Tatoe mou Aenakutemo Bab 1 Bahasa Indonesia


 

Penerjemah: Maomao

BAB 1 — Masa Kini, di Bulan Juni: Dengan Satu Dorongan, Dalam Satu Pikiran

 

Miyu menatap cermin, merapikan poni dan memeriksa apakah riasannya berantakan. Sebuah ritual di waktu istirahat yang selalu ia lakukan. Seperti biasa, aku hanya bisa kagum karena ia tidak pernah bosan melakukannya.

“Kupikir aku akan punya pacar setelah masuk SMA. Tapi, sadar-sadar sudah Juni di tahun kedua SMA, sungguh.”

Meskipun riasan Miyu tergolong tebal, ia tidak terkesan berlebihan dan ia selalu berhasil terlihat sangat menggemaskan setiap hari. Sungguh mengagumkan.

Aku merasa mungkin jika riasannya sedikit lebih tipis, ia akan lebih disukai oleh para pria, tapi Miyu bukan tipe yang berdandan demi pria, ia berdandan tebal karena itulah yang ia ingin lakukan.

Keterusterangan seperti itulah yang membuat Miyu, yang akrab dipanggil “Miyu-chan” oleh semua orang, menjadi populer di kalangan pria maupun wanita. Dan ia memang banyak dikagumi.

“Miyu pasti punya standar yang tinggi, kan? Kamu kan sering ditembak. Kenapa tidak memilih dari mereka?”

Aku bertanya dengan lesu sambil berbaring di meja, hanya menghadapkan wajahku ke Miyu yang duduk di bangku depan.

“Tidak mungkin lah. Aku tidak bisa berpacaran dengan seseorang yang tidak aku suka.”

“――Kamu itu sebenarnya cukup polos, ya? Eh, apa jangan-jangan sekarang kamu suka sama seseorang?”

“Tidak ada!”

“Kalau begitu, memang tidak mungkin kamu punya pacar, kan?”

Saat aku dengan kejam menyampaikan kenyataan itu, Miyu mengerucutkan bibirnya.

“Dimana yah ada cowok ganteng yang baik hati, penuh pengertian, dan dewasa!? Tidak ada gunanya didekati oleh orang lain selain itu!”

“……Haa.”

Melihat Miyu yang berteriak tentang kriteria yang agak sulit ditemukan di kalangan siswa SMA pria, aku hanya bisa tersenyum getir.

“Itu sindiran buat aku yang jarang didekati, ya, Miyu-san?”

“Eh, tapi kan baru-baru ini, kamu sempat dapat nomor telepon dari seorang cowok yang tidak kamu kenal, di toko yang dijalankan keluargamu itu.”

“Uh...? Ah, iya, sepertinya begitu.”

Saat ini, aku tinggal di rumah bibiku yang mengelola toko roti di lantai dasar.

Bibiku bernama Natsumi, dan aku biasa memanggilnya Nat-chan.

Memang, saat aku membantu Nat-chan di toko, ada seorang pelanggan yang kelihatannya mahasiswa memberikanku selembar kertas yang tertulis nomor kontaknya.

Sepertinya, aku pernah menceritakan hal itu kepada Miyu.

Sampai Miyu mengatakannya, aku sudah melupakan kejadian itu.

“――Ah, memang benar. Tidak ada gunanya didekati oleh seseorang yang tidak kita minati. Aku mengerti apa yang Miyu katakan.”

“Benar, kan? Ai juga pasti punya standar yang tinggi, kan?”

“Haha……”

Aku hanya tersenyum samar mendengar kata-kata Miyu.

Bukan soal memiliki standar yang tinggi... Aku ini, sepertinya bukan tipe yang cocok dengan cinta.

――Mungkin, aku tidak akan pernah benar-benar terlibat dalam cinta dengan seluruh hati dan jiwa.

Bukan hanya cinta, mungkin juga untuk semua hal lainnya.

“Ah, ngomong-ngomong, Ai.”

“Hm?”

“Study tour... kamu mau bagaimana?”

Miyu bertanya dengan wajah yang sedikit cemas.

Tujuan study tour yang direncanakan bulan Juli adalah――Osaka.

Dan baik perjalanan pergi maupun pulang akan menggunakan shinkansen.

Miyu adalah sahabatku sejak sekolah dasar. Tentu saja, dia tahu apa masa lalu yang aku pikul.

Mungkin, tidak ada orang di sekolah ini yang tidak tahu tentang keadaanku.

Ada beberapa teman sekelas dari sekolah dasar selain Miyu, dan namaku mungkin sedikit lebih terkenal dibandingkan siswi SMA biasa.

Ketika terjadi kecelakaan itu, aku adalah satu-satunya yang selamat, “gadis keajaiban”― begitulah media memperkenalkan keberadaanku dengan penuh semangat.

Tentu saja, aku tidak pernah menginginkan hal itu, tapi aku yang masih anak-anak saat itu, tidak bisa menolaknya secara terang-terangan.

――Satu-satunya yang selamat adalah seorang gadis di kelas lima SD. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan itu, tapi gadis itu berjuang keras untuk hidup.

Cerita inspiratif seperti itu sangat disukai oleh masyarakat umum.

Nah, belakangan ini sudah jarang ada wartawan yang berkeliling di sekitarku. Bahkan, kalau ada yang datang, Nat-chan akan mengusir mereka.

――Jadi, mungkin semua orang di sekolah tahu bahwa aku ini adalah “Gadis Keajaiban”.

Bisa kubayangkan dengan mudah bagaimana teman-teman sekelas di SD dan SMP berbicara tentangku di belakang, “Yoshizaki-san itu, dia adalah gadis keajaiban yang terkenal itu kan?”

Aku sering melihat mereka berbisik-bisik “Itu dia, anak yang selamat dari kecelakaan itu!” sambil melirik ke arahku, dan banyak orang yang melihatku dengan pandangan simpati saat berbicara denganku.

Sampai SMP, ada kalanya aku mendengar kata-kata sinis seperti “Cih, sok berpura-pura sebagai heroin tragedi!”.

Di masa SD dan awal-awal SMP, aku sering murung karena shock dari kecelakaan itu, sampai-sampai aku tidak bisa berbicara dengan teman-temanku dengan gembira seperti sebelum kecelakaan terjadi.

Mungkin sikapku yang seperti itu terlihat menyebalkan bagi anak-anak lain.

Tapi, setelah masuk SMA, sepertinya semua orang tidak peduli dengan hal itu, dan tidak ada lagi yang berkata apa-apa padaku.

Mungkin juga karena aku tidak ingin mendengar sindiran lagi, jadi sejak masuk SMA, aku berpura-pura seolah-olah kecelakaan itu tidak pernah terjadi.

――Setidaknya untuk di permukaan.

“Hmm... aku masih memikirkannya.”

“Begitu ya?”

“Sensei juga bilang boleh memikirkannya sampai mepet. Nat-chan juga bilang tidak perlu khawatir tentang uang, katanya boleh memutuskan sampai detik terakhir.”

Baik Osaka maupun shinkansen, aku tidak pernah berhubungan lagi sejak kecelakaan itu.

Sudah enam tahun berlalu, dan ingatanku tentang itu sudah mulai kabur.

Aku tidak yakin bagaimana reaksiku jika dihadapkan dengan sesuatu yang berkaitan dengan kecelakaan itu.

Makanya aku ragu-ragu.

Aku mempertimbangkan kemungkinan panik, jadi aku berpikir mungkin lebih baik jika aku membatalkan keikutsertaanku.

Tapi, jika aku tidak jadi ikut study tour, aku khawatir nanti malah menjadi bahan pembicaraan di kelas.

Sudah cukup sering aku mendapat pandangan aneh, aku tidak ingin menjadi pusat perhatian lebih dari ini.

“Yah, aku sih pengennya pergi study tour bareng Ai... Tapi, jangan memaksakan diri ya.”

“――Iya.”

Miyu mungkin terlihat mencolok, tapi dia sebenarnya baik hati.

Dia berteman denganku tanpa ada perubahan meskipun sebelum dan sesudah kecelakaan.

――Padahal, bagian dalam diriku sudah berubah drastis, seolah-olah aku menjadi orang lain setelah kecelakaan itu.

 

☆☆☆

 

“Aku pulang―”

Ketika aku membuka pintu masuk, bel di atas pintu berdering dengan suara ‘kring-kring’, sementara aroma roti yang harum langsung menusuk hidungku.

“Selamat datang―”

Nat-chan melambaikan tangannya dengan penuh semangat dari balik meja kasir.

Mungkin karena masih sebelum jam empat sore, tidak ada pelanggan di dalam toko.

Kalau sudah agak malam, biasanya akan ada antrian di depan kasir.

Nat-chan, yang lulus dari sekolah khusus pembuatan roti dan magang di toko roti selama dua tahun, membuka toko rotinya sendiri saat usia 22 tahun.

――Itu sebelum kecelakaan terjadi.

Sekarang dia sudah berusia 29 tahun. Nat-chan yang selalu ceria dan menggemaskan ini lebih muda sekitar sepuluh tahun dari ibuku.

Sejak aku masih kecil, dia sudah menyayangiku seperti kakak kandung.

Dan saat hari pemakaman orang tuaku, ketika aku diperlakukan seperti beban oleh kerabat, Nat-chan melindungiku dan dengan tegas mengatakan, “Aku yang akan mengurusnya!”

Saat itu, ada kerabat yang mengatakan hal buruk seperti “Pasti dia membelanya karena ingin uang asuransi doang!” kepada Nat-chan.

Meski aku masih anak-anak kelas lima SD, aku berpikir, tidak seharusnya mereka bicara seperti itu di depanku.

Tapi, Nat-chan dengan bersemangat menjawab, “Betul sekali! Karena uang asuransi itu diperlukan agar anak ini bisa hidup bahagia! Aku akan mengambilnya tanpa sungkan!”

Penjualan toko rotinya sedang laris, jadi sepertinya tidak ada rencana untuk menggunakan uang asuransi itu untuk saat ini.

Aku ingat Nat-chan pernah mengatakan, “Suatu hari nanti, kalau Ai menikah dan membangun keluarga baru, aku berencana memberikan uang yang ditinggalkan ayah dan ibumu.”

――Itu membuatku senang, tapi kemungkinan besar kesempatan hari itu tidak akan datang, dan perasaan bersalahku atas hal itu tidak bisa kukatakan kepada Nat-chan.

 

☆☆☆

 

“Nanti bisa bantu toko lagi?”

Nat-chan bertanya dengan senyum yang ramah.

Aku hampir setiap hari membantu toko, terutama di kasir dan menata roti di rak.

Ya, tentu saja, aku berhutang budi kepadanya.

“―Iya. Ah, tapi setelah selesai mengerjakan PR boleh?”

“Boleh. Bisa mulai bantu sekitar jam lima sore? Soalnya nanti banyak pelanggan.”

“Oke.”

Aku menjawab sambil tersenyum kembali pada Nat-chan.

Lalu Nat-chan melihatkan senyumnya, tapi matanya terlihat sedikit serius.

“......Ah, apa kamu sudah siap untuk besok?”

―Besok adalah tanggal 11 Juni. Enam tahun sejak kecelakaan itu, yang dimana itu terjadi di tanggal 11 Juni.

Ini akan menjadi peringatan ketujuh untuk orang tuaku.

Setiap tahun, keluarga korban berkumpul di lokasi kecelakaan dan mengadakan pertemuan untuk mendoakan roh para korban.

Sebagai anak yang kehilangan orang tuanya, tentu saja aku juga selalu hadir.

“Iya, aku siap.”

Aku menatap mata Nat-chan dan mengatakan dengan tenang. Nat-chan hanya mengangguk dengan ekspresi lega, “Begitu ya?”

Lalu, aku masuk ke area tempat tidur melalui pintu di belakang kasir, berjalan di koridor, menaiki tangga, dan masuk ke kamarku.

Meskipun aku berencana untuk segera mengerjakan PR, begitu masuk ke kamarku, aku merasa lelah seketika dan tanpa sadar terjun ke tempat tidur.

Kemudian aku berbaring telentang dan menatap langit-langit dengan pandangan kosong.

――Pada hari itu, tiba-tiba ayah dan ibu pergi untuk selamanya.

Padahal setiap hari sebelumnya penuh kebahagiaan dan kesenangan... tanpa ada tanda-tanda, semuanya hancur berkeping-keping.

Dari hari itu, besok genap enam tahun.

Aku telah menjadi apatis terhadap segala hal, tidak memiliki gairah untuk apa pun, dan menjalani hari-hari dengan pikiran yang melayang-layang.

Tidak ada lagi ayah dan ibu yang akan merasa senang meski aku berusaha keras dalam olahraga, belajar, atau apapun itu.

Aku pikir Nat-chan akan senang, tapi dia juga mungkin tiba-tiba akan pergi.

Apa gunanya bersemangat dalam sesuatu?

―Atau jatuh cinta pada seseorang.

Suatu hari itu mungkin saja menjadi tidak berarti lagi.

Aku telah melihat banyak orang yang kehilangan keluarga mereka yang dicintai karena kecelakaan itu.

Ada beberapa keluarga yang kehilangan semua anggota keluarganya.

Orang-orang yang kehilangan kekasih yang hampir menikah, menangis tersedu-sedu.

Orang tua yang kehilangan anak laki-laki mereka yang masih sekolah dasar, yang sedang dalam perjalanan sendirian untuk mengunjungi keluarga sepupu mereka.

Kecelakaan pada hari itu menghancurkan kebahagiaan yang telah dibangun tanpa ada peringatan apa pun, dalam sekejap, dengan kejam.

―Hal seperti itu mungkin terjadi lagi suatu hari nanti.

Mungkin dalam waktu dekat. Atau mungkin besok. Atau mungkin dalam beberapa detik lagi.

Itulah sebabnya, aku hanya menjalani hari-hari dengan monoton.

Hidup dengan biasa-biasa saja, tanpa kelebihan dan kekurangan, aku menjadi seperti itu secara alami.

Aku tidak lagi melakukan renang yang dulu sangat kusukai sejak kecelakaan itu.

Bahkan di kelas, aku menolak untuk berpartisipasi. Tidak mungkin aku bisa termotivasi.

Beberapa waktu setelah kecelakaan itu, ketika hatiku sedikit tenang, aku pernah berpikir bahwa mungkin ayah dan ibu sedang memperhatikan dari surga, jadi aku harus berusaha hidup dan mencoba berenang dengan sepenuh hati lagi.

Tapi, tidak peduli seberapa keras aku berusaha, tidak peduli seberapa baik hasil yang aku dapat di kompetisi, ayah dan ibu yang akan senang untukku, tidak ada di sisiku.

Mungkin tidak ada surga. Bahkan jika ada, jika tidak ada di sisiku, itu tidak memiliki arti sama sekali.

Dengan pemikiran seperti itu, aku tidak bisa memulai kembali renang, dan perlahan-lahan aku mulai menyerah pada segalanya.

Dan saat aku mulai menyerah, aku menemukan bahwa cukup mudah untuk terlihat bahagia dan bersenang-senang dengan teman-teman di permukaan, berbincang dan bermain bersama.

Karena, aku tidak perlu merasa senang atau sedih terhadap setiap kejadian yang terjadi. Hanya dengan mengikuti arus situasi di sekitar, itu membuatnya lebih mudah.

Sekitar waktu aku duduk di kelas dua SMP, aku mulai menghabiskan hari-hariku tanpa makna seperti itu.

Kadang-kadang, aku merasa seolah tidak ada arti untuk hidup dan ingin menghilang, tapi aku tidak memiliki motivasi atau keberanian untuk melakukan bunuh diri.

Aku berpikir bunuh diri akan membuat Nat-chan merasa bersalah.

Tapi aku――tidak masalah kapan pun aku mati. Aku seharusnya sudah mati enam tahun yang lalu.

Itulah sebabnya aku menjadi seperti cangkang kosong, menjalani hari-hari yang tak berwarna.

Kadang aku berpikir, alangkah baiknya jika ada orang asing yang datang dan menusukku dengan pisau.

Tapi aku tidak ingin merasakan sakit, jadi sebaiknya langsung ke jantung. Dengan sekali tusukan.

―Ya, jika bisa, aku ingin mati secepatnya.

 

☆☆☆

 

Keesokan harinya, saat aku terbangun, pipiku basah oleh air mata. Aku merasa baru saja bermimpi, tapi aku tidak ingat mimpinya.

“―Lagi?” pikirku.

Kadang-kadang, aku mengalami hal seperti ini. Aku tahu itu mungkin mimpi tentang kecelakaan itu.

Mimpi tentang waktu yang tidak aku ingat, dari tepat setelah kecelakaan sampai aku terbangun di tempat tidur rumah sakit.

Aku melihat ke ponsel di samping bantal dan itu lima menit sebelum alarm yang kusetel seharusnya berbunyi.

Aku mematikan alarm dan mencoba bangun.

―Namun.

Pada saat itu, kepalaku terasa pusing dan aku merasa vertigo. Aku juga merasakan kedinginan dan tenggorokanku sakit.

Aku mengetuk layar ponselku dan mengirim pesan kepada Nat-chan dengan tangan yang bergetar, “Sepertinya aku kena flu.”

Lalu, dengan langkah cepat, Nat-chan langsung masuk ke kamar dengan membawa termometer.

Dengan raut wajah yang sangat khawatir, Nat-chan bertanya padaku.

“Flu!? Kamu baik-baik saja!?”

“Umm... aku merasa kedinginan dan sakit kepala. Tapi aku tidak mual kok.”

“Ayo kita ukur suhu badanmu!”

Aku menerima termometer dari Nat-chan dan mengapitkannya di bawah ketiak. Setelah bunyi bip elektronik, angka yang muncul di layar adalah...

“―Aduh. 38,1°.”

Aku berkata sambil tersenyum pahit.

“Tidak, kamu tidak boleh pergi ke pertemuan peringatan hari ini. Kamu harus istirahat.”

“......Iya.”

Aku merasa bersalah kepada ayah dan ibu, tapi dengan demam tinggi seperti ini, tidak mungkin bagiku untuk bertemu orang lain. Aku menyetujui dengan suara lemah.

“Aku akan merawatmu, dan juga aku tidak akan pergi ke pertemuan peringatan itu. Apa mau pergi ke dokter saja? Kamu bisa makan sesuatu?”

“Eh, tidak perlu, kamu tidak harus melakukan itu. Kamu pergi saja kesana!”

Nat-chan juga pasti ingin memberi penghormatan untuk kakak perempuannya, yaitu ibuku. Lagipula, aku tidak merasa sakit yang cukup parah sampai perlu dirawat. Pasti, setelah sehari istirahat, aku akan merasa lebih baik.

Sebenarnya, kemarin cuaca cukup dingin untuk musim ini, dan sementara aku sedang berpikiran kosong tentang pertemuan peringatan hari ini setelah mandi, aku tertidur tanpa selimut.

Pasti itu penyebab flu yang umum, jadi tidak perlu terlalu khawatir.

“Tapi... aku khawatir tentang kamu, Ai.”

“Aku benar-benar baik-baik saja kok. Aku tidak sampai tidak bisa bergerak. ―Kalau kami berdua tidak pergi, ayah dan ibu pasti akan khawatir.”

Ketika aku berkata demikian, Nat-chan diam sejenak sebelum mengangguk dengan ekspresi serius.

“―Itu benar juga. Kalau begitu, aku akan pergi. Tapi jika ada apa-apa, kamu harus segera menghubungi aku, oke?”

“Iya. Tolong sampaikan salamku kepada ayah dan ibu.”

“Baiklah.”

Nat-chan tersenyum dengan senyumnya yang biasa yang ramah.

Lalu dia mengatakan, “Ada yogurt dan jeli di kulkas. Ada juga apel di lemari. Kalau kamu bisa makan, jangan lupa dimakan.” sebelum meninggalkan kamarku.

Dari luar, aku bisa mendengar suara mesin mobil yang ringan. Sepertinya Nat-chan sudah berangkat.

Setelah itu, mungkin karena demam, aku segera mengantuk lagi.

 

☆☆☆

 

――Dan saat aku menyadarinya lagi, air mata sekali lagi mengalir dari sudut mataku. Tentu saja, aku tidak ingat isi mimpinya.

Di antara waktu itu, aku sempat makan sedikit jeli yang ada di kulkas, tapi aku lemas sepanjang hari, berganti-ganti antara tidur dan terjaga.

Dan setiap kali aku bangun, aku menemukan air mata. Frekuensinya terlalu sering. Mungkin karena hari ini adalah peringatan ketujuh.

Aku bertanya-tanya, apa yang aku lakukan dalam mimpi yang tidak kuingat itu, dan tentang apa aku bisa menangis.

Aku sudah beberapa kali merasakan pertanyaan seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku segera setelah kecelakaan itu.

Aku benar-benar ingin tahu, dan pernah berusaha keras dengan seluruh kemampuanku untuk menghidupkan kembali kenangan itu, tapi aku tidak bisa mengingat apapun dan semuanya berakhir sia-sia.

Toh, bahkan kenangan tentang saat kecelakaan yang masih aku ingat pun kabur, terlalu tidak nyata.

Dalam keadaan seperti itu, tidak mungkin aku bisa mengingat apa yang telah hilang dari ingatanku.

Mungkin, kalau aku menciptakan kembali situasi yang sama dengan saat kecelakaan, aku bisa mengingat sesuatu.

Ya, kalau aku naik shinkansen lagi.

Tapi, aku tidak pernah memiliki keberanian untuk naik kembali “shinkansen” yang telah mengambil nyawa ayah dan ibu.

Aku bahkan tidak tahu apakah kenangan yang hilang itu bernilai cukup untuk diusahakan kembali.

Dokter dan komite penyelidikan kecelakaan pernah mengatakan padaku, “Mungkin karena itu adalah peristiwa yang sangat traumatis, insting pertahanan manusia membuatmu melupakan ingatan itu.”

Mungkin itu benar. Mungkin aku melihat mayat orang tuaku dalam keadaan mengenaskan, atau melihat orang-orang yang masih hidup setelah kecelakaan itu meninggal di depan mataku.

Jika itu memang kenanganku, aku juga tidak ingin mengingatnya.

――Tapi.

Terkadang aku merasa seperti aku telah melupakan sesuatu yang sangat penting... entah kenapa, aku memiliki perasaan seperti itu.

Namun, aku yang menderita sindrom apati dan menjadi seperti cangkang kosong ini, akhirnya berpikir “ah, sudahlah.” dan tidak lagi peduli sampai aku bermimpi tentang itu lagi.

――Berapa kali sudah aku mengulangi hal ini selama enam tahun?

――Meskipun aku menghabiskan hari itu dengan tidur lalu menangis dan terbangun, tidur dan menangis lagi, pada sore hari, demamku tiba-tiba mereda dan sakit kepalaku pun mereda.

Saat kondisiku mulai membaik dan aku terbaring di sofa ruang tamu, Nat-chan pulang.

“Selamat datang, Nat-chan.”

“Loh kamu tidak tidur di kamar? apa kamu baik-baik saja?”

Sambil menurunkan tas belanjaan ke lantai, dia menatap wajahku dengan seksama.

Mungkin dia membeli bahan makanan untuk membuat sesuatu yang bisa aku makan meskipun aku sedang flu.

“Iya, aku sudah hampir sembuh.”

Aku menjawab sambil tersenyum sedikit dan masih terbaring.

“Benarkah? Syukurlah. Aku akan membuatkan bubur ya.”

“Terima kasih. ―Bagaimana pertemuan peringatan itu?”

Ketika aku bertanya, Nat-chan yang telah masuk ke dapur dan memegang panci menjawab,

“Iya. Alurnya kurang lebih sama seperti tahun lalu. Ada biksu yang melantunkan sutra dan kita melepaskan lampion ke sungai dekat sana. ...Kamu ingin ikut?”

“――Tidak.”

Jika aku pergi, bukan berarti ayah atau ibu akan ada di sana.

Sebagai satu-satunya yang selamat, aku hanya akan diwawancarai atau dikejar-kejar kamera tanpa alasan, membuat acara itu tidak nyaman.

Aku mengerti bahwa sebagai keluarga korban, kehadiranku diharapkan, tapi sebenarnya, aku tidak ingin pergi.

“......Ah, tapi sebenarnya...”

Nat-chan terlihat seperti teringat sesuatu.

“Hm?”

“Orangnya, sepertinya lebih sedikit dari tahun lalu. Tahun demi tahun jumlahnya semakin berkurang.”

“Begitu ya?”

Sudah enam tahun sejak kecelakaan itu. Relatif wajar jika keluarga korban yang hadir pada peringatan pertama mulai kurang hadir pada peringatan ketujuh. Semua orang punya kehidupan sehari-hari mereka sendiri.

――Ya, sudah enam tahun berlalu.

Bagi banyak orang, itu sudah menjadi peristiwa masa lalu. Di antara keluarga korban, pasti ada yang telah memutuskan untuk melanjutkan hidup mereka sehari-hari.

Sedangkan aku, bagaimana dengan hatiku?

Sejak hari itu, waktuku seolah-olah berhenti dalam kebekuan.

 

 

Sebelumnya   |   Daftar isi   |   Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama