Chapter 2 — Seorang Putri Bangsawan Yang Seharusnya Berbelanja Pakaian, Malah Membeli Sesuatu Yang Keterlaluan (Bagian 1)
“Souta, aku punya permintaan padamu.”
Lily yang
mengenakan baju tidur hitam mengatakan itu sambil menaiki tubuhku.
Tubuhku
kaku seperti batu, dan aku
tidak bisa bergerak sama sekali.
“Pe-Permintaan apa...?”
Ketika aku
bertanya, Lily menunjuk ke arah dadanya. Saat
dia membuka ikatan pita, dadanya terbuka lebar. Dia melepas gaun tidurnya, dan membiarkannya jatuh dari bahunya.
“Tu-Tunggu! Lily, apa yang kamu lakukan...”
Lily yang kini hanya mengenakan pakaian dalamnya saja, perlahan-lahan mendekatkan wajahnya ke
telingaku.
Kemudain dia
berbisik,
“Tolong
bangun.”
Aku
merasakan beban berat di perutku
sampai-sampai membuat tubuhku berguncang.
“Souta, Souta, ayo cepetan bangun.”
Lalu aku seketika terbangun ketika
mendengar suara manis bak lonceng bidadari.
Di depan
pandanganku yang kabur, ada sosok bidadari berambut perak.
“Selamat
pagi.”
“Ung, iya... selamat pagi. Lily... lah, ini bukan mimpi?!”
Aku
langsung sadar sepenuhnya.
Lily sedang menunggangi perutku.
Tidak, jika
aku melihatnya lebih jelas, dia masih mengenakan gaun tidurnya.
Tidak sepenuhnya telanjang.
Rupanya
sebagian itu hanya mimpi.
“Ad-Ada apa?”
“Aku
membangunkanmu, karena kamu
kesiangan.”
....Kesiangan?!
Karena
terkejut, aku langsung melihat jam dan ternyata sudah pukul 8 pagi.
Sekarang memang
sudah waktunya berangkat sekolah.
....Tapi
tunggu, hari ini adalah hari Sabtu,
jadi hari ini merupakan hari libur.
“Bukannya
ini masih pagi?”
Aku
berharap bisa tidur lebih lama di hari liburku. Saat aku berpikir demikian dan mengatakan
keluhanku, ekspresi Lily tampak tidak
senang dan sedih.
“... kamu melupakannya?”
“Lupa?... Um, apanya?”
“Kencan
kita, semalam kita sudah membuat janji.”
Lily
bergerak naik-turun di atasku, memberikan sensasi yang tidak nyaman di bagian selangkanganku. Aku berharap kalau dia menghentikan gerakan itu
“Tentu saja
aku tidak melupakannya. Aku tadinya berencana pergi nanti
siang.”
“Begitu
ya?”
Raut
wajah Lily tampak cemberut. Itu adalah
ekspresi saat dia sedang kesal.
Apa dia
tidak percaya padaku?
Memang benar aku tidak berjanji akan pergi
pagi-pagi, tapi juga tidak berjanji akan pergi siang hari.
Mungkin
di dalam pikiran Lily, kami akan pergi
pagi-pagi.
Saat aku
memikirkan hal itu...
Kruyukkk.....
Tiba-tiba
terdengar suara.
Rupanya itu
suara perut keroncongan seseorang.
“Kamu mau
sarapan?”
“Enggak
juga, kok.”
Lily menjawab sambil membuang muka, tapi bisa melihat kalau pipinya tampak sedikit merah merona.
Untuk
sarapan pagi itu, kami memakan
sarapan ala Barat.
Menu yang
mirip dengan sarapan Inggris, yang kurindukan sejak kembali ke Jepang. Aku
telah berulang kali mencoba mereproduksinya.
“Rasanya cukup
enak.”
Lily menunjukkan ekspresi bahagia saat memakan
sarapan buatanku. Sepertinya rasa yang kudapat sudah sesuai dengan selera
bangsawan Inggris.
※※※※
Saat kami berdua selesai makan sarapan,
ibuku pulang dari pekerjaannya.
Saat ibuku sedang memakan sarapannya dengan
pelan-pelan, aku memberitahunya
bahwa aku dan Lily akan pergi berbelanja pakaian. Lalu ibuku memberiku uang saku dan berkata “Sekalian saja kalian makan
siang di tempat yang enak”.
Setelah
sarapan, ibu berkata “Aku mau
tidur” lalu pergi menuju kamar tidur.
Kami pun memutuskan untuk pergi berbelanja.
“Baiklah, ayo
kita pergi.”
Lily yang
mengenakan dress berwarna putih
bersih, mengatakan itu padaku.
Itu adalah salah satu pakaian
pribadi yang dibawa Lily dari
Inggris. Itu pasti pakaian
favoritnya.
“Ah iya, ayo.....ngomong-ngomong,
apa kamu tidak merasa dingin?”
Sekarang
masih awal bulan
April, matahari bersinar hangat tapi udaranya sedikit dingin. Memang bukan
musim yang tidak tepat, tapi mungkin akan lebih baik jika memakai pakaian yang
lebih hangat.
“Benarkah?
Suhu di Jepang lebih hangat dibandingkan
di Inggris. Kurasa ini sudah cukup hangat, karena
sudah musim semi sepenuhnya.”
Memang
benar kalau suhu udara di Inggris jauh lebih dingin daripada Jepang.
Meskipun aku masih merasa sedikit kedinginan, tapi bagi Lily, suhu saat ini sudah terasa
hangat dan sudah memasuki puncak musim semi.
“Atau
mungkin.... aku terlihat aneh?”
“Tentu
saja tidak. Dress itu kelihatan cocok, kok. Kamu
terlihat sangat cantik. 『Kau terlihat sangat manis. 』”
Dengan
wajah dan gaya tubuh Lily yang sempurna, dress sederhana ini sangat cocok
untuknya. Dapat dikatakan bahwa hanya
Lily yang bisa memakainya dengan baik.
Saat aku
memujinya, pipi Lily berubah menjadi merona
merah. Mungkin karena dia memakai dress putih, kulitnya jadi terlihat lebih merah dari biasanya.
『Kalau itu tidak terlihat aneh, maka itu sudah cukup. 』
Lily
bergumam pelan dan mendengus puas.
※※※※
“Aku
berhasil membeli barang belanjaan yang bagus.”
Lily
berkata dengan suasana hati yang baik setelah dia selesai membeli satu set
pakaian.
Sejujurnya,
aku merasa lelah.
Setiap
kali Lily mencoba baju, dia selalu memintaku untuk
memberi pendapat. Jika aku memberi pendapat yang sama, dia
akan berkata “Tadi
juga kamu sudah mengatakan hal yang sama”.
Jadi setiap ganti baju, aku harus benar-benar memperhatikan dan memberi
pendapat yang berbeda.
Kalau
hanya satu atau dua baju sih tidak masalah. Tapi jika sudah lebih dari sepuluh baju, bahkan
aku juga akan
merasa kelelahan.
“Ayo kita
pergi ke tempat selanjutnya”
“Selanjutnya...
kamu mau beli apa?”
Kamu masih
mau membeli sesuatu?
Aku ingin
mengatakannya, tapi aku berhasil menahan diri dan bertanya pada Lily
Lily
tampak bingung seolah-olah sedang mencari
kata-kata bahasa Jepang yang tepat. Lalu dia mengalihkan
pandangannya ke sekeliling dan
menunjuk ke suatu toko.
“Itu dia.”
“Ah,
ya... begitu ya, aku mengerti.”
Toko yang
ditunjuk Lily adalah toko pakaian dalam wanita. Dengan
kata lain, bra dan kancut.
Begitu ya,
pakaian dalam memang penting, karena setidaknya
dia harus menggantinya minimal sekali sehari.
“Ayo,
kita ke sana.”
“Eh,
aku juga?”
“Tentu
saja, aku kan, tidak
bisa, bahasa Jepang.”
Lily mengatakan itu dengan nada bercanda.
Sebenarnya,
kemampuan bahasa Jepang Lily sudah cukup bagus untuk
membeli pakaian dalam...
“Tapi
aku merasa tidak nyaman kalau
pergi sendiri...”
Lily
menundukkan kepalanya, lalu menatapku dengan pandangan memelas.
Jika dia
sudah menunjukkan wajah yang seperti
itu, mana mungkin aku tega
menolaknya.
“Baiklah... aku akan menemanimu.”
Aku pun
mengikuti Lily masuk ke dalam toko
tersebut.
Di dalam
toko, yang terlihat hanya pakaian dalam di mana-mana.
Bahkan
patung-patung manequinnya juga terlihat
seksi.
Model di
poster juga berpakaian sangat minim
sehingga membuatku bingung mau melihat ke
mana.
Ah...
wajah model itu sedikit mirip seperti Lily.
Apa Lily
juga memakai pakaian dalam seperti itu di balik bajunya? Tidak, kenapa aku malah memikirkan hal itu?!
“...Kamu
sedang melihat apa ?”
Saat aku
sedang memandangi foto model, tiba-tiba aku mendengar
suara Lily yang terdengar kesal.
“Tidak
ada apa-apa, aku tidak melihat apa-apa.”
“Bohong,
kamu memandangnya dengan tatapan
nakal.... Apa yang kamu pikirkan saat berkencan denganku?”
Tatapan
nakal....
Bukannya aku
tidak memikirkan hal-hal yang mesum, tapi rasanya tetap menyakitkan ketika dituduh
begitu.
“Aku
hanya berpikir kalau model
itu mirip denganmu.”
Ketika aku
mennjawabnya, mata biru Lily terbuka lebar. Wajahnya perlahan-lahan berubah menjadi semerah tomat.
Gawat,
aku terlalu jujur.
Aku bisa
dituduh melakukan pelecehan seksual jika tidak berhati-hati.
“Ah, maksudku bukan dalam arti yang aneh,
kok...”
『Kalau begitu, lihatlah aku』
Lily
berkata begitu sambil memelototiku, dia lalu membuang
muka seraya mendengus jengkel.
Sepertinya
dia tidak benar-benar marah. Yang ada justru dia
terlihat malu-malu.
Apa dia merasa senang dibilang mirip model itu?
『(Jadi, ia menyukai yang
seperti itu, ya...) 』
Dengan
wajah yang memerah, Lily bergumam sesuatu dalam bahasa Inggris.
Lalu dia
mengalihkan pandangannya ke arah foto model yang berpose seksi - bukan, ke arah
pakaian dalam yang dijual tepat di sebelahnya, yang sama dengan yang dikenakan
model itu, dan mengambil salah satunya.
“Souta.”
“....Apa?”
“Menurutmu
yang mana yang lebih bagus?”
Lily
memegang sepasang pakaian dalam, satu berwarna merah dan satu berwarna biru,
lalu bertanya padaku.
...Tidak, jangan tanya aku soal ini.
Meskipun
aku berpikir begitu, Lily menatapku tajam, seolah memaksaku untuk menjawabnya.
Sepertinya
aku tidak punya pilihan selain menjawabnya.
“....Kalau
begitu, yang biru?”
Rambut
Lily yang indah berwarna perak. Kurasa warna dingin seperti biru akan lebih
cocok daripada warna hangat seperti merah.
Saat aku
menjawabnya...
『Kenapa kamu malah menjawab
dengan serius? Iyuhh, ilfeel banget. Aku ‘kan cuma bercanda』
Dasar
wanita ini.
Kalau aku
tidak menjawab, dia akan protes. Tapi sekarang dia malah mempermasalahkan
jawabanku.
『Tapi, kurasa ada benarnya juga.
Aku akan menjadikan
itu sebagai referensi』
Lily berkata dengan cepat sembari
mengembalikan pakaian dalam berwarna merah.
Kemudian
Lily mengamati pakaian dalam berwarna biru itu dengan saksama sambil memiringkan kepalanya.
“Aku
tidak tahu cara mengukur ukurannya. Apa kamu tahu,
Souta?”
“Mana
mungkin aku tahu.”
“Benar
juga. Kalau bisa mengetahuinya, itu akan terdengar menyeramkan.”
Setelah
mengatakan itu, Lily lalu memanggil pegawai wanita yang
kebetulan lewat.
Ekspresi pegawai
itu langsung berubah saat Lily memanggilnya.
Gawat, aku dipanggil oleh orang asing. Padahal aku tidak
bisa berbahasa Inggris...
Ekspresi
wajahnya menyiratkan hal seperti
itu.
『Souta, boleh minta tolong jadi
penerjemah? 』
『Bukannya kamu bisa berbahasa Jepang? 』
『Tapi aku tidak yakin apakah
ukurannya akan tersampaikan dengan benar』
Setelah
mengatkan itu, Lily berjalan
mendekat, lalu berbisik di telingaku.
『Ukuranku dari atas adalah... 』
Hembusan
napas Lily sangat menggelitik
telingaku.
Karena
isi pembicaraannya, aku jadi merasa aneh.
『Tolong bantu aku, ya』
Lily mengatakan itu kepadaku dengan
wajah yang sedikit memerah.
Jika kamu
merasa malu, kenapa kamu
tidak bilang sendiri saja...
“Umm,
dia ingin...”
Aku
menyampaikan kata-kata Lily pada pegawai wanita itu.
Situasi
di mana aku harus memberitahu ukuran dada teman perempuanku kepada orang asing,
rasanya benar-benar membuatku gila.
“Baik,
kalau begitu mari kita ukur langsung.”
Sepertinya
pegawai itu merasa lega karena
ada aku sebagai penerjemah, jadi dia bisa kembali tenang.
Ah begitu ya, jadi
ada cara yang begitu.
“Baiklah,
ayo lakukan. Terima kasih.”
“Silakan
ikut saya ke sini...”
Lily pun
dibawa oleh pegawai itu ke ruang ganti.
Tentu
saja, aku ditinggal di luar.
Menunggu
sendirian di toko pakaian dalam agak sulit, jadi aku memutuskan untuk menunggu
Lily di luar toko.
Tidak
lama kemudian, Lily kembali dengan ekspresi puas.
“Ternyata
ukurannya lebih besar dari sebelumnya.
Mengukur itu memang penting
ya.”
“Ah,
begitu ya...”
Jadi
ukurannya lebih besar dari sebelumnya. Pantas saja tubuhnya jadi semakin indah.
Tanpa
sadar pandanganku tertuju ke arah dadanya.
Lalu Lily
mengerutkan alisnya.
“Tolong jangan
memandangnya dengan tatapan mesum.”
“Aku
tidak memandangnya kok. Lagipula, kamu sendiri
yang memberitahuku ukurannya.”
Wajar-wajar
saja kalau aku jadi penasaran setelah diberitahu
ukurannya......