Chapter 6 — Permainan
Sehari setelah peristiwa
kerusuhan Maria yang mabuk, seluruh anggota OSIS berkumpul di ruang OSIS.
Di sisi kiri meja panjang, secara
berurutan dari sisi pintu masuk, ada Ayano, Yuki, Chisaki, dan Touya. Di
sebelah kanan, ada Masachika, Alisa, Maria, dan Gadis ilegal... Elena.
“Trick or Treat!”
“Dibilangin ini sudah bulan
November tau.”
Merenungkan kejadian kemarin,
pesta perayaan festival olahraga (direvisi)
yang diselenggarakan oleh Elena, diadakan kembali setelah menghilangkan
semua makanan berisi bahan alkohol secara menyeluruh. Namun, entah mengapa, berlawanan dengan nama
acaranya, Elena masih dalam suasana Halloween,
dan Masachika memberikan komentar kepadanya. Kemudian, Elena, yang berdandan
sebagai gadis illegal, eh salah, maksudnya sebagai gadis penyihir seperti
kemarin, berkata sambil mengibaskan tongkat sihirnya.
“Kamu sendiri juga lagi
bercosplay, Kuze-kun. Memangnya kamu berhak mengomentariku seperti itu?”
“Aku sih tidak melakukannya
sendiri, tapi dipaksa untuk memakainya! Tiba-tiba aku diculik oleh klub
kerajinan tangan!”
Masachika, yang berteriak
demikian, mengenakan pakaian pendeta dengan simbol mencurigakan yang menyerupai
motif bola mata. Di tangannya ada sebuah buku yang lebih mirip seperti buku
terlarang daripada Alkitab, kitab dari aliran sesat. Saat dirinya hendak
memasuki ruang OSIS sepulang sekolah, Masachika tiba-tiba diserang oleh anggota
klub kerajinan tangan dan dipaksa berpakaian seperti ini.
“Maksudku, ini pastinya
instruksi dari Elena-senpai, kan?”
“Aku cuma berpikir kalau
rasanya tidak adil jika hanya aku yang merasa malu!!”
“Bisa enggak jangan mencoba
melibatkan orang-orang di sekitarmu!?”
Masachika menyuarakan protes
terhadap Senpainya yang mencoba menyeret orang lain tanpa izin dengan
mengenakan cosplay ketat, tapi...
“Heee~... Kuze-kun, memangnya
kamu berada dalam posisi mengatakan hal seperti itu?”
“Apa yang kamu bicarakan?
Suasana hatiku sedang dalam keadaan baik untuk sementara waktu sekarang.
Halloween memang yang terbaik!”
Si kouhai yang kemarin menjuluki
Senpainya sebagai “orang yang membawa kue
durian yang bau ke ruang OSIS”, dipelototi oleh Elena, yang menyerang balik
dengan cara yang cemerlang.
“Kuze-kun dan Elena-senpai, apa
terjadi sesuatu?”
“Tidak, bukan apa-apa kok, Masha-san.”
Masachika menjawab dengan cepat
sambil menghadap ke depan saat Maria, yang mengenakan kostum iblis, memiringkan
kepalanya. Pandangannya selalu ke depan! Dengan keras kepala hanya selalu ke
depan!
Pasalnya, selain karena semua hal
yang terjadi kemarin, kostum Maria merupakan kostum yang mengikuti garis lekukan
tubuhnya dan menonjolkan gaya garangnya, jadi Masachika merasa kesulitan untuk
melihatnya.
“Masachika-kun…?”
Masachika, yang tetap menghadap
ke depan, menerima tatapan curiga dari Alisa. Alisa sendiri mengenakan kostum
biarawati, mungkin ingin menyesuaikan dengan tema partner kampanye pemilunya.
Jadi jika ditanya apakan aman
untuk melihat ke arah Alisa, Masachika sendiri merasa kalau itu sama-sama tidak
aman. Mungkin itu karena mengikuti konsep biarawati dari aliran sesat, atau
mungkin hanya sekedar selera penciptanya, tapi kostum yang dipakai Alisa
memilik model bahu yang terbuka, payudaranya juga tampak menonjol, dan bahkan
pahanya mencuat sampai-sampai pakaian dalamnya hampir terlihat. membuat orang
yang melihatnya ingin berkata, “Mana
mungkin kamu bisa menjadi biarawati dengan pakaian seperti itu, tau?” ,
jadi Masachika kesulitan untuk melihat ke arah mana.
Oleh karena itu, Masachika berusaha
mengalihkan pembicaraan sambil menjaga pandangannya tetap tertuju pada kursi di
seberangnya, agar tidak menatap kakak beradik yang cantik di kedua sisinya,
yang memiliki penampilan beracun bagi matanya.
“Maksudku, rupanya kostum
penyihir yang biasa juga ada, toh.”
Orang yang berada di depan
pandangannya adalah Yuki, yang bercosplay sebagai penyihir. Dia mengenakan gaun
hitam, jubah hitam, dan topi runcing, memberinya kesan penyihir. Ketika
Masachika melihat ke arah Elena setelah melihat ini, ia ingin memiringkan
kepalanya dan bertanya, “Bagaimana ini
bisa terjadi?”
Ngomong-ngomong, Ayano, yang
berada di sebelah Yuki, sedang bercosplay seperti kucing hitam (?), mungkin
sebagai utusan penyihir. Alasan kenapa tanda tanya tersebut melekat karena,
yang bisa disebut cosplay hanyalah telinga dan ekor kucingnya saja, sedangkan
kostumnya sendiri hanya berupa gaun berwarna hitam. Ketimbang dibilang kucing
hitam, penampilannya tersebut mungkin lebih mirip seperti kucing hitam yang
diubah menjadi manusia dengan sihir.
“...Kostum penyihir dengan
ukuran sebesar itu adalah hal yang normal....tapi kalau kamu mendapat ukuran
yang lebih besar, kamu akan jadinya seperti itu.”
Masachika memiringkan kepalanya
dan bertanya pada Elena, yang mengatakan hal ini dengan tatapan matanya yang
jauh.
“Apa maksudmu dengan itu? Memangnya masih ada kostum lain
yang lebih parah selain gadis ilegal?”
“Jangan panggil aku gadis
ilegal! Aku juga memprotesnya tau! Kemudian mereka memberiku kostum dengan rok
robek….. yang robekannya sampai ke pangkal paha, jadi aku tidak punya pilihan
lain!”
“Apa itu benar-benar kostum
penyihir?”
Atau karena kostumnya terlalu
memikat, makanya bisa dibilang juga sebagai penyihir? Saat Masachika berpikir
seperti itu, Maria, yang duduk di sebelah Elena, mengangguk setuju.
“Ah, kostum itu ya~. Aku juga sempat
memakainya, tapi kostum itu memang terlalu terbuka~.”
“Kamu memakainya!?”
“Iya, orang-orang dari klub
kerajinan tangan berkata, [Kalau kostum
ini sih gawat. Pasti bakalan ada yang mati], jadi kami memutuskan untuk
menggantinya dengan kostum ini.”
“...”
Kostum keterlaluan macam apa yang dia kenakan? Masachika merasa penasaran, tapi kemungkinan besar dirinya akan menjadi orang yang mati pertama karena mengalami kilas balik kejadian kemarin jika Maria datang dengan pakaian seperti itu, jadi mungkin ada baiknya dia berganti pakaian. Tidak, pakaiannya yang sekarang juga cukup menarik!
(Atau lebih tepatnya, kostum Elena-senpai saat
ini juga memperlihatkan payudaranya, tapi apa itu tidak apa-apa?)
Masachika menanyakan pertanyaan
sederhana sambil berusaha untuk tidak memandang ke arahnya.
Meskipun ia mengejeknya dengan
sebutan Gadis Ilegal, tapi kalau dilihat secara objektif, kostum Elena juga
cukup ekstrim. Padahal, jika dibandingkan dengan tenang, kostum Elena justru
lebih menunjukkan area payudaranya daripada yang lain. Dia memiliki sepasang
payudara yang begitu besar sampai-sampai akan membuat Masachika berpikir, [Jika dia melompat dengan kostum itu, payudaranya
pasti akan menyembul keluar, bukan]. Yah, meski begitu, jika dilihat secara
keseluruhan, kekencangannya lebih menonjol daripada keseksiannya (*Ini pendapat pribadi).
“Ngomong-ngomong, ketua dan
wakil ketua...”
Saat Masachika melihat Touya
dan Chisaki yang sudah saling memotret satu sama lain sejak beberapa waktu yang
lalu, ekspresinya menjadi sedikit aneh. Alasannya sudah jelas.
Hanya kostum mereka berdua,
yang jika dibandingkan dengan yang lain...
“Aku merasa tidak enakan karena
mengatakan ini, tapi… bukannya kostum mereka kelihatan biasa saja?”
Masachika sengaja menyebutnya
biasa-biasa saja, tapi sejujurnya, jelas-jelas ia tidak berusaha keras untuk
mengatakannya begitu. Touya hanya mengenakan ikat kepala dengan kepala sekrup
raksasa di ujung di kiri dan kanan, dan mantel besar sebagai pengganti blazer
seragam. Adapun Chisaki, dia hanya disuruh mengenakan jas putih berdarah di
atas seragamnya.
“Itu kostum Frankenstein, ‘kan?
Mungkin.”
Alisa mengatakannya sambil
melihat sekrup besar yang sepertinya menembus kepala Touya. Menanggapi hal
tersebut, Maria dan Yuki juga membuka mulut mereka.
“Jika Ketua dan Chisaki-chan
dipasangkan…”
“Kurasa itu adalah kombinasi antara
monster dan dokter yang menciptakannya.”
“Kalau begitu yang ini adalah
Frankenstein, bikin rumit saja.”
Ketika Masachika mengatakan itu
sambil melihat ke arah Chisaki, Alisa yang duduk di sebelahnya, memiringkan
kepalanya.
“? Apa maksudmu?”
“Tidak, itu sering
disalahpahami, tapi monster dengan sekrup yang tertancap di kepalanya adalah
monster tanpa nama, sedangkan dokter yang menciptakannya adalah Dr.
Frankenstein.”
“Eh, apa iya?”
Sambil memberikan penjelasan
seperti itu kepada Alisa, Elena menjawab pertanyaan Masachika.
“Kudengar Touya dan
Chisaki-chan tidak mungkin diculik oleh anggota klub kerajinan tangan.”
“Tak disangka itu cuma masalah
perbedaan kekuatan!?”
“Terutama Chisaki-chan, karena
dia mampu menaklukkan para anggota klub kerajinan tangan yang lepas kendali...”
“Ah begitu ya~...”
Jadi itulah sebabnya mereka
diam-diam hanya mengenakan jas putih kepada Chisaki dan segera pergi? Itu
adalah pemandangan yang cukup lucu ketika membayangkan bahwa para penyerang
yang telah menculik Masachika dan yang lainnya dengan penuh waspada
mengendap-endap seperti pencuri untuk melawan Touya dan Chisaki.
“Yah, sepertinya kali ini dua
orang juga berhasil ditundukkan karena mereka mencoba membuatku memakainya
secara mengejutkan.”
“Bukannya itu terlalu kejam,
Sarashina-senpai?”
Chisaki, yang sedang mengambil
foto Touya, mengangkat alisnya ketika menanggapi banyolan Masachika yang
berwajah lurus.
“Hmm? Tidak, habisnya...jika
mereka tiba-tiba muncul di belakangku, tau sendiri, ‘kan?”
“Biarpun kamu dimintai
persetujuan. Kebanyakan orang tidak bisa bereaksi jika ada seseorang yang
muncul dari belakang mereka.”
“Sebelum bisa bereaksi, apa
tanggapan refleksmu tidak beraksi dengan baik?”
“Mulai sekarang aku akan
memastikan untuk tidak berdiri di belakang Sarashina-senpai.”
Masachika sedikit gemetar saat
dirinya menyatakan hal ini kepada Senpainya, yang bahkan lebih berbahaya
daripada seorang pembunuh bayaran. Kemudian, Touya mengangguk setuju dengan
ekspresi nostalgia di wajahnya.
“Ketika aku pertama kali mulai
berkencan dan merasa bersemangat, aku ingin mencoba melakukan [ayo tebak siapa~?] dari belakangnya,
dan tanpa kusadari, aku sudah ditonjok di bagian rahang.”
“Aku cukup terkejut kalian
tidak langsung putus pada saat itu.”
“Itu sebabnya Touya jadi
pingsan, jadi kami harus mengulangi kencan pertama kami di kemudian hari.”
“Ditambah lagi itu kencan
pertama kalian!?”
“Pada akhirnya, aku mulai
memanggilnya seperti biasa setelah itu...tapi suatu hari nanti, aku yakin kalau
aku akan membalas dendam.”
“Touya...”
“Semoga kalian berdua terus
bahagia!”
Masachika mengatakan ini dengan
nada memberkati kepada Touya yang menunjukkan obsesi misterius dengan “Ayo tebak siapa~?” dan Chisaki yang
menatap Touya yang seperti itu dengan tatapan penuh gairah yang misterius.
Kemudian, Elena angkat bicara dengan secangkir kertas berisi jus di tangannya.
“Kalau begitu, ayo kita mulai
saja!”
Menanggapi seruan tersebut,
semua yang ada di sana pun memegang cangkir kertas. Setelah mengonfirmasi hal
ini, Elena mengangkat cangkir kertas.
“Selamat atas suksesnya acara festival
olahraga! Bersulang!”
““““““Bersulang!””””””
Setelah itu, mereka meletakkan
gelasnya bersama-sama dan masing-masing meraih permen di tangannya——
“Tunggu dulu sebentar!”
Mendengar suara menahan diri
yang dilontarkan oleh Elena, mereka semua menghentikan tangan mereka dengan
sekejap. Dan sementara mereka semua menatapnya dengan curiga, Elena tersenyum
kecut dan menggelengkan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain.
“Yare~yare~, memangnya kalian pikir pikir kita bisa makan yang
manis-manis seperti ini saja tanpa masalah? Naif, kenaifan kalian semanis kudapan,
para juniorku!”
Melihat mata Elena melebar
dengan gaya dramatis... Masachika menyatukan kedua tangannya.
“Itadakimasu~.”
“Oii tunggu!Kamu yang di sana,
jangan abaikan aku!”
“Hah? Bukannya aku sudah melakukan ‘Itadakimasu’ dengan benar?”
“Aku tidak sedang membicarakan
hal itu seperti program acara TV untuk anak-anak, tau!?”
Setelah membuat sindiran
seperti itu dengan ekspresi polos, Elena terbatuk-batuk ringan. Dia tersenyum
lagi dan bangkit dari tempat duduknya, melihat sekeliling ke seluruh anggota
OSIS, dan kemudian mengulurkan tangannya ke depannya.
“Mulai sekarang, aku akan mengajak
kalian semua bermain permainan dengan menggunakan kudapan ini sebagai taruhannya!
Terlebih lagi! Kalian tidak punya hak untuk memveto!”
“Apa ini program anak-anak?”
“Penyanyi Onee-san… tidak,
mungkin ini seperti Onee-san yang menyebalkan?”
Sindiran Masachika yang
berwajah lurus dan kesan tanpa ampun Yuki menusuk gadis penyihir (alias gadis nyebelin) yang mengatakan
sesuatu sambil tersenyum dalam rayuan untuk mengajak memainkan permainan
kematian.
“Tunggu Yuki-chan!? Bukannya
kamu baru saja mengatakan sesuatu yang kejam padaku?”
Elena memprotes ketika
mendengar gumaman yang sangat ceroboh tersebut. Tetapi,
“Eh, memangnya aku mengatakan
sesuatu?”
Yuki menunjukkan senyum bingung
yang bercampur bermasalah. Reaksi Yuki yang begitu alami sampai-sampai
membuatnya berpikir, “Hah? Mungkin aku
salah dengar?'”, membuat Elena berkedip dengan ekspresi kosong di wajahnya.
“Oh, kamu tadi bilang aku
menyebalkan*...”
“Eh, kamu sedang sakit?”
“Ah, eh, tidak, bukan
apa-apa...”
Karena Yuki berhasil
mengelabuinya dengan mulus, jadi Elena langsung mundur sambil memiringkan kepalanya
karena alasan yang tidak bisa dijelaskan. Kemudian, setelah mendapatkan kembali
ketenangannya, dia mendorong tangannya ke depan lagi dengan keras. (TN: Yuki memanggil
Elena dengan itai no onee-san, yang kalau diterjemahkan secara konteks bisa
diartikan sebagai Onee-san yang menyebalkan, tapi kata Itai (痛い) sendiri mempunyai arti sakit.)
“Awalnya, aku akan meminta
kalian memainkan permainan di mana kalian bertaruh pada kudapan! Benar, aku
sudah menyiapkan permainan intelektual terbaik untuk kalian...”
Masachika dengan tenang berkomentar
pada Elena yang memasang senyum mencurigakan.
“Kalau itu permainan Mahjong,
aku tidak mau memainkannya.”
“Touya-kun~? Apa yang sudah
kamu ajari pada juniormu~?”
“Bukan apa-apa, segera setelah
aku bergabung dengan OSIS, aku kalah telak oleh senpaiku yang bermain mahjong
dengan curang.”
“Kamu malah memberitahuku
semuanya! Bukannya kamu memberitahu mereka semuanya!”
“Tidak, karena itu tradisi
OSIS...”
“Jelas-jelas itu bohong.”
“Seriusan?… Hah, lalu kenapa
aku sampai dibuat kalah telak?”
“Baiklah, permainan yang saya
ingin kalian semua mainkan adalah .....”
“Wakil Ketua?”
Mengabaikan pertanyaan Touya dengan
cemerlang, Elena lalu menyatakan setelah mengumpulkan banyak hal.
“Permainan trik-or-treat.”
Setelah mendengar nama
permainan tersebut, Masachika dan yang lainnya saling berpandangan dan kemudian
memiringkan kepala mereka serempak.
“Permainan trick-or-treat? Aku belum pernah mendengarnya...”
“Itu karena aku baru saja
memikirkannya.”
“Seriusan?”
Apakah
ini benar-benar sebuah permainan?
Mengabaikan Masachika dan
lainnya yang khawatir, Elena mengeluarkan empat kartu dari tasnya. Bagian
belakang kartu-kartu tersebut memiliki ilustrasi jack-o'-lanterns yang tercetak di atasnya, dan meskipun terlihat
seperti buatan tangan, kartu-kartu tersebut dilaminasi dan cukup otentik.
Ketika Elena membalikkan
kartu-kartu tersebut, tiga kartu bertuliskan kata Treat dengan ilustrasi permen, sementara satu kartu lainnya
bertuliskan kata Trick dengan
ilustrasi setan. Elena mengeluarkan satu set kartu yang sama dan mulai menjelaskan
sambil memegang empat kartu di masing-masing tangannya.
“Kalian semua akan bermain satu
lawan satu dengan menggunakan empat kartu ini. Pertama-tama, kedua pemain bisa
memainkan suit batu-kertas-gunting untuk memutuskan siapa yang duluan. Pemain
yang mendapat giliran pertama bisa memilih satu kartu dari empat kartu ini dan
meletakkannya dengan posisi tertutup.”
Sambil mengatakan hal ini, Elena
meletakkan salah satu dari empat kartu di tangannya dengan posisi menghadap ke
bawah di atas meja.
“Di sisi lain, pemain lawan
yang berada dalam posisi bertahan memiliki dua pilihan. Yaitu, menyajikan kudapan
atau tidak.”
“Maksudnya kudapan... mungkin
tentang ini?”
Masachika bertanya sambil
menunjuk muffin yang dibungkus satu
per satu, financier, dan madeleine di atas piring kertas yang ada
di hadapannya dengan tatapannya, dan Elena balas mengangguk.
“Ya, para pemain bisa memilih
untuk meletakkan salah satu dari ketiga kudapan itu, kamu bisa memilih: mau
menaruhnya di meja atau tidak. Untuk contohnya, aku memilih untuk tidak
menyajikannya, dan setelah memilih…..para pemain bisa membuka kartu yang
tertutup.”
Saat Elena membalikkan kartu
yang tertutup menghadap ke atas, di sana tertulis kata Treat di atasnya.
“Dalam kasus kartu Treat, jika ada kudapan yang disajikan di
atas meja, pemain penyerang bisa mendapatkannya. Jika tidak ada kudapan yang
disajikan seperti dalam kasus ini, serangan akan dinyatakan gagal. Pindahkan
kartu yang sudah digunakan ke samping dan lanjutkan untuk menyerang lawan.”
Setelah menggeser kartu bertuliskan
[Treat] ke samping, Elena kali ini
mengeluarkan kartu bertuliskan [Trick].
“Sebaliknya, jika yang keluar
adalah kartu Trick, maka serangannya
akan gagal jika ada kudapan yang disajikan. Kudapan itu akan kembali ke tangan
pemain lawan. Namun, jika tidak ada kudapan yang disajikan, maka serangannya
dianggap berhasil. Pemain yang berhasil melakukan Trick adalah pemenang permainan dan berhak mengerjai pemain lain
yang kalah.”
“Memangnya itu sesuatu yang
boleh dilakukan di sekolah?”
Masachika tanpa sadar mengajukan
pertanyaan itu, karena kata tersebut memiliki bau kenakalan yang tidak menyenangkan
di dalamnya. Elena kemudian melihat ke arah Chisaki dan berkata.
“Yah, jika terjadi sesuatu,
ketua komite disiplin bisa menghentikan kita…”
“Begitu ya, kurasa aku bisa
merasa lega.”
Masachika mengangguk dengan
ekspresi serius di wajahnya saat melihat Chisaki mengepalkan tinjunya seolah-olah
berkata, “Serahkan saja padaku!”.
“Singkatnya, pemain yang menyerang
akan meletakkan kartu Treat atau
kartu Trick secara tertutup di atas
meja. Pemain yang bertahan akan menyajikan kudapan jika menganggap kartu
tersebut adalah kartu Trick. Jika
pemain bertahan berpikir kalau kartu tersebut adalah kartu Treat, dia bisa melewatinya tanpa perlu menyajikan kudapan. Jadi bisa
dibilang ini permainan dengan giliran satu per satu dengan mengganti serangan
dan pertahanan, para pemain terus melakukan itu sampai kedua pemain
menghabiskan semua kartu yang mereka miliki, yang mana itu akan dianggap satu
ronde. Jika permainan belum selesai, setiap pemain mengembalikan semua kartu
mereka kepada pemain lain, menukar penyerang pertama dan kedua dan melanjutkan
ke ronde berikutnya. Ulangi ini sebanyak ronde yang kalian inginkan sampai
permainan selesai.”
Setelah mereka semua berpikir
sejenak tentang penjelasan Elena, Yuki mengangkat tangannya sambil berkata 'ya'.
“Apa satu-satunya cara untuk
menyelesaikan permainan adalah keberhasilan kartu trick?”
“Benar sekali. Meskipun pemain
tidak memiliki kudapan, dia akan tetap menang jika dia berhasil menyerang
dengan kartu trick-nya.”
“Satu hal lagi... jika kita
memenangkan permainan, apa yang akan terjadi dengan kudapannya?”
“Pemain yang trick-nya berhasil
takkan bisa memindahkan kudapan, jadi kudapan yang kamu miliki saat itu akan menjadi
bagianmu. Hanya karena kamu memenangkan permainan bukan berarti kamu bisa mengambil
semua kudapan lawan.”
“….Baik, aku mengerti.”
Saat Yuki mengangguk penuh
pemahaman dan mundur, kali ini giliran Masachika yang mengajukan pertanyaan
pada Elena.
“Jika hanya ada satu kartu trick per pemain, maka setelah kedua
pemain menggunakan kartu trick
mereka, sisa gilirannya adalah permainan pencernaan, ya?”
“Benar. Kalau begitu, kita akan
memangkas sisa giliran dan melanjutkan ke ronde berikutnya.”
“Ngomong-ngomong, setelah kartu
trick berhasil dilakukan oleh pemain
pertama, apa gilirannya jatuh ke pemain kedua??”
“Gilirannya tidak akan berubah.
Oleh karena itu, tidak akan ada hasil imbang.”
“Jadi begitu rupanya. Aku
mengerti.”
“Eh, eh, tunggu sebentar~
Kenapa kalian berdua begitu cepat memahaminya?”
Maria, yang tampaknya belum
mengerti, melihat sekelilingnya dengan suara yang menyedihkan. Dan ketika dia
melihat bahwa tidak hanya Masachika dan Yuki, tetapi juga yang lainnya bereaksi
dengan cara 'Hmmm~ jadi begitu',
Maria berkata, 'Fueeeee~~?’ dan mengeluarkan
suara yang menyedihkan.
Namun, Ayano tidak berekspresi,
sementara Chisaki hanya terus mengangguk-angguk selama penjelasan.
Meski begitu, Maria sepertinya
berpikir bahwa hanya dialah satu-satunya yang tertinggal, jadi dia buru-buru
menghitung sesuatu yang misterius.
“Tunggu, tunggu. U-Uhmmm aku
punya empat kartu di tangan, satu kartu Trick,
dan tiga kartu Treat. Siapa yang
berhasil melakukan kartu Trick ini
yang menang, ‘kan? Dan kamu bisa mencegah kartu Trick itu dengan kudapan ...tetapi jika itu adalah kartu Treat, lawan
akan mengambil kudapan yang disajikan, jadi kamu harus memastikan bahwa kamu
hanya menyajikan kudapan ketika kamu mengira itu adalah kartu Trick, dan sebaliknya, penyerang harus
memainkan kartu Trick ketika mereka mengira
lawan tidak akan menyajikan kudapan......Kamu melakukan itu secara bergiliran,
dan ketika kedua pemain telah kehabisan semua kartunya, kamu bisa
mengembalikannya dan memulai permainan lagi dari awal...”
Seolah-olah memeriksa satu per
satu fakta, dia melipat satu jari pada satu waktu dan ...... melipat semua jari
kedua tangannya,
“??”
Maria kemudian memiringkan
kepalanya dengan wajah yang masih kebingungan.
Pada saat yang sama, Chisaki
yang mengangguk dengan ekspresi masuk akal di wajahnya, sedikit memiringkan
kepalanya.
(Jadi
kamu tidak mengerti! Lah, jadi kamu belum memahaminya sama sekali, ya!)
Ketika Masachika tidak bisa
menahan celetukan itu di dalam hatinya, Elena juga mengangkat bahu dengan ringan
dan kemudian berkata sambil setengah tersenyum.
“Yah, sudah~ sudah,
pertama-tama aku akan menunjukkan contohnya terlebih dulu. Kita akan
melakukannya dalam format turnamen satu lawan satu sampai pemenangnya
ditentukan! Kemudian pemenangnya akan mendapatkan...”
Elena kemudian meraih bagian
bawah jack-o-lantern yang diletakkan
di tengah-tengah meja panjang dan mengangkatnya dengan keras.
Tutupnya terbuka dengan
sekejap, dan di dalamnya terdapat puding berwarna kuning.
“Ini! Aku mempersembahkan
puding labu ekstra besar dengan berat dua kilogram!!!”
“Eh, aku tidak menginginkannya.”
“Jangan bilang kamu tidak
menginginkannya !!”
Mau tak mau Masachika mengungkapkan
kebenaran dan dimarahi oleh Elena, tapi sesuatu yang tidak dibutuhkan memang
tidak dibutuhkan. Lagipula, dirinya merasa ragu apakah puding tersebut bisa
dimakan meskipun dibagi di antara delapan orang di sini.
(Tidak,
aku tarik kembali pernyataanku sebelumnya. Ada orang yang bisa memakan semuanya.)
Alisa di sebelahnya, dan Maria
di sampingnya. Selain itu, Masachika melihat Ayano di depannya dengan mata berbinar-binar
dan ia menyipitkan matanya seraya berkata, “Seriusan…?”
(Pantas
saja aku mendapat pesan kemarin yang menyuruhku untuk 'menaruh labu
jack-o'-lanterns ke dalam kulkas juga'...)
Masachika berpikir kalau benda
itu anehnya terasa berat, dan ia menyadari kalau bagian bawahnya adalah
penutup, tapi ia tidak pernah menyangka bahwa itu berisi puding. Paling banter,
Masachika mengira bahwa di dalamnya hanya berisi bermacam-macam kudapan. Tidak,
ia merasa kalau itu tidak menimbulkan bunyi apapun meskipun ia memiringkannya.
“Kalau begitu, kita akan
melakukan undian garis untuk menentukan lawan permainan!”
“Kamu benar-benar sudah siap,
ya.”
Masachika tersenyum masam
ketika melihat undian garis yang sudah digambar di papan tulis. Kemudian,
sebagai hasil dari memilih garis secara bergantian dan memutuskan
kombinasinya......
◇◇◇◇
Pertandingan penyisihan
pertama: 'Gadis ilegal' Elena melawan
'Pendeta Sekte Sesat' Masachika.
“Julukan gadis ilegal sekarang
sudah menjadi resmi.....yah, terserah, sih.”
Melihat bagan pertandingan yang
ditulis Yuki di papan tulis, Elena memasang ekspresi aneh di wajahnya saat
melihat dua nama tertulis di sana. Namun, dia menghembuskan napas pelan dan
mengubah ekspresinya, lalu memberikan senyuman menantang pada Masachika.
“Fufufu, aku tidak menyangka
Kuze-kun akan menjadi lawan pertamaku...Kamu pasti membenci kesialanmu sendiri
karena harus menghadapiku sejak awal.”
“Benar juga. Kita sudah
selangkah lebih dekat dengan puding labu raksasa yang sulit dibawa pulang,
bukan?”
Masachika dan Elena duduk
saling berhadapan di kursi sofa sambil saling bertukar sindiran dengan mulut
mereka.
“Oh iya, demi mencegah
kecurangan, para penonton harus menonton dari posisi yang tidak bisa melihat
tangan kedua pemain, oke?”
Mengikuti perkataan Elena, enam
anggota yang tersisa duduk dengan kursi berjejer di kedua sisi meja sofa.
Setelah mengangguk puas, Elena
menatap Masachika dengan tatapan provokatif.
“Yah, karena akulah yang
mengusulkannya, jadi bagaimana kalau kamu saja yang duluan? Lalu kita akan
menjadi setara.”
“Kamu yakin? Aku tidak mau
mendengar keluhanmu kalau kamu kalah.”
“Ahaha, jika aku kalah, aku
akan menyatakan kekalahan sebagai gadis penyihir yang kalah sambil mengangkat
rokku.”
“....Apa kamu benar-benar
yakin? Aku tidak peduli dengan celana dalam Elena-senpai sedikit pun, tapi aku
akan menyuruhmu untuk melakukannya karena kamu sudah mengatakannya.”
“Kamu ini Kouhai yang kasar
sekali, ya!”
Bahkan jika dia marah seperti
itu, mau bagaimana lagi karena tidak ada hal yang diminati Masachika. Pertama-tama,
meskipun saat ini dirinya bisa melihat payudara besar Elena, tapi dirinya
terkejut bahwa ia tidak merasakan apa-apa.
(Aku
tidak tahu kenapa. Aneh sekali, padahal dia sangat cantik...Mungkin karena dia
memiliki aroma kuat sebagai gadis yang mengecewakan?)
“Entah kenapa, aku merasa kalau
kamu sedang memikirkan sesuatu yang sangat kasar...”
Ketika pipi Elena berkedut kaku
karena menebak dengan peka, Masachika menutup ujung mulutnya seolah-olah
mengatakan, 'Han!’.
Kemudian Elena, yang melihat hal
tersebut, pipinya semakin berkedut, dan dia berkata dengan senyuman menakutkan.
“Aku pasti akan membuatmu
menangis...!”
“Aku takkan menangis meskipun
aku kalah, tau. Tapi aku enggak tahu jadinya kalau yang kalah itu Elena-senpai,
sih.”
Setelah melakukan pertempuran
pendahuluan seperti itu, Masachika merubah pikirannya sambil berkata,
“Baiklah”.
(Dalam
permainan ini...ada satu hal yang harus dipikirkan terlebih dahulu)
Yaitu, apakah tujuan lawan
adalah memenangkan permainan atau mendapatkan kudapan.
Jika itu yang terakhir, maka ia
bisa langsung mengetahui strategi lawan.
Dirinya tidak menyajikan kudapan
apa pun, tidak melakukan penjagaan, cuma memainkan serangkaian kartu Treat dan
keluar dari kekalahan pada waktu yang tepat. Hanya itu satu-satunya cara. Dan jika
lawan berniat melakukan itu, dirinya bisa menang dengan mudah berkat trick
pertama.
(Yah,
kurasa itu tidak akan terjadi kali ini. Sekarang, setelah semua omongan besar
dan begitu terprovokasi olehku, dia akan berusaha menang apa pun yang terjadi.)
Faktanya, tujuan dari
pertarungan pendahuluan tadi dimaksudkan untuk menentukan hal itu.
Dan jika lawan benar-benar
berniat untuk menang, sebaliknya, trik pertama cukup berisiko. Jika dirinya
gagal, maka ia mungkin harus melakukan strategi bertahan selama sisa giliran,
namun demikian, trik pertama adalah pilihan untuk tidak mendapatkan kudapan
dari ronde pertama.
Dalam permainan ini, kudapan
ibarat cadangan nyawa dalam game, yang tidak akan bisa lagi mencegah trik lawan
setelah habis.
Jika kamu tidak hanya berpikir
untuk memenangkan pertandingan ini, tapi juga memikirkan apa yang akan terjadi
setelah menang, tidak ada cara yang lebih baik untuk meraih kemenangan sebanyak
mungkin..
(Namun,
ada cerita bahwa kita bisa mengakali lawan karena ini adalah langkah yang berisiko...yah,
untuk saat ini, aku harus menunggu dan melihatnya dulu.)
Setelah memutuskan dengan
tenang, Masachika meletakkan kartu Treat menghadap
ke bawah di atas meja.
“Hoo~, kamu sudah memutuskannya,
ya... kalau begitu, aku akan mengeluarkannya juga.”
Setelah mengatakan itu, Elena
meletakkan kudapannya di piring kertas yang diletakkan di tengah meja.
“Loh~loh~? Buat seseorang yang
banyak bicara, kamu sangat berhati-hati. Kamu sudah sangat waspada sejak
langkah pertama.”
“Langkah pertama adalah menunggu
dan melihat. Bisa dibilang, ini adalah pion yang harus dibuang.”
Elena menanggapi balasan ketus
Masachika dengan senyuman tak kenal takut. Kemudian, ketika semuanya sudah
siap, Masachika menyentuh kartunya sendiri yang menghadap ke bawah,
“Ah, saat kamu membalik
kartunya, kita harus mengatakan ‘trick or
treat!’ secara bersamaan.”
“...”
Permintaan yang sedikit
memalukan membuat Masachika menyentakkan bahunya. Meski demikian, ia memutuskan
bahwa hal ini juga untuk menyemarakkan suasana, dan meninggikan suaranya pada
saat yang sama dengan suara Elena.
““Trick or treat!””
Sementara semua orang di
ruangan itu memperhatikan, kartu Treat
ditampilkan di atas meja dengan meriah. Masachika kemudian mengambil kudapan
yang diberikan Elena di tangannya, dan para penonton berteriak “Oh~~!”.
“Kartu Treat-nya sukses, ya.
Aku akan membelikan kudapanmu.”
“Silakan saja~silakan saja~”
Elena sama sekali tidak
menunjukkan tanda-tanda kegelisahan dan bahkan ada senyuman santai di wajahnya.
Mengangkat alisnya sedikit karena hal ini, Masachika melakukan serangan ejekan
lagi.
“Oya~oya~, kamu baik-baik saja?
Elena-senpai. Kamu sudah kehilangan satu nyawa lagi. Jadi meskipun kamu menang,
bukankah akan sulit untuk ke depannya?”
“Hahaha, aku cuma kasih
kemudahan saja, kok.”
Masachika menyipitkan matanya
ke arah Elena, yang tenang mempertahankan sikap tenang di balik ekspresi santainya.
(Jangan
bilang kalau orang ini...)
Saat Masachika semakin yakin
dengan dugaannya sendiri, Elena menyeringai.
“Kalau begitu, kurasa
selanjutnya giliranku.”
Kemudian, tanpa ragu-ragu, dia
meletakkan kartunya menghadap ke bawah di atas meja. Dia kemudian memandang
Masachika dengan provokatif.
“Nah, apa yang akan kamu
lakukan? Bertahan dengan menyajikan kudapan? Atau tidak?”
“Aku tidak menyajikannya.”
Jawaban langsung dari Masachika
tampaknya mengejutkannya, dan Elena berkedip dengan wajah lurus.
“...Kamu yakin? Kamu mungkin
bisa kalah dalam permainan ketika baru ronde pertama, loh?”
“Kalau begitu, aku hanya bisa
mendapat empat kudapan dan keluar dari permainan.”
Elena terlihat sedikit kecewa saat
Masachika mengatakan hal itu sembari mengangkat bahunya, dia kemudian meraih
kartunya yang tertelungkup ke bawah.
“Kalau begitu, ayo kita
mulai...”
Lalu dia tersenyum lagi sambil
berkata.
““Trick or treat!””
Kartu tersebut dibalik dan...
“Ah.”
“!!”
“Oh.”
“Ara.”
Ketika para anggota OSIS yang
menonton di sekeliling mereka mengangkat suara mereka, kartu yang dibalik ke
atas bergambar ...... simbol setan dan kata Trick.
“Ahaha~ Sayang sekali ya,
Kuze-kun.”
Dengan kartu Trick di tangannya,
Elena berteriak dengan penuh kemenangan. Masachika tidak terlalu peduli hal itu
dan dengan cepat merebut kartu itu dari tangan Elena.
“Ah—”
Elena terkejut dan membuka
mulutnya dengan mulut menganga. Anggota lainnya, kecuali Yuki, mengedipkan mata
untuk melihat apa yang sedang terjadi. Saat mereka menyaksikan... sesuatu
tiba-tiba terjatuh dari permukaan kartu yang diambil Masachika.
Benda yang jatuh di atas meja
adalah lembaran tipis yang transparan, kecuali di sekitar simbol setan dan
tulisan Trick. Masachika menyeringai sambil memegang kartu Treat yang muncul
dari bawahnya.
“Kira-kira ini apaan ya?”
“Ah, eh, umm...”
“Curang…?”
“Wakil Ketua……”
Pandangan mata Elena bergerak
kemana-mana ketika mendengar pertanyaan Masachika, dan tatapan tajam Chisaki
serta tatapan tertegun Touya menembus dirinya. Alisa dan Ayano, yang akhirnya
memahami situasi melalui kata-kata mereka berdua, juga menatap Elena dengan
tatapan dingin. Seakan-akan tidak tahan dengan tatapan mereka, Elena berteriak
sambil memalingkan wajahnya.
“I-Ini hanya peran senior untuk
mengajari junior mereka tentang kekotoran orang dewasa...”
“Hanya karena kamu berumur 18
tahun dan sudah dewasa, jangan bertingkah seperti orang dewasa juga kali....”
Setelah mengatakannya dengan
mata dingin, Masachika menghela napas.
“Hahhh... Pantas saja kamu
anehnya merasa sangat percaya diri sekali, jadi kupikir inilah yang akan
terjadi. Gimmick untuk membuatnya
terlihat seperti kartu Trick dengan menumpuknya di atas kartu Treat. ......
Jika aku menyajikan kudapan, kamu akan menarik kartu tersebut ke tepi meja saat
kamu membaliknya dan meletakkan gimmick
di bagian depan meja, bukan?”
“Ughh...”
“Yah, jika kamu berurusan
dengan para amatir, kamu mungkin bisa menipu mereka, tapi……Sayang sekali, kurasa
kamu sedang apes karena salah memilih lawan.”
Setelah mengatakan itu sambil
tersenyum penuh kemenangan, Masachika meluncurkan gimmick di atas meja ke arah Elena.
Sebagai seorang otaku,
Masachika selalu siap untuk terlibat dalam permainan yang mengancam nyawa kapan
saja, jadi tingkat kecurangan semacam ini sesuai dengan ekspektasinya.
“Kalau begitu… kurasa aku bisa
meminta untuk menepati janjimu?”
“Ugh.”
Melihat senyum kejam Masachika,
Elena terlihat ketakutan, tapi dia tetap meraih roknya dan berdiri.
“Uhhh… apa aku benar-benar,
harus melakukannya?”
Masachika memegang simbol
mencurigakan yang tergantung di dadanya dan berkata dengan ekspresi misterius
kepada Elena yang menatapnya.
“Kamu harus bertobat dari
dosa-dosamu dan meminta pengampunan dari Dewa.”
“Bisakah kamu berhenti
berpura-pura menjadi pendeta meskipun kamu seorang pemuja dewa jahat?”
“Kamu memanggilku pemuja dewa
jahat? Apa kamu menghina Dewaku yang mengampuni segalanya hanya dengan sepasang
kancut?”
“Tapi itu Dewa Jahat!”
“Dewaku berkata...'Ada nutrisi yang hanya bisa didapat dari
melihat wajah gadis cantik percaya diri yang memalingkan wajahnya karena malu.'”
“Bukannya itu cuma Dewa jahat!”
Ketika tsukkomi Elena menghentikan
sandiwara kecilnya, Masachika menatapnya dengan tatapan meremehkan.
“Baiklah, baiklah, seenggaknya
kamu harus menepati janji yang kamu katakan sendiri, oke? Anggap saja itu lebih
baik daripada aku menyita kudapanmu. Jangan khawatir, aku dan ketua akan
membalikkan badan kami.”
“Uuuuuuuuuuuuu...”
Melihat sinyal dari tatapan
Masachika, Touya juga membalikkan badannya.
Meski demikian, Elena masih
sangat malu untuk menyingsingkan roknya sendiri di depan para juniornya, jadi
dia menggaruk-garuk pipinya.
“Umm~ Elena-senpai? Kamu tidak
perlu memaksakan diri sampai segitu...”
“Tidak, tidak, Masha-senpai,
ini adalah janji. Sebagai senior yang hebat, mari kita saksikan bahwa dia akan
melakukan apa yang dia katakan, bukan?”
“Uuuuuuuuuuuuuuu~~~~!”
Maria menurunkan alisnya dan hendak
menawarkan bantuan, tapi Yuki menghentikannya dengan senyuman anggun yang
tegas. Alisa dan Chisaki memiliki ekspresi yang tak terlukiskan, tapi karena
mereka berdua benci kecurangan, jadi mereka hanya tetap diam. Touya yang sangat
dipedulikan Elena ketika masih kelas 1, tidak bisa berkata-kata. Ayano hanya
membaur dengan suasana.
Karena tidak ada seorang pun
yang memihaknya, Elena akhirnya mengambil keputusan dan berkata dengan senyuman
tak kenal takut di sudut mulutnya.
“Fu, fufu...baiklah, siapa
takut...biar aku tunjukkan integritas dari mantan wakil ketua...!”
Kemudian, dia menggulung roknya
dan berkata dengan senyuman konyol di wajahnya, yang berubah menjadi merah
padam.
“A-Aku seorang pecundang yang
berbuat curang dan kalah telak. To-Tolong, lihatlah pecundang yang menyedihkan
ini.”
“Dia kayaknya benar-benar
melatih kalimat itu dengan baik...”
Masachika sedikit terkesan
dengan ucapan Elena saat ia membalikkan badannya. Lalu, tiba-tiba dirinya
memikirkan sesuatu dan bergumam.
“Boleh enggak kalau kita
menjahilinya dalam situasi ini?”
“Kamu ini benar-benar tidak punya
ampun, ya...”
Komentar jahat Masachika
mengundang tatapan dingin dari para wanita dan juga Touya. Merasakan hal itu di
punggung dan pipinya, Masachika menundukkan kepalanya.
Pemenang pertandingan kualifikasi
pertama: “Pendeta Sekte Sesat” Masachika
(menang dengan 4 kudapan), Isi
kejahilan: Menggelitik punggung.
◇◇◇◇
Pertandingan penyisihan kedua: “Ilmuwan Gila” Chisaki melawan “Iblis Suci” Maria
“Ahaha, aku adalah pecundang…
pecundang yang menyebalkan…”
Masachika melihat dengan
sedikit kasihan pada Elena, yang tersenyum kosong di sudut ruang OSIS, dan
melihat ke arah papan tulis dan berkata.
“Apa maksudnya iblis suci?”
“Karena dia masih perawan dan berkostum
iblis…”
“Entah kenapa aku merasa kalau
julukannya terdengar Chuunibyou banget.”
Setelah membicarakan hal ini
dengan Yuki, Masachika mengalihkan perhatiannya ke pertandingan berikutnya.
Penyerang pertama adalah
Chisaki. Dia memainkan kartunya dan melihat reaksi Maria. Tetapi,
“Hmm, kalau begitu aku akan pass.”
“!”
Masachika agak terkejut dengan
serangan tanpa penjagaannya yang tak terduga ketika baru memulai pertandingan.
Tampaknya bukan hanya Masachika
yang memiliki kesan serupa, lawannya Chisaki dan penonton lainnya juga
menunjukkan tanda-tanda keterkejutan. Dan kemudian
““Trick or treat!””
Kartu Chisaki yang menghadap ke
atas adalah kartu Treat. Serangan Chisaki berakhir gagal dan Maria berhasil
lolos.
“Kalau begitu, selanjutnya
giliranku, ya~.”
Chisaki menatap Maria dengan
sedikit waspada saat dia melakukan tindakan berani. Kemudian, setelah sedikit
ragu-ragu, dia meletakkan kue Madeleine
di depan kartu Maria.
““Trick or treat!””
Dengan perhatian semua orang
terfokus, kartu Treat pun dikeluarkan. Kue Madeleine milik Chisaki jatuh ke
tangan Maria.
“Asyik~~”
Maria tertawa polos sambil
tersenyum lembut. Hasilnya, pertempuran ini merupakan kemenangan telak bagi Maria.
Masachika mengerutkan kening melihat perkembangan tak terduga ini.
(Seriusan
nih...Masha-san, apa jangan-jangan dia petarung yang mengejutkan...?)
Melihat senyum polos di wajah
Maria, Masachika mengubah penilaian dirinya bahwa dia bukanlah lawan yang
tangguh. Namun, setelah situasi yang sama diulangi sekali lagi, Masachika
menyadarinya.
(Tidak,
Masha-san cuma ingin kudapannya saja!?)
Melihat Maria yang tersenyum
bahagia di depan lima kudapan, penilaian Maria yang tadinya direvisi naik di
benak Masachika langsung turun dengan anjlok. Dilihat dari raut wajahnya, Maria
tidak fokus untuk memenangkan permainan. Tujuannya bukan untuk memenangkan
permainan, tapi untuk mendapatkan kudapan. Tampaknya Chisaki sampai pada
kesimpulan yang sama, menyipitkan matanya, dan dengan santai mengeluarkan kartu
berikutnya. Masachika secara naluriah tahu bahwa itu adalah kartu Trick.
(Yah,
jika lawan tidak ingin menyajikan kudapan, hal yang benar untuk dilakukan
adalah dengan cepat memainkan kartu trick...atau lebih tepatnya, hanya itu
satu-satunya pilihan.)
Masachika diam-diam menyetujui
langkah Chisaki,
“Kalau begitu, bertahan! Aku
akan memberi muffin kepada Chisaki-chan untuk membalas yang tadi~.”
“!?”
Mata Masachika melebar saat mendengar
kata-kata tak terduga Maria. Chisaki juga tampak terkejut dan membelalakkan
matanya.
(Apa...bukannya
dia sudah menyerah begitu saja dalam permainan?! Tidak mungkin, apa itu semua
hanya pertunjukan untuk memancing lawan agar mengeluarkan kartu Trick...!?)
Ketika Masachika masih dalam
keadaan tercengang, kartu tersembunyi Chisaki dibalik. Seperti yang diharapkan,
kartu yang muncul adalah kartu Trick. Dengan ini, Chisaki kehilangan amunisi
serangannya dalam ronde ini. Selain itu...
(Sepertinya
itu sangat sulit... karena hanya ada satu kudapan tersisa, tak satu pun dari
itu bisa mencegah serangan kartu Trick di dua putaran tersisa)
Dalam situasi seperti ini,
kemungkinannya secara sederhana adalah satu banding dua... Namun sebenarnya
tidak demikian. Tentu saja, jika hanya mempertimbangkan kemenangan atau
kekalahan dalam permainan, probabilitasnya mungkin cuma satu banding dua.
Tetapi...
(Meskipun
dia kalah... ada dua cara kekalahan untuk Sarashina-senpai)
Yaitu, kekalahan telak dengan
kehilangan semua kudapan, atau kekalahan dengan menyisakan satu kudapan. Hanya
ada dua kemungkinan tersebut. Dan untuk menghindari kekalahan telak,
satu-satunya pilihan Chisaki di putaran berikutnya adalah 'tidak bertahan'. Dengan begitu, kekalahan telak dalam ronde ini
pasti dapat dihindari. Mungkin Chisaki juga memahami hal itu. Namun...
“... Bertahan!”
(Memahami
dan tetap bertaruh... sangat khas dari Sarashina-senpai)
Langkah yang melawan prediksi
lawan bahwa dia seharusnya menghindari kekalahan total dengan aman. Meskipun
dalam situasi seperti ini, dia masih belum menyerah pada kemenangan. Terhadap
langkah tersebut, kartu Maria adalah...
“Trick. Maaf ya, Chisaki-chan~”
Tak disangka, tiga Treat
berhasil berturut-turut. Kudapan terakhir Chisaki berpindah ke tangan Maria,
dan pada saat itu kemenangan total Maria sudah dipastikan.
Pemenang Penyisihan Babak
Kedua: “Iblis Suci” Maria (yang menang
dengan enam kudapan), Kejahilan: Menggelitik di Sisi Perut.
◇◇◇◇
Pertandingan penyisihan babak
ketiga: “Monster yang Memiliki Nama” Touya melawan “Gadis Penyihir” Yuki.
“Kuh, bunuh saja aku...!”
Dengan wajah memerah karena
terlalu banyak tertawa dan napas berat, Touya melihat ke arah papan tulis sambil
berpikir, “Dia sangat manis,” tentang
kekasihnya yang mengucapkan hal-hal seperti itu.
“Tapi, bukannya julukanku
terlalu ampas?”
“Apa iya? Tapi itulah nama yang
muncul begitu saja dalam pikiranku...”
“... Yah, tidak masalah, sih.”
Meskipun wajah Yuki terlihat
tenang dengan senyum anggunnya yang kokoh, tapi Touya berkonsentrasi menatap
tangannya sendiri.
(Aku
baru menyadarinya setelah menonton pertandingan Chisaki... pentingnya kudapan
dalam permainan ini ternyata lebih besar dari yang kuduga)
Sambil terus memperhatikan Yuki
yang menjadi pemain pertama untuk menyerang, Touya mulai berpikir.
(Rasanya
akan berbahaya jika aku terlalu gampang menggunakannya karena berpikir masih ada
tiga kudapan. Jika ada perbedaan pada jumlah kudapan, itu bisa membuat
seseorang merasa tertekan secara mental dan sulit untuk membuat keputusan yang
rasional, hal itu akan membuatku semakin mendekati kekalahan)
Ketika Touya menganalisis
sambil melihat tiga kudapan di tangannya, Yuki menempatkan satu kartu menghadap
ke bawah di atas meja.
“Silakan, Ketua.”
“Oh, iya...”
Pemahaman Touya terhadap
permainan tidak secepat Masachika. Namun berkat menonton pertandingan
sebelumnya, Touya kini telah memperdalam pemahamannya tentang permainan
tersebut ke tingkat yang mirip dengan Masachika. Dengan kata lain, ada dua pola
pemain: mengincar kemenangan dan mengincar kudapan. Dan meskipun trick langkah
pertama efektif untuk yang terakhir, trick langkah pertama sangat berisiko bagi
yang pertama. Tetapi...
(Mana
mungkin Suou tidak menyadarinya...)
Setelah menghabiskan beberapa
waktu sebagai anggota OSIS, Touya juga menyadari hal ini.
Bahkan dalam angkatan OSIS saat
ini, yang dipenuhi dengan siswa berbakat, kecerdasan Yuki dan Masachika, yang
merupakan ketua dan wakil ketua OSIS semasa SMP, jelas-jelas lebih menonjol
dari yang lain. Yuki harusnya jauh lebih maju dalam memahami apa yang dipahami
Touya. Itu sebabnya...
(Dia
juga pasti menyadari bahaya menggunakan kartu trick dalam serangan pertama.
Kalau begitu, aku harus pass!)
Setelah membuat keputusan itu,
Touya menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak melakukan penjagaan
dengan kudapan. Aku akan pass.”
“Oh, begitu ya. Lalu...”
Tanpa menghilangkan senyum
anggunnya, Yuki meraih kartu yang menghadap ke bawah. Dan,
““Trick or treat!””
Yuki membalik kartunya sebagai
respons terhadap teriakan itu. Kartu yang keluar adalah...kartu Trick.
“Eh?”
“Fufu, maafkan aku, Ketua. Ini
kemenanganku, bukan?”
Pemenang penyisihan babak
ketiga: “Gadis Penyihir” Yuki (menang
dengan tiga kudapan), Kejahilan: Menyentuh lensa kacamata
“Bukannya itu adegan di mana
tokoh berkacamata lagi marah…”
“Ufufu.”
◇◇◇◇
Penyisihan babak keempat: “Gadis Suci Murtad” Alisa melawan “Utusan Penyihir” Ayano
“Tidak, bukannya nama julukan
Alisa-chan terdengar keren.”
“Sepertinya ada satu hal lagi
yang akan membuat senang para pengidap Chuunibyou…”
Ketika Chisaki dan Masachika
yang sedang membicarakan hal-hal seperti itu, Alisa duduk di sofa.
“Mohon bantuannya, Alisa-san.”
“Ya.”
Di sofa di seberangnya, Ayano
dengan hati-hati menundukkan kepalanya sebelum duduk. Dia kemudian meletakkan
ekornya di bawahnya dan mengangkat pinggulnya untuk menarik ekornya keluar dari
bawah pantatnya. Sambil tersenyum melihat adegan yang begitu menggemaskan, Alisa
pada saat itu secara tidak sengaja sampai pada kesimpulan yang serupa dengan Touya.
(Aku harus menahan diri untuk tidak melepaskan
kudapan sebanyak mungkin. Ketika kudapan yang tersisa semakin sedikit, aku akan
dipaksa terpojok... Selain itu, aku harus menghindari cara kekalahan di mana
selain kehilangan kudapan, aku juga kalah dalam permainan)
Sebagai seseorang yang benci
namanya kekalahan, Alisa dengan tenang berpikir demikian. Pada saat yang sama,
(Yang
terpenting, aku harus makan ketiga kue yang tampak lezat ini!!)
Sebagai penggemar berat dari
makanan manis, Alisa berpikir demikian. Setelah menggelengkan kepalanya sedikit,
dia menguraikan lebih lanjut pemikirannya.
(Namun,
kekalahan di serangan pertama juga harus dihindari. Aku merasa kasihan pada
Ketua, tapi rasanya itu tidak keren jika tidak ada yang bisa dipamerkan...)
Dengan menggabungkan semua hal
ini, Alisa sampai pada suatu kesimpulan.
(Kurasa
sebaiknya aku harus memutuskan terlebih dahulu dimana aku akan bertarung supaya
keputusanku tidak terpengaruh oleh situasi. Pertama, berjaga di ronde pertama.
Lalu jangan berjaga di ronde kedua!)
Berdasarkan keputusan tersebut,
Alisa menyajikan kue Madeleine pada
kartu yang dimainkan Ayano.
““Trick or treat!””
Hasilnya,
“Ini kartu Treat. Saya akan
mengambil kudapan anda.”
“Y-Ya.”
Dia merasa sedikit menyesal,
tapi itu masih dalam lingkup perhitungannya, jadi dirinya tidak terlalu kecewa.
Selanjutnya giliran Alisa.
(Sudah
kuduga, Trick pertama masih berisiko... Yang terpenting, meskipun aku berhasil
mengeluarkan kartu trick ini, kue madeleine yang baru saja aku gunakan tidak
akan kembali...)
Sambil melirik ke arah
madeleine yang telah berpindah ke tangan Ayano, Alisa meletakkan kartu Treat
menghadap ke bawah.
“Silakan, Ayano-san.”
“Ya.”
Kemudian, sambil mencoba untuk
tidak menunjukkan kegugupannya, Alisa menatap wajah Ayano yang tidak bergerak
dan tanpa ekspresi. Kemudian...Ayano menyajikan kue madeleine yang baru saja
dia ambil dari Alisa.
“kalau begitu, saya akan
berjaga.”
“Ya, baiklah, kalau begitu.”
Alisa meletakkan tangannya di
atas kartu sambil tersenyum kecil.
““Trick or treat!””
Kemudian, dengan kartu Treat
menghadap ke atas di tangannya, dia tersenyum puas.
“Kartu Treat-nya berhasil. Aku
akan mendapatkan manisannya kembali, ya?”
“Ya, silakan.”
Sepanjang periode tersebut,
ekspresi Ayano sama sekali tidak berubah. Dan meskipun dia merasa kalau itu
sulit untuk dilakukan, tapi tidak ada perubahan dalam rencananya.
(Oke,
aku berhasil mendapatkan kembali kudapanku. Sesuai rencana, aku akan mulai bertanding
di sini!)
(──Atau
itulah yang mungkin kamu pikirkan.)
Di hadapan Alisa yang diam-diam
merasa antusias, Ayano berpikir dengan tenang.
(Jika
itu Alisa-san yang benci kalah dan sangat menyukai makanan manis, saya yakin dia
pasti ingin menang tanpa harus kehilangan makanan manisnya. Namun demikian,
untuk menghindari kekalahan giliran pertama tanpa bisa berbuat apa-apa, langkah
pertama adalah tetap menjaga. Jika saya mengembalikan kudapan yang hilang di
sana, pada giliran berikutnya......)
“Aku akan pass.”
(Alisa-san
akan selalu siap untuk bertanding)
Di depan Alisa, yang memiliki
ekspresi cerah di wajahnya, Ayano masih tetap tanpa ekspresi saat dia meraih
kartunya yang menghadap ke bawah.
““Trick or treat!””
Kemudian, ketika melihat kartu
yang terbuka,
“Eh!?”
Ekspresi Alisa menjadi
tercengang.
“...Kartu Trick berhasil. Saya
lah yang menang.”
Pemenang pertandingan
kualifikasi keempat: “Utusan Penyihir” Ayano (menang dengan 3 kudapan), Kejahilan: Menghembuskan nafas di dekat telinga.
◇◇◇◇
Pertandingan semifinal pertama:
“Pendeta Sekte Sesat” Masachika melawan “Iblis Suci” Maria.
“Uuuugh...”
“Apa kamu baik-baik saja?”
“Aku sangat frustrasi...
kira-kira di sebelah mana salahku...”
“Hmm… yah, jangan khawatir, aku
akan membalaskan dendammu.”
Masachika menguatkan diri dengan
mengatakan hal ini pada Alisa, yang terlihat frustasi sambil memegangi
telinganya yang sudah ditiupi nafas pelan oleh Ayano.
(Baiklah...pertandingannya
baru dimulai sekarang)
Lawannya adalah Maria, yang
mengalahkan Chisaki dengan kemenangan telak di pertandingan pertama mereka.
Masachika tidak sejauh mana itu benar-benar diperhitungkan, tetapi tidak
diragukan lagi bahwa dia adalah lawan yang kuat, termasuk bagian yang tidak
dipahaminya.
(Dan
yang terpenting... sudah ada perbedaan dalam hal jumlah manisan... Meskipun itu
selisih yang bisa ditutup dengan satu manisan, memiliki enam manisan adalah
ancaman tersendiri...... )
Sembari berpikir demikian,
Masachika menuju ke kursi sofa. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya dengan
santai ke arah Maria, yang duduk di depannya.
(Ah,
gawat. Aku jadi mengingat apa yang terjadi kemarin)
Masachika segera memalingkan
wajahnya dari Maria, yang mengenakan kostum iblis. Dengan santai, ia
mengalihkan pandangannya ke arah kartu dan secara tidak sengaja memeriksa
jumlah kudapan masing-masing.
(Aku
punya empat. Sedangkan Masha-san mendapat enam...?)
……Hmm?
Apa aku salah lihat?
Setelah mengedipkan matanya
berulang kali, Masachika memastikan bahwa hanya ada tiga kudapan kue di sana. Ia
kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Maria dan....
“...hehe♪ aku memakannya~.”
“Jadi kamu memakannya, ya~?”
Maria rupanya memakan sisa
makanan manis sambil menunggu.
“Masha...”
“Tidak, itu memang tidak
dilarang sih, tapi...Maria-chan...”
“Masha, bukannya kamu terlalu
bebas?”
Alisa memegangi keningnya
seolah-olah sedang sakit kepala, Elena tersenyum kecut, sedangkan Chisaki
mengerutkan kening dan melontarkan komentarnya. Menanggapi tatapan hangat yang
ditujukan padanya dari segala arah, Maria berkata, “Habisnya~ kuenya kelihatan sangat enak sih~” sambil mengibaskan
tangannya. Masachika merasakan ketegangannya mengendur saat melihat pemandangan
tersebut.
(Seriusan,
seberapa jauh dia serius atau enggaknya sih...?)
Apa
dia benar-benar ingin memenangkan permainan? Tanpa bisa membaca
niatnya, Masachika tetap mengambil kartunya.
“Baiklah, batu-gunting—.”
““Kertas.””
Masachika yang setengah sadar
menyadari bahwa tangan lawannya akan mengeluarkan bentuk batu, dirinya langsung
membentuk kertas dengan tangannya. Ia kemudian menghembuskan napas dengan empat
kartu di tangannya.
(Yah….
Kalau sudah begini, aku tidak punya pilihan lain selain mencoba mengeluarkan
kartu Trick pertama dan melihat bagaimana hasilnya. Aku juga ingin melihat apakah
dia hanya kebetulan mencegah kartu Trick Sarashina-senpai sebelumnya...Untungnya,
aku memiliki sisa kudapan yang cukup untuk bertahan bahkan jika aku dalam
posisi bertahan terus)
Entah kenapa, Masachika
kehilangan keinginan untuk memikirkan strategi yang rumit, dan dengan ide yang
relatif sederhana, dirinya meletakkan kartu Trick-nya menghadap ke bawah di
atas meja.
“Silakan, Masha-san.”
Masachika juga mendesak Maria
sambil berusaha untuk tidak melihatnya secara langsung….. ia terus menatap
tangannya supaya ekspresinya tidak terbaca.
“Hmm~... kalau begitu, aku pass, deh.”
(Hmm!?)
Lalu, suara yang Masachika
dengar hampir membuatnya mengerutkan kening. Saat ia diam-diam mendongak,
Masachika melihat ekspresi Maria yang tersenyum seperti biasanya.
(Eh,
hah? Apa hasil pertandingan tadi cuma kebetulan? Aku beneran tidak paham...)
Meskipun hatinya dipenuhi
keheranan, Masachika meraih kartu yang menghadap ke bawah.
“”Trick or treat!””
Dan kartu trick-nya berhasil
dengan mudah. Kemudian, Maria dengan cepat bangkit dari tempat duduknya dan
menangis kepada Chisaki.
“Ah~n, Chisaki-chan, aku
kalah~”
“Arara... yah, mau bagaimana
lagi.
“Ya... ah, aku akan
mengembalikan kudapan itu padamu, ya~.”
Setelah mengatakan itu, Maria
menunjukkan tiga kudapan yang tersisa dengan pandangannya…. Setelah beberapa
saat, Masachika melebarkan matanya.
(Tidak
mungkin... apa dia sudah merencanakan itu sejak awal!?)
Dia tidak berniat menang
melawan masachika, dan sengaja tidak berjaga-jaga untuk mengembalikan kudapan
itu kepada Chisaki...? Sampai sejauh mana itu adalah perhitungan dan sampai
sejauh mana kalau itu hanya perilaku alami...
(Aku
merasa kalau aku tidak benar-benar menang...)
Sambil melihat Maria mendorong kudapan
kepada Chisaki, Masachika sungguh-sungguh merenungkan hal itu.
Pemenang semi-final pertama:
“Pendeta Sekte Sesat” Masachika (lolos dengan empat kudapan), Kejahilan: Trik
kucing
“(Nii~nii~... apak kamu merasa
menyerah?)”
“(Diamlah)”
◇◇◇◇
Semifinal Pertandingan Kedua:
“Gadis Penyihir” Yuki melawan “Utusan Penyihir” Ayano
“Fufu, kamu tidak perlu merasa
segan meskipun kamu melawanku loh? Ayano.”
“Iya. Saya akan mencoba
menantang Anda dengan maksud meminjamkan keberanian anda.”
Majikan dan pelayan saling
berhadapan. Dalam pertarungan pasangan yang baru terwujud di sini, Masachika
menontonnya dengan penuh minat.
(Nah...
pertandingan ini pasti akan menarik untuk dilihat)
Kedua belah pihak saling berhadapan
dengan tiga buah kudapan di tangan. Jika hanya mempertimbangkan kekuatan adu
kecerdasan, Yuki akan berada di atas angin, tetapi lawannya adalah Ayano, yang
terampil membaca pikiran majikannya. Apa Yuki bisa melakukannya dengan cerdas,
atau Ayano akan menebaknya? Di hadapan Masachika yang memperhatikan dengan
saksama….. setelah Yuki memenangkan suit, dia dengan tenang menyembunyikan
kartunya, mengacak-acaknya secara sembarangan, dan menaruhnya di atas meja.
Kemudian, dia tersenyum ke arah Ayano.
“Fufu, aku tidak berniat untuk
saling membaca denganmu, Ayano. Mulai sekarang, aku akan menutup kartu ini dan
memainkan kartu secara acak.”
Jika dia akan dibaca, dia
memutuskan untuk menyerahkan semuanya pada keberuntungan. Melihat Yuki
menyatakan hal itu, Masachika merasakan sesuatu.
(Itu
pasti bohong)
Sekilas, dia terlihat seperti melakukan
kocokan acak, tapi sebenarnya Yuki tahu persis dimana posisi kartu Trick dengan
tepat. Secara intuitif, Masachika pun merasa demikian.
Perkataannya cuma gertakan. Dia
menggertak bahwa tidak ada gunanya membacanya, dan berniat untuk menusuk kartu Trick
pada saat yang tepat.
(Sekarang...
apa gertakan itu akan berhasil terhadap Ayano atau tidak?)
Pikiran Ayano yang tetap tanpa
ekspresi sepanjang waktu, tidak mudah dibaca, bahkan oleh Masachika juga. Namun
entah bagaimana, Masachika merasa... jika ia sendiri menyadari sesuatu, mungkin
Ayano juga menyadarinya.
Mungkin prediksi Masachika
tepat sasaran, karena pertandingan tidak ditentukan pada ronde pertama saja.
Kedua pemain berhasil mencegah lawannya memainkan kartu Trick dengan dua
penjagaan, dan pertandingan berlanjut ke ronde kedua, yang menjadi kejadian pertama
hari ini.
“Fufufu, seperti yang
diharapkan darimu, Ayano... Kamu benar-benar bisa membaca gerakanku dengan
baik.”
“Saya merasa terhormat atas
pujian anda.”
Babak kedua dimulai dengan
penonton yang sangat antusias menyaksikan pertarungan yang sengit. Yuki
berhasil menghindari serangan Ayano, yang menyerang lebih dulu. Dengan
cemerlang, dia berhasil menghindari kartu Treat milik Ayano.
Kemudian giliran Yuki. Dia
mengocok kartu lagi dan meletakkannya di atas meja. ...... tapi tidak.
“Sebenarnya... hanya ini
satu-satunya yang tidak ingin aku gunakan, tapi apa boleh buat.”
“?”
Ketika Yuki menggumamkan hal
itu, dia tersenyum kepada Ayano, yang memiliki ekspresi tanda tanya di wajahnya.
“Nee Ayano. Apa kamu tahu cara
paling efektif untuk menghadapi seseorang yang bisa membaca pikiranmu?”
“...Tidak.”
Senyuman Yuki semakin lebar
ketika melihat Ayano menggelengkan kepalanya.
“Kamu ingin tahu caranya? Caranya
ialah kamu harus mempersiapkan dua pikiran agar lawan tidak bisa membacanya.”
Kata-kata Yuki disambut dengan “Apa-apaan maksudnya?” dari orang-orang
yang menonton pertandingan. sementara mereka yang menonton pertandingan
memiringkan kepala mereka.
(Jangan
bilang...?)
Ketika pipi Masachika berkedut
dengan firasat buruk... bibir Yuki mulai membisikkan kata-kata tanpa suara.
——
Mode Malaikat
Dan mengucapkannya tanpa
mengucapkannya dengan keras,
“Diaktifkan ☆”
Pada saat itu, ekspresi kaku
Yuki tiba-tiba menghilang... beberapa detik kemudian, senyum polos mendadak muncul
di wajahnya.
“Yoshh~~, sekarang giliranku
ya~~!”
“““““!?””””””
Perubahan karakter Yuki yang
begitu tiba-tiba membuat kelima orang selain Masachika dan Ayano terkejut.
Sementara bahu Ayano juga terguncang, Yuki mengambil sebuah kartu di tangannya.
“Kalau begitu, aku akan
mengambil kartu setan ini!”
“Ca-Cara yang seperti itu...”
Setelah mengatakan hal ini,
Ayano tampak mengayunkan pandangan kemana-mana dan tangannya, kemudian dengan
ragu-ragu, meletakkan kue madeleine di depannya. Dan kemudian,
““Trick or treat!””
Kartu tersebut dibalik dan yang
muncul adalah... kartu treat.
“Ehehe, tapi bohong~♪ kuemu
buat aku, ya~?”
Yuki menjulurkan lidahnya
seperti anak kecil yang nakal dan merebut Madeleine milik Ayano. Ruang OSIS
menjadi gaduh.
Pada akhirnya, ritme serangan
Ayano benar-benar terganggu oleh hal ini, dan karena tergesa-gesa untuk
memenangkan permainan, dia memainkan kartu Trick pada giliran berikutnya tapi
gagal total. Dia kemudian memainkan kartu Treat lagi, dan ketika hanya ada satu
kudapan yang tersisa, dia melewatkan dua pilihan terakhirnya dan permainan pun
berakhir dalam satu serangan.
“Horeee~~ aku yang menang~♪”
Yuki yang bersuka ria seperti
anak kecil dalam penampilan gadis penyihir, entah bagaimana membuat Chisaki
gelisah.
“Yu-Yuki-chan, apa kamu
baik-baik saja? Eh, apa mau aku bantu dengan reset?”
“Senpai tidak perlu melakukan
itu itu
hanya semacam regresi kekanak-kanakan yang disebabkan oleh sugesti diri.”
“Apa itu baik-baik saja...?”
Ketika para seniornya
menatapnya dengan khawatir, Masachika mendekati Yuki dengan mantap dan
mengguncang kedua pundaknya.
“Ayo, cepat sadar kembali.”
“...Ahh, terima kasih,
Masachika-kun.”
““““Jadi itu baik-baik saja ya?””””
Pemenang pertandingan
semi-final kedua: “Gadis Penyihir” Yuki (lolos dengan lima kudapan), Kejahilan:
menggelitik hingga ekspresi wajah tanpa ekspresinya berubah
“Haa, haa...”
“Kamu, sifat jahatmu yang jahil
sudah kelihatan sejak tadi, tau.”
“Oh benarkah? Ufufu.”
◇◇◇◇
Pertandingan Final: “Pendeta Sekte Jahat” Masachika melawan “Gadis Penyihir” Yuki
“Ujung-ujungnya, tetap kita
berdua, ya.”
“Ya, aku juga sudah menduga hal
ini akan terjadi.”
Masachika mengangkat pundaknya
dengan santai sementara Yuki tersenyum penuh makna. Ketika para penonton
menyaksikan mereka, Yuki dengan tenang mengulurkan tangan pada Masachika.
“Kalau begitu, silakan duluan?
Lagipula, aku memiliki lebih banyak kudapan ketimbang kamu.”
“Hee~ kamu yakin nih?”
“Iya, toh dengan
batu-gunting-kertas, sulit menentukan siapa yang duluan, kan...?”
Setelah mengatakan itu, Yuki
memberi jeda sejenak dan tersenyum menantang.
“Lagipula, aku merasa kalau
pertandingan kita takkan selesai begitu cepat di ronde pertama.”
“Hahaha, begitu ya.”
Menanggapi hal tersebut,
Masachika tersenyum penuh tantangan... dan pertarungan antara kakak beradik pun
dimulai.
Kemudian, tibalah ronde keenam.
“Fufufu, sepertinya belum ada
yang menang, ya.”
“Yah, kurasa itu sudah dalam
perkiraan. Kalau kamu lelah, kamu boleh menyerah kapan saja, kok?”
“Mana mungkinlah. Tapi kalau
terus begini, pertandingannya akan semakin panjang... bagaimana kalau mulai
dari sini, aturan satu ronde hanya boleh berjaga sekali saja?”
Saran Yuki menimbulkan kehebohan
di antara para penonton. Namun, Masachika tetap tenang dan tersenyum sambil
mengangguk.
“Siapa takut. Sebenarnya aku
juga akan memberikan usulan yang sama.”
“Baiklah, kalau begitu——”
Dengan demikian, permainan
dilanjutkan di bawah aturan terikat... di ronde kesepuluh.
“Tidak, ini sih terlalu lama!
Bener-bener kelamaan banget oi!”
“Kamu benar-benar bisa membaca
situasi dengan baik...”
Chisaki merasa terkesan dan
sedikit heran dengan suara yang terdengar dari Elena yang tak tahan lagi.
Setelah melihat ke arah kerumunan
penonton yang sudah mulai bosan daripada terhibur, Masachika pun berkata.
“Katanya kita kelamaan. Jadi
Yuki, bagaimana kalau mulai dari sini tanpa aturan berjaga dan sebagai gantinya
kita main cepat dengan waktu lima detik secara bergiliran?”
“Fufu, tentu saja, kenapa tidak?”
“Entah kenapa mereka mulai
terdengar seperti ahli shogi...”
Saat Elena merasa lelah,
permainan kembali dilanjutkan setelah mengubah aturan lagi... dan pada ronde
ketiga belas. Akhirnya, permainan pun berakhir.
“Kartu Trick berhasil... itu
berarti akulah yang menang.”
Pemenang final: “Gadis Penyihir
Gadis” Yuki (juara dengan tiga kudapan)
◇◇◇◇
“Selamat~”
Dengan senyuman yang tampaknya
dibuat-buat, Yuki bertanya kepada Masachika, yang bertepuk tangan bersama para
penonton dan entah bagaimana gagal berjaga setelah mengambil dua permen darinya.
“Apa kamu sengaja kalah?”
“Sama sekali tidak, kok.”
Masachika langsung merespon dengan
cepat dan ekspresi tidak wajar. Masachika kemudian memalingkan wajahnya dari
Yuki, yang senyumnya semakin melebar, dan memberikan kudapan yang ia menangkan
dari Elena kepada Elena, dan kudapan yang ia menangkan dari Yuki kepada Ayano.
“Ini, aku akan mengembalikannya.”
“Eh?”
“Masachika-sama?”
“Ah, lihatlah, bahkan Masha-san
juga mengembalikannya pada Sarashina-senpai. Sekarang kita semua punya
masing-masing tiga kudapan.”
Setelah mendengar itu, Elena
dengan terkejut memeriksa kue yang dimiliki setiap orang, Yuki berkata agak sinis
sambil tersenyum.
“Rupanya kamu murah hati juga,
ya.”
“Aku hanya mengikuti contoh
dari Senpai yang aku hormati.”
Ketika Masachika mengangkat
bahunya dan mengatakan itu, Yuki tersenyum dan berjalan mengitari meja untuk
duduk di samping Masachika.
“Oh ya, aku belum memberitahu isi
kejahilannya tentang apaan, ‘kan?”
Lalu, dia mencondongkan tubuh
ke depan dan mendekatkan mulutnya ke samping telinga Masachika.
“Apaan nih? Kalau menghembuskan
nafas di dekat telinga—”
“Fuu~!!”
“Kamu, dasar kampret...”
Saat tiba-tiba diseru di dekat
telinganya, Masachika jatuh terduduk di sofa. Sambil memegangi telinganya yang
terasa nyeri, ia menatap Yuki dengan senyum yang terpaksa.
“Dasar brengsek... kamu pasti
akan diadili, dasar penyihir.”
“Ohohoho, aku akan
mengalahkanmu, dasar pendeta sesat pemuja dewa jahat.”
Ketika kakak beradik itu saling
melempar senyum palsu sembari saling berdebat, namun tiba-tiba Elena tertawa
dengan aneh sambil menutupi setengah wajahnya dengan tangan kanannya.
“Fufufu... jadi kamu menentang
rencana sang Game Master yang memaksamu berebut kudapan... hebat sekali, Kuze-kun.”
“Kedengarannya dia mengatakan
sesuatu, loh?”
“Bukankah dia baru saja
menyatakan dirinya sebagai pecundang?”
“Ugh.”
Kata-kata tanpa ampun dari Masachika
dan Chisaki membuat Elena terhuyung-huyung sambil memegangi dadanya. Namun dia
segera bangkit kembali dan tersenyum licik sekali lagi.
“Fu-fufu, kurasa aku harus
memberimu hadiah karena kamu telah melampaui prediksi sang Game Master dengan baik...
jadi, sebagai hadiahnya...”
Kemudian, sambil meletakkan
labu jack-o'-lantern di atas meja
sofa dengan keras, Elena dengan lantang mengumumkan.
“Puding labu ekstra besar ini
akan dibagi antara Yuki-chan dan Kuze-kun!”
Masachika dan Yuki
mengatakannya pada saat yang sama di depan Elena, yang mengacungkan kedua
tangannya ke depan dan menunjukkan wajah puas seolah-olah mengatakan “Sudah diputuskan!”.
““Eh, tidak usah, aku tidak membutuhkannya.””
“Jangan bilang kalian tidak
membutuhkannya !!”
——Pada akhirnya, puding labu yang
sangat besar itu dibagi di antara mereka berdelapan. Dan sekitar 40% dari
puding tersebut menghilang ke dalam perut Kujou bersaudari.