Chapter 7 — Musik
Sehari setelah mengadakan pesta
Halloween, yang sebenarnya hanyalah pesta perayaan suksesnya festival olahraga.
Masachika menuju ke ruang musik untuk memenuhi janjinya kepada Elena.
Elena memintanya untuk berpartisipasi
dalam konser klub orkes tiup sebagai pengiring. Masachika telah memutuskan
untuk menghadiri latihan klub orkes tiup mulai hari ini untuk memenuhi
permintaan Elena karena sudah mau bekerja sama dengan pasangan Alisa/Masachika
dalam kompetisi di festival olahraga. Tentu saja, Masachika tidak bisa
menghadiri setiap latihan karena dirinya juga memiliki tugas OSIS.
[Tidak
semua lagu melibatkan piano, dan dengan keterampilan Kuze-kun, aku yakin itu tidak akan
menjadi masalah meskipun kamu melewatkan beberapa latihan.]
Mengingat senpainya yang
tersenyum dengan rasa kepercayaan yang misterius, Masachika merasakan kalau
perutnya sedikit menegang.
(Tidak, kemampuan bermain pianoku ... sudah
berkarat parah karena aku mengabaikan latihanku selama bertahun-tahun ...
selain itu, aku tidak mempunyai piano di rumah yang sekarang, jadi aku tidak
bisa latihan di rumah ... yah, setidaknya aku sudah berlatih mengayun jariku
dengan piano bayangan)
Harapan menjadi beban yang
berat, membuat langkah kaki Masachika yang menuju ruang musik menjadi lambat.
Namun, meskipun langkahnya melambat, jika ia terus berjalan, ia pasti akan
sampai ke tempat tujuan. Masachika menarik napas dalam-dalam di depan ruang
musik pertama yang ia tuju, lalu membuka pintu dengan tekad bulat.
“Permisi──”
“Selamat datang di haremku!”
“Apa beneran baik-baik saja
dengan salam perkenalan seperti itu?”
Dan Masachika mengomentari hal
itu pada Elena yang menyambut kedatangannya. Elena membusungkan dadanya dengan
penuh keyakinan.
“Fufufu~~ tidak masalah kok?
Karena aku hanya memberikan fakta. Benar ‘kan, semuanya!”
Setelah mengatakan itu, Elena
membalikkan badan dan meminta persetujuan dari anggota klub musik orkes tiup
yang menyambut kedatangannya.
“Ya,
ketua klub.”
“Benar sekali.”
“Ufufu.”
Dengan senyuman indah dan
ucapan sopan yang patut dicontoh. Pemandangan itu mengingatkan Masachika pada
apa yang dikatakan Elena sebelumnya.
『Di
sekolah ini, hanya ada pria dan wanita yang tersenyum dan membiarkan para
pengoceh berlalu, atau para gadis yang memiliki kebiasaan membuatku berperan
sebagai pelawak. Jarang sekali menemukan pasangan yang bisa diajak bermain
peran sebagai pengoceh tanpa merasa khawatir. 』
(Begitu
rupanya. Jadi inilah yang dibicarakan Elena-senpai, tipe pria dan wanita yang
mengabaikan omong kosong sambil tersenyum.)
Jika diperhatikan lebih dekat, para
anggota klub musik orkes tiup, yang 80% di antaranya adalah perempuan, hampir
semuanya adalah putra dan putri dari keluarga konglomerat. Bahkan, mereka semua
adalah siswa dari garis keturunan yang sama dengan Yuki, yang bergaya seperti
seorang Ojou-sama.
(Tentu
saja, ini sih memang mematikan karakter komedian...)
Masachika bersimpati pada Elena,
berpikir pasti sulit baginya karena terus diabaikan begitu saja. Tapi,
“Lihat sendiri, ‘kan? Mereka
adalah haremku~!”
“Bukannya kamu bertingkah
terlalu sok tangguh?”
Saat Elena berbalik dengan
senyum lebar di wajahnya dan mengacungkan jempolnya, Masachika terkejut
sekaligus terkesan. Kemudian, Elena meletakkan tangannya di pinggul dan
tertawa.
“Hahaha, tentu saja dong, kalau
kamu mau jadi penguasa harem, kamu harus tangguh banget, iya ‘kan?”
“Ya,
ketua klub.”
“Benar sekali.”
“Ufufu.”
“Tidak, bukannya mereka
semuanya cuma mengabaikannya begitu saja? …. Mau sampai berapa lama kamu
berencana melanjutkannya? Pengaturan yang semacam itu.”
“Jangan dibilang pengaturan!”
“Kalau begitu karakter itu.”
“Berisik banget ih! Aku tidak
bisa berdiri di depan orang lain kecuali aku memainkan karakter!”
“Itu sih… aku minta maaf.”
“Jangan minta maaf~ aku cuma
bercanda doang. Elena-senpai selalu menjadi Onee-san yang liar dan nakal☆”
Masachika merasa terkesan
dengan senyum cerah dan pose Elena, yang hampir bisa menimbulkan efek suara 'cha-ha☆',
dan
mengatakan bahwa itu cukup mengagumkan jika dia terus melakukannya sampai
sejauh ini. Pada saat yang sama, ia menyadari bahwa ketegangan berat yang ia
rasakan sebelum datang ke sini telah menghilang, dan ia menundukkan kepalanya
sambil tersenyum kecut.
“Kamu mencoba mencairkan
suasananya agar aku bisa cepat terbiasa. Terima kasih banyak.”
“Jangan berterima kasih padaku!”
“Apa maksudmu??”
“Jangan terlalu kaku begitu!
Klub kami memiliki suasana yang terbuka, kami tidak peduli dengan hubungan
hierarkis. Benar kan??”
“Ya,
ketua klub.”
“Benar sekali.”
“Ufufu.”
“Kalian itu BOT, ya?”
Masachika melihat langsung ke
arah anggota klub yang terus mengulangi kalimat yang sama dari sebelumnya, tapi
yang ia dapat sebagai balasannya adalah senyuman tipis yang kaku. Rasanya agak
menakutkan karena terus melakukannya untuk sampai sejauh ini.
(Atau mungkin ini sudah menjadi
semacam kebiasaan...)
Jika diperhatikan baik-baik,
Masachika melihat bahwa hanya ada tiga orang yang sama yang telah berbicara
sejak tadi, dan anggota klub lainnya hanya tertawa dalam diam. Untuk saat ini,
Masachika telah memutuskan untuk memanggil ketiga orang ini dengan sebutan “Ya-senpai'”, “Benar-senpai'”, dan “Gadis Ufufu” di dalam hatinya.
“Kalau begitu, mari aku
perkenalklan sekali lagi. Ia adalah Kuze Masachika-kun, yang akan bergabung
dengan kita dan berpartisipasi bermain piano hingga konser di bulan Desember.
Semuanya beri dirinya tepuk tangan!”
Ketika Elena mengatakan ini dan
bertepuk tangan, semua anggota klub bertepuk tangan secara serempak. Tidak ada
sedikit pun tanda-tanda kebencian atau ketidaksukaan terhadap orang luar, hanya
ada rasa sambutan yang murni.
Masachika merasa lega dengan
hal ini, tapi….di saat yang sama, ia merasakan perasaan berat di perutnya
karena merasa bahwa dirinya masih diharapkan untuk melakukannya.
“Oke! Kalau begitu, aku ingin
memperkenalkan mereka satu per satu mulai dari ujung yang lain... tapi itu akan
terlalu lama jika semua orang melakukannya, jadi aku akan minta mereka
melakukannya lagi saat jam istirahat. Untuk saat ini, aku' hanya akan
memperkenalkan orang yang bertanggung jawab atas setiap angkatan tahun, ya?”
“Ah, ya. Tolong.”
“Oke, kemarilah~.”
Ketika Masachika mengangguk,
tiga siswi melangkah maju ke depan sebagai tanggapan atas isyarat misterius Elena.
Atau lebih tepatnya, mereka bertiga adalah orang yang sudah mengulangi kalimat
yang sama dari sebelumnya.
(Ternyata
mereka orang iya, benar, dan gadis ufufu)
Masachika merasa sedikit
canggung, karena baru saja memberikan julukan seperti itu di kepalanya. Tanpa
mengetahui situasi itu, ketiga siswi memperkenalkan diri secara berurutan,
dimulai dari siswi kelas tiga.
“Senang bertemu denganmu.
Namaku Haitani, murid kelas tiga sekaligus wakil ketua klub. Aku memainkan
klarinet.”
(Jadi
dia, Iya-senpai)
“Senang bertemu denganmu,
namaku Souma dari kelas dua. Alat musikku adalah perkusi.”
(Kalau
dia, Benar-senpai)
“Senang bertemu denganmu, Kuze-san.
Namaku Arai dari Kelas 1-A. Aku memainkan seruling.”
(Sayang
sekali, itu bukan ufufu, tapi ara ara, ya.)
Pemiikiran bodoh seperti itu
terlintas di benaknya dan ia menyalahkan dirinya sendiri. Masachika lalu
membungkuk dengan ekspresi serius di wajahnya.
"Senang bertemu denganmu,
aku Kuze. Aku akan berada di sini selama sebulan lebih, tapi aku berharap bisa
bekerja sama dengan kalian—”
“Kaku! Kaku bengettttt~~~!!”
Elena kemudian menyela dan
mengangkat tangannya di antara Masachika dan ketiga gadis tersebut. Lalu, dia
mengalihkan pandangannya ke arah Masachika, yang terkejut.
“Memangnya kamu tidak mendengar
apa yang kukatakan tadi!? Klub kami memiliki suasana yang terbuka dimana
kami tidak peduli dengan hubungan hierarki!”
“Tidak, meskipun Senpai bilang
begitu, ini pertama kalinya aku bergabung hari ini… Lagian sedari awal, para
senior menggunakan bahasa kehormatan, sedangkan aku tidak――”
“Gadis-gadis ini berbicara
dengan sopan kepada semua orang, jadi jangan terlalu dipedulikan! Sebaliknya,
Kuze-kun, kamu bisa bersikap lebih santai seperti saat kamu berhadapan
denganku!”
“Haaa… Itulah yang dikatakan
Ketua klub, tapi apa itu tidak apa-apa?”
“Ya.”
“Aku tidak keberatan jika kamu
melakukan itu.”
“Ufufu.”
Setelah mendapat izin (?) dari
ketiganya, Masachika pun sedikit rileks. Dengan senyum puas, Elena meletakkan
tangannya di pundak Masachika.
“Kalau begitu, bagaimana kalau
aku memintamu untuk segera memainkan satu lagu?”
“Eh?”
“Anggap saja sebagai pengganti
salam. Semua orang juga ingin mendengarnya, ‘kan?”
Kali ini bukan hanya mereka
bertiga, tapi seluruh anggota klub pun sepakat dengan pertanyaan Elena. Seakan
terdorong oleh semua tatapan penuh harap itu, Masachika menganggukkan kepalanya.
“Ah, kalau begitu... satu lagu
saja.”
Mendengar kata-kata itu,
sorak-sorai ringan pun terdengar. Masachika duduk di depan piano, mati-matian
berusaha menahan rasa kedutan di pipinya akibat ekspektasi polos yang diarahkan
padanya.
(Hmm~,
aku tidak pernah menyangka kalau aku tiba-tiba diminta bermain solo...Aku
bingung apa yang harus kumainkan.)
Daftar lagu untuk konser
tersebut, yang telah dibagikan sebelumnya oleh Elena sebelumnya, mencakup
beragam lagu, mulai dari karya-karya orkestra yang terkenal hingga tren J-Pop terkini,
dan bahkan lagu-lagu dari tema film anime yang laris. Dengan mempertimbangkan
lagu-lagu tersebut, Masachika memilih lagu tema anime untuk fokus membuat
suasana menjadi bersemangat. Sambil menyenandungkan lagu itu dengan ringan,
Masachika menggerakkan jari-jarinya pada pahanya, lalu meletakkannya di atas
keyboard. Dan kemudian...
(Hah?
Untuk apa aku memainkannya?)
Jari-jemarinya seketika
menegang kaku.
Untuk apa dan untuk siapa
dirinya memainkannya? Tentu saja, itu untuk Elena dan…. Semua yang ada di klub
musik orkes tiup.
(Tapi
kenapa?)
Setelah menanyakan pertanyaan batinnya
sendiri, “Apa maksudnya dengan kenapa..?”
…..Masachika menyadari hal ini.
(Ah,
begitu rupanya. Aku sendiri tidak punya motif.)
Masachika sendiri tidak memiliki
motivasi untuk membuat Elena atau anggota klub lainnya mendengarkan penampilannya.
Meskipun ada alasan kenggenan bahwa itu adalah sebuah janji, tapi tidak ada
motivasi aktif. Mungkin karena itulah alasannya? Jari-jemarinya...tidak mau
bergerak.
(Tidak,
tidak, itu karena aku memang tidak punya motif. Entah aku memiliki motif atau
tidak, aku hanya perlu memainkannya...)
Meski dirinya berpikir begitu,
tapi Masachika tidak bisa menggerakkan jari-jemarinya. Tuts piano yang berada
di depannya terlihat samar, dan tatapan ibunya berkelebat kembali di benaknya.
Tatapan mata ibunya yang memelototinya dengan penuh kebencian.....
(Eh,
ah, di mana tuts “do” ya? Mulai darimana aku harus memainkannya…)
Telinga Masachika terasa
berdenging. Kesadarannya seolah-olah kembali terseret ke dalam ingatan hari
itu──
“Ah iya, aku kelupaan~.”
Suara ceria Elena mencapai
telinga Masachika saat dirinya membeku dengan jari-jarinya yang masih di atas
tuts piano. Ketika ia mendongak ke atas karena terkejut mendengar suara itu,
Elena meletakkan tangannya di dahinya karena suatu alasan dan berkata sambil
menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi.
“Astaga, aku bener-bener pelupa
sekali...Aku lupa prinsip bahwa jika aku ingin mengajak seseorang untuk
bermain, aku harus melakukannya sendiri duluan...Benar sekali, iya ‘kan?
Kuze-kun pasti akan kesulitan untuk bekerja sama dengan kami jika ia tidak
mengetahui cara kami bermain, bukan?”
“Elena-senpai...”
Ketika dia mengatakan hal itu
dengan gaya yang sangat lebay, Elena berputar dan menoleh ke arah para anggota
klub.
“Jadi .... hari ini adalah
waktunya bagi kita untuk memberitahu Kuze-kun bagaimana penampilan kita!
Kuze-kun, kamu bisa pergi ke sana dan lihatlah~!”
Masachika dengan takut-takut
duduk di kursi dekat dinding saat Elena mengusirnya. Para anggota klub sedikit
bingung dengan perubahan arah yang tiba-tiba dari Ketua klub mereka, tetapi mereka
tetap menuruti perkataan Elena dan mengambil posisi masing-masing.
“Hmm, yah, kalau begitu,
seperti biasa, mari kita mulai tanpa mengkhawatirkan pengunjung~. Ah, sensei, tolong
pimpin jalannya. Sensei~?”
“Hoaam?”
Begitu mendengar panggilan
Elena, seorang wanita yang sedang tertidur sambil duduk di kursi dekat jendela
terbangun kaget.
(Ah,
seperti yang kuduga, dia adalah guru pembimbing klub ini...Aku sengaja mengabaikannya
karena tidak ada yang menyebutkannya...)
Ada seorang wanita yang tidur
dengan kepala menempel di dinding sejak Masachika tiba, dan dia sepertinya guru
pembimbing klub. Pada pandangan pertama, seorang wanita yang tampaknya berusia
dua puluhan tahun lebih berdiri, memegangi lehernya, dan tatapannya mengembara
ke sekelilingnya mencari tongkat konduktor.
“Ah~ iya, iya... aku tidak
tidur. Aku sama sekali tidak tidur, kok...”
“Enggak, enggak, tidak peduli
bagaimana aku melihatnya, Sensei barusan saja tertidur.”
“Kata siapa~, aku tidak tidur,
kok. Iya ‘kan?”
“Ya, Sensei.”
“Benar sekali.”
“Ufufu.”
“Lihat, ‘kan?”
“Tidak, kalian semua hanya
terlalu memanjakan Sensei saja, tau.”
“Iya.”
“Benarkah?”
“Ufufu.”
Sementara anggota klub
mengabaikan semuanya dengan senyuman, Masachika melihat seorang wanita yang
sedang mencari tongkat konduktor sambil menahan kantuk.
(Apa
dia guru pembimbing...? Sebenarnya aku tidak pernah melihatnya di sekolah...
atau mungkin dia instruktur eksternal?)
Saat Masachika sedang mempertimbangkan
hal itu, wanita itu yang akhirnya menemukan tongkat konduktornya, melihat Masachika
dan memiringkan kepalanya.
“Hmm? Kita kedatangan pengunjung
hari ini? Pada musim ini?”
“Sensei... bukannya kita sudah
membicarakan hal ini sebelumnya? Tentang merekrut pianis pengiring.”
“Benarkah? Hmm...”
Wanita itu melihat Masachika
yang mengangguk ringan dengan seksama, mengerutkan keningnya sedikit. Namun
sebelum Masachika bisa merespons, wanita itu memalingkan pandangannya dan
menghadap ke arah anggota klub. Dan ketika wanita itu mengangkat tongkat
konduktor, suasana ruang musik yang sebelumnya riang tiba-tiba menjadi tegang.
“!”
Ketika tongkat konduktor
diangkat, suasana ruangan yang semula santai di ruang musik dipenuhi dengan
ketegangan.
Suasanya secara alami membuat
Masachika merasa tegang. Kemudian, saat tongkat konduktor bergerak dan suara
musik mengalun, tubuh Masachika merasakan getaran suara.
(Wah...!)
Mendengarkan pertunjukan dengan
jumlah orang sebanyak ini, di ruang sekecil ini, dari jarak begitu dekat.
Kekuatan pertunjukan yang tingkatannya berbeda dari yang pernah dialami
Masachika di aula, membuatnya merasa terpesona.
(Ini
sungguh luar biasa... Elena-senpai juga kelihatan keren...)
Nada-nada tinggi yang cemerlang
menembus ansambel, di mana semuanya berada dalam harmoni yang sempurna. Itu
adalah suara terompet, yang dimainkan oleh Elena.
(Hebat
sekali...!)
Masachika memejamkan matanya
dan meresapi gelombang suara yang penuh kekuatan dari pertunjukan yang memukau
tersebut. Ketika pertunjukan berakhir, dirinya tanpa sadar ikut bertepuk
tangan. Beberapa orang, termasuk Elena, terlihat senang namun segera mengubah
ekspresi mereka saat mendapat arahan dari guru. Tidak dapat disangkal bahwa
hanya ada orang-orang yang sangat menyukai musik saja yang ada di sini.
(Wah... keren sekali)
Masachika benar-benar berpikir
demikian. Namun pada saat yang sama,
(Apa
aku... dapat bergabung di sini? Di tempat ini?)
Dirinya yang membuat semua
pendengarnya mendadak menjadi tanpa ekspresi? Dirinya yang tak memiliki gairah
terhadap musik? Dirinya yang masih….. terjebak dalam masa lalu itu?
“...”
Aku
tidak pantas berada di sini.
Sambil mendengarkan pertunjukan
klub musik orkes tiup, Masachika diam-diam merenungkan pemikiran tersebut.
◇◇◇◇
“Baiklah, cukup sekian untuk
hari ini. Bubar!”
“““““Terima kasih banyak!”””””
Ketika tiba waktunya kegiatan
klub berakhir, wanita yang telah memimpin dan memandu mereka dengan cepat
mengemasi barang-barangnya dan pergi, seolah-olah mengatakan, 'Ah~~ aku sangat lelah'. Masachika sedikit
terkejut oleh pembubaran yang tepat waktu ini.
“...Dia tampak seperti orang
yang luar biasa.”
“Ahahaha kamu pasti terkejut
saat pertama kali melihatnya~~Meski penampilannya begitu, dia adalah musisi
yang cukup terkenal tau. Oh iya, ngomong-ngomong, dia itu alumni sekolah kita,
kok. Susume-sensei. Namanya ditulis
dengan kanji Mae [前] dan
dibaca Susume, oke?”
“Itu juga...sungguh nama yang
tidak biasa.”
“Ya begitulah~...Jadi,
bagaimana pendapatmu?”
Menanggapi pertanyaan Elena, Masachika
memberikan pujian yang jujur dan tanpa bias.
“Penampilan tadi sangat
menakjubkan. Aku belum pernah mendengar permainan musik orkes tiup dari jarak
sedekat ini sebelumnya, jadi aku merasa terpesona.”
“Ahemm~~. Ya iya dong~ Level
kami lumayan cukup tinggi.”
Masachika membungkuk pelan pada
Elena, yang membusungkan dadanya dengan ekspresi puas.
“Dan juga... terima kasih
banyak. Karena sudah memberi uluran tangan padaku.”
“Hmm? Ah...”
Setelah memikirkannya sejenak,
Elena mengangguk karena sepertinya dia menyadari bahwa dia membatalkan
penampilan piano Masachika.
“Aku merasa seperti kalau kamu berada
dalam masalah...atau lebih tepatnya, kamu terlihat tersesat. Jadi aku menyela
dengan cepat, tapi kuharap itu bukan tindakan ikut campur yang tidak perlu.”
“Itu bukan suatu tindakan ikut
campur yang tidak perlu...Sebaliknya, aku justru merasa sangat bersyukur.”
“Ya……”
Kemudian, Elena melirik sekilas ke arah anggota klub di belakangnya, lalu bertanya kepada Masachika dengan suara pelan.
“Jadi, apa kamu bisa menghadiri
sesi latihan berikutnya?”
Masachika mengangguk
samar-samar dengan tatapan penuh syukur ketika menatap Elena, yang tidak
bertanya tentang detail situasinya, tetapi hanya bertanya apa ia bisa
berpartisipasi atau tidak.
“Yah, kurasa... aku akan baik-baik
saja, tapi... tadi itu, itu...”
Setelah terbata-bata sejenak,
Masachika berkata dengan senyum getir.
“Entah bagaimana... aku jadi
tidak tahu lagi untuk apa aku memainkan piano...”
Setelah ia mengucapkannya,
Masachika merasa malu sendiri atas apa yang ia katakan. Namun, tanpa banyak
kata, Elena hanya mengangguk sedikit sambil melebarkan matanya sedikit, dan dia
berjongkok di depan Masachika.
“Ahh~ jadi Kuze-kun adalah tipe
yang membutuhkan alasan ya~ jadi bagimu musik bukanlah tujuan, melainkan hanya sarana
ya.”
Pengertian tak terduga dari
Elena membuat Masachika mendongakkan wajahnya, yang tanpa disadari sudah
menunduk. Dan kemudian, Masachika dengan tulus menyetujui kata-kata tersebut.
Musik hanyalah sarananya. Itu
benar sekali. Bagi Masachika, piano hanyalah sarana untuk menyenangkan
keluarganya ...... dan orang-orang yang ia cintai. Ia melakukannya hanya karena
itu membuat Ibunya dan adik perempuannya bahagia. Jika dipikir-pikir... dirinya
mungkin belum pernah sekali pun melakukan musik hanya demi musik itu sendiri.
“…Bukannya orang yang seperti
itu tidak pantas untuk bergabung dengan klub musik orkes tiup?”
Senyum sinis tanpa disengaja
muncul secara alami di wajahnya, diikuti dengan kata-kata yang penuh dengan
sindiran sendiri. Dan meskipun Masachika segera menyesalinya, Elena hanya
mengangkat alisnya dengan ringan dan berkata,
“Hmm? Sama sekali tidak
masalah, kok?”
Jawaban santai yang berlawanan
dengan ekspektasinya membuat Masachika tertegun sejenak.
“Motivasi setiap orang berbeda-beda,
iya ‘kan~ Aku sih tipe yang cenderung menikmati apa pun, tapi ada juga anak
yang sepenuh hati memusatkan semangatnya untuk memenangkan kompetisi.”
“Haa...”
Setelah memberikan jawaban
samar terhadap perkataan Elena, Masachika tiba-tiba tertarik dengan isi
perkataannya dan bertanya.
“Kalau begitu, Elena-senpai...
kenapa kamu merekrutku? Jika yang bersenang-senang bisa menang, maka... bukannya
kehadiranku tidak terlalu penting, ‘kan?”
“Hmm? Itu sih karena...Aku
merasa musik baru akan lahir jika aku bersama Kuze-kun? Oh tidak, maafkan aku.
Itu adalah cara yang agak sok untuk mengatakannya.”
Elena dengan cepat menyangkal
perkataannya sendiri, dan memiringkan kepalanya sedikit sebelum berbicara.
“Yah, secara gampangnya sih...
aku merasa begitu. Saat aku mendengar permainan piano Kuze-kun, aku berpikir 'Ah, aku ingin tampil dengan iringan piano
ini,' begitu. Hanya itu saja.”
Sambil mengatakan itu, Elena
tersenyum agak malu-malu. Dia kemudian menatap wajah Masachika dan melanjutkan,
“Jadi yah... lakukanlah
sesukamu, oke? Aku juga melakukan apa yang kuinginkan. Tanpa harus terlalu
membebani diri, tanpa harus kaku, Kuze-kun tinggal memainkan sesuai keinginanmu
saja... tapi yah, meskipun itu mungkin bakalan sulit ya.”
Setelah berdiri dari tempatnya,
Elena mengangkat kepala dengan bangga dan wajah ceria berkata,
“Kanji ‘Musik’ ditulis dengan
kombinasi 'menikmati suara'. Jadi intinya, siapa pun yang lebih menikmatinya,
dialah yang menang, yau.”
“.....”
“Oh, kamu pikir itu kalimat
yang terlalu dibuat-buat, iya ‘kan?”
“Ya, itu sih...”
“Cerewet! Mana mungkin aku bisa
membuat kata-kata keren seperti itu keluar begitu saja!"”
Sambil tertawa kecut pada
senpainya yang marah, Masachika bangkit dari tempat duduknya, dan melarikan
diri dari Elena.
Masachika menghela nafas dan menelan
pertanyaan yang hampir keluar dari mulutnya,
“Memangnya musik benar-benar menyenangkan?”.
◇◇◇◇
“Kalau begitu, aku permisi dulu.”
“Okee~, kalau gitu sampai jumpa
minggu depan, ya~.”
Masachika meninggalkan ruang musik pertama setelah memberi salam kepada anggota klub musik orkes tiup, termasuk Elena. Kemudian, saat dirinya menutup pintu dan melihat ke ujung lorong, ia menemukan seorang siswa laki-laki yang bersandar di dinding sambil menyilangkan tangannya. Ia segera berpura-pura tidak melihatnya dan berusaha melewati orang itu, tetapi tentu saja dirinya langsung diajak bicara.
“Sudah kuduga, kamu akhirnya bergabung
dengan klub musik orkes tiup ya, Kuze.”
“Kenapa kamu ada di sini? Kamu
lagi punya banyak waktu luang, ya?”
Masachika yang tidak mau
repot-repot menoleh setiap saat, mengalihkan pandangannya hanya ke arah Yushou
dan bertanya kepadanya. Yushou kemudian mengangkat bahunya dengan gerakan yang
berlebihan.
“Karena ulah seseorang,
jumlah anggota klub piano jadi sangat berkurang dan hampir bubar. Jadi,
meskipun tidak benar-benar disebut senggang, aku memang punya waktu luang.”
“Benar juga, itu semua karena
ulahmu sendiri. Sayangnya, berbeda denganmu, aku sibuk. Yah, kalau begitu aku
pergi dulu.”
Saat Masachika hendak pergi dan
Yushou hendak mengatakan sesuatu, pintu di dekat mereka terbuka dan seseorang
yang sangat dikenal muncul di hadapan mereka.
“Lohh, sungguh kombinasi yang
jarang terjadi.”
“Nonoa...”
Melihat Nonoa keluar dari ruang
musik kedua, Masachika menyadari bahwa hari ini adalah hari latihan klub musik
ringan. Dirinya memperhatikan Sayaka yang berada di belakang Nonoa, tampaknya dia
datang untuk melihat-lihat.
“Kamu baru selesai latihan?”
“Hmmm, ya begitulah~. Setelah
ini kami akan beres-beres sedikit dan kemudian pulang dengan santai begitu
saja.”
“Begitu ya.”
Masachika merasa penasaran
dengan reaksi Yushou yang sebelumnya menganggap Nonoa sebagai orang berbahaya.
Ketika dirinya berbalik…..Masachika melihat tidak ada siapa pun di sana.
“Eh?”
“Jika kamu mencari Yushou, ia
sudah pergi entah kemana~? Karena sepertinya ia lumayan membenciku~.”
“Oh, begitu... Pada akhirnya,
buat apa ia datang kemari?”
Saat Masachika bergumam,
sedikit takut dengan Nonoa, yang dengan santai mengatakan kepadanya bahwa dia
tidak disukai, Nonoa melirik ke arahnya dan berkata.
“Entahlah~? Mungkin ia datang
ke sini untuk mendengarkan Kuzecchi bermain piano?”
“Hah? Mana mungkin lah...”
Meskipun awalnya ingin
menyangkal dengan cepat, tapi Masachika tiba-tiba berpikir kalau itu mungkin
ada benarnya. Dan dirinya merasa agak ngeri.
(Eh,
apa? Apaan maksudnya? Jangan bilang kalau tuh orang terobsesi denganku ......?
Aku akan sangat membencinya jika itu beneran iya…..)
Masachika mengerutkan keningnya
saat membayangkan disukai oleh seorang pria yang jelas-jelas termasuk dalam
kategori orang yang tidak disukainya. Kemudian, ia menggelengkan kepalanya
untuk mengusir imajinasi tersebut dan teringat bahwa ia harus mengatakan
sesuatu pada Nonoa.
“Oh iya, dengar-dengar katanya
tempo hari kamu menemani Alya ke ruang UKS, ya? Terima kasih.”
Mendengar ucapan terima kasih
Masachika, Nonoa memiringkan kepalanya sedikit, lalu berkata, “Ahh~” seakan-akan baru mengingatnya.
“Aku tidak melakukan sesuatu hal
yang besar, kok. Aku hanya membantu Alisa yang terlihat tidak enak di tempat
tidur dan segera meninggalkan tempat itu.”
“Oh, begitu... Tapi, aku sangat
berterima kasih. Ngomong-ngomong...”
Kemudian, setelah melirik di
sekitarnya, Masachika berbisik saat bertanya.
“(Apa kamu tahu alasan spesifik
mengapa Alya merasa tidak enak badan?)”
Alisa tidak mau menjelaskan
penyebab pastinya, tapi Masachika menduga bahwa Alisa mungkin mendapat komentar
yang tidak menyenangkan dari seseorang terkait kampanye pemilihan.
Sebenarnya, Masachika mendengar
informasi bahwa beberapa pendukung fanatik Yuki secara terbuka mencela Alisa
setelah Yuki memenangkan pertandingan kavaleri pada festival olahraga. Mereka
yang sudah menganggap Masachika sebagai pengkhianat karena telah memutuskan pemasangannya
dengan Yuki, dan terus menyindirnya sampai sekarang. Meskipun Masachika
mengabaikan hal tersebut dengan berkata, “Ya,
memang ada orang yang suka berkata begitu,...”
(Jika
ada yang menyakiti Alya dengan menyindirnya dan membuatnya sakit parah... Aku tidak
akan memaafkannya)
Masachika menunggu balasan
sambil menahan kemarahan yang mendidih, namun sayangnya, Nonoa hanya menggelengkan
kepalanya.
“Maaf ya, tapi waktu aku bertemu
Alisa, dia sudah dalam keadaan tidak enak badan jadi... Aku tidak tahu apa yang
terjadi sebelumnya.”
“Oh, begitu... Tidak apa-apa, kamu
tidak perlu minta maaf. Terima kasih... sebenarnya, maafkan aku juga.”
“Maaf untuk apa?”
“Ehm, tidak...”
Jika ditanya kenapa dirinya
meminta maaf, itu karena Masachika merasa bersalah telah mencurigai Nonoa, yang
begitu kooperatif, hanya karena Yushou mengatakan sesuatu. Namun, mana mungkin
dirinya menjelaskan hal itu dengan jujur. Masachika mengalihkan pembicaraan dan
tiba-tiba bertanya pada Nonoa.
“Uhmm~~... Apa kamu bersenang-senang
bermain di band?”
Meskipun sedikit terkejut
dengan perubahan tiba-tiba dalam topik pembicaraan, Nonoa dengan cepat
mengangguk.
“Yeah begitulah~ Menyanyi
membuatku merasa baik~ dan menyenangkan kok~"
“Be-Begitu, ya...”
Nonoa juga menikmati musik.
Meskipun pertanyaan itu hanya terlihat normal, kenyataan itu mengejutkan
Masachika dan…. sedikit mengguncangnya.
(Bahkan
Nonoa juga bisa menikmatinya... Sedangkan aku...)
Ketika dirinya sedikit merasa
sedih, Nonoa yang semakin bingung sedikit bergoyang.
“Apa kamu sudah selesai? Aku
ingin segera ke toilet.”
“Eh!? Be-Begitu ya~. Maaf, aku
malah menahanmu di sini.”
“Tidak masalah, sih...”
Dia kemudian berkata sambil
berjalan pergi.
“...Kalau mau, gimana kalau
kamu ikut denganku?”
“Siapa juga yang mau!!”
Masachika langsung melengos ke
arah Nonoa, yang membuat undangan yang keterlaluan dengan begitu santai.
Kemudian, sambil menatap Nonoa yang pergi sambil tertawa, ia menghela napas dan
mulai berjalan menuju pintu masuk gedung sekolah.
(Tapi
begitu ya... Bagi Nonoa, musik sepertinya menyenangkan ya...)
Itu adalah perasaan yang tidak
dikenal bagi Masachika. Atau sebenarnya...
(Aku...
hanya pernah tampil solo...)
Masachika belum pernah bermain
bersama atau dalam band. Paling banter, dirinya hanya beberapa kali bermain
duet dengan guru pianonya. Bahkan sejujurnya, dirinya tidak begitu ingat apakah
ia menikmatinya atau tidak.
(Ditambah
lagi...)
Ada kenangan yang tiba-tiba
muncul di dalam benaknya. Kenangan dari hari itu, yang telah menjadi trauma
mendalam di luar bayangan Masachika, membuatnya menggertakkan gigi dan
menggelengkan kepala.
(Semakin
aku memikirkannya, semakin aku meragukan apakah aku bisa menjadi orang yang
diandalkan...)
Setelah menganalisis dengan
tenang, Masachika menghela nafas. Di pikirannya muncul kata-kata yang pernah
diucapkan Alisa ketika ia menerima permintaan dari Elena.
『Aku
merasa kalau kamu adalah orang yang bisa bersemangat untuk mendukung orang yang
penuh semangat. 』
『Jadi...
Aku yakin kamu akan baik-baik saja. Aku yakin kamu bisa mewujudkan harapan
Narahashi-senpai dengan baik. 』
“……”
Masachika tahu betul bahwa Alisa
tidak bermaksud memberikan tekanan kepadanya. Namun, kepercayaan yang diberikan
Alisa, harapan dari anggota klub musik orkes tiup, menjadi beban berat bagi
Masachika saat ini.
(Memang,
penampilan klub musik orkes tiup tadi luar biasa... Aku ingin bisa membantu.
Aku ingin bisa menjadi berguna. Itulah yang kurasakan, tapi...)
Meskipun dirinya berpikir
begitu, pada akhirnya Masachika masih meragukan apakah dirinya memiliki
keterampilan dan bakat yang cukup untuk membantu kali ini. Pertama-tana... apa
dirinya benar-benar bisa memainkan piano pada latihan berikutnya? Bahkan hal
itu saja pada saat ini masih belum diketahui.
“Sepertinya ini jauh lebih
sulit dari yang kuduga...”
Sambil bergumam sendiri, Masachika
berbelok di tikungan dan saat melihat pintu depan mulai terlihat, ia bertemu
dengan Maria yang berdiri di samping kotak sepatu.
“Ara, Kuze-kun, kamu mau pulang
sekarang?”
“Ah iya, benar... Apa kamu
sedang menunggu Alya, Masha-san?”
“Iya, katanya dia punya sedikit
urusan di kantor guru~”
“Oh begitu.”
Ketika mereka mendekat sambil
berbicara seperti itu, Maria tiba-tiba bertanya santai.
“Bagaimana dengan klub musik
orkes tiup tadi~?”
“...Hari ini terasa seperti
sekadar mengamati. Jadi tidak ada hal istimewa yang terjadi.”
Karena dia sudah mengetahui
pertanyaan itu akan muncul, Masachika memberikan jawaban yang aman. Kemudian,
sambil mengatakan “sampai jumpa besok” ia
berbalik dan bergerak menuju kotak sepatu,
“Eeh, kenapa~? Mari kita pulang
bersama sampai di tengah jalan~. Alya-chan juga akan segera datang ‘kan?”
Maria tersenyum dengan polos
dan memanggilnya untuk pulang bersama, membuat Masachika tertawa dalam hati.
“Tidak, hari ini—“
“Oh ya, tau enggak, tadi di ruang
OSIS tuh? Chisaki-chan sudah mulai gila~”
(Di-Dia
sudah berbicara duluan...)
Maria bercerita dengan riang
gembira mengenai apa yang terjadi di OSIS kepada Masachika, yang terpaksa ikut
mendengarkan karena senyum polos Maria. Dihadapkan dengan senyum itu, Masachika
tidak bisa begitu saja bilang “Aku mau
pulang.” Akhirnya, ia memutuskan untuk berdiri di samping Maria dan
mendengarkan ceritanya.
“Terus~ terus, ketua OSIS
bilang 'Itu sih bukan mimpi!'
katanya.”
“Ahaha.”
Meskipun Masachika memberikan
tanggapan yang setuju dengan cerita Maria,
“Jadi... apa ada sesuatu yang
terjadi di klub musik orkes tiup?”
“Hmm?”
Topik pembicaraan mendadak berubah
ketika perhatiannya sedang teralihkan. Masachika benar-benar terkejut dengan
pertanyaan tiba-tiba itu. Melihat ekspresi kaku Masachika, Maria tersenyum
lembut.
“Pasti ada sesuatu yang
terjadi, ‘kan? Karena kamu terlihat murung, Kuze-kun.”
“...”
Masachika, yang tetap memandang
ke depan dalam tatapan Maria yang sepenuhnya memahami dirinya, masih terdiam
sejenak sebelum akhirnya menghela nafas dan menerima kenyataan.
“Setelah merasakan kehebatan
klub musik tiup... aku mulai merasa sedikit kehilangan keyakinan untuk
melakukannya dengan baik.”
Tanpa menjelaskan detailnya, ia
hanya menyampaikan fakta secara singkat. Saat Maria menyadari segalanya dari jawaban
Masachika yang berusaha menyembunyikan kelemahannya sebaik mungkin, dia
menjulurkan tangannya ke kepala Masachika dengan lembut…. memperhatikan
sekeliling sebentar, lalu menepuk bahu Masachika.
“Jangan terlalu terbebani, ya~?
Orang-orang daro klub musik orkes tiup sudah berlatih selama waktu yang lama.
Tidak apa-apa jika kamu tidak langsung bisa menyusul mereka.”
“...Ya, itu memang sih,
tapi...”
“Pastinya begitu~ Bahkan
Elena-senpai pun pasti memahaminya, kok~. Bahkan jika kamu tidak bisa langsung
mahir dari awal, tidak ada yang akan kecewa padamu, Kuze-kun.”
“!!!”
Kata-kata Maria membuat
Masachika tersentak. Jaminan bahwa “tidak
ada yang akan kecewa” terdengar seperti berita baik yang menggema di dalam
hati Masachika.
Kepercayaan Alisa. Harapan dari
klub musik orkes tiup. Masachika tiba-tiba merasa terbebas dari tekanan yang
tanpa disadari ia letakkan pada dirinya sendiri untuk memenuhi harapan itu.
(Pantas
saja... jadi aku takut ada yang kecewa, ya...)
Jika dipikir-pikir, itu sudah menjadi
hal yang biasa baginya. Ia harus memenuhi harapan dari kakek dan ibunya. Secara
tidak sadar Masachika memaksa dirinya sendiri untuk tidak mengecewakan harapan
tersebut.
Masachika tersenyum kecil
ketika menyingkirkan kecemasan yang bahkan tidak disadarinya. Senyumnya membuat
Maria ikut tersenyum lega.
“Tidak masalah jika kamu tidak
bisa melakukan segalanya dengan sempurna. Selama kamu berusaha sekuat tenaga...
Jika kamu masih merasa kalau itu terlalu sulit, tidak ada salahnya untuk
melarikan diri, tau? Pada saat itu, aku akan menghiburmu sebanyak mungkin~”
“Haha... Itu sangat membantu.”
Sambil berpikir dalam hati, “Jika itu yang terjadi, itu akan menjadi
akhir dari segalanya,” Masachika tersenyum tanpa cela. Kemudian, saat ia
tiba-tiba merasa rileks,
“Oh iya, Kuze-kun? Mengapa kamu
terus mengalihkan pandanganmu sejak tadi?”
Pertanyaan Maria yang dipenuhi
keheranan menusuk Masachika. Dengan tatapan heran Maria yang terasa di pipinya,
Masachika yang selama percakapan terus memandang ke depan, menjawab dengan
wajah polos sambil bercucuran keringat dingin.
“Oh, bukan apa-apa, aku hanya
melihat ke arah tempat Alya datang...”
“Mengapa kamu begitu keras
kepala dan tidak mau melihat ke arahku?”
“Tidak ada maksud tertentu
kok.”
Masachika berbalik sambil
mengatakan itu, tapi ketika ia melihat Maria yang memakai seragam sekolah….
ingatannya langsung kembali mengenang peristiwa kerusuhan mabuk dua hari yang
lalu. Masachika kemudian dengan cepat mengalihkan pandangannya.
“Mengapa kamu memalingkan
mukamu?”
“Ah enggak, tadi ada serangga
terbang...”
“Padahal sekarang sudah hampir
musim dingin?”
“Meskipun musim dingin,
serangga masih ada yang terbang. Burung kicau itu sangat menjengkelkan, bukan?
Terutama di daerah perairan—”
“...Apa ada sesuatu yang
terjadi du hari yang lalu?”
Saat sedang berusaha mengalihkan
pembicaraan dengan sekuart tenaga, pertanyaan inti dari Maria membuat Masachika
terdiam. Melihat reaksi Masachika, Maria tampak mengernyitkan kening.
“Sudah kuduga, memang ada yang
terjadi ya...”
“Eh, uhmm...”
Dua hari yang lalu, Masachika
mengelabuinya dengan mengatakan “Kamu
langsung tertidur setelah mabuk,” dan awalnya Maria pun tampaknya
menerimanya... Namun, entah kenapa Maria juga merasa ada sesuatu yang
mengganjal di benaknya. Apa yang membuatnya curiga? Apa yang membuatnya
mengatakan hal seperti itu? Sambil mencoba menebak di hadapan Masachika yang
sedang berpikir keras, Maria dengan wajah meminta maaf menjelaskan sambil
menggerak-gerakkan kedua tangannya.
“U-Umm, maaf ya? Biasanya aku berusaha
menghindari makanan yang mengandung alkohol, dan selama ini... di luar rumah,
aku tidak pernah kehilangan ingatan. Tapi dua hari yang lalu, karena kehadiran
Kuze-kun dan Elena-senpai, aku jadi lengah...”
Masachika merasa agak lega
ketika mendengar hal tersebut, tapi ada satu hal yang membuatnya penasaran.
“Kamu pernah kehilangan ingatan
di dalam rumah?”
“Mu-Mungkin beberapa kali...?
Setiap kali itu terjadi, Alya-chan sangat marah padaku...”
“Apa yang sudah kamu
lakukan...?”
“Ak-Aku tidak mengingatnya sih...
Tapi sepertinya jika aku mabuk, aku jadi selalu menyeret Alya-chan...”
Dia mengalihkan pandangannya
sambil memegangi pipinya dengan kedua tangan, Maria lalu melirik ke arah Masachika
dengan tatapan memelas.
“Jadi, itu... Aku khawatir, apa
aku juga sudah melakukan sesuatu kepada Kuze-kun...”
“……”
Menanggapi pertanyaan Maria,
Masachika memandang ke atas sambil berpikir.
(Apa... itu mungkin bisa
dianggap sebagai melakukan sesuatu? Tapi ya, secara fisik dia memang melakukan
sesuatu sih...)
Bayangan situasi yang tidak
senonoh kembali muncul di dalam pikirannya. Dirinya dipeluk di bagian perut,
lengan, kaki, ditarik ke bawah di atas sofa dan kemudian dinaiki....
“Mmmh...”
Pemandangan yang tidak pantas
itu terbayang di benaknya, membuat Masachika spontan berdeham ringan. Ketika
melihat reaksi Masachika yang begitu, Maria sedikit terkejut dan mulai panik.
“Su-Sudah kuduga? Aku sudah
melakukan sesuatu, ya!?”
“To-Tolong tenanglah dulu.
Masih ada banyak orang di sekitar kita.”
Sembari melirik ke arah para
murid lain yang sedang pulang sekolah, Masachika memperingatkannya dengan suara
pelan. Setelah menyadari bahwa suaranya terlalu keras, Maria menutup mulutnya
dengan kedua tangan sambil menunjukkan ekspresi terkejut. Di depan Maria yang
cemas melihat sekitarnya, Masachika mempertimbangkan sejauh mana ia harus
memberitahunya.
(Tapi,
kurasa itu akan kelihatan lebih tulus jika aku memberitahu semuanya dengan
jujur.....)
Meskipun pemikiran semacam itu
melintas sejenak di benaknya, tapi Masachika segera menolaknya.
(Tidak,
mana mungkin aku tega mengatakannya! Mengatakan bahwa dia telanjang bagian dada
di atas tubuh seorang pria dan menungganginya! Mana mungkin aku bisa
mengatakannya!! Masha-san pasti akan merasa malu dan pingsan!!)
Ditambah lagi….jika dirinya
memberitahu semuanya dengan jujur, maka muncul pertanyaan tentang bagaimana
Maria bisa kembali ke keadaan semula.
Masachika mengertakkan gigi
saat mengingat proses pemulihan yang membuatnya merasa hampir sekarat karena rasa
tegang dan rasa bersalah.
(Tidak,
habisnya... aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak tahu kapan atau siapa yang
akan datang ke ruang OSIS, dan situasi itu pasti akan menimbulkan
kesalahpahaman jika dilihat oleh orang yang tidak tahu situasinya... Terutama
saat Sarashina-senpai datang, aku bisa membayangkan betapa sulitnya menghadapi
situasi setelah dia berhasil membobol kunci dengan paksa dan mereset hidupku!)
Meskipun Masachika mencoba
memberikan alasan di dalam hatinya, ia tetap merasa bersalah. Rasa bersalah
itu, yang melampaui rasa bersalah atas kebohongan kepada Maria, akhirnya...
“Yah, itu sih... kamu hanya
merangkul lenganku dan menarikku ke sofa? Ya, mungkin sedikit diganggu juga,
sih...”
Masachika memilih untuk mengecoh
dengan sepenuh tenaga. Toh, Masha-san tidak
ingat apa-apa, ‘kan? Jika aku hanya memberikan sebagian kecil kebenaran, aku
bisa menyembunyikan sisa cerita dengan baik, ahahaha. Namun…tampaknya rencananya
masih terlalu naif.
“Apa beneran…. hanya itu saja?”
Dengan keyakinan tertentu, Maria
kembali bertanya pada Masachika. Namun, meskipun dirinya ditanyai lagi, jawaban
Masachika masih tetap sama.
“Beneran hanya itu saja kok,
memangnya ada sesuatu yang terjadi?”
“Itu sih...”
Melihat Masachika yang masih berusaha
mengelak, Maria melirik sekelilingnya dengan ragu, lalu dengan lembut
menghampiri telinga Masachika sambil berdiri berjinjit. Kemudian, sambil
berdiri tegal dengan tangan di samping mulutnya, Maria malu-malu berbisik dalam
bahasa Rusia.
【Itu,
pakaian dalamku... sedikit bergeser... 】
“!?”
【Aku
merasa hal ini tidak akan terjadi jika aku hanya memeluk seperti biasa, jadi...
Mungkin, jangan-jangan aku...? 】
Dari satu bukti fisik
membawanya ke tempat yang tak terduga, dan….. Masachika terkejut dan tanpa
sadar, matanya melihat ke sana kemari.
“Uuuuuuuuuuugh~”
Maria berhenti berjinjit,
pipinya menggembung sambil melindungi dadanya dengan kedua tangannya, dan
wajahnya memerah. Melihat hal ini, Masachika pun berpikir, “Oh, sial”, tetapi semuanya sudah terlambat.
【Waaah!
Aku tidak bisa menikah dengan siapapun kecuali dengan Sa-kun!】
“Eh, tunggu!”
Saat Masachika mengira Maria
akan memukulnya, Maria justru tiba-tiba berbalik dan berlari keluar ke koridor.
【Aku
pasti akan memintamu untuk menjadikan aku istrimuuuu!】
“Apa-apaan dengan kalimat
pertanda itu!!”
Masachika dengan cepat
mengejarnya sambil mengomentari itu, tetapi Maria justru berlari ke….. toilet
wanita.
“Anehnya dia cukup tenang, ya?”
Karena situasi ini membuatnya
merasa tenang, Masachika memberikan candaan di depan pintu toilet wanita.
Biasanya, ini adalah momen di
mana seseorang berlari dengan napas tersengal-sengal. Namun memang benar bahwa
dalam hal melarikan diri, lebih efektif untuk lari ke toilet wanita daripada
berlari ke arah yang berlawanan.
Faktanya, Masachika sendiri
tidak bisa berbuat banyak selain menghormati keputusan Maria yang jelas-jelas
menyiratkan, “tinggalkan aku sendiri”.
Dan karena tatapan curiga dari orang-orang di sekitarnya membuatnya merasa
malu, Masachika pun diam-diam meninggalkan area toilet wanita.
(Hmmm...
Apa boleh aku meninggalkan Masha-san begitu saja dan pulang seperti ini... Tapi
aku juga tidak bisa menunggu di sini terus….)
Setelah kembali ke tempat
semula, Masachika berjalan kecil sambil bergantian melihat kotak sepatu dan pintu
toilet wanita. Kemudian, namanya dipanggil dari belakang.
“Masachika-kun...? Apa ada yang
salah?”
Ketika ia berbalik, Alisa
memandangnya dengan tatapan curiga. Mata birunya dengan jelas menunjukkan
tatapan meragukan seakan ingin mengatakan, “Apa
kamu baru saja melihat ke arah toilet wanita?”
“Tidak, aku hanya melihat ke
arah toilet wanita karena tadi aku mendengar suara keras dari sana.”
Di sisi lain, Masachika dengan
santai mengatakan kebohongan sembari memasang ekspresi polos. Alisa menatap
wajahnya dengan tatapan curiga selama beberapa detik, lalu dengan cepat melihat
sekeliling.
“...Apa kamu melihat Masha?
Seharusnya dia menunggu di sekitar sini...”
“Entahlah, dia mungkin...?”
Tanpa mengucapkannya, Masachika
menunjukkan dengan tatapannya bahwa Masha mungkin berada di toilet. Meskipun tatapan
matanya terlihat lebih dingin, Alisa berbalik dan menghadap pintu masuk.
“Yah, jika aku menunggu di
sini, dia pasti akan datang.”
“Hmm...”
“Ada apaan sih?”
“Tidak bukan apa-apa...”
Mungkin
Masha tidak akan keluar jika aku masih tetap di sini. Masachika
menelan kata-kata itu dan mulai bergerak ke arah kotak sepatu.
“Kalau begitu, sampai jumpa
besok...”
“Eh? Ayo pulang bersama sampai
di tengah jalan. Ada hal yang ingin kubicarakan tentang pertemuan hari ini.”
“Dejavu...”
“Hmm?”
“Tidak, bukan apa-apa.”
Masachika mengangkat bahunya
dan kembali ke dekat Alisa. Berbeda dengan beberapa menit yang lalu, kali ini ia
menunggu Maria bersama Alisa di sampingnya.
(Bagaimana
malah jadi seperti ini?)
Sambil memutar kepalanya,
Masachika berpikir bahwa sekarang hal ini telah terjadi, entah bagaimana ia
harus menggerakkan Alisa dari tempat ini... Dan,
“Bagaimana dengan klub musik
orkes tiup?”
Lagi-lagi
déjà vu. Setelah tersenyum getir sedikit atas pertanyaan yang sama
dengan kakak perempuannya, Masachika mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya
setelah berdiskusi dengan Maria.
“Sejujurnya, aku merasa tidak
yakin seberapa banyak aku bisa membantu... tapi, aku akan mencoba melakukannya
tanpa terlalu banyak memikirkannya.”
“... Begitu.”
Mungkin Alisa merasakan bahwa tidak
ada kebohongan dalam jawaban Masachika, dia menundukkan sedikit kepalanya dan
bertanya,
“Bagaimana dengan orang-orang
di klub musik orkes tiup? Apa kamu bisa ramah dengan mereka?”
“Oh... ada beberapa orang yang
memiliki kepribadian unik sih, tapi, ya...”
Masachika menanggapi dengan
senyum tipis yang tidak menunjukkan emosi negatif, tetapi,
“Begitu, aku bersyukur jika
kamu bisa bersenang-senang bersama mereka.”
Ketika Alisa dengan santai
membalas dengan kata-kata tersebut, Masachika tanpa sadar menyentakkan bahunya.
“Masachika-kun?”
Dan saat ia merasa ditegur
dengan tajam, Masachika mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“....”
Alisa melihat tajam ke arah
wajah Masachika. Meskipun ia masih pura-pura tidak tahu, Alisa menghela nafas
kecil dan berbisik.
【Sungguh,
kamu benar-benar orang yang tidak bisa diabaikan】
Kata-kata itu merupakan
campuran dari rasa cemas dan penerimaan, membuat Masachika merasa bersalah
bersama dengan rasa terima kasih dalam hatinya. Setelah beberapa detik merenung
dengan kening berkerut, Masachika akhirnya mengalah dan berkata,
“Sebenarnya... Aku belum pernah
benar-benar menikmatinya ketika bermain musik...”
Dia merasakan Alisa yang
mengangkat wajahnya dan menatapnya. Tanpa melihat ke arahnya, Masachika terus
menggaruk kepalanya sambil melanjutkan,
“Bagiku, piano bukanlah hobi
tetapi sekadar pelajaran... jadi aku tidak yakin apakah aku bisa menikmatinya.
Selain itu, aku belum pernah bermain musik bersama orang lain sebelumnya...”
Masachika meringkuk dengan
gusar saat dia dengan jujur mengakui kegelisahannya, memilih kata-katanya
dengan hati-hati. Tanpa berkata-kata, Alisa tiba-tiba meraih tangan kanan Masachika.
“?”
“Ayo pergi.”
Ketika Masachika melemparkan
pandangan heran ke arah Alisa, tangannya langsung ditarik tanpa sepatah kata
pun.
“Eh, pe-pergi ke mana?”
Alisa tidak menjawab pertanyaan
Masachika dan buru-buru berjalan pergi, sambil terus menarik tangan Masachika,
dan menyusuri koridor dengan cepat tanpa memberikan penjelasan. Akhirnya,
mereka tiba di ruang musik kedua sambil disorot oleh tatapan penasaran para
siswa yang lewat.
“Eh? Masachika dan Alya-san?”
Takeshi yang baru keluar dari
ruang musik, melihat mereka berdua dengan heran. Beberapa anggota baru yang
berada di sekitarnya, serta Sayaka yang datang untuk mengunjungi, semuanya
tampak heran memandang mereka. Namun, Alisa berhenti di depan mereka tanpa
memperdulikan pandangan mereka, lalu memandang Nonoa, Sayaka, Takeshi, dan
Hikaru satu per satu.
“Kebetulan sekali. Bisakah aku
meminta waktu kalian sebentar?”
“Eh, oh, ya...?”
Alisa mengangguk ketika Takeshi
menjawab sebagai perwakilan band sambil memperhatikan reaksi orang lain.
“Terima kasih. Maaf sudah
merepotkan kalian karena membersihkan ruangan, namun bisakah kalian menyiapkan
alat musik sekali lagi?”
“Hm? Alat musik?”
“Ya. Maaf, apa aku boleh meminjam
keyboard dan bass juga?”
“Eh, oh, ya, tentu saja...”
Terkesan oleh permintaan
langsung dari Alisa dengan wajah serius, keenam orang tersebut mulai menyiapkan
alat musik tanpa banyak pertanyaan. Meskipun tidak ada yang benar-benar memahami
situasi, suasananya tidak memungkinkan mereka untuk bertanya, jadi mereka hanya
bekerja diam-diam untuk menyiapkan alat musik.
“Ehm, semuanya sudah siap...”
“Terima kasih.”
Kemudian, setelah sekilas
melihat wajah Masachika yang juga sama sekali tidak mengerti niatnya, Alisa
dengan percaya diri menyatakan,
“Ini adalah pertunjukkan
langsung kebangkitan Fortitude satu
lagu saja. Namun, yang akan menjadi vokalisnya adalah aku dan Nonoa-san,
sedangkan Masachika-kun akan memainkan keyboard.”
“Woiii!?”
Mendengar pernyataan tak
terduga dari Alisa, Masachika terkejut dan mengeluarkan suara kaget. Mungkin
karena suaranya menarik perhatian, anggota klub musik ringan lainnya yang masih
berada di ruangan itu berkumpul ke arah mereka.
“Lagunya 'Dream (Phantom)'
tidak masalah. ‘kan? Kalau begitu, mari kita segera mulai.”
“Enggak, enggak, enggak, tunggu
sebentar!”
Masachika tidak bisa menahan
diri dan menghentikan Alisa yang terus melanjutkan. Namun, Alisa hanya
memalingkan pandangannya sedikit ke arah Masachika dan berkata tanpa ekspresi,
“Apaan, kamu bisa memainkannya,
‘kan?”
“Yah, kupikir aku bisa memainkannya
karena sering melihatnya, tapi bukan itu masalahnya—”
“Kalau gitu, segera bersiap
untuk bermain.”
Setelah menyela protes
Masachika dengan tegas, Alisa menoleh ke arah Nonoa. Sementara Masachika masih
bingung, Takeshi yang membawa gitar tertawa dengan antusias.
“Wah, seriusan, nih. Aku tidak
pernah menyangka kalau kita bisa bermain dengan anggota ini lagi.”
“Takeshi? Maaf mengganggu semangatmu,
tapi ada cowok yang baru pertama kali bergabung di sini, tau?”
“Sudah, sudah, tenang saja, ini
perintah dari ketua. Jadi kamu juga harus bersiap, Masachika.”
“Kenapa kamu terlihat sangat
bersemangat juga, Hikaru?”
“Kamu benar-benar tidak peka
ya, Masachika-san. Sekarang mari bicara melalui alat musik saja, bagaimana?”
“Apa maksudmu dengan itu, Si Chuunibyou
Sayaka?”
Masachika memberikan komentar
yang tenang kepada anggota lain yang juga terlihat antusias, dan saat Nonoa
selesai berdiskusi dengan Alisa, memutar-mutar tangannya yang memegang mikrofon
sambil berkata,
“Sudah~sudah~, jika sudah
begini, mari kita nikmati saja, oke~.”
Masachika membelalak terkejut
ketika mendengar Nonoa mengucapkan kata-kata itu dengan santai. Kemudian, ia
dengan gusar menatap punggung Alisa, lalu Alisa melihat dari balik bahunya dan
berkata,
“Apa kalian siap? Baiklah,
kalau begitu...”
Menerima tatapan tersebut,
Hikaru memukul tongkat drum dengan keras. Melihat itu, Masachika sedikit
bingung sejenak, lalu dengan semangat yang setengah hati, ia memutuskan untuk
bersiap-siap.
(Sialan,
aku... Ah, sudahlah~~~! Apapun yang terjadi biarlah terjadi!)
Setelah dengan cepat mengingat
partitur musik dan penampilan Nonoa, Masachika mulai memainkan keyboard. Drum
berdentum, gitar dan bass dipetik, sementara duet vokal Alisa dan Nonoa
menonjol di tengah-tengah musik yang beralun. Mengikuti langkah mereka,
Masachika juga bekerja keras dengan otak dan jari-jarinya.
Tidak ada waktu untuk
memikirkan mengapa dirinya bermain musik atau untuk siapa ia bermain. Tidak ada
ruang untuk mengenang masa lalu. Masachika tampil dengan putus asa, kacau, dan
canggung.
(Oh,
aku memainkannya terlalu keras. Ini adalah penampilan yang sangat buruk.)
Sejauh ini, penampilan ini
merupakan pertunjukkan paling buruk dari penampilan di konser mana pun,
penampilan mereka jauh dari sempurna. Saking buruknya sam[pai-sampai mulai
terdengar lucu. Anehnya, meskipun penampilan mereka sangat buruk, jika
didengarkan secara keseluruhan, rasanya tidak begitu buruk.
Duet vokal Alisa dan Nonoa,
yang harmoninya terkadang terdengar mencurigakan, petikan gitar Takeshi, yang
sering tidak selaras, drum Hikaru, yang simbalnya cenderung terlalu tegas, dan
bass Sayaka, yang memiliki kebiasaan aneh di beberapa bagian. Bahkan respons
dan sorak-sorai penonton, semuanya bergabung menjadi satu dalam kekacauan yang
unik, menciptakan musik yang tak tertandingi.
“Ahahaha.”
Masachika mendapati dirinya
tertawa terbahak-bahak. Itu adalah tawa kecil yang dengan mudah tenggelam oleh
pertunjukan. Namun, seolah-olah dia bisa mendengarnya, Alisa melirik ke arah
Masachika.
“Bagaimana?
Menyenangkan, bukan?”
Dengan tatapan penuh pertanyaan
dari Alisa, Masachika menjawab dengan pandangan penuh rasa terima kasih.
“Yeah...
rasanya menyenangkan.”
Entah maksudnya bisa tersampaikan
atau tidak, Alisa mengalihkan tatapannya dan berbalik ke depan, mengencangkan
suaranya untuk bagian besar terakhir.
“Благодаря тебе, Аля.” (Itu semua berkat dirimu, Alya.)
Dengan bisikan lembut di
belakangnya, Masachika melanjutkan dengan solo menuju bagian besar terakhir.
Improvisasi yang ditunjukkan oleh Masachika mempengaruhi anggota lain untuk
mengeluarkan suara dari instrumen mereka.
Layaknya selembar kertas putih
bersih yang dihiasi dengan berbagai warna cat masing-masing, seperti
pertunjukan musik yang bebas, sembarangan, dan sangat menyenangkan. Penontonnya
adalah sekitar sepuluh anggota klub musik ringan yang hadir di sana.
Pertunjukan langsung dalam
konser festival budaya tidak ada bandingannya dalam skala dan kualitas dengan
konser kebangkitan satu lagu ini. Namun, penampilan terakhir keenam anggota Fortitude ini mengakhiri pertunjukan
dengan semangat yang tidak kalah dengan konser langsung di festival budaya Shureisai.
...Beberapa puluh menit
kemudian.
Ketika Alisa dan Masachika sedang
dalam perjalanan pulang bersama dengan anggota band lain yang masih dalam
keadaan bersemangat, mereka menemukan Maria yang duduk sendirian di depan kotak
sepatu sambil memeluk lututnya, menyebabkan situasi yang sangat canggung...
namun itu adalah cerita di lain waktu.