ke bawah karena gravitasi... Maria akhirnya hanya mengenakan kancutnya
saja dan tersenyum malu-malu, namun terlihat agak mengundang.
“Boleh saja, kok? Karena ini
semua milik Sa-kun... Karena ini demi membuat Sa-kun mencintaiku. Jadi.....
boleh kok?”
Masachika, yang entah bagaimana
lupa untuk mengerjapkan matanya, mendengar kata-kata Maria dan berpikir …. dari
lubuk hatinya.
(Aku
mungkin menyesalinya...)
Dirinya akan menyesalinya
sampai mati nanti? Lantas kenapa? Jika kamu seorang pria! Bukannya kita harus
mempertaruhkan segalanya pada saat ini?
(Jika
aku menyentuh harta karun tertinggi ini sekarang juga, aku pasti takkan
menyesalinya bahkan jika aku mati!!)
Matanya membelalak dan dalam
arti tertentu dia membuat pernyataan jantan di kepalanya——Masachika membanting
bagian belakang kepalanya ke lantai sekeras mungkin. Bunyi gedebuk bergema di
kepalanya, dan matanya terpejam dengan sendirinyakarena kesakitan.
Untungnya, Masachika memejamkan
matanya rapat-rapat dan mengulang-ulang mantra tersebut di dalam kepalanya,
sambil meringis kesakitan.
(Orang
yang ada di sini adalah Ma-chan. Orang yang ada di sini adalah Ma-chan. Orang
yang ada di sini adalah Ma-chan—)
Kemudian, ada banyak kenangan
indah yang kembali terlintas di benaknya. Saat dirinya melihat kenangat
tersebut dengan mata batinnya, Masachika secara alami merasakan perasaan yang
lembut, dan ketika ia membuka mata dalam keadaan tenang...
“Ughhhh.”
Maria mengeluarkan erangan
teredam dari dalam tenggorokannya dan tiba-tiba terjatuh di atas Masachika.
“Tu-Tunggu dulu oi.”
Masachika terkejut dan dengan
cepat mengangkat tangannya untuk menopang bahunya ......, tetapi dia tidak
dapat melakukannya tepat waktu, dan tangannya justru terkubur di pegunungan
yang menjulang di depan bahunya.
“Uuuooh, aku malah menyentuhnya~~~??”
Mata Masachika membelalak saat
merasakan kelembutan di tangannya dan susu yang meluap di sela-sela jari-jarinya.
Di atas kepalanya,
“Uoee!”
Ia mendengar suara yang tidak
menyenangkan.
Firasat buruk menjalar ke
tulang belakangnya dan Masachika mendongak untuk melihat wajah Maria, yang
alisnya berkerut kesakitan dan matanya terpejam.
“Entah kenapa, perutku jadi mual...”
Apa ini yang dimaksud kebenaran
yang muncul dari kebohongan? Tapi Masachika tidak mempunyai waktu untuk hal
seperti itu. Karena kalau dibiarkan terus, mukanya pasti akan dipenuhi muntah-muntah.
“Tidak, seriusan, sumpah, yang
bener saja, mana ada yang mau dengan muntahan Masha-san, dan aku bukan orang
yang cukup tercerahkan untuk menganggap muntahan di wajah sebagai hadiah, tapi
woi ini rasanya lembut bangettttt!? ”
Setelah berpikir keras tentang
bagaimana dirinya harus mengguncang Maria dalam kondisi seperti ini, Masachika
dengan hati-hati menurunkan tubuh Maria ke atas tubuhnya sendiri dan dengan
lembut mengusap punggungnya sambil memeluknya erat-erat.
Berkat kepedulian Masachika
yang luar biasa (?), Maria berhasil menghindari keinginan untuk muntah dan
mulai tidur nyenyak di atas Masachika….. kemudian yang tersisa hanyalah pemandangan
Masachika yang tidak bisa bergerak karena keadaan Maria yang setengah telanjang
di atasnya.
“...Rasanya hal seperti ini pernah
terjadi selama perkemahan musim panas.”
Masachika menggumamkan sesuatu
seperti itu untuk melarikan diri dari kenyataan dan menatap langit-langit.
Meski demikian, mengingat kemungkinan seseorang akan kembali, ia tidak bisa
membiarkan segala sesuatunya tetap seperti sekarang.
(Maksudku,
kalau aku tidak cepat-cepat, Ayano akan datang!)
Segera setelah ia memikirkan
hal itu, bunyi ketukan pintu bergema di dalam ruangan. Jantung Masachika hampir
berhenti berdetak karena ia tidak mendengar langkah kaki apapun yang mendekati
ruangan OSIS.
“Permisi……?”
“Ah, Ayano! Maaf, situasi
sekarang sedang...”
...Kemudian setelah itu, ketika
Masachika berhasil membuat Ayano pergi dan selesai membersihkan, atau lebih
tepatnya mengembalikannya ke kondisi semula, sambil merasa seperti sekarat
dalam banyak hal, Maria akhirnya terbangun. Dan ketika dia terbangun, Maria sama
sekali tidak mengingat tentang apa yang telah terjadi setelah dia memakan
potongan cokelat kedua. ...... Masachika, yang mengingat semuanya, merasa
tertekan dengan penyesalan dan kebencian terhadap diri sendiri selama beberapa
waktu setelahnya.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya