Bab 1 — Belajar Tentang Kehidupan Orang Biasa Bersama Ojou-Sama Bagian 1
Keesokan harinya.
Kami tiba di sebuah kawasan
pemukiman biasa yang bisa ditemukan di mana saja.
Kota ini, yang dikenal sebagai
kota tidur, relatif sepi dan jarang dilalui orang di siang hari. Bangunan
tinggi seperti apartemen jarang terlihat, dan pemandangan yang dipenuhi dengan
rumah-rumah kecil dan restoran membuatnya terasa seperti daerah pinggiran kota.
Di dekat stasiun, terdapat area perbelanjaan yang kecil namun cukup ramai.
“….Sudah lama sekali sejak terakhir
kali aku pulang ke sini,” gumamku tanpa sadar saat melihat rumah kayu sederhana
yang ada di depanku.
Daerah ini memiliki kepadatan
rumah yang cukup tinggi, dengan jalan-jalan kecil yang berkelok-kelok. Namun,
sebagai seseorang yang telah tinggal di sini bertahun-tahun, aku takkan mudah
tersesat.
Setelah sekian lama, aku
akhirnya kembali ke rumah di mana dulu aku tinggal.
“Itsuki-san, ini kuncinya.”
“Terima kasih.”
Shizune-san kemudian memberikan
kunci kepadaku.
Dia pasti dengan sengaja
membiarkanku yang pertama kali masuk ke dalam rumah setelah membuka pintu. Aku
merasa berterima kasih di dalam hati.
Ketika aku menoleh ke arah
Hinako, dia tampak menatap kesana-kemari dengan tatapan keheranan.
Aku yakin dia akan terus
seperti itu untuk sementara waktu, jadi aku mendekati pintu.
“Eh, memangnya pintu depannya
sebersih ini, ya?”
“Kami sedang dalam proses
mencari penyewa baru, jadi kami sudah membersihkan dan merenovasi sedikit. Kami
juga sudah menyediakan perabotan dasar.”
Meskipun baru kemarin mereka
memutuskan untuk tinggal sementara di rumahku, sepertinya mereka sudah menata
perabotannya. Aku kagum dengan respons yang begitu cepat seperti biasanya.
Aku lalu membuka pintu rumah.
Melihat pemandangan di ruang
tamu setelah pintu masuk, ada perasaan nostalgia yang muncul di hatiku.
“... Kupikir rasanya terlihat
berbeda, tapi sebenarnya tak banyak berubah.”
Meskipun sedikit lebih bersih,
rumah ini tetap terasa seperti rumah lama yang aku kenal.
Ukuran rumahku sekitaran
delapan tikar tatami. Denahnya hanya terdiri dari satu ruangan. Ada dapur dan
kamar mandi, tapi tidak ada mesin cuci, jadi aku harus menggunakan mesin cuci
umum di sekitar sini.
Ruangan ini cukup luas untuk
tinggal sendirian, tapi rasanya akan sulit jika harus dibagi tiga. Tidak ada yang
namanya privasi, dan karena kami memilih properti yang sudah cukup tua sebagai
gantinya untuk ruang yang lebih luas, lantainya jadi sering berderit. Di tengah
malam atau pagi hari ketika seseorang bangun, suara berderit selalu membuat
semua orang terbangun.
“Tapi ini...”
Aku memandang seisi rumahku sekali
lagi dan berpikir.
Dengan fasilitas seperti ini,
sepertinya tempat ini tidak akan nyaman bagi Hinako. Ruangannya memiliki banyak
celah sehingga AC-nya sulit berfungsi, dan seringkali ada serangga yang masuk.
Ada beberapa furnitur yang
terlalu bagus untuk rumah ini, seperti kulkas, microwave, meja, TV, dan lemari.
Semua ini pasti diatur oleh Shizune-san. Tapi itu tidak akan membuatnya lebih
nyaman.
Kupikir mungkin lebih baik jika
kami pindah ke tempat lain sekarang juga.
Ketika sedang berpikir
demikian, aku memandang ke arah Hinako,
“Jadi ini... rumah tempat dimana
Itsuki dulu tinggal...”
Tatapan mata Hinako terlihat
berbinar-binar.
“Itsuki, ini apa...?”
“Itu? Itu adalah lemari
penyimpanan. Di sinilah kita bisa menyimpan futon dan sebagainya.”
Aku menjelaskan sambil membuka
pintu lemari penyimpanan.
“Ohhh~...”
“Kamu tidak tahu tentang lemari
penyimpanan?”
“Aku punya pengetahuan tentang
kamar bergaya Jepang, tapi... ini pertama kalinya aku menggunakannya.”
Hinako membuka dan menutup
pintu lemari penyimpanan. Mungkin karena kediaman keluarga Konohana memiliki
desain bergaya Barat, jadi dia jarang memiliki kesempatan untuk mengalami
budaya Jepang.
“Dan ini...?”
“Kalau itu kamar mandi. Kamar
mandi dan toilet digabung menjadi satu.”
“Kamar mandi...? Dan cekungan
ini...?”
“Ini adalah bak mandi.”
Aku menunjukkan keran air dari
arah wastafel ke arah bak mandi, dan mencoba menyalakan air.
“...Untuk anak-anak?”
“...Sayangnya, ini untuk segala
usia.”
Tampaknya dia lebih terlihat kebingungan
daripada terkejut.
Aku mulai merasa agak menyesal.
“Ojou-sama, jika Anda bersedia
menunggu satu hari lagi, lantai dan jendela juga bisa diganti dengan yang
baru...”
“Tidak perlu. Aku ingin mencoba
bagaimana Itsuki dulu tinggal di sini.”
“Baiklah, saya mengerti.”
Hinako tampaknya masih tertarik
pada masa laluku.
“Baiklah, sekarang, saya harus
pergi untuk rapat dengan para pengawal. Saya akan meninggalkan tempat ini
sebentar.”
Setelah mengatakan itu,
Shizune-san keluar dari pintu depan.
Aku berbalik dan melihat ke
ruang tamu.
Seperti yang sudah disampaikan
oleh Shizune-san, meski rumahku telah dibersihkan, tetapi tampaknya tidak ada
renovasi besar yang dilakukan. Hal tersebut mungkin berdasarkan atas
pertimbangan biaya dan manfaat. Rumah ini sudah berusia empat puluh tahun. Sekalipun
gedung tersebut akan direnovasi sepenuhnya, kemungkinan besar takkan ada banyak
calon penyewa yang berminat.
Mungkin hanya pintu dan
sebagian langit-langit saja yang direnovasi.
Bagian lantainya masih
terdengar berderit.
“Itsuki….bagaimana kamu menghabiskan
waktu di rumah ini?”
“Meski kamu bertanya
bagaimana...”
Itu adalah pertanyaan yang
sulit untuk dijawab.
Namun, aku tiba-tiba menyadari
sesuatu. Di rumah ini ada lantai tatami tua, meja rendah, jendela berangin, warna
cat pintu geser yang sudah memudar...ada banyak hal di sini yang tidak ada di
rumah keluarga Konohana.
Diriku saat berada di mansion
dan diriku saat berada di rumah ini benar-benar berbeda..
Saat aku memikirkan hal itu,
kata-kataku keluar begitu saja.
“...Ayah dan ibuku sering
meninggalkan rumah, jadi aku sering sendirian di rumah. Setelah SMA, aku sering
meninggalkan rumah karena bekerja paruh waktu, tapi sebelum itu, aku sering belajar
dan membaca buku di sini.”
Walaupun buku yang kumaksud
sebagian besar adalah manga yang aku pinjam dari teman sekelas.
Sambil berjalan, aku melihat
lantai di bawah kakiku.
“Penyok di lantai ini dibuat
ketika aku masih kecil. Aku mencoba menyusun meja untuk menyiapkan futon, tapi
aku malah menjatuhkannya.”
Rasanya sungguh kenangan yang
nostalgia...
Ketika aku tenggelam dalam
kenangan masa lalu, aku menyadari bahwa Hinako sedang duduk disampingku dalam
keadaan merenung.
“Maaf, aku sudah terlalu lama
bercerita. Mungkin ini terlalu membosankan untuk didengar.”
Aku tersenyum getir dan
berpikir untuk mengubah topik pembicaraan, tetapi Hinako justru menggelengkan
kepalanya.
“... Aku ingin tahu lebih
banyak,”
Hinaki berkata demikian sambil
menatapku.
“Aku... ingin tahu lebih banyak
tentang Itsuki.”
Aku terpesona oleh tatapannya
yang polos.
Aku bisa merasakan ketulusan
dari tatapan matanya.
“Be-Begitu ya.”
Mungkin itu adalah hal yang
baik.
Tapi ketika dia dengan tulus
mengungkapkan keinginannya untuk tahu lebih banyak, rasanya itu sedikit membuatku
merasa geli.
“Maaf telah membuat kalian
menunggu.”
Ucap Shizune-san saat kembali
ke rumah.
“Pertama-tama, mari kita mulai
dengan pembagian ruangan.”
◆◆◆◆
“Baiklah, jadi...”
Tiga puluh menit kemudian.
Aku berbicara kepada mereka
berdua untuk merencanakan hasil pembagian ruangan.
“Kita akan membagi ruang
apartemen menjadi dua bagian dengan menggunakan sekat yang dibawa oleh Shizune-san.
Bagian dengan dapur akan dijadikan ruang tamu, dan yang lainnya akan dijadikan
kamar tidur. Saat siang hari, Shizune-san akan menggunakan ruang tamu,
sementara aku dan Hinako akan menggunakan kamar tidur. Malam hari, aku akan
tidur di ruang tamu, sementara Hinako dan Shizune-san akan menggunakan kamar
tidur.”
Hinako dan Shizune-san
mengangguk setuju.
Di tengah ruangan, terdapat
sekat besar yang tampaknya dibawa oleh Shizune-san dari seseorang yang dia
temui. Dengan sekat ini, apartemen delapan tatami akan dibagi menjadi dua
ruangan empat tatami.
Alasan Shizune-san menggunakan
ruang tamu pada siang hari adalah untuk memasak. Aku dan Hinako berencana untuk
menempatkan meja di kamar tidur dan belajar atau bersantai di sana.
“Aku sering pergi sepanjang
hari, jadi jika itu terjadi, sekatnya bisa dilepas.” kata Shizune-san.
“Apa kamu sangat sibuk,
Shizune-san?”
“Yeah. Ada lebih banyak
pekerjaan yang harus aku selesaikan dari yang dijadwalkan.”
Shizune-san menjawab dengan
tenang.
Pada saat seperti ini, Shizune-san
terlihat sangat profesional dengan tidak pernah menunjukkan ekspresi wajah yang
ogah-ogahan. Aku bisa merasakan jiwa profesional yang kuat sebagai pelayan yang
melayani keluarga Konohana.
“Aku pasti akan kembali pada
malam hari, jadi... Itsuki-san. Mohon jangan melakukan hal yang aneh-aneh.”
“I-Iya, aku mengerti.”
Tidak perlu dikatakan lagi.
Meskipun sebelumnya aku tinggal
di kediaman keluarga Konohana dan secara teknis tinggal di bawah atap yang
sama, kali ini suasana tinggal bersamanya benar-benar terasa karena rumah ini
lebih sempit. Alasan mengapa Shizune-san menyiapkan sekat itu mungkin demi
menghilangkan suasana tersebut.
Dalam situasi yang spesial ini,
aku harus berhati-hati agar tidak salah dalam menjaga jarak.
“Untuk jaga-jaga, mari kita
letakkan ini di sini.”
Usai mengatakan itu,
Shizune-san mengeluarkan botol obat dari sakunya dan meletakkannya di atas
meja.
Akhirnya keluar juga...! Obat
untuk disfungsi ereksi...!
Sudah lama sejak terakhir kali
aku melihatnya. Aku penasaran bagaimana perasaan Shizune-san saat dia membawa
ini...
“Itsuki...”
Hinako meraih lengan baju saya
dan menatapku dengan penuh perhatian.
“Tolong bawa aku berkeliling
kota.”
“Kota?”
“Aku ingin tahu bagaimana
Itsuki tinggal di sini... Aku sangat ingin mengetahuinya.”
Hinako tampaknya sangat
tertarik pada gaya hidup masyarakat biasa.
“Baiklah, jika begitu, serahkan
saja padaku... Biasanya aku selalu diajarMulai hari ini dan seterusnya, aku
akan menunjukkan kepadamu bagaimana gaya hidup masyarakat biasa untuk sementara
waktu.”
“Ohh~...”
Ketika aku menunjukkan wajah
penuh kebanggaan yang jarang terlihat, Hinako berseru sambil bertepuk tangan
kecil.
Untungnya, aku bisa mengajaknya
berkeliling kota ini tanpa masalah.
Kira-kira bagusnya aku harus
mengajaknya kemana, ya? Saat aku sedang memutuskan rencana, Shizune-san
meletakkan beberapa tumpukan kertas di atas meja.
“Saya minta maaf karena
mengganggu momen yang menyenangkan ini... Tapi, Ojou-sama, Kagen-sama meminta
anda untuk menyelesaikan tugas harian seperti biasa.”
“Eeh...”
Hinako yang merasa kecewa
langsung melengkungkan bibirnya dengan cemberut.
Tumpukan kertas yang diletakkan
di atas meja tampaknya adalah tugas rumah Hinako.
“...Padahal ini liburan musim
panas.”
“Karena ini liburan musim
panas, anda tidak boleh mengendur sampai akhir.”
Sebagai seorang siswa biasa,
aku bisa memahami keinginan untuk bersantai dan menikmati liburan musim panas
hingga akhir. Namun, Hinako adalah putri dari grup konglomerat Konohana.
Tanggung jawab yang dia pikul tidak memungkinkan dia untuk liburan lebih lama.
Aku yakin kalau hal yang sama juga terjadi pada Tennouji-san dan Narika.
“Kalau begitu, saya akan pergi
bekerja. Itsuki-san, tolong jangan terlalu memanjakan Ojou-sama,” pesan
Shizune-san, seolah-olah dia bisa membaca pikiranku.
Setelah pintu tertutup rapat,
Hinako menatapku dengan wajah sedih.
“Itsuki... tolong bantu aku...”
“...Yah, jika ada hal yang bisa
kulakukan.”
Bukannya aku ingin terlalu
memanjakannya, tetapi ketika dia menunjukkan wajah sedih seperti itu, aku
merasa perlu memberikan bantuan sedikit.
(Ngomong-ngomong,
apa tugas harian Hinako...?)
Sebelumnya aku biasa mengambil
pelajaran tata krama dan bela diri dari Shizune-san sepulang sekolah, dan
akhir-akhir ini aku belajar dan mengulas di kamarku. Aku sudah mendapat penilaian
bagus dalam hal tata krama setelah belajar dari Tennouji-san, tetapi
aku terkadang mengambil pelajaran lain sebelum bisa memutuskan untuk hadir di
sebuah acara sosial..
Aku penasaran apa yang Hinako
lakukan saat aku sibuk dengan hal itu?
Aku mengambil tugas harian yang
ditinggalkan Shizune-san untuk Hinako dan memeriksanya.
“Ini... Apa ini informasi
bisnis dari Grup Konohana?”
“Yeah. Aku disuruh untuk menghafalnya
sekarang demi masa depan.”
Jadi inilah yang dimaksud pendidikan
khusus?
Mereka mungkin membiarkan dia
belajar sekarang sehingga dia bisa berkontribusi sedikit untuk keluarga
Konohana di masa depan.
“Ini adalah dokumen dari
perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan Grup.”
“Karena ada acara makan malam
nanti... aku disuruh untuk mengingat semuanya.”
Mungkin cara ini dilakukan demi
memastikan bahwa dia siap untuk acara makan malam agar tidak membuat kesalahan.
Jadwal makan malam tiga bulan ke depan dan informasi perusahaan setiap mitra
secara rinci dirangkum dengan rapi. Meskipun isi dokumennya mudah dibaca, tapi sepertinya
masih sulit untuk mengingat semua informasi sebanyak ini.
“Dan ini... ugh!?”
Aku segera menyadari bahwa
dokumen tersebut merupakan sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku lihat, jadi
aku mengalihkan pandanganku.
Dokumen tersebut berisi rincian
tentang aktivitas bisnis terbaru Grup Konohana, termasuk daftar rinci
proyek-proyek yang sedang berjalan. Ini jelas-jelas merupakan informasi rahasia
perusahaan. Meskipun Hinako kadang-kadang membantu pekerjaan tersebut, aku
hanyalah seorang pengasuh biasa dan seharusnya tidak boleh melihat dokumen
seperti ini.
(...Sepertinya
tidak ada yang bisa aku bantu.)
Apa Hinako mempelahari hal-hal
yang rumit seperti ini setiap hari?
Hal semacam ini jelas berbeda dengan pelajaran di sekolah. Ini adalah tugas khusus untuk Hinako, yang hanya disiapkan khusus untuknya. Setidaknya saat ini, aku tidak bisa membantunya. Selain kemampuan, perbedaan posisi juga mencegahku untuk memberikan bantuan.
“Namun, dengan begitu banyak
hal yang harus kamu lakukan, kurasa mungkin sulit untuk mengajakmu berkeliling
kota.”
Aku tanpa sadar mengucapkan hal
tersebut. Di sudut pandanganku, aku merasa Hinako merespons dengan sedikit
gerakan.
“Ada beberapa tempat yang ingin
aku tunjukkan, seperti kawasan perbelanjaan, tapi...yah, kurasa mau bagaimana
lagi.”
Hinako tampaknya memberikan
reaksi dengan gerakan kecil.
“...Tunggu aku selama dua jam.”
Hinako perlahan-lahan menghadapi
tugasnya dan berkata.
“Aku akan segera
menyelesaikannya...”
Di belakang punggungnya,
semangatnya terlihat berkobar-kobar.
◆◆◆◆
“Halo, Shizune-san?... Oh,
tidak, aku hanya ingin berdiskusi sebentar saja. Sebenarnya, Hinako mengatakan
kalau dia ingin pergi ke kota, jadi apa aku boleh mengajaknya berkeliling?”
Setelah beberapa jam kemudian.
Aku sedang menelepon
Shizune-san.
“Tidak, kami tidak akan pergi terlalu
jauh. Aku hanya berencana mengajaknya mengenal lingkungan sekitar, lalu makan
makan siang di sekitar sini, mampir ke pusat perbelanjaan, dan sebagainya...
Ah, tugas hariannya? Tidak, sepertinya dia sudah menyelesaikannya... Bukan
hanya tugas hari ini, tapi semuanya sudah selesai. Dia bilang kalau dia bisa
melakukannya dengan mudah jika dia serius...”
Tak idsangka, Hinako berhasil
menyelesaikan satu minggu tugas dalam waktu dua jam.
Aku merasa itu terlalu cepat,
jadi aku memeriksa apakah dia benar-benar mengingat semua materi. Hasilnya,
semua jawabnya benar. Kemampuan otaknya sungguh luar biasa.
Meskipun aku kadang-kadang
melupakannya karena Hinako terlalu sering menunjukkan sikap malasnya, tetapi
keterampilan praktisnya sangat jenius.
Meskipun Hinako ingin melarikan
diri dari tanggung jawab keluarga Konohana, dengan kemampuan seperti itu, mau
tak mau aku jadi memahami mengapa Kagen-san tidak ingin melepaskannya.
Setelah selesai berbicara
dengan Shizune-san, aku menyimpan ponselku.
“...Aku sudah mendapat
izinnya.”
“Bagus.”
Hinako mengepalkan kedua
tangannya.
“Meski begitu, rasanya sungguh
luar biasa bahwa kamu bisa mengingat semuanya dalam waktu dua jam.”
“Ayo puji aku, ayo puji terus.”
“Yeah, luar biasa. Kamu
benar-benar menakjubkan.”
“Hmmph...”
Hinako tersenyum dengan bangga.
Sebelum Shizune-san mengakhiri
panggilan, dia menghela nafas dalam-dalam dan mengatakan, “Kalau begitu, kenapa dia tidak mulai serius dari awal,” yang mana
tidak kusampaikan kepada Hinako, meskipun itu adalah pendapat yang sangat masuk
akal.
“Kalau gitu, ayo kita keluar
jalan-jalan?”
“Yeah!”
Hinako menjawab dengan riang
gembira dan penuh semangat. Sikapnya sangat berbeda dari ketika dia berada di
akademi.
“Oh ya, sepertinya Shizune-san
sudah menyiapkan pakaian untuk pergi keluar. Jadi silakan ganti pakaian dulu.”
“...Apa langsung keluar dengan
pakaian ini saja, enggak boleh?”
“Bukannya tidak boleh sih, tapi
mungkin akan terlihat mencolok.”
Hinako yang mengenakan gaun
yang elegan terlihat sangat mencolok karena gaya sederhananya menonjolkan
keunggulannya. Terlepas dari dia akan pergi ke museum atau restoran Prancis,
kehadirannya pasti akan menarik perhatian saat berjalan-jalan di pusat
perbelanjaan dengan mengenakan pakaian ini.
“Baiklah, aku akan ganti
pakaian dulu.”
“Yeah. Di kamar mandi ada cermin,
jadi silakan ganti di sana.”
Hinako mengangguk dan pergi ke
kamar mandi dengan pakaian ganti yang dibawakan oleh Shizune-san.
(...Entah
mengapa, rasanya jadi sedikit aneh.)
Pada awalnya aku hanya merasa
sedikit nostalgia, tetapi setelah beberapa saat, aku mulai merasakan bahwa ini
adalah rumahku.
Aku tidak pernah mengira akan
tiba saatnya aku akan membawa seorang gadis yang sebaya ke dalam rumahku....
Bahkan Yuri belum pernah masuk ke rumahku.
“Itsuki.”
Setelah menunggu beberapa saat,
pintu kamar mandi terbuka dan Hinako keluar.
“Apa kamu sudah selesai
mengganti pakaianmu?”
“Yeah, sempurna.”
Setelah mengatakan itu, Hinako
memutarkan badannya.
...
Sepertinya masih belum dari kata sempurna ya?
Aku berpikir begitu dalam hati
sambil melihat kemeja putih longgar dan ikat pinggang denim yang menjuntai.
“Hinako, ayo berpose banzai.”
“Banzai...”
“Ikat pinggang yang melingkari
pinggangmu ini seharusnya dililitkan seperti ini...dan mungkin kemeja itu harus
dimasukkan ke dalam?”
Aku menyuruh Hinako mengangkat
tangannya sementara aku mengencangkan sabuk denimku dengan ringan.
Terakhir, aku menyelipkan
kemeja ke dalam celana denim.
“... Bagaimana menurutmu?”
Hinako kembali menunjukkan
dirinya.
Atasannya berupa kaos putih.
Ukurannya agak longgar, dan di bagian dada terdapat logo yang dijahit. Bawahannya
berupa celana denim model wide-leg,
dan panjangnya tepat sedikit di atas pergelangan kaki. Kemejanya dimasukkan ke
dalam celana, dan terlihat sejuk layaknya pakaian musim panas.
“... Meski ini berbeda dari
biasanya, tapi rasanya bagus juga ya.”
Ehehe, Hinako
tertawa senang.
Hinako yang mengenakan celana
denim terlihat segar, dan cocok dengannya.
Meskipun penampilannya lebih
sederhana dari biasanya, kualitas bajunya tidak bisa disangkal. Rambut berwarna
kuningnya tampak berkilau, kulit putih yang halus, dan pinggang yang tampak
anggun. Suasana yang anggun dan terawat dengan baik tidak bisa disembunyikan.
“Baiklah, mari kita berangkat.”
“Yeah!”
Hinako menjawab dengan semangat
seperti sebelumnya.
Aku dan Hinako memakai sepatu
di depan pintu.
Dengan demikian, dimulai lah tur pengalaman gaya kehidupan masyarakat biasa.