Penerjemah: Maomao
BAB 2 — Masa
Kini, di Bulan Juni: Anak Laki-Laki yang Menyukai Roti Kari
Keesokan harinya, saat aku tiba
di sekolah dan masuk ke kelas, Miyu langsung berlari kearahku dan mulai meminta
maaf dengan semangat seolah-olah dia akan melakukan sujud.
“Maaf! Aku benar-benar minta
maaf, Ai!”
“Apa-apaan ini?”
Aku duduk di tempatku sambil
merasa tertekan oleh semangat Miyu. Meskipun aku masih merasa sedikit lelah
dari kemarin, hari ini tidak ada pelajaran olahraga. Juga, sepertinya tidak
akan ada masalah untuk menjalani hari seperti biasa.
“Aku mengirim pesan di
ponselmu, tapi kamu belum lihat, kan? Belum ada tanda baca soalnya.”
“Ah... maaf.”
Kemarin aku merasa tidak enak
badan dan terbaring sampai sore hari, dan aku memang tidak punya kebiasaan
sering memeriksa ponsel.
“Kemarin kan kamu tidak masuk,
karena peringatan ketujuh...”
“――Oh ya.”
Aku tidak pergi ke pertemuan
peringatan ketujuh, tapi jika aku bilang aku sakit, Miyu pasti akan khawatir
dan aku memutuskan untuk tidak memberitahunya.
“Kemarin tuh adalah hari
penentuan tugas untuk kompetisi renang sekolah.”
Kompetisi renang sekolah adalah
acara khas sekolah kami.
Sekolah kami memiliki tim
renang yang kuat, yang berkompetisi di tingkat nasional, dan beberapa tahun
lalu, kolam renang indoor dibangun untuk latihan sepanjang tahun.
Pelajaran olahraga renang di
sekolah kami juga berlangsung dari Mei hingga Oktober, yang merupakan periode
lebih panjang daripada sekolah menengah atas pada umumnya.
―Yah,
aku sudah menjelaskan situasikku kepada guru dan aku hanya mengamati saat
pelajaran renang.
Sebagai alasan bagi teman
sekelas, aku bilang kalau aku alergi klorin sampai-sampai tidak bisa masuk
kolam renang. Miyu tahu yang sebenarnya.
Alasan aku memilih sekolah yang
fokus pada renang meskipun aku tidak bisa berenang lagi adalah karena sekolah
ini dekat dengan rumah dan Miyu ingin masuk ke sini.
Sebelum dan sesudah kecelakaan,
Miyu yang tidak berubah, selalu berteman denganku.
Saat ujian masuk SMA, Miyu
mengajakku untuk masuk ke sekolah ini bersama-sama.
Aku yang tidak punya energi
untuk membuat teman baru hanya bisa bersyukur kepada Miyu.
Di sekolah yang aku masuki
dengan perasaan seperti itu, setiap tahun ada acara kompetisi renang sekolah di
awal Juli, di mana kelas-kelas berlomba dalam estafet renang di kolam renang
indoor.
Estafet tersebut diikuti oleh
tiga siswa laki-laki dan tiga siswa perempuan.
Karena tidak adil jika tim
renang yang berkompetisi di tingkat nasional ikut serta, maka anggota tim dari
siswa non-klub renang harus dipilih dari masing-masing kelas.
Ada juga tugas panitia yang
bertanggung jawab mengukur waktu dan menyiapkan peralatan, dan dari setiap
kelas dipilih satu siswa laki-laki dan satu siswa perempuan.
―Kalau
sampai Miyu datang untuk meminta maaf, mungkin saja...
“Aku terpilih sebagai panitia?”
“Iya.”
Miyu mengangguk dengan
ragu-ragu sebagai tanggapan atas pertanyaanku. Aku memegang kepala.
“Serius nih...”
“Ma-maaf! Ini salahku! Soalnya
tidak ada yang berani maju, makanya kami melakukan pengundian dan aku yang
menarik undian untukmu, dan ternyata malah kamu yang terpilih...”
“Aku mengerti...”
Sampai hari kompetisi renang,
para atlet harus berlatih setelah sekolah, dan panitia juga harus menemani
mereka.
Karena ini dikenal sebagai
tugas yang merepotkan sejak aku kelas satu, tidak heran jika semua orang
menghindarinya.
Aku pun, sebenarnya tidak ingin
melakukannya, tapi apa boleh buat jika sudah terpilih. Ini hasil pengundian,
dan bukan salah Miyu.
“Yah, tidak apa-apa. Aku akan
melakukannya dengan baik.”
“Aku benar-benar minta maaf...”
“Aku memang tidak berencana
masuk ke kolam renang tahun ini juga, jadi mungkin lebih baik kalau aku menjadi
panitia saja.”
“Seperti yang diharapkan dari
Ai! Aku tahu kamu akan mengatakannya!”
Saat aku menyetujui, Miyu
dengan cepat memuji tanpa rasa bersalah. “Jangan terlalu percaya diri.” kataku
dalam hati sambil menepuk Miyu dengan bercanda.
Lalu Miyu tertawa dan menunjukkan
senyum yang sedikit licik.
“Oh, dan cowok yang terpilih
menjadi panitia itu, sepertinya kita bisa bekerja sama dengannya.”
“Siapa?”
“Mizuno-kun!”
Mizuno... kun?
“―Maaf, dia siapa?”
Aku tidak ingat namanya, jadi
aku hanya menggelengkan kepala. Miyu terlihat terkejut dan membelalakkan
matanya.
“Hah!? Bagaimana kamu bisa
tidak ingat teman sekelas kita? Sudah dua bulan kita di kelas 2-2, lho! Dan itu
Mizuno-kun, tahu!”
“......Ah.”
Aku yang menjalani hari-hari
tanpa minat tidak berusaha lebih dari yang diperlukan untuk mengingat wajah
orang. Bahkan teman sekelas di tahun pertama pun, pada akhirnya aku tidak ingat
semuanya.
Kalau-kalau dengan cewek, aku
sering berbicara jadi secara alami aku mengingat mereka, tapi aku tidak banyak
berinteraksi dengan cowok jadi mereka tidak tertanam dalam ingatanku.
Baru kurang dari dua bulan
sejak aku naik ke kelas dua. Hanya beberapa cowok yang menonjol yang akhirnya
aku mulai menghubungkan nama dengan wajah.
“Lihat! Di sana! Yang di dekat
jendela sedang berbicara dengan Nitta-kun, dia itu Mizuno-kun!”
Miyu berkata dengan nada tidak
sabar sementara aku masih tidak paham. Aku menoleh ke arah jendela dan melihat
seorang cowok sedang berbicara dengan Nitta-kun.
Nitta Hiroki-kun adalah pemain
reguler tim sepak bola sejak tahun pertama, dengan postur tinggi dan wajah
rupawan, dia populer di kalangan perempuan.
Rambut hitam pendek dan kulit
yang kecokelatan dari sering terpapar matahari. Ketika dia berhasil mencetak
gol, senyumnya dengan gigi putih yang berkilau terlihat seperti bocah idaman
yang keluar dari komik Shoujo.
Dia benar-benar bisa dianggap
sebagai ikon pria tampan yang klasik.
Bahkan tanpa interaksi
langsung, dia menonjol jadi aku dengan mudah mengingatnya.
Namun Mizuno-kun yang sedang
berbicara dengan Nitta-kun itu, tidak tersimpan dalam memori ku.
Tingginya hampir sama dengan
Nitta-kun, mungkin sekitar 170-an cm. Mata yang tajam dan hidung yang lurus,
tidak berlebihan jika disebut tampan.
Gaya rambutnya yang sedikit
panjang di poni sangat cocok dengannya.
Berbeda dengan Nitta-kun yang
merupakan ikon tampan klasik, ekspresi tersenyumnya yang terlihat ramah memberi
kesan sebagai pemuda yang polos dan penuh energi.
Penampilannya cukup menonjol.
Bahkan tanpa berkata apa-apa, sepertinya dia akan mendapat perhatian dari
perempuan.
Kenapa aku tidak mengingat nama
dan wajah seseorang yang begitu menonjol, itu agak aneh bagiku.
Tapi karena itu bukan masalah
besar bagiku, aku berpikir, “Ah,
sudahlah.” dan memutuskan untuk tidak memikirkannya lebih lanjut.
Itu dia Mizuno-kun. Karena kita
akan menjadi panitia bersama, sebaiknya aku hafal namanya.
“Oh, ngomong-ngomong. Awalnya
tidak ada yang mau maju dari pihak cowok, tapi cewek-cewek mulai dulu melakukan
pengundian.”
“Iya.”
“Jadi, begitu diputuskan bahwa
kamu yang terpilih, Mizuno-kun tiba-tiba maju sebagai calon. Dia bilang, Kalau begitu,
aku akan melakukannya.”
“――Hah?”
Aku terkejut dengan kata-kata
yang tidak terduga dari Miyu dan tanpa sadar membuat suara yang terdengar
bodoh.
“Sepertinya dia mau maju karena
kamu yang terpilih, timingnya pas gitu loh?”
Miyu berkata dengan nada bergurau
sambil tersenyum nakal.
―Tunggu
dulu.
“Ah, tidak mungkin. Dia itu
orang yang bahkan aku tidak ingat, kami hampir tidak pernah berinteraksi. Tidak
mungkin seperti itu.”
Aku tersenyum pahit sambil
berkata apa adanya. Mungkin aku bahkan belum pernah berbicara dengannya.
Lagipula, aku bukan tipe yang
mencolok yang bisa langsung membuat pria tampan seperti dia jatuh hati. Akung
sekali.
“Kamu benar juga.”
Miyu terlihatnya setuju dengan
ekspresi bosan.
“Tapi kenapa ya, Mizuno-kun mau
jadi panitia? Kalau dia langsung maju dari awal, pasti ada cewek yang akan
bilang, Kalau begitu aku juga akan melakukannya. Kalau itu terjadi, kamu tidak
perlu melakukannya.”
“Sialan, Mizuno-kun...”
Saat aku menggumam dengan kesal,
Miyu tertawa terbahak-bahak.
――Tapi
memang benar. Tiga minggu ke depan akan sibuk setelah sekolah, dan menjadi
panitia untuk kompetisi renang yang tidak menguntungkan sama sekali, kenapa dia
mau maju?
Sambil mendengarkan cerita Miyu
dengan pikiran melayang, aku menatap Mizuno-kun yang sedang berbincang dengan
Nitta-kun secara samar-samar.
Lalu seperti biasa aku melewati
pelajaran dengan asal, dan saat aku sesekali melirik ke arah Mizuno-kun, waktu
istirahat siang tiba.
Mungkin karena aku kemarin
sakit, pagi ini aku tidak terlalu lapar, dan hampir tidak makan sarapan.
Biasanya aku makan bekal dari
Nat-chan untuk makan siang, tapi aku tidak yakin apakah aku bisa makan dengan
baik hari ini, jadi aku memutuskan untuk membeli sesuatu yang terlihat menarik
nafsu makan di kantin.
Karena sudah merasa agak pulih,
aku memutuskan untuk membeli roti.
Namun, karena sudah lama tidak
ke kantin, aku lupa aturan tidak tertulis di sekolah dan terlambat.
Anggota klub olahraga yang
selalu lapar biasanya langsung menerjang kantin begitu jam pelajaran keempat
berakhir untuk mendapatkan roti favorit mereka, jadi roti yang populer biasanya
cepat habis.
Saat aku datang dengan santai,
sudah tidak banyak siswa yang tersisa, dan hanya sedikit roti yang tersisa.
――Hmm, oh, ada melonpan,
untungnya. Mungkin aku akan ambil sandwich keju juga.
Saat aku memilih seperti itu.
“Ah, tidak ada roti kari atau roti
kroket juga?”
Tiba-tiba, suara seorang
laki-laki yang terdengar kecewa terdengar di sampingku. Suaranya sedikit serak,
terdengar polos dan menarik.
Tanpa sadar, aku menoleh ke
arah suara itu.
“Oh, Yoshizaki-san.”
Pemilik suara itu adalah
Mizuno-kun. Mata kami bertemu dan dia tersenyum tanpa ragu-ragu.
――Bagiku,
ini seharusnya pertemuan pertama. Apalagi, kurasa kami belum pernah berbicara
sebelumnya...
Dia mungkin tipe orang yang
tidak membuat sekat dan berinteraksi dengan siapa saja di kelas.
Sambil berpikir demikian dalam
sekejap, aku juga tersenyum kecil menanggapi dia.
Lalu, sambil melihat-lihat roti
yang tersisa, dia mengatakan,
“Roti cepat habis ya? Cuma
sedikit yang tersisa nih.”
“――Kalau mau yang enak, harus
cepat-cepat beli, kamu tidak boleh santai.”
“Dunia kompetisi sangat
menakutkan, ya?”
Dia berbicara seolah-olah kami
sudah kenal akrab, dan aku pun secara alami terbawa suasana.
“Apa yang kamu rekomendasikan
dari yang tersisa?”
“Kalau kamu suka yang manis...
mungkin melonpan. Atau ada juga roti sosis?”
“Oke, aku akan ambil itu.”
Mizuno-kun mengambil melonpan
dan roti sosis, lalu membaya dengan bibi yang ada di kantin.
“Tapi aku mau makan curry pan.
Perutku sudah siap sedia kalau untuk menerima roti kari.”
Sambil menerima kembalian dari
bibi kantin, Mizuno-kun berkata dengan nada sangat kecewa.
Nada bicaranya yang seperti
anjing kecil yang ditinggalkan pemiliknya membuatku ingin tertawa, sambil
merasa ada sesuatu yang menggemaskan darinya.
“Kamu suka roti kari?”
“Iya. Kari saja sudah enak,
tapi kalau dimasukan dalam roti goreng, itu sudah seperti makanan yang
diciptakan oleh dewa, tahu?”
Makanan yang diciptakan oleh
dewa.
Ekspresi itu begitu cemerlang
sehingga aku sedikit terkesan.
“Kalau kamu suka banget, aku
rekomendasikan roti kari dari tokoku.”
Tergoda oleh cintanya pada roti
kari, aku tanpa sengaja mengatakannya.
――Eh,
apa yang aku katakan? Aku belum pernah bicara tentang tokoku kepada teman
sekelas.
Aku tidak ingin terlalu dekat
dengan teman sekelas dan sebenarnya aku tidak terlalu ingin mereka datang ke
toko.
Lalu, Mizuno-kun terlihat
terkejut.
“Eh!? Toko roti Yoshizaki-san?”
“Ah, um, iya.”
“Dimana tokonya!?”
“Ah... lurus dari sekolah... di
seberang toko ramen dekat pantai. Namanya Navy Mermaid.”
“Sungguh!? Itu dekat sekali! Aku
akan datang membeli nanti!”
“Ah, terima kasih.”
Aku terbawa oleh antusiasme
Mizuno-kun sampai memberitahunya, tapi jika Mizuno-kun datang ke toko, Nat-chan
mungkin akan berharap aneh-aneh dan itu akan merepotkan.
―Ah,
sudahlah.
“Oh, aku membuat Hiroki menunggu.
Aku harus pergi sekarang.”
“Iya.”
“Terima kasih atas rekomendasi
dan cerita tentang toko rotimu. ――Ah, dan satu lagi.”
“Apa?”
“Untuk tugas di kompetisi
renang nanti, mari kita kerja sama dengan baik.”
Mizuno-kun tersenyum ramah dan
berkata itu sebelum aku sempat mengucapkan apapun, dia berbalik dan pergi.
―Itulah
Mizuno-kun yang akan bekerja sama denganku.
Dia terlihat seperti orang yang
populer. Dan jika bisa berbicara dengannya dengan mudah seperti ini, memang
rasanya akan mudah bekerja bersama.
Aku tidak berencana untuk
bekerja terlalu keras, hanya akan melakukan tugas dengan cukup, yang mungkin
agak tidak sopan.
Untuk saat ini, aku berpikir
untuk melakukan pekerjaan dengan cukup baik sehingga tidak merusak moodnya.
Aku merasa tidak enak jika
harus mengecewakan seseorang yang terlihatnya jujur dan serius seperti
Mizuno-kun.
☆☆☆
“Kalau ada yang mau jadi
peserta kompetisi renang dari kalangan laki-laki, tolong angkat tangan.”
――Waktu homeroom setelah
pelajaran.
Mizuno-kun dan aku sedang
melakukan tugas pertama kami sebagai panitia, yaitu mengkoordinasikan pemilihan
atlet.
Aku berdiri di samping
Mizuno-kun di depan kelas. Pertama, kami harus memilih atlet laki-laki.
Namun, tidak ada yang merespons
pertanyaan Mizuno-kun.
Menjadi atlet berarti harus
menghabiskan waktu setelah sekolah untuk latihan, jadi tidak ada yang
benar-benar ingin melakukannya.
―Benar saja. Untuk apa mereka
mengadakan acara yang tidak ada yang ingin lakukan.
Seberapa pun tim renangnya kuat
dan ada kolam renang yang bagus, aku pikir guru-gurunya terlalu bersemangat...
dan mungkin semua orang juga berpikir begitu.
“Tidak ada yang mau maju? Kalau
begitu, yang pertama adalah Hiroki.”
Mizuno-kun, sambil tersenyum,
tiba-tiba menunjuk Nitta-kun, membuatku... tidak, seluruh kelas terkejut.
“Apa-apaan itu? Jangan asal
menentukan sendiri dong.”
Nitta-kun berdiri dan berkata
dengan nada protes. Namun, dia tersenyum, jadi sepertinya dia tidak benar-benar
menolak.
“Kalau aku terpilih, aku tidak
bisa ikut latihan sepak bola sampai kompetisi renang selesai, lho?”
Nitta-kun berkata sambil
mencibir.
―Namun.
“Tidak apa-apa kok. Untuk
jenius sepertimu, mungkin lebih baik jika tidak terlalu sering latihan.”
Mizuno-kun, dengan senyum
lebar, menyampaikan logika yang tidak masuk akal. Seluruh kelas meledak
tertawa.
“Iya dong, Hiroki. Kamu juga
lumayan cepat berenang, kan?”
“Hiroki-kun berenang dengan
keren, aku ingin melihatnya!”
Orang-orang di sekitar Nitta-kun
bergurau sambil menimpali kata-kata Mizuno-kun.
Melihat itu, Mizuno-kun
terlihat puas dan mengangguk, sementara Nitta-kun hanya bisa tersenyum pahit.
“Yoshizaki-san juga berpikir
begitu kan? bahwa sebaiknya jenius Hiroki yang melakukannya?”
“Eh...!?”
Aku yang hanya sebagai penonton
dan melihat kejadian itu dengan samar-samar, tiba-tiba ditanya oleh Mizuno-kun
dan menjadi bingung.
“Eh... ah, ya. Aku pikir
begitu.”
Dengan sedikit kesulitan, aku
akhirnya menjawab, dan Nitta-kun menghela nafas dengan lebay.
“Tidak ada pilihan lain, kah?
Oke, aku mengerti.”
“Jadi, yang pertama adalah
Nitta Hiroki-kun!”
Seluruh kelas bertepuk tangan
dengan sorak-sorai.
Namun, ini baru satu orang.
Masih harus memilih dua laki-laki lagi dan tiga perempuan. ――Ah. Masih jalan
masih panjang.
Saat aku berpikir seperti itu.
“Tapi, Souta. Kamu juga harus
ikut.”
Nitta-kun tersenyum nakal
sambil menunjuk Mizuno-kun, yang terlihat terkejut.
“――Eh. Tapi kan aku panitia...”
“Tidak ada aturan yang bilang
panitia tidak boleh ikut kompetisi. Lagipula, Sota, kamu kan cepat berenangnya.
Akung kalau cuma jadi panitia.”
“Ah, tapi kan aku sibuk, dan
ada tugas panitia...”
“Kalau Souta yang jenius, pasti
bisa mengaturnya.”
“Apa-apaan itu, jenius apa
coba...”
Kelas kembali tertawa dengan
komentar Mizuno-kun. Dan suara-suara seperti “Souta juga cepat berenang,
harusnya kamu juga ikut!” terdengar satu demi satu.
――Lalu.
“Tidak ada pilihan lain, kah?
Oke, aku mengerti.”
Mizuno-kun menyetujui dengan
mengulangi persis kata-kata Nitta-kun.
Seluruh kelas yang jelas-jelas
tidak ingin ikut kompetisi itu, sekali lagi bertepuk tangan dengan berlebihan.
“Nah, masih ada satu lagi untuk
laki-laki... jika tidak ada yang mau maju, kami akan memilih berdasarkan waktu
tercepat.”
Sambil berkata demikian,
Mizuno-kun melihat lembaran yang diberikan oleh guru olahraga.
Di situ tertulis waktu semua
siswa kelas untuk renang gaya bebas sejauh 25 meter.
――Memang begitu. Jika tidak ada
yang ingin ikut, memilih berdasarkan waktu tercepat adalah kesepakatan yang
tidak tertulis setiap tahun.
Jika orang dengan catatan waktu
terbaik menolak dan orang yang lebih lambat dipilih, itu tidak masuk akal, jadi
jika dipilih dengan cara ini, hampir tidak ada hak untuk menolak.
Tentu saja, mereka yang
memiliki kompetisi penting di musim panas untuk klub mereka atau mereka yang
bekerja paruh waktu karena alasan keluarga, biasanya akan dipertimbangkan.
“Kalau begitu yang tercepat
adalah... Naito Ryota.”
Nama yang tidak terduga
disebut, dan aku terkejut. Aku tahu Naito-kun karena sering tertidur di kelas
dan sering ditegur oleh guru.
Bahkan bukan hanya selama
kelas, sering kali aku melihatnya tertidur dengan earphone di telinga selama
istirahat.
Aku hanya memiliki gambaran dia
sebagai orang yang melakukan sesuatu dengan ritme sendiri, jadi aku sedikit
terkejut mengetahui dia cepat berenang.
Rambutnya yang sedikit berombak
diberi highlight coklat di sana-sini, dan poni panjangnya yang menutupi
matanya, jadi aku tidak terlalu jelas tentang fitur wajah Naito-kun.
Tapi, aku ingat Miyu pernah
mengatakan, Kalau dilihat baik-baik, dia punya wajah yang manis.
Selain itu, kadang-kadang aku
melihatnya bersama Nitta-kun saat waktu makan siang, jadi mungkin dia cukup
akrab dengan Mizuno-kun juga.
Semua orang di kelas, termasuk
aku, menatap Naito-kun.
―Tapi,
Seperti biasa, dia tengkurap di
meja. Sepertinya dia sedang tidur siang dan tidak mendengar apa pun dari
percakapan sebelumnya.
Lalu, Mizuno-kun dengan cepat
berjalan ke arah Naito-kun dan dengan lembut mencabut earphone yang menancap di
telinganya.
“......Hmm...”
Karena musik yang dia dengarkan
tiba-tiba berhenti, sepertinya Naito-kun terbangun.
Dia mengeluarkan suara lembut
dan mengangkat wajahnya, meregangkan diri ke arah langit-langit.
Lalu, dengan mata yang masih
terlihat kosong, dia menoleh ke Mizuno-kun.
“......Selamat pagi, Souta.”
Naito-kun menyapa tanpa rasa
bersalah sambil mengusap matanya. Mizuno-kun, tanpa terganggu suasana hatinya,
tetap tersenyum polos.
“Baru saja diputuskan kalau
Ryota akan menjadi atlet renang di kompetisi. Selamat ya.”
Seolah-olah sudah menjadi
keputusan final di benak Mizuno-kun, dia berkata dengan tegas.
Kemudian, mata mengantuk
Naito-kun segera bersinar terang. Sepertinya dia benar-benar terbangun dengan
satu kalimat dari Mizuno-kun.
Dan dengan ekspresi serius yang
agak berlebihan, Naito-kun mengatakan,
“Bagaimana kalau aku bilang
tidak mau?”
“Aku akan memberi tahu guru
kalau kamu mendengarkan musik saat pelajaran dengan earphone tersembunyi di
lengan baju.”
Dengan senyuman di wajahnya,
Mizuno-kun mengatakan hal yang bisa menjadi masalah serius bagi Naito-kun.
―Tunggu,
apa dia melakukan hal seperti itu?
“Dengan senang hati Aku akan
melakukannya.”
Sepertinya Naito-kun, si pemuda
yang selalu melakukan hal dengan ritmenya sendiri, memilih untuk menahan diri
selama tiga minggu daripada risiko menjadi bahan gosip karena perbuatannya.
Dengan mudah, Naito-kun setuju.
Tepuk tangan kembali bergema.
Para siswa laki-laki yang tidak terpilih terlihat lega.
――Itu
berarti akhirnya.
“Sepertinya , ketiga peserta
laki-laki telah diputuskan. Sekarang kita akan mencari peserta wanita.”
“―Ada yang ingin maju?”
Aku menambahkan suaraku ke
panggilan Mizuno-kun. Namun, perekrutan peserta wanita terlihat akan lebih
sulit.
Aku tidak seperti Mizuno-kun
yang bisa menunjuk langsung dan memaksa dengan ancaman sambil tetap tersenyum
dan dimaafkan.
Aku adalah Yoshizaki-san yang
menyatu dengan kelas tanpa menonjol. Dan mungkin karena mereka mempertimbangkan
kecelakaan itu, tidak ada yang mencoba terlalu dekat denganku.
――Kemudian.
“Ah... aku! Aku akan
melakukannya!”
Miyu dengan ragu-ragu
mengangkat tangannya. Mungkin dia merasa bertanggung jawab karena aku menjadi
panitia.
Miyu, yang memiliki koordinasi
tubuh yang cukup baik, sepertinya juga memiliki waktu yang lumayan, jadi tidak
ada masalah dengan pilihannya. Bagus, Miyu.
“Jadi, yang pertama adalah
Miyu... Sasagawa-san.”
Aku tersenyum padanya dengan
rasa terima kasih. Mungkin karena keputusan itu dibuat dengan lancar, tepuk
tangan yang terdengar tidak sebanyak ketika memilih peserta laki-laki.
“――Maaf, kita masih butuh dua
orang lagi. Ada yang ingin maju?”
Pada pertanyaanku, para gadis
terlihat mengalihkan pandangan mereka, sementara anak laki-laki terlihat bosan
dengan ekspresi seakan-akan ingin mengatakan, Cepat selesaikan.
“Apa ada yang ingin maju? Ah,
bagaimana dengan Katou-san?”
Mizuno-kun terlihatnya mencoba
merekrut Katou-san yang kebetulan bertemu mata dengannya.
Lalu, Katou-san terlihat
terkejut sejenak, dan tersenyum dengan ekspresi manis seolah-olah bingung.
“Eh, tapi aku berenangnya
lambat lho?”
Dia berkata dengan suara tinggi
yang berlebihan, seolah-olah sedang merayu. Aku hanya tersenyum kering.
Katou-san ya, dia tipikal gadis
manja.
Dia selalu mengikuti tren
terbaru baik dalam hal makeup maupun gaya rambut, dan bahkan gestur dan
ekspresinya terlihat sangat dihitung untuk menarik perhatian pria. Sungguh
menakjubkan.
Aku tidak peduli jika Katou-san
bersikap manja untuk dirinya sendiri.
Tapi, seperti yang sering
terjadi pada tipe ini, sikapnya berubah drastis ketika hanya di antara
perempuan, jadi sepertinya dia tidak terlalu disukai oleh sebagian perempuan.
“Benarkah? Yah, kalau kamu
tidak pandai berenang, tidak apa-apa.”
Mizuno-kun, yang terlihatnya
tidak menyadari kalau Katou-san sedang merayunya, menjawab dengan tenang.
Atau mungkin dia memang
menyadari tapi memilih untuk mengabaikannya.
“Maafkan aku, Mizuno-kun. Ah,
seandainya aku bukan pemain tapi panitia, pasti aku mau melakukannya.”
Katou-san sambil sesekali
menatapku dengan pandangan yang sangat tajam.
Mizuno-kun, Nitta-kun, dan
Naito-kun, para peserta kompetisi renang ini memang pilihan pria-pria yang
tampan.
Memang benar, orang seperti
Katou-san pasti sangat ingin terlibat dalam hubungan sosial seperti ini.
—Tapi, apa pun tujuan
Katou-san, aku ingin dia menggantikan posisiku. Aku tidak keberatan, tolong
gantikan aku. Sekarang juga.
Itulah harapanku, tapi
sayangnya.
“Maaf, tapi untuk urusan
panitia sudah diputuskan itu tugas aku dan Yoshizaki-san.” Mizuno-kun
mengatakannya dengan nada yang seolah tidak memberi kesempatan untuk berkata
lain.
Katou-san yang yakin dengan
penampilannya, mungkin berharap akan ada yang mengatakan, “Eh? Aku juga ingin
kerja sama dengan Katou-san.”
Namun, setelah mendengar apa
yang dikatakan Mizuno-kun, dia hanya diam dengan wajah masam.
—Ah, padahal aku ingin sekali
bertukar tempat. Kenapa sih Mizuno-kun begitu menolak Katou-san?
Tapi, suasana tidak
memungkinkan untuk terus meminta pertukaran tugas, jadi aku menyerah.
“Kalau begini terus kita tidak
akan bisa memutuskan, jadi dua orang selanjutnya akan kita pilih berdasarkan
waktu tercepat.”
“Ehm...”
Mendengar kata-kata Mizuno-kun,
aku pun mulai melihat-lihat daftar waktu para atlet wanita.
Tidak termasuk anggota klub
renang, dua orang di peringkat atas adalah... hm...
“Hmm, Mikami-san dan
Sakashita-san... ya?”
Mikami Mai dari klub voli dan
Sakashita Koharu dari klub musik. Sakashita-san terlihat sudah menduga itu dan
dengan pasrah tersenyum sambil berkata, “Iya.”
Namun, Mikami-san tidak
mengatakan apa-apa dan hanya menatapku dengan wajah serius. Ekspresi wajahnya
terlihat sedikit marah, dan aku merasa tertekan.
Tapi, karena tidak ada keluhan
dari Mikami-san, aku memutuskan bahwa itu hanya perasaanku saja.
Meskipun aku tidak terlalu
sering berbicara dengan Mikami-san, dari cara dia bersikap di kelas, sepertinya
dia memiliki kepribadian yang ceria dan tegas, seperti seorang kakak perempuan,
dan terlihatnya dia memiliki banyak teman.
Mikami-san yang tinggi dengan
rambut pendek terlihat tomboi, tapi wajahnya yang rupawan sepertinya sangat populer
di kalangan laki-laki.
Sering kali aku melihatnya sedang
bercanda dengan anak laki-laki dari klub olahraga.
Dia tidak terlihat seperti
orang yang akan membenci dipilih menjadi pemain di turnamen renang.
“Untuk kalian yang terpilih,
mohon kerjasamanya.”
“Mari mulai latihan dari besok,
semoga kerja sama tim yang terpilih bisa baik. Baiklah, rapatnya dibubarkan!”
Berbeda dengan kata-kataku yang
bersifat administratif, Mizuno-kun berbicara dengan suasana yang lebih
kekeluargaan.
Dan kemudian, semua orang di
kelas juga mulai bersiap pulang dengan ekspresi lega seolah-olah mengatakan
“Akhirnya selesai.”
Meskipun banyak omong kosong,
sebagai bagian dari panitia, aku merasa lega bahwa tugas besar pertamaku telah
selesai dengan baik.
Namun―
Setelah homeroom berakhir, aku
berpikir untuk mengucapkan terima kasih kepada Mikami-san dan Sakashita-san
yang hampir secara paksa terpilih sebagai atlet. Pertama-tama, aku mencoba
menyapa Sakashita-san yang berada di dekat sana.
Dia tidak terlihat keberatan
terpilih sebagai atlet dalam pertandingan, dan saat aku mengucapkan “Terima
kasih karena mau menerima tawaran ini.” dia menyambutku dengan senyuman.
“Aku sebenarnya tidak begitu
pandai dalam olahraga, tapi aku pernah bersekolah renang sampai SMP. Yah,
setidaknya aku bisa berenang dengan cukup baik.”
“Oh, berenang ya?”
--Sekolah
renang. Aku juga pernah bersekolah renang di masa lalu. Aku pandai berenang
gaya kupu-kupu.
Namun, aku yang dulu gigih dan
lurus hati itu, seakan sudah mati.
Kesempatan untuk menikmati
berenang dengan sepenuh hati, mungkin sudah tidak ada lagi untukku.
“Aku akan berusaha agar tidak
menjadi beban.”
“Tidak, sepertinya kamu akan
menjadi andalan dengan waktu yang hebat.”
“—Aku akan mencobanya.”
Saat aku memujinya dengan
tulus, Sakashita-san tersenyum malu.
Dia yang memakai kacamata dan
berambut pendek bob yang terlihat pendiam, sepertinya akan serius
berpartisipasi dalam latihan, membuatku sedikit lega.
Baiklah. Setelah itu, aku harus
menyapa Mikami-san yang satunya lagi.
Aku sedikit khawatir karena dia
terlihat tidak senang karena aku menunjuknya tadi...
Saat aku melihat sekeliling
kelas, Mikami-san terlihat sedang asyik berbicara dengan teman-teman perempuan
dari klub olahraga yang akrab dengannya. Aku berjalan mendekat ke arah mereka.
“Eh, Mikami-san, boleh minta
waktu sebentar?”
Saat aku memanggilnya,
Mikami-san menghentikan percakapannya dan melihat ke arahku—ekspresinya seakan
menjadi kaku dalam sekejap.
Mungkinkah perasaanku tadi tidak
salah...
Aku sedikit menyesal karena
sudah berbicara begitu akrab dengan dia.
“...Ini tentang perlombaan
renang, kan?”
Dengan suara rendah, Mikami-san
mengatakan itu. Aku mengangguk, dan dia, yang sebelumnya asyik berbicara dengan
teman-temannya, berkata “Nanti kita sambung lagi ya.” lalu mendekat ke arahku.
“Maaf ya, karena tidak ada yang
mendaftar sebagai kandidat, jadi kami memilih berdasarkan waktu. Mohon
kerjasamanya.”
Aku berbicara seolah-olah tidak
menyadari suasana hati Mikami-san, dengan wajah yang berpura-pura tidak tahu
apa-apa.
Aku merasa jika aku terlihat
ragu, itu hanya akan semakin membuatnya tidak senang. Yah, itu hanya perasaanku
saja.
—Namun.
“Aku sebenarnya tidak ingin
melakukannya.”
Dengan nada yang tegas,
Mikami-san mengatakannya. Aku terkejut dan tidak tahu harus berkata apa.
Wajah cantik Mikami-san yang
biasanya tegas dan rapi itu, sekarang dikelilingi oleh ekspresi dingin.
Itu sangat bertentangan dengan
gambaran Mikami-san yang biasanya ceria dan bersikap sama kepada semua orang.
“—Eh?”
“Sebenarnya aku tidak ingin
melakukannya. Kenapa tidak Yoshizaki-san saja yang melakukannya? Mizuno-kun
juga bisa melakukan keduanya, menjadi petugas dan atlet, kan?”
“...Tapi, Aku alergi klorin.”
Aku selalu hanya mengamati
pelajaran renang, dan dia seharusnya tahu itu.
Oh, aku mengatakan aku alergi
tapi itu sebenarnya bohong.
“…Itu benar-benar ada?”
“Eh?”
“Maksudku, apakah kamu
benar-benar punya alergi?”
Apa yang dia coba katakan?
Apakah dia mencoba mengatakan aku membolos kelas renang?—Yah, aku memang
membolos.
Aku tanpa sadar menjadi diam
dan menatap Mikami-san.
—Dan kemudian.
“—Kenapa kamu melihatku seperti
itu?”
Mikami-san mengatakannya seolah-olah
dia sedang menantangku.
“Ya.”
Aku jujur mengakui. Aku
benar-benar penasaran kenapa dia berkata begitu, tapi lebih dari itu, rasanya
menyebalkan.
“Tidak apa-apa. Aku akan
melakukannya dengan serius, sebagai peserta. Aku tidak ingin merepotkan
teman-teman sekelas.”
“…Oh begitu.”
Kalau begitu, kenapa dia harus
menyinggungku?
“…Hanya saja.”
“Hanya apa?”
“Aku memiliki dendam pribadi
kepadamu, Yoshizaki-san. Aku hanya tidak ingin melakukan ini bersamamu. Tapi
tidak ada pilihan, aku akan melakukannya.”
“Eh…”
Aku terkejut dengan kata-kata yang
tidak pernah aku duga itu.
Dendam pribadi? Apa maksudnya?
Di kelas satu kami berada di kelas yang berbeda, dan bahkan setelah menjadi
siswa kelas dua aku tidak pernah benar-benar berbicara dengan Mikami-san.
Kami hampir tidak pernah
berinteraksi, jadi dari mana datangnya dendam ini—?
Kemudian, seolah-olah
Mikami-san bisa membaca pikiranku, dia mengalihkan pandangannya dariku,
“—Aku pikir kamu tidak akan
mengerti. Ini lebih seperti dendam yang salah alamat.”
Dia berkata dengan nada datar
dan berjalan pergi.
Aku yang ditinggalkan
sendirian, merasa bingung dan hanya bisa terpaku tanpa bisa berbuat apa-apa.
Sejak kecelakaan itu, aku
sengaja meminimalisir interaksi dengan orang lain sebisa mungkin.
Sudah berapa lama ya, sejak
terakhir kali seseorang menunjukkan permusuhan begitu terang-terangan kepadaku?
Karena itu, Aku sama sekali
tidak bisa membayangkan alasan Mikami-san membenciku, namun itu membuat hatiku
berdebar.
Aku terkadang merasa bersalah
karena hanya aku yang selamat.
Mengapa orang sepertiku, yang
hidup tanpa makna sejak kecelakaan itu, masih bisa bertahan hidup?
Wajah Mikami-san yang menatap
tajam itu, seakan-akan menyalahkan keberadaanku yang tidak berarti ini.