Chapter 1 — Seorang Putri Bangsawan Yang Datang Untuk Belajar Di Luar Negeri Memulai Pelatihannya Sebagai Istri
(Sudut
Pandang Souta)
Saat aku menunggu di lapangan tenis, Lily
dan Misato akhirnya datang.
“Kalau
begitu, aku ke sana dulu. Sampai nanti lagi.”
Setelah
mengatakan itu, Misato pergi menuju lapangan yang
digunakan klub tenis putri.
Setelah melihat sosok Misato yang semakin menjauh,
Lily bertanya padaku.
“Bukannya
dia anggota klub tenis?”
“Misato
masuk klub tenis putri.”
“...Memangnya itu apa bedanya?”
Di
sekolah kami ada tiga klub tenis: tim tenis putra, tim tenis putri, dan kllub tenis.
Klub
adalah untuk yang 'santai', sedangkan tim untuk pemain yang 'serius'.
Sekolah
kami adalah sekolah menengah atas terpadu yang besar dengan fasilitas memadai,
jadi pembagian seperti ini bisa dilakukan. Selain itu, siswa juga bisa
terdaftar di dua klub sekaligus, dan anggota tim lain
bisa ikut bergabung di klub tenis.
“Hmm,
begitu ya.”
“Kalau
kamu tertarik dengan pertandingan, kamu bisa bergabung dengan klub tenis putri, Lily. Mereka cukup kuat, terutama si Misato, karena dia anggota jagoan. Aku yakin kalau dia menjadi
lawan yang seru.”
“Aku akan mempertimbangkannya.”
Lily
menjawab dengan nada tidak terlalu tertarik. Tampaknya di Inggris pun dia tidak
pernah ikut kompetisi, jadi tenis hanya sekedar hobi
baginya.
"Ngomong-ngomong,
seragam itu... apa itu milikmu,
Lily?”
Lily
mengenakan seragam tenis. Tapi itu bukan seragam klub tenis putri karena desainnya telihat berbeda.
“Iya.
Bagaimana, apa ini kelihatan cocok?”
Lily
bertanya padaku sambil memegang
rok seragamnya.
Seragam
tersebut menunjukkan bentuk badan
Lily yang bagus—dengan jelas menonjolkan payudaranya yang besar dan pinggangnya
yang ramping. Apalagi,
kaki putihnya yang ramping,
menjulur dari rok pendek itu sangatlah
cantik.
Kalau
dilihat-lihat lagi, kakinya benar-benar panjang ya...
“Kamu
kelihatan imut kok. Dan juga
keren.”
Saat aku
memujinya, Lily mendengus kecil.
『Hmph, bukan berarti aku memakainya
untukmu, sih』
Aku
tahu kalau Lily tidak akan memakai seragam
ini hanya untuk kepuasanku semata.
“Yuk,
aku akan memperkenalkanmu kepada
anggota klub lain.”
“Baik.”
Aku memandu Lily ke tempat klub tenis biasa
berkumpul.
Kemudian,
aku
memperkenalkannya secara singkat
kepada anggota lain.
Berbeda
dengan tim resmi, suasana di klub tenis ini
jauh lebih santai. Tidak ada yang pertemuan formal atau
semacamnya.
Kami
langsung melakukan pemanasan untuk meregangkan tubuh,
dan mulai berlatih tenis.
Aku cukup
percaya diri dengan kemampuanku, tapi Lily bisa mengimbangiku atau malahan dia jauh lebih baik.
“Kamu masih
kuat seperti biasanya, ya.”
“Syukurlah
kamu juga tidak berubah menjadi payah, Souta.”
Saat aku
dan Lily sedang beristirahat,
kami berdua tiba-tiba mendengar suara lantang seseorang.
“Wah,
Amelia-chan, kemampuanmu lumayan hebat ya.”
Aku
menoleh ke arah suara itu, ada seorang
gadis cantik dengan seragam klub tenis putri sedang
berdiri di sana.
Rupanya itu
suara Misato.
Dia memang
anggota tim tenis putri, tapi dia juga
sering bergabung dengan klub tenis ini.
Tanpa kami
sadari, sepertinya dia sudah mengamati pertandingan kami.
“Mau
main sama aku, Amelia-chan?”
Misato
berkata dengan antusias.
Selain
mempunyai paras yang cantik, kemampuan Misato juga lumayan kuat. Dia adalah anggota jagoan tim tenis
putri yang sering tampil di turnamen.
Hanya
sedikit pemain, termasuk aku, yang bisa bertanding seimbang dengannya.
Wajar saja Misato merasa senang jika ada lawan sepadan dari kalangan
perempuan.
“...Aku
sedang main dengan Souta
sekarang.”
Tapi Lily
justru meresponnya dengan ketus.
Padahal
tadi dia kelihatan ceria beberapa saat yang lalu,
tapi sekarang dia berubah jadi cemberut.
“Oh,
begitu ya. Iya juga sih.”
Mendengar
jawaban Lily, Misato hanya mengangguk dengan ekspresi penuh pengertian.
Lalu dia
tersenyum dengan sedikit niat jahil.
『Habisnya,
jika kamu kalah di depan Souta, kamu akan merasa malu, iya ‘kan? 』
Aku sih
merasa tidak masalah jika Lily kalah di depanku.
Itulah yang kupikirkan, tapi
sepertinya Lily merasa
tersinggung.
Lily
menyipitkan matanya, lalu tersenyum dengan nada menantang.
『Mana
mungkinlah. Tapi,
apa kamu yakin? 』
『Apa maksudmu? 』
『Kamu itu pemain jagoan, kan?
Kalau kamu kalah
dari murid pertukaran pelajar yang baru datang, itu akan sangat memalukan, lho? 』
Lily mulai memancingnya dengan
bahasa Inggris. Lily sangat tidak suka kalah.
Dia tidak
akan diam saja jika dipancing seperti itu.
Dan
Misato juga...
“Haha!
...Oke, siapa takut, ayo lakukan. Akan kubuat
kamu menangis seperti keinginanmu.”
Wajahnya terlihat tersenyum, tapi tatapan matanya tidak.
Dia serius.
Melihat ekspresinya yang begitu, wajah marahnya memang mirip
ibunya...
“Apa
kalian bertengkar di ruang ganti?”
Aku bertanya
pada Misato.
Kemudian Misato malah tertawa riang.
“Bertengkar
untuk mempererat pertemanan. Itu sudah
menjadi hal yang klasik, ‘kan?”
“Ah,
begitu...”
Yah,
terserah saja. Selama Lily bisa
berinteraksi dengan orang lain selain aku, itu lebih baik.
Tapi, akan
jauh lebih bagus lagi kalau mereka bisa akrab.
※※※※
Pemain
jagoan dari tim tenis putri akan bertanding melawan murid
pertukaran pelajar.
Setelah
mendengar kabar tersebut, ada banyak penonton yang berkumpul karena merasa tertarik melihat pertandingan mereka.
Mungkin
sekitar 40% yang benar-benar ingin melihat kemampuan Lily.
Sisanya,
sekitar 60% orang idiot itu mungkin
hanya tertarik dengan penampilan Lily dan Misato dalam seragam klub.
『Silakan kamu duluan yang melakukan serve』
“Ara,
boleh nih? Kalau begitu, aku akan dapat
poin pertamanya.”
Misato
berkata sambil menyeringai.
Tapi Lily
menjawab perkataan Misato dengan
ekspresi tenang.
“Ya,
karena aku adalah seorang
bangsawan.”
Asal-usul
istilah ‘serve’ dalam tenis adalah dari ‘servant’, yang
berarti pelayan.
Pelayan
memukul bola untuk sang tuan, lalu tuan memukul balik.
Itulah
asal-usul tenis sebagai permainan kaum bangsawan.
Lily
bukan tipe orang yang
suka memamerkan status kebangsawanannya, tapi dalam konteks ini, “Aku kan bangsawan” kira-kira berarti “Karena aku kuat, jadi silakan kamu yang serve duluan.”
Tampaknya
sindiran Lily berhasil
tersampaikan dengan baik kepada
Misato.
“Oke!
Maaf ya, tapi aku takkan melayanimu!”
Setelah
mengatakan itu, Misato melempar bola dan memukulnya dengan kuat.
Seperti yang
diharapkan dari jagoan tim tenis putri.
Semua
orang pasti mengira bola itu tak terbendung.
『Ha!』
Tapi Lily
memukul balik bola itu dengan baik.
Tembakan baliknya itu
terlihat lebih cepat daripada servisnya tadi.
Misato
tak bisa membalasnya, jadi
Lily mendapat satu poin.
“Kugh...”
Misato
menunjukkan wajah frustrasi.
Sementara
Lily terlihat puas.
『Jadi ini kekuatan sebenarnya dari jagoan Jepang?
Lumayan... Payah juga』
“...Akan
kubuat kamu babak
belur.”
Ekspresi
tenangnya seketika menghilang di wajah Misato.
Lily
tersenyum mengejek, lalu memukul bolanya lagi.
Misato
memukul balik.
Lily juga
memukul balik.
Perlahan-lahan,
senyum di wajah Lily pun memudar.
『Cih』
Lily mendecakkan lidahnya kesal.
Misato
yang mencetak satu poin, tersenyum ke arah Lily.
“Berbeda
dengan orang Inggris, orang Jepang tidak akan memberikan
'servis' pada bangsawan sepertimu.”
Kamu mungkin merasa kuat, tapi itu
juga bentuk 'servis', kan?
Karena itu
tidak berlaku di Jepang.
Sepertinya
sindiran itu tersampaikan dengan baik kepada
Lily.
『...Akan kubunuh kau』
Ekspresi
Lily berubah menjadi serius.
“Gyaaaah!”
『Haaaah!!』
Pertandingan
semakin memanas, bahkan terdengar semangat mereka yang tak terlihat seperti
perempuan.
Pertarungan
yang mempmertaruhkan nama negara(?) itu
semakin rumit dan berlangsung lama.
Dan
akhirnya pada set
kelima...
『Aku menang!!』
“Ak-Aku
kalah...”
Lily yang
menang.
Lily
dengan gaya penuh semangat langsung berlari ke arahku.
『Souta!! Aku menang!! Kemenanganku ini
kupersembahkan untukmu!! 』
Liliy
mengatakan hal itu padaku sambil penuh peluh dan
ngos-ngosan.
Aku sih
tidak keberatan jika kemenangannya dipersembahkan
untukku.
『A-Ahh, ya. Selamat... Kamu memang hebat. Aku sudah yakin kalau
Lily pasti bisa menang. 』
Pokoknya, aku perlu memuji Lily.
Lily lalu
tersenyum senang.
Dia
terlihat seperti anjing yang baru mendapat mainan.
『Tolong beri
aku hadiah』
『...Hadiah?』
Meskipun
kamu mendadak meminta hadiah begitu...
Apa yang
harus kulakukan?
Saat aku sedang memikirkan hal itu, Lily
mendekatkan kepalanya padaku.
『Tolong usap
kepalaku』
『Ha-Hah? Yah,
baiklah...』
Aku
melakukan apa yang diminta dan mengusap kepala Lily. Meskipun rambut perak indahnya
basah oleh keringat, namun rambutnya tetap
berkilau dan nyaman saat disentuh.
『He-Hemph』
Sambil kepalanya dielus olehku, Lily
memandang ke arah Misato. Entah kenapa, ekspresinya
dipenuhi dengan kebanggaan.
Sementara
Misato hanya tersenyum pahit, lalu mendekat ke arah kami.
“Aku sama
sekali tidak menyangka kalau aku bisa kalah. Amelia-chan, kamu benar-benar hebat.”
『Itu semua berkat kekuatan perasaan. Aku
tidak akan kalah darimu.』
“Pfft,
begitu ya...”
Jawaban
Lily yang tidak jelas itu membuat Misato tertawa geli.
Mungkin
ada candaan di antara mereka yang hanya mereka berdua saja yang memahaminya...
“Kapan-kapan,
ayo main lagi. Lain kali, aku
tidak akan kalah lagi.”
Misato
mengulurkan tangannya pada Lily.
Lily
sempat terkejut, tapi dia lalu
menyambut uluran tangan Misato.
『Ya, tentu saja』
Pertengkaran
benar-benar bisa memperdalam persahabatan, ya...
Yah, itu
bukan hal buruk.
Saat aku
hendak meninggalkan sekolah setelah kegiatan klub, aku menerima pesan dari Misato.
Isinya “Dasar cowok playboy”.
Aku sama sekali tidak mengerti maksudnya.
※※※※
“Hari
ini ibuku akan pulang
telat, jadi aku yang akan memasak
malam ini. Kamu mau makan
apa?”
Saat
dalam perjalanan pulang, aku bertanya pada Lily.
“Souta, kamu bisa masak?”
“Yah,
lumayan.”
Meskipun
begitu, aku hanya bisa memasak makanan ala kadarnya saja.
Aku merasa
ragu apa masakanku cukup untuk memuaskan selera seorang putri bangsawan.
“Aku sangat, menantikannya.”
“Baiklah,
akan kubuat yang sederhana saja.”
Dan
sekali lagi aku bertanya
kepada Lily apa yang ingin dia makan, dan dia menjawab, 'Makanan rumahan
Jepang yang kamu kuasai'.
Kurasa malam
ini aku akan membuat yakisoba.
Ini bukan
makanan Jepang, tapi masakan rumahan Jepang.
Makanan
ini dapat dibuat dengan bahan-bahan yang sudah jadi dan hanya membutuhkan
tepung, garam, dan lada untuk membuatnya.
※※※※
Sekitar
pukul 7 malam.
Setelah
menerima pesan dari ibuku bahwa dia akan menginap di kantor kerjanya, aku mulai memasak makan malam.
Meskipun kemampuan memasakku tidak
selihai ibuku, tapi karena masakannya mudah, jadi
aku berhasil membuatnya dalam waktu sekitar 30 menit.
“Ini
enak. Aku suka rasanya.”
Untungnya
Lily ternyata menyukai yakisoba buatanku
ini. Kalau tidak salah, dia juga menyukai
makanan cepat saji di Inggris
ya. Sepertinya
dia tipe yang suka makanan 'junkfood'.
“Souta, kamu lumayan
bisa memasak juga, ya.”
Tambahan
kata 'Lumayan' itu
tidak perlu juga kali.
...Yah,
meskipun sebenarnya bumbu-bumbunya sudah tersedia di paket, jadi yang hebat
bukan aku tapi upaya perusahaan pembuat produknya.
Setelah makan dan mencuci piring, aku bertanya pada
Lily.
“Mau siapa
duluan yang mandi?”
Lily
tampak sedikit berpikir ketika
mendengar pertanyaanku.
Tapi tiba-tiba, wajahnya langsung memerah.
Dengan
malu-malu, dia menjawab.
『Anu, kalau begitu, ayo mandi bareng... 』
『...Mandi bareng? 』
Apa aku
salah dengar?
Saat aku bertanya balik, Lily langsung
menggelengkan kepalanya dengan
panik.
『Bukan apa-apa. ...Aku bisa mandi nanti』
Jadi aku
yang duluan mandi.
Karena
Lily sudah menunggu, jadi aku cepat-cepat membersihkan
diri.
Setelah mengeringkan
badan dengan handuk, aku hendak keluar dari ruang ganti...
“...Bahaya, tadi itu hampir saja.”
Ah, benar
juga, hari ini ada Lily di rumahku.
Aku tidak
bisa berkeliaran dalam keadaan telanjang.
Setelah
mengganti pakaianku dengan benar, aku meninggalkan ruang ganti.
“Maaf sudah menunggu.”
“Ya.”
Lily
masuk ke ruang ganti setelah berpapasan denganku
dan menutup pintunya.
Setelah
beberapa saat, aku merasa kalau aku mendengar
suara pakaian yang disibakkan....
Tapi
mungkin itu hanya perasaanku saja.
Meski
begitu, ketika aku membayangkan Lily dalam keadaan tanpa sehelai benang pun
di dalam sana...
...Hnetikan, lebih baik jangan membayangkannya.
Tidak
seharusnya aku berpikir seperti itu tentang teman serumah.
Aku duduk
di sofa dan menyalakan TV untuk berusaha tidak membayangkan hal yang aneh-aneh tentang
Lily.
Mungkin
sekitar 10 menit telah berlalu.
Aku
mendengar suara pintu ruang ganti terbuka.
“Aku sudah
selesai.”
“Kerja
bagus...”
Saat aku
menoleh untuk melihat Lily...
Entah
kenapa, aku mendapat ilusi kalau
jantungku berhenti berdetak sesaat.
“Kamu sedang
melihat apa?”
Lily
mengenakan piyama yang mirip semacam
gaun tidur hitam.
Atau itu
biasa disebut juga sebagai 'negligee'.
Gaun tidur
itu memiliki desain yang manis tapi juga sensual, terbuat dari bahan kain
bertekstur lembut dan halus yang berwarna hitam, dipadukan dengan
hiasan renda yang cantik.
Ini
adalah model yang pasti tidak bisa dikenakan orang Jepang, tapi pada Lily
dengan rambut perak dan mata biru,
hal itu malah terlihat sangat
cocok.
Dia terlihat
bagaikan tuan putri yang keluar dari dunia dongeng.
Padahal
semalam dia tidak memakai ini...
“Ti-Tidak, bukan apa-apa...”
Aku merasa panik dan segera
mengalihkan pandanganku.
Aku tidak
bisa mengatakannya secara blak-blakan
kalau dia terlihat sangat manis.
“...?
Kamu sedang melihat apa?”
“O-Oi.”
Sepertinya
Lily sangat penasaran, jadi dia berjalan mendekat ke arahku.
Aku
menyadari sesuatu ketika dia mendekatiku.
Meskipun
desainnya terlihat anggun
dan manis, tapi bahan negligee
ini cukup tipis sehingga menciptakan
sedikit efek transparan.
Mungkin
karena itu, kulit Lily yang merona merah sehabis mandi sedikit tampak terlihat.
Lehernya
yang dihiasi renda berbentuk V-neck, menampilkan garis leher yang begitu indah.
Singkatnya,
dia tampak agak erotis.
『Apa kamu tidak mengerti perkataanku?
Aku tanya kamu sedang melihat apa?』
Lily
kembali bertanya padaku
dengan bahasa Inggris.
Aku tidak
punya pilihan selain berkata jujur...
『Umm yah,
kupikir kamu terlihat manis』
『...Hah? 』
『.... Gaun itu terlihat sangat
cocok untukmu. Kamu tampak
sangat imut dan cantik mirip seperti seorang tuan putri』
Aku
mengatakan itu sambil membuang muka.
Meskipun aku sudah mengakui, tapi Lily tidak menjawab apa-apa.
Apa aku
benar-benar membuatnya marah?
Aku memberanikan
diri untuk melihat ke arah Lily.
『...Umm, Lily? 』
Lily hanya terdiam.
Wajahnya malah terlihat lebih merah
padam dari sebelumnya. Telinganya bahkan berubah menjadi semerah
tomat.
『...Apa kamu sedang mengejekku?』
『Eh?』
『Aku
tadi bertanya kamu sedang
melihat apa di televisi! Aku sama
sekali tidak bilang untuk memujiku!』
Lily
berteriak sambil menunjuk ke arah
televisi.
A-Ahh, begitu rupanya!
Kukira
dia marah karena aku memperhatikannya terus-menerus.
『Ma-Maaf!
Ak-Aku salah paham.
Aku mengira kalau kamu marah
karena aku terlalu lama menatapmu...
Tapi aku tidak mengejekmu. Itu memang perasaan jujurku』
『Be-Begitu...
Kalau begitu tidak apa-apa』
Lily
memainkan rambutnya dengan malu-malu setelah
mendengar perkataanku.
Kurasa sepertinya
dia tidak marah...
『...Jadi, kamu sedang melihat apa?』
『Ah, itu... Aku cuma sedang menonton acara TV
Jepang』
『Hmm. ...Jadi, kapan acaranya selesai? 』
『Eh? Hmm, mungkin sekitar 30
menit lagi. Memangnya
ada acara yang ingin kamu
tonton?』
Lily
menggelengkan kepalanya dalam menanggapi
pertanyaanku.
『Tidak, bukan apa-apa. ...Setelah kamu selesai, aku punya sedikit keperluan. Boleh?』
『Tidak, sekarang juga tidak masalah, kok』
Aku lalu mematikan TV.
Lily
menatapku dengan ekspresi penasaran.
『Kamu tidak mau lanjut menontonnya?』
『Aku hanya melihatnya untuk
mengisi waktu luang』
『...Begitu, ya』
Mendengar
ucapanku, sedikit senyum terukir di wajah Lily.
Sepertinya
dia merasa senang.
“Lalu,
keperluan apa yang kamu maksud?”
Aku
bertanya dalam bahasa Jepang.
Lily pun
menjawab dalam bahasa Jepang.
“Tolong
bantu aku belajar.”
※※※※
Rupanya,
murid pertukaran pelajar mendapat tugas dalam
liburan musim seminya.
Tugasnya
adalah menulis karangan dalam bahasa Jepang.
Lily
meminta bantuanku untuk mengoreksinya.
“Mungkin
lebih baik kalau bagian ini dan
di sini dipangkas. Lalu tanda bacanya lebih baik
diletakkan di sini, kalau di situ artinya jadi berbeda.”
“Hmm,
begitu ya.”
Lily bisa
berbicara tanpa masalah dalam
percakapan sehari-hari. Tapi untuk
kemampuan tulis-menulis, bisa dibilang dia belum terlalu mahir.
Dari apa
yang kudengar. sepertinya dia lebih fokus pada kemampuan
berbicara dan mendengar, jadi menulis dan membaca dijadikan sebagai prioritas kedua.
Oleh karena
itu, dia sama sekali tidak bisa menulis kanji. Karangan yang dia tulis hampir
semuanya menggunakan huruf hiragana.
Ada juga
tempat di mana partikel ‘ha’ dan ‘wo’ tertukar
menjadi ‘wa’ dan ‘o’.
Selain
itu, ada beberapa bagian
yang mencampur-adukkan ‘wa’, ‘ho’, ‘a’, dan ‘o’.
Dan
karena kemampuan bicaranya bagus, jadi dia
menulis dengan gaya bahasa lisan, sehingga kalimatnya panjang-panjang dan sulit
dipahami.
Membaca
karyanya memang cukup menyiksa.
Tapi ada
yang lebih menyiksa lagi.
“Hmm,
jadi begitu ya.”
Jarak di antara aku dan Liliy terlalu
dekat.
Memang
bagus dia begitu antusias
mendengarkan, tapi sebelum aku menyadarinya,
dia sudah mendekat sampai-sampai
bahu kami hampir bersentuhan.
Saat dia
mencondongkan tubuh ke depan, sekilas belahan dadanya bisa terlihat di antara pakaian yang longgar.
Setiap
kali dia menggerakkan kepala, aroma wangi
dari rambutnya peraknya menyebar di udara.
Sejak
tadi jantungku tak bisa berhenti berdebar.
Kalau dipikir-pikir lagi, dulu
waktu di Inggris pun jaraknya juga begitu dekat seperti ini.
Ketika kami
pertama kali berteu, jarak di antara kami malah cukup jauh, tapi.... entah sejak kapan dia jadi
semakin mendekat.
“Terima
kasih banyak. Ini sangat membantu.”
“O-Oh, begitu. Syukurlah kalau
begitu.”
Akhirnya
dia menjauh sedikit.
Atau itulah
yang kupikirkan, tapi Lily tidak sepenuhnya menjauh dariku.
“Souta. Aku
punya permintaan padamu.”
“Ap-Apa?”
“Apa kamu mau pergi berkencan denganku besok?”
Kencan
besok?
Memang
besok adalah hari libur sih.
“Apa ada tempat yang ingin kamu kunjungi? Tempat wisata di Jepang?”
Saat aku bertanya begitu, Lily menggelengkan kepalanya.
“Aku ingin
belanja. Aku
ingin membeli pakaian.”
Ah,
begitu rupanya.
Kalau
tidak salah, dia memang tidak membawa
banyak baju karena berencana membelinya di Jepang.
Sepertinya
sudah saatnya dia pergi berbelanja.
“Baiklah,
ayo pergi.”
“Terima
kasih banyak.”
Ekspresi
Lily langsung berseri-seri.
...Dari jarak dekat, daya tariknya benar-benar sangat luar biasa.