Kimizero Jilid 7.5 Bab 2 Bahasa Indonesia

Chapter 2 — Penguin Terbang

 

Ada seekor penguin yang terbang di langit.

 

Wah keren banget! Pasti rasanya menyenangkan sekali ya!

Luna mendongak ke atas dengan tatapan mata yang berbinar.

Di akuarium Sunshine di Ikebukuro, aku menghabiskan waktuku bersama Luna sebelum jadwal lesku di sekolah bimbel dimulai.

Di hari libur besar seperti di bulan Mei ini, akuarium itu ramai dikunjungi oleh keluarga dan para pasangan muda-mudi.

Area luar akuarium ini memiliki desain yang elegan dengan teras kayu dan tanaman hijau, dan yang menjadi daya tarik utamanya adalah ruang pameran penguin yang dibangun seperti terowongan setengah lingkar.

Dengan latar belakang gedung-gedung pencakar langit Ikebukuro, para penguin berenang dengan lincah mengikuti lekuk tubuhnya yang membulat, seakan-akan mereka terbang di udara.

Setiap kali ke sini, aku selalu merasa tenang dan nyaman!

Setelah berkata demikian, Luna menyipitkan matanya saat memandang penguin-penguin di atas air akuarium.

Ketika aku ikut mendongak, aku melihat sinar matahari cerah di bulan Mei memantul di permukaan air dan membuatnya berkilauan seperti pelangi.

Sejak aku menjadi siswa kelas tiga dan intensitas belajarku di sekolah bimbel mulai meningkat, Luna sering datang ke Ikebukuro untuk menemaniku. Akuarium ini memang tempat kencan yang sempurna, jadi kami membeli kartu keanggotaan tahunan (ternyata harganya lumayan murah) dan berkunjung kemari setiap ada sedikit waktu luang selain makan.

Entah sudah berapa kali kami melihat akuarium penguin ini, tapi Luna selalu terlihat senang saat memandangi penguin-penguin yang tampak seakan terbang.

...penguin itu burung ‘kan, ya?

Luna tiba-tiba menatapku dengan serius seolah-olah dia baru menyadari sesuatu.

Iya, benar.

Lalu kenapa?

Hah?

Kenapa mereka tidak bisa terbang meskipun mereka burung?

Umm...

Aku memikirkannya sejenak, tapi pengetahuanku tentang penguin tidak terlalu banyak.

Mungkin dulu mereka bisa terbang seperti burung lain, tapi karena sumber makanan mereka hanya ada di air, jadi sayap mereka perlahan-lahan mengecil?

Aku asal menjawab saja...

Luna bergumam dengan sedikit tidak puas, Hmm begitu, jadi dulu mereka bisa terbang ya.

Dia menunduk sejenak, lalu kembali memandangi akuarium penguin.

“Kalau begitu, apa mungkin mereka masih memimpikan untuk bisa terbang lagi ya...?”

Para penguin berenang lincah memenuhi akuarium, membuat mereka tampak seperti seakan terbang. Tapi bentuk tubuh mereka yang bulat dan berat tidak memungkinkan untuk benar-benar terbang di langit luas.

Sambil memperhatikan penguin-penguin itu, Luna bergumam pelan pada dirinya sendiri,

...Dulu kenapa aku sangat ingin bisa terbang? Padahal aku manusia, mana mungkin punya ingatan bisa terbang, tapi entah kenapa...

Wajahnya yang menatap dengan tatapan memimpikan itu terlihat begitu cantik diterpa sinar matahari awal musim panas.

Untuk beberapa saat, aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari dirinya, bukan dari akuarium.

 

Setelah mengunjungi akuarium, aku dan Luna meminum teh di kafe di bawah Sunshine City. Saat kami duduk di teras luar di mana meja-meja berjejer di luar pintu masuk kafe, kami bisa melihat pemandangan di atas tanah dari atas tangga yang berada di depan kami.

...Nanti aku akan bertemu lagi dengan Fukusato-san.

Luna berkata demikian sambil mengaduk-aduk es kopi latte-nya dengan sedotan.

Fukusato-san adalah pasangan baru dari ayah kandung Luna.

Dia adalah wanita yang muncul bersama ayahnya pada malam Natal tahun lalu ketika Luna dan Kurose-san mencoba melakukan Operasi Dua Lotte” untuk mempersatukan kembali orang tua mereka yang berpisah.

Ayah terus-terusan bilang 'Sekarang aku sudah menikah lagi, jadi aku ingin memperkenalkannya kepada Luna'.

Begitu ya...

Pada saat itu Luna pasti sangat kecewa dan tidak bisa menerima kehadiran wanita itu, tapi sepertinya sekarang dia sudah bisa sedikit menerimanya.

.....

Melihat Luna yang terdiam, jadi aku mencoba mengubah topik pembicaraan.

Ah iya, malam ini kita mau makan apa?

Di sekolah bimbelku tidak ada libur panjang. Hari ini aku masih ada jadwal satu sesi pelajaran lagi, tapi Luna akan menungguku sambil pergi berbelanja di dekat stasiun, jadi kami akan makan malam bersama.

Hmm?

Luna mengangkat wajahnya.

Kopi susu yang tidak tercampur rata itu terlihat seperti benang-benang sirup bening yang turun ke dasar, cantik seperti ubur-ubur yang kami lihat di akuarium.

Aku tidak tahu apakah Luna juga berpikir hal yang sama, tapi dia tersenyum ketika menatapku.

Tadi di akuarium tuh menyenangkan ya.

Karena jawabannya tidak nyambung, jadi aku sedikit kebingungan untuk menanggapinya, tapi Luna melanjutkan sambil tertawa.

“Sewaktu aku melihat akuarium ikan sarden, aku jadi pengen memakan ikan.

Ah iya, ikan-ikan itu memang terlihat enak sekali.

Waktu itu aku menahan pendapatku karena berpikir mungkin rasanya tidak etis mengomentari ikan yang masih hidup.

Kalau begitu, makan malam hari ini kita makan ikan saja. Bagaimana kalau kita memakan sushi putar?

Ah iya, bagus nih! Hari ini aku makan banyak lho, sampai 10 piring!

Luna berseru semangat sambil memasukkan sedotan ke dalam mulutnya.

Kopi susunya kini telah bercampur rata dengan warna yang lebih gelap, dan es-esnya bergesekan menimbulkan suara.

 

♧♧♧♧

 

Pada malam itu, kami berdua menikmati makan malam di restoran sushi putar di Ikebukuro.

Aaah perutku kenyang sekali! Benar-benar sampai kenyang abis!

Duduk berhadapan di meja dekat lajur sushi, Luna bersandar ke kursi dengan puas.

Ma-Manpuku-ji? Di mana itu?

Entahlah? Tapi kayaknya ada ya?

Luna menjawab sambil merapikan sumpit di atas piring-piring sushi yang dimakannya.

Luna memakan sampai tujuh piring sushi, dia sudah berusaha keras tapi sepertinya memang sulit mencapai 10 piring.

“Sushi tuh rasanya memang enak ya~”

Luna melihat sekeliling sambil mengatakan itu.

Karena sudah memassuki jam makan malam, ruangan restoran yang cerah itu dipenuhi dengan meja-meja yang semuanya terisi penuh. Di bangku tunggu di dekat pintu masuk juga penuh sesak dengan antrian orang-orang. Rentang usia pengunjung juga beragam, dari anak muda hingga lansia.

Sepertinya semua orang suka ikan ya.

Yah, wajar sih, ini ‘kan restoran sushi. Enggak ada tulangnya juga.

Menanggapi jawabanku yang biasa-biasa saja, Luna bergumam Iya juga ya sambil menatap meja dengan pandangan yang tampak sedang memikirkan sesuatu.

... Hei, kamu tertarik dengan memancing enggak, Ryuuto?

Ketika pandangan kami bertemu lagi, Luna berkata demikian.

Eh? Me-Memancing?

Ketik aku masih terkejut dengan kata-kata yang tak terduga itu, Luna terus melanjutkan.

Mao-kun suka memancing lho. Ia sering mengajakku, tapi aku malas jadi belum pernah pergi. Tapi katanya ia mau pergi lagi saat libur nanti.

Oh begitu...

Aku mengingat wajah Kurose Mao-san, paman Luna, yang aku temui saat liburan musim panas tahun lalu, dengan kulit terbakar matahari.

Aku belum pernah mencobanya, tapi sebenarnya tertarik sih.... Karena tidak ada yang mengajariku, jadi aku belum pernah mencobanya.

Aku juga begitu. Tapi sekarang aku jadi pengen makan ikan segar nih.

Saat Luna mengatakan itu, dia menyatukan kedua tangannya seolah sedang memikirkan sesuatu.

“Kira-kira, apa yang lain juga menyukai ikan enggak, ya? Gimana kalau kita ajak anggota Savage juga, terus pergi memancing bareng selama libur nanti?

Dia mengatakan itu dengan mata yang berbinar-binar.

 

♧♧♧♧

 

Hamparan lautan biru tua yang tak berujung terbentang di depan mataku.

Gradasi langit biru yang bermula dari garis horison.

Sambil mendengar suara mesin yang bising, kami duduk di kursi pancing, merasakan guncangan gelombang di seluruh tubuh.

“Oeeeekkkkkkk”

Huekk

Icchi dan Nisshi berguling di lantai dengan wajah pucat pasi. Mereka benar-benar mabuk laut.

Kalau kalian mau muntah, muntahnya ke laut saja ya~ Karena itu bisa menjadi makanan ikan, sekaligus kapalnya jadi bersih. Win-win, ‘kan?

Mao-san yang berada di buritan kapal, melihat mereka sambil terkekeh santai.

Saat ini kami sedang melaju kencang dari tepi laut menuju spot memancing, tapi dua orang itu sudah keburu mabuk laut. Meski sudah minum obat anti-mabuk, tetapi kondisi mereka masih tetap begitu.

Kamu baik-baik saja, Ryuuto?

Ditanya Luna yang duduk di sebelahku, aku balas mengangguk.

Iya, aku sudah minum obat duluan...

Karena aku jarang naik kapal, aku sendiri juga tidak tahu apakah aku memang mudah mabuk. Tapi melihat kondisi mereka, kurasa itu keputusan yang tepat.

Ah, lihat, lihat! Nikorun! Ada burung camar!

Ombaknya bagus ya~

“Kita ‘kan datang ke sini bukan untuk berenang

Serius nih, duh

“Duhh~ Nikorun selalu seenaknya ya! Kamu sama sekali tidak mendengarkan ceritaku!

Tapi kan kamu tetap bercerita sendiri meskipun aku tidak mendengarkannya.”

Tanikita-san dan Yamana-san tampak bersemangat seperti biasa.

Kami berkumpul di Chiba pagi-pagi buta, lalu menaiki kapal milik kenalan Mau-san untuk pergi memancing di laut.

Huuueeekkk

Hoeee

Seperti biasa, Icchi dan Nisshi masih saja merintih kesakitan di lantai.

Manusia memang jadi lebih tenang saat benar-benar merasa mual, pikirku saat melihat keadaan mereka.

“Apa kamu juga baik-baik saja, Maria?

Pada saat itu, Luna bertanya ke arah orang yang berada di sebelahnya satu lagi.

 

──Nee, Ryuuto. Boleh aku mengajak Maria juga untuk ikut memancing?

──Eh, i-iya... tentu saja.

──Yay, terima kasih! Pasti Maria senang, soalnya dia jarang ke Chiba akhir-akhir ini. Kurasa Mao-kun juga pasti akan ikutan senang!!

 

Itulah sebabnya, jumlah kami hari ini ada tujuh orang, anggota yang main Savage ditambah Kurose-san. Bisa dibilang ini mirip seperti rombongan studi wisata.

Aku juga sudah minum obat anti-mabuk, jadi aman...

Tapi wajahmu sedikit pucat lho?

Ketika Luna berkata begitu, Kurose-san melihat ke arahku yang ada di seberang Luna, lalu membisikkan sesuatu di telinganya.

... Serius? Kamu baik-baik saja? Mau ke toilet sebentar?

Eh, memangnya ada ya?

Kurose-san tampak terkejut ketika mendengar perkataan Luna.

Iya ada, aku tanya banyak ke Mao-kun. Katanya kalau toilet tidak ada atau kapalnya kotor, itu bisa jadi masalah besar.

Lalu, Kurose-san dengan tergesa-gesa mengeluarkan sebuah pouch dari tasnya. Itu adalah pouch sanitasi yang pernah kulihat di perpustakaan, dengan resleting berbentuk bulan dan bintang, serta ada gambar bintang laut.

Jadi, dikombinasikan dengan penampilan Kurose-san yang sedang tidak sehat, aku entah bagaimana jadi paham maksudnya.

Luna bergumam sambil melihat Kurose-san bergerak dengan hati-hati di kapal yang bergoyang.

Di semua hari yang ada malah terjadi hari ini, ya... sepertinya Maria agak kesulitan.”

... Begitu ya.

Aku hanya bisa memberi tanggapan datar, merasa canggung.

Kurose-san akhirnya kembali.

... Benar-benar merepotkan.

Dia duduk kembali di samping Luna, lalu mendongak memandang langit.

Kalau aku terlahir kembali nanti, aku ingin jadi laki-laki...

Matanya menyipit menatap burung air yang terbang di langit.

Tubuh perempuan terlalu berat, rasanya tidak bisa terbang bebas di udara.

Sosok wajahnya yang sedih itu terlihat mirip dengan wajah Luna saat memandangi penguin di akuarium.

“......”

Aku tidak bisa mengatakan apa-apa untuk menanggapinya. Tiba-tiba, Luna menatapku dengan ekspresi Ah! seolah-olah baru menyadari sesuatu.

“Aku mendengar kabar bahwa si pelaku pelecehan s*ksual Maria telah tertangkap. Katanya wajahnya terekam di kamera pengawas, jadi polisi bisa melacaknya.

Begitu ya. Syukurlah.

Tepat setelah aku berhenti berteman dengan Kurose-san, dia menjadi korban pelecehan seksual. Kalau saja aku yang mengantar pulang, mungkin hal itu tidak akan terjadi padanya... Aku jadi merasa bertanggung jawab.

Itulah sebabnya, aku merasa sedikit lega saat mendengar kabar tersebut.

“Maria benar-benar hebat, lho. Kata polisi, 'Kelihatannya ada peluang untuk mengajukan gugatan, bagaimana?', tapi dia menjawab, 'Tetap lanjutkan saja penyelidikannya.' Pelakunya tampaknya orang penting, jadi Ibu sedikit kecewa karena Maria bisa dapat banyak uang ganti rugi.

Kurose-san menunduk setelah mendengar kata-kata Luna.

“Habisnyam tidak peduli seberapa banya uang yang kudapatkan, itu tidak bisa mengembalikan diriku sebelum terjadi pelecehan.

Dia mengangkat sedikit wajahnya, memandang ke laut di luar kapal.

Luka yang bersarang di hatiku ini, aku harap bisa menjadi bekas luka juga bagi hidupnya.

Kurose-san berkata dengan suara yang begitu dingin dan tegas.

...

Aku sebenarnya tidak begitu paham apa yang selama ini ada di dalam pikiran Kurose-san, dan gadis seperti apa dirinya itu.

Waktu SMP dulu, aku hanya terpesona oleh kecantikannya yang luar biasa dan sikapnya yang agak menggoda.

Setelah kami bertemu lagi di SMA, kami sempat akrab lagi saat bekerja di panitia festival budaya, tapi itu hanya sebentar dan kami kembali menjadi bukan teman.

Tapi mungkin, Kurose-san sebenarnya memiliki kesamaan dengan Luna dari yang aku bayangkan.

Misalnya seperti keras kepala dalam memegang prinsip, atau egoisme...

Aku tanpa sadar berpikir begitu.

Saat itu....

Wah, kita sudah sampai! Sampai!

Kapal pun berhenti, dan Mao-san berseru dengan gembira.

Karena kami sudah berlayar kurang lebih satu jam, kapal ini sekarang sudah cukup jauh di tengah laut. Hari ini, karena air pasang, kami menuju Teluk Tokyo, jadi saat kami melihat sekeliling, kami bisa melihat daratan di kejauhan di tiga sisi.

Ayo kita mulai memancing sekarang juga!

Dengan seruan itu, kami masing-masing mengambil alat pancing yang sudah disediakan.

Woohooo!

Luna berseru riang.

 

Beberapa menit kemudian.

Gyaaaaa!

Terdengar jeritan Yamana-san yang menggema di lautan luas.

Apa-apaan sih ini!? Serangga!? Kelabang!?

Ketika melihat isi kotak yang dibagikan Mao-san, raut wajah Yamana-san seketika langsung pucat pasi.

Menjijikkan! Hentikan itu!

Tanikita-san yang melihat hal itu merasa geli dan mengarahkan kotak itu ke arah Yamana-san untuk meledeknya.

Ayo, ayo~

Uwah, jangan ke sini! Kubunuh kau!

Ah, Nikoru-chan memang tidak suka ya sama yang beginian?"

Mao-san tersenyum kecut.

Mau pakai umpan tiruan saja? Tapi yang asli lebih manjur lho, apalagi buat pemula kayak kamu.

Itu cacing laut kan? Memang menjijikkan ya. Aku juga tidak suka sama yang begituan.”

Di dalam kotak itu, ada banyak sekali serangga mirip kelabang dengan ukuran beberapa centimeter. Ada yang bergerak menggeliat.

Bahkan aku yang biasanya tenang dalam menghadapi kumbang, juga merasa agak jijik melihat ini.

Nah, begini caranya...

Mao-san mengambil satu cacing laut, lalu mendekatkannya ke mata kail yang dipegangnya.

Masukkan dari mulut, sampai ke dalam perut...

"Gyaaaa─────!

“Karena terlalu Panjang dan masih ada sisa, jadi aku akan memotongnya pakai gunting...

Hentikan! Hentikan─────!

Nah, begini deh jadinya!

Nggak mau! Aku mau pulang aja!

Sisanya bisa buat giliran selanjutnya lho.

Gyaaaa─────! Aku mau pulang─────! Pak nahkoda, tolong bawa aku pulang─────!

Meski teriakan Yamana-san membuatnya sulit terdengar, kami akhirnya bisa paham caranya memasang umpan.

“Kalau gitu, ayo mulai...

Kami pun segera duduk di tempat masing-masing dan memulai memancing.

Ew, menjijikkan...

Saat aku sedang menyiapkan kail, Luna tampak agak terkejut.

Iya ya...

Aku juga merasa agak aneh, tapi setidaknya untuk pemula seperti diriku, aku bisa menyiapkannya dengan cukup lumayan.

Nah, sisanya tinggal melemparkan kailnya ke laut. Di sini harusnya sudah siap untuk dipanen, jadi tidak perlu terlalu mengkhawatirkan caranya. Perkiraan kapten kapal ini pasti tidak salah.

Dengan bimbingan Mao-san, aku pun melemparkan kail yang sudah diberi umpan ke dalam laut.

Kapal ini memiliki tempat khusus untuk menancapkan pancing, jadi setelah itu kami tinggal menunggu sampai dapat ikan.

“Ehhh, enggak mau, bener-bener enggak sanggup!

Di sisi lain, Yamana-san masih terus membuat keributan ketika melihat Tanikita-san memasangkan umpan cacing laut.

Nikorun, ayo cepat lakukan juga. Sayang banget kita sudah bangun pagi-pagi tapi nanti pulang tanpa dapat ikan sama sekali, ‘kan?

Tapi aku enggak nyangka bakal seperti ini! Memotong yang menjijikkan ini lalu memasukkannya ke kail? Itu namanya siksaan!"

Saat Yamana panik begitu, tiba-tiba ada tangan yang terulur.

Biar aku saja yang melakukannya.

Ternyata itu tangan Nisshi.

Tanpa kusadari, rupanya Icchi juga sudah pulih, dan sekarang duduk goyah di kursi pancingnya. Mungkin karena kapal sudah berhenti, jadi mabuk lautnya sudah lebih baik. Atau obat untuk mabuk laut sudah mulai bekerja.

...Eh...Ah, iya.

Yamana-san dengan ragu-ragu menyerahkan kailnya kepada Nisshi.

Nisshi yang duduk di sebelah Yamana-san, mulai memasang cacing laut dengan diam-diam.

Waktu masih TK dulu, aku pernah memelihara cacing tanah lho.

Ketika Nisshi tiba-tiba bercerita, Yamana-san membelalakkan matanya.

Hah? Menjijikkan. Kenapa?

“Entahlah, aku tidak tahu. Aku sendiri juga bingung. Mungkin karena aku bisa cepat menangkapnya? Aku juga pernah memelihara semut dan kumbang.

Wah... kalau itu aku sih benar-benar mustahil.

Iya, kan.

Sambil tertawa, Nisshi memberikan kail pancing dengan cacing tanah (setengah badan) kepada Yamana-san.

Ini.

...Terima kasih...

Dengan ragu-ragu, Yamana menerima kail dan menyiapkan pancing.

Pada saat itu.

Hah?! Sudah ada yang menggigitnya...?!

Melihat kail pancingnya yang langsung bergerak-gerak, dia tidak bisa menyembunyikan kekagetannya.

Nikoru-chan, gulung talinya! Nanti ikannya kabur, loh.

Hah?!

Setelah mengikuti instruksi Mao-san, Yamana-san dengan panik memegang pancing dan memutar kerekannya.

Ikan kecil yang tertangkap pun ditarik ke atas.

Walaupun kecil, tapi ini namanya ikan tenggiri. Nikoru-chan duluan yang dapat pertama, ya?

Ini mah namanya 'keberuntungan pemula'.

Nisshi yang di sebelahnya berkomentar sinis sambil tertawa.

Berisik kamu.

Yamana-san membalas perkataan Nisshi, lalu memegang ikan itu.

Wah, Nikorun, kamu hebat banget!

Ternyata bahkan pemula bisa dapat ikan, ya.

Semua orang di sana mulai berharap bisa mendapatkan ikan mereka sendiri juga.

“Jadi, bagaimana?

Yamana-san yang memegang ikan itu melihat Mao-san dengan bingung.

Apa yang harus kulakukan dengan ini?

Lepaskan kailnya, lalu kamu bisa memasukkan ikannya ke dalam kotak pendingin di bawah sana.

“Eh, melepas kailnya...?

Yaman-sana mencoba menarik kail itu, tapi sepertinya kailnya sudah masuk dalam tenggorokan ikan sehingga susah untuk dilepas.

Ah, kayaknya sudah masuk dalam. Mungkin lebih baik tidak usah dilepas karena sudah mati.

Hah, maksudnya sudah mati....?!

Ketika Yamana-san mencoba menarik kailnya, ikan itu tampak kesakitan memberontak dengan liar.

Apa-apaan ini, aku tidak mau!”

Yamana-san menutup matanya dengan wajah pucat pasi, dia dengan panik memegang ikan dan kailnya.

Sini, biar aku saja yang melakukannya.

Lalu Nisshi kembali berbicara pada Yamana-san.

Kalau beginian, kamu harus berani melakukannya. Kasihan juga ikannya.

Dengan gerakan yang cukup kuat, Nisshi berhasil melepas kailnya. Ikan tenggiri yang tadinya memberontak, kini terdiam lemas.

Ah...

Melihat ikan yang sudah dimasukkan ke dalam kotak pendingin, Yamana-san terlihat merasa bersalah.

Nah, aku sudah menyediakan umpan berikutnya juga.

Nisshi memberikan kail yang sudah terpasang cacing tanah setengah badan kepada Yamana-san saat berkata demikian.

Kamu tinggal bilang padaku kalau dapat ikan lagi, biar aku yang melakukan semuanya.

...Ah...

Melihat Nisshi yang terus-menerus membantunya, wajah Yamana-san terlihat sedikit merona.

...Terima kasih...

Lalu, dia dengan ragu-ragu melempar kail itu ke dalam permukaan laut dan menegakkan pancingnya.

Luar biasa.

Nisshi, kamu keren sekali...

Sambil tertegun melihat penampilan Nisshi yang tidak seperti biasanya, aku menatap pancingku sendiri. Belum ada tanda-tanda ikan yang terkait.

Kemudian tiba-tiba, aku menoleh ke arah Luna yang ada di sebelahku.

...Luna?

Luna terlihat agak tidak nyaman melihat wadah berisi cacing tanah di sampingnya.

Kamu juga tidak pandai menanganinya, ya?

Kalau diingat-ingat, dia tadi sempat mengatakan sesuatu soal ini. Luna pun mengangguk sambil tersenyum masam.

Iya, sedikit. Biasanya kalau pergi memancing, Mao-kun yang melakukan semuanya untukku.

Begitu ya. Kalau begitu, mau aku yang melakukannya?

Eh, boleh?

Iya, aku sedang tidak ada kerjaan apa-apa kok.

Selain karena ingin menunjukkan kepada Nisshi bahwa aku juga bisa, aku juga ingin menunjukkan kemampuanku di depan gadis yang kusuka. Meskipun aku tidak tahu Nisshi benar-benar biasa melakukan hal seperti ini atau hanya pura-pura, tapi menurutku itu sedikit menjijikkan. Maka dengan sedikit paksaan, aku memasang umpan pada kail Luna dengan tenang.

Wah, terima kasih banyak, Ryuuto!

Luna berterima kasih dengan berlebihan dan menerima kail pancing dariku.

...Anak cowok memang hebat ya.

Dengan wajah sedikit merona, Luna tersenyum ke arahku.

...Yah, ini sih hal yang biasa kok.

Aku jadi merasa sedikit malu dan mencoba bersikap lebih berani.

Pada saat itu, aku menangkap pergerakan Kurose-san di belakang Luna. Dia tampak sedikit ragu saat memegang umpan hidup dan kail pancingnya.

Seolah-olah menyadari tatapanku, Luna pun ikut menengok ke belakang.

Kamu tidak apa-apa, Maria? Apa kamu bisa melakukannya?

Ketika dipanggil begitu, Kurose-san melirik ke arah Luna dan aku yang ada di depannya.

Aku bisa kok.

Setelah mengatakan itu, dia lalu memasang umpan ke kailnya dengan menggunting cacing itu.

“Aku bisa melakukannya sendiri.”

Usai berhasil memasangnya, dia melempat kailnya ke laut.

Wah, kamu hebat sekali, Maria!

Luna langsung memujinya dengan mata berbinar.

Dulu waktu massih kecil, akulah yang sering menangkap belalang dan sejenisnya, saat ada tugas memelihara serangga di sekolah.

Ah iya, waktu ada tugas untuk memelihara serangga di sekolah SD ya.”

Saat Luna dan Kurose-san sedang mengobrol begitu, tiba-tiba...

Ryuuto! Pancingnya, umpanmu ada yang makan!

Ketika aku mendengar seruan Mao-san, aku melihat pancing milikku. Benar saja, pancingku bergerak-gerak tidak teratur.

Wah!

Aku segera mengambil pancingku dengan panik dan mulai memutar kerekannya dengan terburu-buru.

“Ohhh!

Di ujung tali yang muncul ke permukaan air, ada ikan berduri merah.

“Wuihh kamu dapet ikan rockfish. Rasanya enak lho kalau dibuat sashimi atau ditumis.

Sambil mendengarkan penjelasan Mao-san, aku melepaskan kail dari mulut ikan itu, lalu memindahkannya ke dalam kotak pendingin yang berisi es.

“Kamu hebat, Ryuuto!

Saat Luna mengatakan ini, matanya tampak berbinar, dan tongkat pancing di depannya juga bergerak-gerak.

“Pancing Luna juga dapat ikan, loh!

Hah, serius?! Bagaimana nih?!

Luna buru-buru berdiri dan memegang pancingnya.

Lho, rasanya agak berat! Ini apa-apaan sih?!

Mungkin kamu dapet ikan yang besar.

Karena dia tampak goyah, jadi aku juga ikutan memegang pancing dan membantu memutar kerekannya.

“Kalau sampai lepas bagaimana ini~...

Ayo kita tarik pelan-pelan.

Karena kami berdua memutar kerekannya bersama-sama, tanganku jadi bersentuhan dengan tangan Luma. Jantungku berdebar-debar. Aroma bunga atau buah-buahan bercampur dengan aroma laut.

Di saat seperti itu...

Ini pertama kalinya kita bekerja sama...

Luna menatapku dengan jarak yang begitu dekat sampai-sampai dia mungkin bisa menciumku dan bergumam nakal.

Wajahku terpantul di matanya yang besar.

Eh...

Karena gugup, tanganku berhenti sejenak ketika memutar kerekan pancing.

Di bawah cahaya matahari yang bersinar terik, Luna yang tersenyum lembut dan menatap ke arahku bagaikan dewi yang begitu cantik dan berharga.

Aku merasa sangat bahagia. Aku tidak tahu sudah berapa kali aku merasakan hangatnya tangannya yang bertumpuk dengan tanganku, tapi suhu tubuhnya selalu mencekik dadaku dengan sesak.

Otakku terasa mati rasa, tenggorokanku tiba-tiba kering, dan suaraku tidak nisa keluar dengan baik.Ini pertama kalinya kita bekerja sama... Dengan suara yang agak serak, aku mengulangi kata-kata Luna.

Kalau dipikir-pikir, pose ini mirip dengan adegan pemotongan kue pernikahan yang biasa terlihat di TV... Pipiku jadi terasa panas saat berpikir seperti itu.

Luna terlihat senang menikmati reaksiku ini, lalu menyeringai.

Cuma bercanda!

Senyuman sang dewi pun pecah seperti percikan air, membuatku teringat bahwa musim itu kembali datang.

Ternyata aku masih bukan tandingannya.

 

Dari situ, dimulailah waktu yang menyenangkan.

Nikoru, umpanmu dapet ikan lagi!

Seriusan?

Nisshi juga!

Ah, benar juga!

Saat menurunkan pancing, ikan langsung menggigitnya.

Lama-kelamaan aku terbiasa dengan umpan hidup, dan bisa memasukkan kait dan memotongnya tanpa emosi apa pun.

Hei!

Tiba-tiba, Tanikita-san berteriak dengan suara keras.

Apa-apaan sih? Benang-benangnya jadi kusut, tau!

Dia berteriak keras kepada Icchi dengan wajah yang memerah.

I-Itu karena aku juga dapat ikan, jadi aku mau menariknya...

Icchi membela diri dengan suara pelan.

Ketika aku melihat pancing mereka berdua, benangnya saling terlilit di udara.

Ah, kelihatannya kusut. Tunggulah sebentar ya, aku akan mencoba membantu...

Mao-san mencoba mendekati mereka dan hendak membantu, tapi mereka berdua justru...

Kamu ini bodoh ya?! Jangan bergerak! Tu-Tunggu, be-benangnya malah jadi semakin kusut! Dasar mesum! Cabul!

Bukan, aku cuma mau membantumu..."

Hei, apa yang kamu lakukan?! Cepat menjauh! Kalau sampai terjerat begini... Kalau kita terjerat... Ak-Aku bisa hamil!

Ketika wajahnya yang memerah seperti kehabisan napas, Tanikita-san berteriak ke laut lepas.

Hah...?

Icchi juga langsung memerah dan kehilangan kata-kata.

Tunggu, benang pancing bisa hamil? Dunia Tanikita-san memang tidak bisa kupahami.

Oke, aku akan mencoba melepaskannya, jadi tenanglah dulu kalian berdua.

Lalu Mao-san datang dan mulai melepaskan benang pancing mereka.

Ah, Luna! Tolong gulung pancingku ya, karena umpanku juga dimakan ikan!

Baik!

Sementara itu, Tanikita-san dan Icchi terdiam dengan wajah memerah.

...

...

Nah, sekarang sudah terlepas. Lain kali hati-hati ya."

Setelah berhasil dilepaskan, dua buah benang pancing itu kembali diserahkan kepada mereka berdua. Mao-san pun pergi, dan kedua benang itu, yang sudah diberi umpan, kembali diturunkan ke laut.

...

...

Tanikita-san dan Icchi duduk dengan saling membelakangi, memperhatikan pancing masing-masing.

...Anak muda memang enak ya.

Melihat suasana di atas kapal yang mendadak sunyi, Mao-san bergumam mengejek.

 

“Cuacanya lumayan panas juga ya...

Menjelang tengah hari, Luna mendongak ke langit dan menyipitkan matanya.

Suasana ‘panen ikan’ sudah mulai mereda, kami pun berdiri santai menunggu ikan yang memakan umpan.

Benar-benar panas ya...

Aku menggelengkan kepala saat memancing di laut.

Di atas laut, tidak ada sesuatu yang bisa menghalangi sinar matahari, dan semakin mendekati tengah hari, tidak ada lagi bayangan di seluruh bagian kapal, membuat wajahku seperti dibakar oleh sinar matahari langsung dan pantulan cahaya laut yang berkilau. Aku memang membawa topi dan kacamata hitam (pinjaman dari ayah untuk golf) yang disarankan Mao-san lewat Luna, tapi kurasa aku akan terbakar seperti orang yang baru pulang liburan.

Ah, aku sudah tidak kuat, bahkan pakai tabir surya pun tetap akan terbakar.

Luna terlihat tidak tahan, lalu melilitkan handuk ke wajahnya. Dia juga memakai topi dengan pinggiran lebar (yang disebut topi ember) untuk menutupi wajahnya, serta kacamata hitam.

Warna kulit putihnya sudah menghilang total dari wajah Luna, sehingga sulit mengenali siapa dia pada pandangan sekilas.

Wah, Lunachi, seram!

Tapi, keren juga ya! Aku juga mau coba!

“Bukannya kamu sudah menjadi gadis gyaru berkulit kecoklatan, Nikorun?

Bukan, kulitku cuma gampang terbakar. Bahkan di salon pun tidak bisa sehitam ini.

Ah iya.

Sambil mengobrol demikian, Yamana-san dan Tanikita-san mengeluarkan handuk mereka dan meniru gaya Luna.

Lho, Nikoru dan Akari juga parah! Apa-apaan itu?

Luna tertawa terbahak-bahak melihat keadaan mereka berdua.

Tidak, kamu juga terlihat sama sekarang.

“Seriusan?!

Luna menyalakan kamera ponselnya ke kamera depan.

“Wah iya, benar juga~! Hahaha.

Hei, ayo kita foto bertiga!

Tanikita-san berkata dan berjalan mendekat.

Mencurigakan banget! Nggak mau! Perutku sakit nih.

“Nee~, nee~, Marimero juga... Lho, dia udah melakukannya!

Saat mendengar seruan Tanikita-san, aku melihat ke arah Kurose-san, dan ternyata dia juga sudah berpakaian seperti itu.

Lho, rasanya enggak asli banget! Duhh hentikan itu, Maria!

Luna tertawa melihat penampilan kembarannya.

Topi Kurose-san adalah topi jerami yang dianyam seperti renda putih, dengan pita dan bunga imitasi yang memberi kesan anggun. Ditambah kacamata hitam berbingkai merah berbentuk hati, serta handuk bergambar karakter, membuatnya menjadi orang yang sangat mencurigakan.

“Ma-Mau bagaimana lagi, kan? Aku hanya punya kaca hitam baru saja sebagai suvenir!”

Tapi kamu juga punya handuk!

Aku hanya membeli handuk dengan motif idolaku!"

Itu merchandise dari konser Yumepuri, kan? Aku tahu karena temanku di Twitter mempostingnya~.

Benarkah? Siapa yang jadi idola teman Akari-chan?

Hmm, aku lupa, entah namanya Yuu-kun atau Maa-kun..."

“Itu siapa!? Orang seperti itu tidak ada tau!?”

Haha lucu banget, Akari juga suka banget ngomong sembarangan ya."

Jangan samakan aku dengan Nikorun! Aku tidak bisa mengingat idola teman-temanku di genre lain!

Hahaha!

Luna tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Meskipun biasanya mereka terlihat anggun, percakapan yang semakin memanas ini sungguh absurd.

“Uwahh, apa-apaan itu?

Nisshi melihat Yamana-san dengan wajah terkejut.

...Tapi mungkin yang begitu lebih mudah untuk diajak bicara.

Di sisi lain, Icchi bergumam dengan suasana hati yang depresi.

Haha

Tanpa sadar, aku juga ikut tertawa.

Rasanya menyenangkan, pikirku.

Bersama pacarku, teman-temannya, dan teman-temanku.

Di hari libur satu-satunya tanpa ada jadwal les di bimbel.

Dengan matahari yang bersinar terik dan lautan lepas di depan mata.

Aku ingin waktu ini terus berlanjut lebih lama.

 

♧♧♧♧

 

Sebelum sore tiba, kami kembali ke darat dan pergi ke rumah Sayo-san, membawa hasil tangkapan ikan kami.

Icchi yang paling sedikit mendapat lima ekor, sementara Yamana-san yang paling banyak mendapat hampir dua puluh ekor. Jika digabung, jumlah ikan yang kami tangkap cukup banyak.

Nah, sashiminya sudah siap~

Sayo-san membawakan hidangan sashimi yang dibuat dari ikan yang disiapkan Mao-san di dapur.

Dan ini ikan yang dimasak

Ini adalah masakan buatan Sayo-san.

“Nek Sayo, biar aku yang bawa!

Aku juga mau membantu

Luna dan Kurose-san bergerak cepat untuk membawa makanan.

Ak-Aku juga akan membantu...

Aku juga ikut berdiri, meskipun agak terlambat. Dengan begitu, persiapan untuk makan malam lebih awal hari ini selesai.

Bersulang!

Kami mengangkat gelas berisi cola dan teh, menandai dimulainya pesta.

Masih ada banyak ikan yang harus diolah, jadi Mao-san dan Sayo-san masih terus memasak di dapur.

Meja makan di ruang makan-ruang tamu beralaskan tatami ini tidak berubah sejak musim panas tahun lalu, saat kami berkumpul di sini setiap pagi dan malam. Dengan jumlah kami yang sekarang, ruangan ini terasa sedikit sempit.

Hmm~!

Luna segera memakan sashimi dan memegangi pipinya.

Ikan yang kita tangkap sendiri memang enak, ya!

“Jadi kamu tahu mana potongan ikan yang kamu tangkap sendiri, Luna?

Dikomentari oleh Kurose-san, wajah Luna berubah datar.

Hmm... entahlah.

Di piring terhidang sekitar tiga ekor ikan kerapu yang telah dibersihkan dari sisik dan dikeluarkan dagingnya untuk dijadikan sashimi, menghilangkan ciri khasnya saat masih hidup.

Hanya pakai perasaanku saja?

Ahahaha, Luna menjawab sambil tertawa.

Aku hidup berdasarkan feeling! Tapi aku cukup yakin kok!

Dasar Luna...

Kurose-san tertawa maklum. Rasanya sungguh mengharukan melihat hubungan mereka kembali akrab seperti dulu.

Di sampingku, Icchi dan Nisshi makan dalam diam, tampaknya mereka gugup berada di rumah orang lain. Aku juga pasti akan sama jika tidak pernah datang ke sini tahun lalu.

Kali ini juga Oni-gyaru masih tidak terkalahkan juga, ya...

Aku ikut-ikutan merasa memancing juga, tapi ternyata hasilnya nol.

Hasil tangkapan Nisshi hanya enam ekor, tidak jauh berbeda dengan Icchi. Sepertinya karena Nisshi sibuk mengurus Yamana-san, jadi ia sendiri tidak bisa memancing maksimal.

Tapi pas di babak kedua, kalian berdua malah bersikap dingin.

Kemudian, Yamana-san yang duduk di sebelah Nisshi, tiba-tiba mulai menggodanya.

Iya, di akhir-akhir, semua anak cowok bahkan enggak mau kontak mata saat kami berbicara.

Responnya juga cuek.

Nisshi menjadi panik ketika ditatap tajam oleh Yamana-san dan Tanikita-san.

Habisnya, kalian semua pakai kacamata hitam, jadi kami nggak tahu ke mana kalian lihat...

“Kami bahkan tidak bisa melihat wajah kalian, dengan penampilan seperti itu...

Icchi menimpali dengan bergumam pelan.

Mendengar hal tersebut, Yamana-san menaikkan alisnya.

Ahh~, jadi kalian dekat dengan kami hanya karena tertarik dengan wajah cantik kami, ya.

“Dasar cowok, mereka semua sama saja!

Tanikita-san langsung menyetujui.

Mungkin sebaiknya kami selalu berpenampilan seperti itu ya?

Cowok-cowok tuh kalau ceweknya nggak imut, mereka enggak mau berteman.”

Yah, itu wajar 'kan...

Icchi tanpa beban mengungkapkan pendapatnya.

Tiba-tiba, aku merasa ada tatapan intens dari samping. Aku mengalihkan pandanganku dan mendapati Luna menatapku lekat dengan kedua mata melebar.

...Ryuuto juga begitu?

Eh?

Ketika aku masih terkejut, Luna memiringkan kepalanya dan menatapku dengan sorot mata memelas.

“Jadi bagaimana?

Eh... Anu...

Apa yang ingin ditanyakan Luna? Apa soal hanya tertarik dengan wajah cantik yang disebutkan Yamana-san?

Hmm...

Setelah berpikir sejenak, aku membuka mulutku.

... Memang, jika kamu selalu berpenampilan seperti ini sehari-hari... mungkin aku tidak akan menyukaimu...

Aku berbicara dengan suara pelan supaya hanya Luna yang bisa mendengarnya, karena Icchi dan Nisshi berada di dekatku.

Tapi aku sudah... menyukaimu, Luna... jadi, tidak peduli kamu berpenampilan seperti apa pun, aku tidak akan bersikap dingin... padamu.

Memang benar kalau aku lebih senang jika dia menunjukkan wajah manisnya padaku.

... Tapi, jika kamu merasa aku bersikap dingin, maafkan aku.

Luna menggelengkan kepalanya ketika mendengar kata-kataku.

Tidak. Aku tidak pernah berpikir begitu.

Dengan pipi yang sedikit merah merona, Luna tersenyum padaku.

Ryuuto selalu baik hati.

...

Suasana di antara kami berdua dipenuhi oleh suasana manis, membuatku merasa geli dan malu di hadapan orang lain.

Pada saat seperti itu,

“Enak ya. Aku jadi merasa iri.

Kurose-san, yang berada di samping Luna, berkata sambil memandang kami.

Kurose-san tersenyum. Tidak ada sedikit pun ekspresi canggung di wajahnya, malah dia menyipitkan matanya seolah-olah terpesona.

Aku juga ingin memiliki pacar seperti Kashima-kun suatu hari nanti.

...

Aku tidak bisa mengatakan apa-apa, dan bahkan tidak bisa menjawabnya. Sepertinya Luna juga merasakan hal yang sama.

Lalu, Nisshi, yang tampaknya mendengarkan percakapan, tiba-tiba mendekat ke arah kami.

Apa Kasshi itu pacar yang baik? Dia 'kan KEN Kids?

Padahal ia sendiri juga termasuk dalam kelompok itu, tapi ia malah mengatakan hal tersebut.

Namun, Luna mengangguk dengan tulus.

Iya, mungkin saja... Bagi gadis-gadis lain, ia bukan pacar yang terlalu baik."

Aku ingin memprotes, Hei, aku sudah menyadarinya sendiri!, tapi saat melihat Luna, dia memiliki senyum bahagia di wajahnya.

Tapi, aku sangat menyukainya. Tidak ada yang bisa menggantikannya, orang yang paling berharga bagiku di dunia ini.

Luna mengatakan itu dengan nada yang terdengar seolah-olah seperti menyatakan suatu kebenaran yang umum.

...

Alis Kurose-san sedikit berkerut. Mungkin dia mengingat sesuatu yang menyakitkan.

Luna memandang adik perempuannya itu dengan senyum lembut.

Jadi itulah sebabnya, Maria pasti akan bertemu dengan orang yang tepat untuknya suatu hari nanti. ... Aku yakin itu.

Ekspresinya dipenuhi dengan kasih sayang, sosoknya tampak seperti seorang dewi yang turun dari khayangan...

"... Iya.

Setelah jeda yang cukup lama untuk merenungkan kata-kata kakaknya, Kurose-san mengangkat wajahnya dan berkata sambil tersenyum.

Semoga saja suatu hari nanti, aku berharap bisa bertemu dengan seseorang yang seperti itu.

Kurose-san bergumam dan tersenyum, dan meskipun aku merasa ada sesuatu yang bersinar di matanya, dia segera memalingkan wajahnya dari kami.

Tapi, semangat positifnya tetap tersampaikan.

Karena dia bahkan mulai membicarakan tentangku, hal yang tidak pernah dia lakukan selama karyawisata sekolah dulu.

Saat kami semua kembali menikmati makan malam dalam suasana yang menyenangkan, Nisshi tiba-tiba melihat ke samping dengan gelisah.

... Apa Nikoru belakangan ini sering bertemu dengan 'Senpai'?

Hm?

Yamana-san yang sedang memisahkan ikan panggang dengan sumpitnya, berhenti bergerak ketika diajak bicara.

... Tidak. Akhir-akhir ini sepertinya ia sibuk menyesuaikan diri dengan les tambahan barunya, dan selama liburan ia juga ada kelas intensif, jadi aku tidak mau mengganggunya.

“Hmm, begitu ya....

Meskipun ia menjawab dengan nada tidak peduli, tapi raut wajahnya memancarkan rasa lega dan kebahagiaan, jadi kurasa perjuangan Nisshi masih sangat panjang.

Omong-omong,

Yamana-san mulai berbicara lagi sambil kembali menyentuh ikan gorengnya dengan sumpit.

Hari ini... benar-benar, terima kasih. Itu sangat membantu.

Dia berkata sambil sesekali melirik ke arah Nisshi.

Wajah Nisshi tiba-tiba memerah, dan ia mengalihkan pandangannya dari Yamana-san.

Ah... ti-tidak... itu bukan apa-apa...

Melihat Nisshi yang gugup saat diberi ucapan terima kasih oleh gadis yang disukainya, aku berpikir bahwa ia memang masih perjaka.  Padahal di atas kapal, aksinya terlihat begitu keren.

Mm.”

Lalu, Yamana-san mengulurkan tangannya ke arah Nisshi. Tangan yang tidak memegang sumpit. Pandangannya tertuju pada piring kosong yang ada di depan Nisshi.

“Sini, pinjamkan! Aku akan mengisinya untukmu. Atau apa kamu tidak membutuhkannya?

Eh...?

Akhirnya Nisshi mengerti maksud Yamana-sam meskipun terlambat, dan segera menyodorkan piringnya.

Ti-tidak, ini! Aku butuh!

Nisshi engan tergesa-gesa menyerahkan piringnya, Yamana-san pun mengisinya dengan ikan goreng dan beberapa sayuran rebus sambil tertawa kecil.

"Eh?! Tu-Tu-Tu-Tunggu sebentar!!

Tiba-tiba, Tanikita-san berseru dengan wajah memerah dan menatap Icchi yang duduk di seberang meja.

Ap-Apa...?

Icchi terlihat gugup.

I-Itu, gelas minumku... tau?!

Eh?!

Icchi mengalihkan pandangannya ke gelas berisi cola yang sedang dipegangnya.

Ta-Tapi, itu kan sudah ada di sini...

Saat piring berisi shoyu datang, aku memindahkan gelasnya ke situ! Jadi itu punyaku!

Eh?! Ah...!

Sepertinya pada saat itulah Icchi baru menyadari bahwa gelas yang dia gunakan ternyata milik Tanihoku.

“Ya, tidak masalah, ‘kan? Ciuman tidak langsung juga tidak apa-apa, 'kan? Kamu juga tidak keberatan, 'kan? Kenapa kamu tidak jujur saja, Akari.

Saat Yamana-san mengatakan ini dengan kaget, wajah Tanikita-san menjadi semakin merah.

“Ap-ap-ap-ap-ap-ap-apa?! Ci-ci-ci-ci-ci-ciuman tidak langsung?!

Dia mengeluarkan suara memekik aneh seperti binatang dan mulutnya membuka-tutup.

“Kamu ini ngomong apaan sih, Nikorun!? Tentu saja aku tidak mau! Dengan orang cabul, aneh, dan mesum ini—!

“Ca... cabul...!?

Icchi terus menerima makian yang sangat buruk di atas kapal. Ia tidak tahu harus berbuat apa, lalu mengambil gelas dan memandang ke sana-kemari.

Hei, ayo makan tempura kismis, masih hangat nih~

Di saat itu, Mao-san datang dari dapur membawa piring.

"Ki-kissu!?

Tanikita-san kembali berteriak histeris.

“Ohohohoho...

Tiba-tiba, Sayo-san yang duduk di sudut ruangan, tertawa terbahak-bahak melihat kami.

 

Pesta setelah kegiatan memancing perdana terus berlanjut hingga malam tiba.

 

♧♧♧♧

 

Menjelang akhir Mei, saat cuaca mulai menunjukkan tanda-tanda datangnya musim hujan, aku dan Luna kembali mengunjungi Akuarium Sunshine.

Wah, semuanya terlihat ceria hari ini!

Luna tersenyum cerah saat melihat penguin terbang di sudut luar.

Pagi hari Sabtu pagi setelah hujan. Aku masih harus menghadiri les sore nanti. Setelah menjelajahi seluruh area akuarium, kami makan siang di teras kafe yang berada di area luar.

Angin yang berhembus membuat udara yang sedikit lembap terasa nyaman. Tanpa sadar, sekarang sudah cukup hangat untuk bisa berada di luar dengan mengenakan baju lengan pendek.

Kami berdua masing-masing menikmati pasta segar yang disajikan dalam wadah kertas.

... Fukusato-san ternyata orang yang lebih baik dari yang aku pikirkan.

Luna tiba-tiba berkata pelan sembari menghentikan gerakan menggulung pasta.

... Begitu ya...

Karena aku tidak bisa menemukan jawaban yang tepat, Luna mengangkat wajahnya untuk menatapku.

Dia bilang 'Kamu tidak perlu menganggapku sebagai ibu, tapi aku akan merasa senang jika kamu menganggapku menjadi temanmu' Jadi aku memutuskan untuk memanggilnya 'Misuzu-san' dengan nama kecilnya. Lalu aku juga dengar kalau di masa SMA-nya dia pernah jadi gadis gyaru, jadi kami mengobrol seru tentang tren fashion anak gaul jaman dulu.

Tersirat senyum tipis di wajahnya saat mengatakannya.

“Jadi begitu ya..."

Akhirnya, aku pun tersenyum tulus.

Baguslah...

Aku sungguh-sungguh berpikir demikian.

Perlahan aku memasukkan pasta yang berulang kali tergelincir dari garpu plastik karena berminyak ke dalam mulutku.

 

Setelah selesai makan, kami kembali melihat penguin.

Ah, ada pelangi!

Luna berseru dengan kaget.

Di seberang akuarium, melintang dari satu gedung ke gedung lain, terbentang sebuah pelangi di langit setelah hujan.

Benar juga.

Indah sekali~

Luna menyipitkan mata dengan takjub seraya menatap akuarium.

... Tadi aku teringat,

Setelah diam sejenak, Luna perlahan-lahan membuka mulut.

“Ketika aku masih kecil dulu, aku ingin sekali bisa terbang.

Dia tersenyum padaku sebentar, lalu kembali menatap akuarium.

"Aku ingin menjadi sosok yang berbeda, sesuatu yang membuatku bersemangat, seperti penyihir atau tuan putri.

Sorot matanya yang menerawang menunjukkan kerinduan akan masa kecilnya.

Tapi setelah agak besar, aku mulai bermimpi ingin menjadi istri seseorang dan ibu, seperti ibuku... Meskipun itu masih impian yang belum bisa kucapai sekarang.

Luna tersenyum malu-malu, lalu ekspresinya berubah menjadi sendu dan cemas.

Aku bertanya-tanya, bagaimana caranya orang-orang menemukan apa yang mereka inginkan?

Mungkin Luna membayangkan wajah Yamana-san, Tanikita-san, atau Kurose-san yang sudah menemukan tujuan mereka.

Apa itu memang sudah ada dalam diri kita sejak lahir? Kenapa aku sampai sekarang belum bisa menemukannya?

Bibirnya terbuka seakan terengah-engah saat dia menengadah memandang langit.

Waktu kita memancing, aku berpikir, meskipun mereka semua bercanda-canda, tapi mereka sudah menemukan jalan mereka sendiri. Jadi apa aku pantas ada di sini, bersenang-senang bersama mereka? Mungkin aku tidak pantas melakukan itu...

Menyadari bahwa bahkan di hari-hari menyenangkan itu, Luna memiliki pergolakan batin seperti itu, membuatku sedikit merasa sesak.

... Kurasa itu boleh-boleh saja,

Walaupun aku tidak bisa mengatakan hal yang tak bertanggung jawab, tapi aku ingin menyemangatinya.

Kamu 'mencoba menjadi sesuatu untuk sementara', kan, Luna?

“Iya...

Luna mengangguk ragu-ragu.

Tapi aku bahkan tidak tahu aku ingin mencoba menjadi apa....”

Aku juga sama. Sekarang aku sedang belajar untuk masuk universitas, tapi aku belum memutuskan apa yang akan kulakukan setelahnya.

Bahkan aku masih belum memilih jurusan yang pasti, dan aku sering meragukannya.

Dibandingkan denganku, kamu sudah mulai bekerja di toko kue, bukan? Aku merasa kagum padamu.

Sosok Luna yang sudah melangkah keluar menuju masyarakat, terlihat begitu cemerlang di mataku yang hanya belajar untuk diri sendiri.

Iya, aku suka melayani pelanggan. Tapi apa aku cocok jadi penjual kue ya? Aku suka makanan manis, tapi sama sekali tidak tahu banyak tentang jenis-jenis kue, jadi kadang bingung kalau ditanyai pelanggan...

Luna menunduk saat mengatakannya.

“Pada akhirnya, ini cuma 'main-main' saja. Apa yang harus kulakukan sekarang...

...

Apa itu masih belum cukup?

Sebenarnya, apa yang diinginkan Luna?

Orang yang sejak kecil bersungguh-sungguh berlatih untuk menjadi pemain bisbol dan akhirnya mewujudkan impiannya menjadi pemain profesional yang memecahkan rekor Jepang di dalam Liga Utama, mungkin bisa benar-benar puas dengan pekerjaannya.

Jika kamu merasa bahagia dengan itu, kurasa itu tidak masalah.

Tapi aku tidak tahu, pekerjaan apa yang bisa membuatku merasa bahagia...

Luna menatap akuarium ikan saat membalas perkataanku.

Bahkan jika aku menemukan sesuatu yang aku inginkan, itu mungkin hanya ilusi... Atau jangan-jangan, bukannya terbang, tapi hanya berenang di dalam akuarium ini?

Pada saat-saat seperti ini, Luna terlihat begitu serius dan murni.

Impian yang dibayangkannya pastilah ideal dengan kemurnian yang tinggi.

Meskipun begitu, jika kamu bisa merasakan kebahagiaan kecil dari pekerjaan itu, kurasa itu sudah bisa disebut bahagia.

...

Wajah Luna masih tampak murung.

Penguin yang berenang menembus pantulan pelangi di akuarium, tidak peduli dengan kegelisahan manusia, bergerak dengan anggun.

... Kurasa para penguin itu pasti merasa sudah mewujudkan impiannya,

Sambil memperhatikan ekspresi tenang penguin yang lewat, aku pun berkata.

Yaitu 'aku berhasil terbang di langit'.

Eh...?

Luna sedikit mengangkat wajahnya, menatapku dengan heran.

Mungkin itu hanya kebahagiaan di dalam kotak, tapi kebahagiaan itu tidak harus sesuatu yang besar... Akhir-akhir ini aku berpikir, mungkin kebahagiaan justru bisa ditemukan dalam hal-hal kecil seperti itu.

Aku kemudian mengingat momen di mana aku memancing bersama Luna di atas kapal.

'Kebahagiaan' itu datang dalam 'momen-momen yang sederhana’, kan?

Meski kebahagiaan kecil yang muncul tiba-tiba akan segera tertelan oleh kejadian-kejadian lain dalam kehidupan sehari-hari.

Bahkan jika seseorang berada dalam lingkungan yang sangat diuntungkan, jika hal tersebut sudah menjadi rutinitas, kepekaan untuk merasakan kebahagiaan akan semakin berkurang.

Luna menatapku lekat-lekat, mendengarkan perkataanku dengan seksama.

Tapi sesekali, ada momen-momen kebahagiaan yang luar biasa... dan karena ada momen-momen seperti itu, aku bisa terus menjalani kehidupan sehari-hari.

Aku mulai kehilangan kejelasan dalam pembicaraan, dan aku panik lalu terdiam.

Saat melihat akuarium, para penguin masih berenang dengan tenang seperti biasa.

Aku pikir para penguin itu setiap pagi berpikir, Saat mereka membelah dinginnya air di bawah langit biru, dan pada saat itu, untuk sesaat.... aku merasa sedang terbang!'

Luna membelalakkan matanya sedikit, lalu mendongak menatap akuarium dengan terkejut.

Bahkan orang-orang yang sudah mewujudkan impian kecil mereka sejak kecil pun, tidak selalu mendapatkan kesenangan dalam pekerjaan mereka.

Aku tahu bahwa aku yang bahkan belum pernah bekerja paruh waktu pun, tidak memiliki kekuatan persuasi saat mengatakan hal ini.

Tapi, keajaiban [berpacaran dengan Shirakawa Luna] terjadi dalam hidupku.

Aku bisa berpacaran dengan Luna... Pada awalnya aku selalu berdebar-debar melihat setiap gerak-geriknya, merasakan semangat di setiap momen. Semuanya tampak begitu bersinar.

Kemudian ada masalah dengan Kurose-san, dan sempat ada ancaman perpisahan.

Tapi, meskipun tidak selamanya menyenangkan, satu tahun berpacaran dengan Luna merupakan kebahagiaanku.

Jadi menurutku, mempertanyakan situasi saat ini atau berjuang, itu juga bagian dari kebahagiaan.

Akhirnya, senyum Luna merekah.

“....Begitu ya.

Dia mengangguk dalam-dalam seolah memahaminya, lalu mendongak ke akuarium.

Jadi, penguin-penguin ini 'sedang terbang', ya?

Dia bergumam dengan nada sungguh-sungguh.

Mereka pasti terkejut juga. Kurasa mereka tidak pernah menyangka hari di mana mereka benar-benar bisa terbang akan tiba.

Luna menatapku dan berkata sambil tertawa, kemudian dia dengan ringan menundukkan kepalanya.

Aku ingin memiliki cinta sejati seumur hidup. Tapi setelah berpacaran dengan beberapa orang, entah kenapa aku mulai berpikir bahwa cinta sejati mungkin tidak ada di dunia ini, atau jika ada, itu akan di luar jangkauanku.

Dia sedikit demi sedikit bercerita, lalu mendongak lagi.

Lalu pada saat itu, Ryuuto menyatakan cintanya padaku.

Dia menatapku dengan mata bersinar, terlihat bahagia.

Aku sangat bahagia berpacaran dengan Ryuuto, tapi di dalam hatiku, aku berpikir, 'Kebahagiaan ini mana mungkin bisa berlangsung selamanya.'

Dia sedikit menggigit bibirnya, lalu melanjutkan.

Jadi, ada kalanya aku hampir menyerah pada Ryuuto...

Luna tertawa pahit, lalu menatapku. Wajahnya tampak lega dan segar.

Tapi belum lama ini... suara di kepalaku sudah menghilang. Aku akhirnya bisa tulus berpikir, 'Aku benar-benar telah mendapatkan cinta impianku.' Mimpi yang seperti khayalan itu, benar-benar terjadi dalam hidupku.

“Luna...

Tapi, itulah sebabnya...

Luna sedikit mengerutkan alisnya.

Aku mungkin saja seenaknya memutuskannya sendiri karena berpikir, 'Aku sudah sebahagia ini, tapi aku menjadi serakah dan Tuhan tak akan mengabulkannya jika aku memiliki impian yang lain.'

Lalu, dia menatapku dengan wajah bermasalah.

“Aku harus bagaimana?

Hah?

Sejak berpacaran dengan Ryuuto, aku menjadi gadis yang sangat serakah. Sampai-sampai aku merasa seperti akan kena hukuman...

...

Aku tersenyum menenangkan ke arahnya.

“Jangan khawatir, tenang saja. Karena selama ini... kamu sudah berjuang keras.

Aku tak ingin membuatnya teringat akan masa lalu yang menyakitkan, jadi aku menyemangatinya.

Ryuuto...

Sekilas, ada sesuatu yang bersinar di matanya, tapi kemudian Luna kembali tersenyum cerah.

Begitu ya. Kalau begitu... aku akan percaya pada Ryuuto, dan mencoba menjadi gadis yang serakah.

 

Kami berjalan berdampingan menuju tempat sekolah bimbel dengan bergandengan tangan.

Di jalan Sunshine sebelum matahari terbenam, ada banyak keluarga dan anak muda yang sedang kembali ke rumah atau menuju untuk makan.

Langit senja terlihat sangat cerah, dan jalan yang kami lalui terasa hangat terkena sinar matahari sore.

“Oh iya, soal Orido-san.

Tiba-tiba, Luna memulai obrolan dengan nada santai.

Katanya, selain bekerja di Chandfleur, dia juga punya pekerjaan paruh waktu di bidang fashion, tapi dia berencana mau berhenti karena mau berburu pekerjaan.

Orido-san adalah senior rekan kerja paruh waktu Luna di toko kue. Saat pertama kali bertemu dengannya, aku merasa dia terlihat modis, mungkin itu karena dia juga bekerja di bidang fashion.

Setelah dia memberikan kejutan ulang tahun untukku, Luna menjadi akrab dengan Orido-san, dan kadang mereka pulang bersama untuk minum teh.  Orido-san katanya dua tahun lebih tua, dan masih bersekolah di perguruan tinggi.

Lalu, Orido-san bilang, 'Kalau Luna-chan mau, aku bisa merekomendasikanmu bekerja di sini. Merek kami agak bergaya 'gyaru', jadi kurasa itu akan cocok denganmu.'

Oh, jadi begitu ya.

Aku terkejut dengan perkembangan yang tiba-tiba ini. Aku tidak pernah menyangka kalau dia mendapat tawaran seperti itu.

“....Jadi, bagaimana? Mau coba kerja di sana?

Saat aku bertanya, Luna menengadah ke atas seraya berpikir dalam-dalam.

...Hmmmm, mungkin aku akan mencobanya.

Dengan pipinya yang sedikit merona terkena sinar matahari sore, Luna bergumam pelan.

Ternyata aku memang menyukai fashion ya. Setelah bekerja di toko kue dan mendapat kepercayaan diri dalam melayani pelanggan, aku benar-benar bersemangat saat mendapat ajakan. Mungkin saja aku tak berbakat, dan nanti bisa jadi aku akan merasa sangat sedih, tapi sekarang aku ingin mempercayai rasa bersemangat ini.

Begitu ya.

Jika Luna sudah memutuskan demikian, aku hanya bisa memberinya dukungan sepenuhnya.

“Aku berharap kamu bisa menikmatinya.

Aku menguatkan genggaman tangan kami dengan semangat.

Ya!

Luna menatapku dengan pandangan mata yang berbinar.

...Apa aku bisa terbang juga?

Aku memperhatikan kedua matanya yang penuh harapan, namun juga sedikit khawatir, lalu mengangguk mantap.

Kamu pasti bisa terbang.

Kehangatan di dalam genggaman tangan kami, yang sudah hampir satu tahun, terkadang masih membuat jantungku berdebar.

Ayo kita terbang bersama.

Saat aku mengucapkan itu dengan penuh keyakinan,

Aspal di jalan raya yang ramai terlihat bagaikan landasan pacu.

 

Kapan terakhir kali aku bermimpi untuk terbang?

Saat masih kecil, aku sering memimpikannya, tapi entah sejak kapan, alam bawah sadarku seolah terbelenggu oleh beban gravitasi.

Bukan hanya Luna saja yang akan terbang.

Aku juga yang setiap hari berjuang menghadapi meja belajar, demi menemukan diriku yang belum kukenal.

Demi masa depan kami berdua.

 

Dengan begitu, sudah hampir dua bulan berlalu sejak kami menjalani tahun terakhir di SMA, meninggalkan jejak kebahagiaan di kehidupan sehari-hari.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama