Houkago, Famires de Volume 2 Bab 5 Bagian 2 Bahasa Indonesia

Chapter 5 — Hanyut Dalam Dirimu

Bagian 2

 

(Sudut Pandang Narumi Kouta)

 

Kouta: Bagaimana kalau kita main-main sebentar di laut?

Kouta: Malam-malam begini juga boleh, kan? Mumpung ada waktu luang

●Kohaku: Aku juga berniat mengajakmu

Kouta: Syukurlah kalau begitu

 

Setelah aku mengajak Kazemiya, dia membalas dengan stiker kucing favoritnya yang bertuliskan 'OK!'

(...Perasaanku yang sebenarnya, ya.)

Aku sendiri juga masih belum bisa mengatur perasaanku ini dengan baik. Karena itulah aku ingin bertemu dengannya.

Apalagi... siang tadi, setelah istirahat, Kazemiya jadi bertingkah aneh.

Saat kutanya sedikit, sepertinya dia bertemu dengan Kuon-san dan ibunya. Natsuki mungkin akan mengatakan kalau aku terlalu protektif dan aku menyadari hal itu, tapi... aku tidak ingin meninggalkan Kazemiya seorang diri.

Natsuki. Boleh aku titip barang-barang berhargaku seperti smartphone dan dompetku sebentar?

Boleh-boleh saja. Kamu mau ke laut bersama Kazemiya-san?”

“Ya begitulah. Kamu mau ikutan?

“Mana mungkinlah, aku tidak mau mengganggu kalian.

Setelah menitipkan barang-barang berhargaku kepada Natsuki, aku berjalan menuju laut di bawah langit malam musim panas. Di jam-jam seperti ini, keadaan pantai sudah samgat sepi.

Langit malam yang dihiasi bintang-bintang yang berkilauan, tampak seperti kotak harta karun yang menyimpan permata-permata gemerlap.

Udara laut musim panas yang terasa sedikit asin dan hangat. Tidak buruk.

Narumi, maaf sudah membuatmu menunggu.

Sambil memandang lautan dari bibir pantai berpasir, Kazemiya datang berlari kecil.

Dia mengenakan kemeja santai dan celana pendek, sedang rambutnya diikat di belakang.

Pemandangan bagian lehernya yang terbuka membuat jantungku berdebar dengan keras.

Tidak apa-apa. Aku belum lama menunggu, kamu tidak perlu terburu-buru.

Aku sedang ingin berlari saja.

Rambut panjang keemasannya yang diikat, berayun ditiup angin malam, tampak berkilau gemerlap.

Sosok Kazemiya yang berdiri di tepi pantai begitu indah layaknya ilusi musim panas, tapi hal tersebut juga membuat hatiku gelisah. Rambutnya yang indah terbawa angin, membuatku tidak nyaman.

Berenang di laut malam hari itu bahaya, kan?

Iya, karena di sini juga gelap, jadi sebaiknya kita hindari.

“Begitu ya, padahal aku sudah memakai baju renang yang dibawakan Onee-chan, sih... Yah, sudahlah. Toh, mumpung ini kesempatan bagus, jadi sekalian saja aku menunjukkannya.

Segera setelah dia mengatakan itu, rambut Kazemiya yang tadinya berkibar terbawa angin, kini terbenam dalam kausnya.

Kazemiya dengan mantap melepas baju dan celananya di tempat.

Pinggangnya yang putih dan ramping terekspos di bawah cahaya bulan, membuatku tiba-tiba merasa hangat.

Sosok Kazemiya yang kini dibalut dengan bikini putih, terlihat bagaikan bidadari yang muncul dari lautan malam.

Kazemiya.

Hm?

...Bikini itu sangat cocok sekali. Kamu terlihat sangat cantik.

Dengan susah payah aku mengeluarkan kalimat itu.

“────...Terima kasih...

Kazemiya tersenyum lembut dengan malu-malu, benar-benar membuatku tak kuasa.

Narumi, apa kamu tidak memakai baju renang?

“Untuk berjaga-jaga, aku memakainya. Atau harus kubilang, aku sudah memakainya?

Kalau begitu lepas bajumu juga dong. Aku merasa malu kalau cuma aku sendiri yang melepasnya.

Iya, benar juga.

Aku pun melepas kaos bajuku dan melangkah ke laut malam bersama Kazemiya.

Kami berhenti di tempat yang tidak terlalu dalam, dan bermain-main dengan ombak.

Dingin banget...

Tapi... rasanya nikmat, ya.

Iya, rasanya sejuk dan deburan ombaknya membuatku geli...

Di laut malam hari, di pantai. Kami berdua memandang dunia yang terbentang di bawah langit berbintang.

Tapi di sini, tidak ada siapa-siapa selain kami berdua. Tak ada suara orang lain selain nafas kami.

...Rasanya seolah-olah hanya ada kita berdua saja di dunia ini.”

Keheningan alam. Ketenangan malam. Kesunyian yang memenuhi dunia seolah-olah meneguhkan perkataan Kazemiya.

...Tapi, ini terasa seperti jalan buntu. Seakan kita tidak bisa melaangkah lebih jauh lagi.

...Iya, benar. Pasti di sini... adalah akhir perjalanan kita.

Untuk menghilangkan kesedihan yang timbul di dalam dada, aku menangkup air laut dengan kedua tangan lalu melemparkannya ke atas. Air itu menari di angkasa bagai kembang api, membasahi wajah Kazemiya.

Wah. Apa-apaan...

“Mumpung kita sudah memakai baju renang, jadi sekalian saja kita main-main air, ‘kan?

Iya sih, tapi... Kyaa! Rasanya asin! Gantian!

Asin banget!”

Di bawah hamparan langit berbintang, kami berdua saling menyiram air dan bermain-main.

Kami berdua tidak bisa melangkah lebih jauh. Tidak bisa menyeberangi lautan yang gelap ini. Jadi di tempat buntu ini, kami berdua bermain bersama. Menikmati waktu bersama, walau merasakan firasat bahwa semua ini akan berakhir.

Ah, seru sekali. Rassanya sudah lama banget aku tidak main air seperti ini.

Kazemiya mengatur napas yang ngos-ngosan, lalu kembali membuka mulut.

Pasti kamu ada urusan tertentu denganku, 'kan?

Eh?

“Itulah sebabnya kamu mengajakku bermain. Entah kenapa, sepertinya ada alasannya. Lagipula, tidak ada Inumaki juga.

“Ketimbang dibilang ada urusan...

Aku justru merasa khawatir pada Kazemiya. Aku tidak ingin meninggalkannya sendirian. Karena itulah aku mengajaknya. Tapi alasannya terdengar dangkal saat diucapkan di depan Kazemiya.

"Tadi siang, kamu bertemu dengan Kuon-san dan ibumu, 'kan? Jadi aku tidak ingin meninggalkanmu sendirian.

“Begitu ya... Maaf sudah membuatmu khawatir.

“────Itu hanya alasanku saja.

Memang benar aku khawatir padanya. Memang benar aku tidak ingin meninggalkan Kazemiya sendirian. Tapi setelah bertemu dengannya langsung, aku menyadari kalau bukan hanya itu saja. Semua itu hanya sekedar alasan.

Aku ingin bertemu denganmu, Kazemiya. Hanya itu saja.

Aku ingin bertemu dengannya. Setelah menyadari perasaanku pada Kazemiya Kohaku, aku hanya ingin bertemu dengannya tanpa ada alasan lain.

Hanya itu saja.

Seharusnya akulah yang meminta maaf. Maaf sudah memanggilmu ke sini dengan alasan seperti ini. Tapi, sejujurnya, aku juga ingin bermain denganmu.

“────Kamu tidak perlu minta maaf segala...

Kazemiya mengatakan itu sembari mengalihkan pandangannya. Kupikir dia merasa marah karena aku memanggilnya hanya dengan alasan konyolku sendiri.

...karena... aku merasa sangat senang...

“Begitu ya....jadi kamu merasa senang, ya?”

“Ya....aku sangat senang. Aku merasa sangat senang.”

Jawaban yang kuterima sungguh di luar dugaan, sehingga membuatku terlambat bereaksi.

Kazemiya mengangguk dengan manis sampai-sampai membuatku ingin segera memeluknya.

Urusanku hanya itu saja. Bagaimana denganmu, Kazemiya? Kamu juga ingin mengajakku, 'kan?

Hmm, iya...

Setelah jeda sejenak untuk mengatur napas, Kazemiya mengalihkan pandangannya yang sempat teralihkan, lalu mulai berbicara perlahan tapi pasti.

“Kurasa... aku ingin pulang ke rumah.

Suara hembusan angin laut dan deburan ombak malam mengisi keheningan.

Pelarian yang naif dan kekanak-kanakan yang disebut sebagai kabur dari rumah, mimpi indah yang nyaman akhirnya berakhir sekarang. Tapi entah kenapa, hatiku terasa tenang.

Begitu, ya.

...Maaf. Aku sudah banyak merepotkanmu selama ini, Narumi.

Jangan minta maaf. Sebenarnya, aku malahan merasa senang.

Aku sudah tahu dari awal bahwa hal ini akan terjadi. Kazemiya adalah gadis yang kuat. Jadi, aku bisa merasakan firasat suatu hari nanti dia akan bangkit kembali, atau justru dia sendiri yang mengakhirinya seperti ini.

Tadi siang, kamu tahu sendiri kalau aku dan Onee-chan... bertemu dengan Mamah, 'kan?

“Apa Ibumu bilang sesuatu padamu?

Dia memang bilang sesuatu. Tapi... tidak ada yang menyentuh hatiku.

Ada sedikit kesedihan yang terdengar dari dalam suara Kazemiya saat menatap lautan gelap.

“Sosok Mamah dalam ingatanku dulu adalah orang yang sangat menakutkan. Dia orang yang pintar, selalu memakai setelan kerja, sibuk bekerja, juga mengurus rumah... tidak peduli seberapa dinginnya dia atau seberapa banyak dia menolakku pun, di sudut hatiku aku masih merasa bahwa perkataan Mamah ada benarnya.

Seolah-olah bercerita tentang masa kecil di masa lalunya, Kazemiya terus melanjutkan.

...Tapi, Mamah yang kulihat hari ini berbeda. Ada lingkaran hitam di matanya, tangannya juga kasar. Tubuhnya lebih kurus dan kelelahan, serta berantakan. Bukan karena aku kabur dari rumah yang membuatnya kelelahan. Aku hanya tidak menyadarinya saja selama ini. Bahwa  mamah... ternyata sekecil itu...

Orang yang dibuat terluka, ditolak, dan disakiti selama ini adalah Kazemiya.

Aku juga tidak tahu apa-apa tentang Ayah. Selain dia orang asing yang tinggal di luar negeri. Saat aku mulai sadar pun, mereka sudah bercerai. Mamah juga tidak mau cerita. Aku sendiri tidak begitu peduli dan baik-baik saja dengan itu. Pernah ada yang membahas tentang keluarga single parent, tapi itu tidak terlalu menggangguku.... Tapi Mamah mungkin berbeda. Dia pasti banyak keinginan untuk melarikan diri, 'kan?

Tapi gadis yang ada di depanku ini justru memikirkan orang yang sudah menyakitinya.

Sejak aku mencoba bekerja paruh waktu, aku jadi sedikit mengerti. Bekerja untuk mencari uang itu sulit. Mamah pasti selalu bekerja keras untuk membesarkan kami, meski sedih dan ingin menangis. Tapi dia masih tetap bekerja.

Setetes air mata yang mengalir di pipinya, ditumpahkan untuk orang yang selama ini menolaknya.

“Aku mempunyai Narumi di sisiku. Bahkan ketika aku mengalami masa-masa sulit, bahkan Ketika sedih sampai ingin menangis pun, Narumi selalu datang menghampiriku, mengajakku pergi ke mimpi indah. Tapi Mamah... dia tidak punya seseorang seperti itu. Dia tidak memiliki tempat untuk bersandar, tidak bisa lari kemana-mana... meski begitu, dia tetap membesarkan aku dan Onee-chan sendirian. Tapi yang kulakukan justru.... hanya bisa membenci Mamah saja.

Seolah-olah sedang menyesali masa lalunya, butiran kristal-kristal berharga itu jatuh dari sudut mata Kazemiya.

Aku... benar-benar masih anak kecil, ya...

Itu bukan hal yang buruk. Itu justru hal yang wajar.

Faktanya, kami memang masih anak-anak. Tidak peduli seberapa keras kami memikirkannya atau menyesalinya, ada beberapa hal yang tak bisa diubah.

Tapi Kazemiya tidak bisa menerima itu sebagai hal yang wajar”.

Dia hanya menyesali masa lalunya dan menangis untuk orang yang menyakitinya.

Apa itu benar-benar sosok seorang anak kecil? Setidaknya, bagiku, dia tidak terlihat seperti itu.

...Itu sebabnya, aku sudah memutuskan. Aku memutuskan untuk pulang dan meminta maaf kepada Mamah...tapi...

Kazemiya yang seharusnya sudah menghadap masa depan, justru tertunduk dengan air mata.

Aku harus pulang. Aku harus benar-benar menghadapi Mamah. Akan tetapi...

Dengan kepalla tertunduk serta isakan, tetes-tetes air mata jatuh ke lautan gelap di bawahnya.

Meski aku sudah memutuskan begitu... tapi aku masih ada perasaan untuk tidak ingin pulang...

Permata air yang disinari cahaya rembulan, tertelan ombak tanpa meninggalkan riak.

Karena... ini akan berakhir...

Dan Kazemiya pun──── menyuarakan akhir yang akan datang, seiring keputusannya.

Kalau aku pulang... alasanku untuk tidak pulang akan hilang... Persekutuan kita... hubungan kita... waktu yang kita lalui bersama... pasti... akan berakhir...

Kami adalah teman dan anggota Aliansi Restoran Keluarga.

Tidak iidak ingin pulang, atau ingin melarikan diri, atau ingin punya alasan untuk tidak pulang.

Tapi yang pasti, alasan tersebut akan menghilang.

Begitu pagi tiba, pelarian ini akan berakhir. Dan Kazemiya akan pulang.

Di sana, dia akan menghadapi ibunya. Di situlah, persekutuan kami akan berakhir.

Jika persekutuan ini berakhir, alasanku untuk berdiri di samping Kazemiya Kohaku akan lenyap.

Begitu pula dengan alasan Kazemiya Kohaku untuk berdiri di samping Narumi Kouta.

Hubungan aliansi dan alasan kami untuk menghabiskan waktu bersama akan menghilang.

Lalu, apa keistimewaanku sehingga aku bisa berada di sini sekarang? Atau justru karena tidak ada keistimewaanku, aku tidak bisa mendekati Kazemiya yang menangis?

“────...

Aku tidak peduli dengan alasan-alasan rumit. Tubuhku bergerak lebih dulu daripada pikiranku, dan hatiku bergerak lebih dulu daripada tubuhku.

Aku tidak ingin melihat Kazemiya Kohaku menangis.

Jari-jemariku menyeka tetesan air mata di pipinya yang diterangi bulan─── permata air yang sedih tapi indah.

...Maaf... Bukannya aku ingin kamu menghiburku... bukan begitu maksudku....”

Aku mengerti. Aku mengerti kok.

Sat ini baru satu jari saja yang menyentuhnya.

Tapi, aku ingin lebih banyak menyentuhnya. Aku ingin terus berada di sampingnya.

Kazemiya. Aku sudah tahu kalau aku pernah bilang begini pada Kuon-san, ‘kan? Kalau aku ingin memonopolimu sendirian.

...Iya. Aku senang mendengarnya.

Satu jari. Lalu satu lagi untuk menyentuhnya.

Perasaan itu masih sama. Tapi selama ini, aku bisa bersamamu karena kita teman dan sekutu. Hubungan untuk melarikan diri bersama. Kalau itu menghilang.... kalau kamu memutuskan untuk pulang, pasti alasanku juga akan hilang. Seperti yang kamu katakana tadi. Hubungan resmi kita akan berakhir. Mungkin itu memang benar. Terus melarikan diri selamanya itu salah.

Jumlah jari yang menyentuh Kazemiya terus bertambah.

“Meskipun begitu, aku tetap menginginkan Kazemiya Kohaku.

Telapak tanganku menyentuh pipinya. Pipi Kazemiya terasa hangat dan lembut.

Aku tidak ingin menyerahkanmu pada siapapun. Tidak peduli apa alasannya, aku ingin tetap bersamamu. Entah lari atau tidak lari. Itu sama sekali tidak penting, aku hanya ingin berada di sisimu. Tapi aku tidak ingin hubungan kita hanya sebagai teman. Aku tidak bisa menahannya lagi. Tidak cukup sama sekali.

Naru...mi...

Mulutku sudah tidak bisa berhenti lagi. Perasaan yang sudah kusadari, tidak bisa kubendung lagi.

Aku menyukaimu, Kazemiya.

Seperti mengeluarkan rasa panas dalam diriku, aku mengungkapkan perasaanku pada Kazemiya Kohaku.

“Tidak mempunyai tempat di rumah, jadi selalu nongkrong di restoran keluarga, nonton film melulu, suka pilih-pilih makanan, begadang sampai larut malam untuk bermain game, punya selera yang kekanak-kanakan, panik cuma gara-gara sisa daging hamburger, kabur karena emosi sesaat, terluka sama kehadiran kakak perempuannya tapi tetap bangkit melawannya, sampai memutuskan untuk pulang──── aku menyukai Kazemiya Kohaku yang seperti itu. Hatiku sudah tenggelam padamu sampai tak bisa ditolong. Jadi, hari ini, besok, lusa, dan seterusnya. Biarkan aku memilikimu seutuhnya.

Mata birunya yang begitu indah tampak seakan-akan membuatku tersedot ke dalamnya, bagaikan lautan yang berkialauan.

Matanya melebar dan membulat karena membelalak kaget begitu cantik────Tampak seperti bulan purnama berwarna biru yang lebih indah dari apapun di dunia ini.

Aku akan memberikannya. Aku akan memberikan segalanya padamu. Ambillah semua milikku. Aku akan memberikannya pada Narumi. Jadi berikan semua milikmu padaku. Karena aku juga, sudah tenggelam dalam dirimu. Sampai-sampai aku tidak bisa menahannya.

Aku akan memberikan semuanya. Hidupku, masa depanku, apapun. Jadi, ayo kita pulang bersama. Kita akan selalu bertemu. Bukan lagi sebagai sekutu. Bukan hanya teman. Tapi sebagai kekasih.

Iya... Iya...!

Kami hanya bisa mendengar bunyi deburan ombak kecil yang mengalun di keheningan malam. Yang menghalangi permukaan air yang bergoyang lembut hanyalah kami berdua.

Tidak ada siapa pun di depanku selain Kazemiya. Di dalam mata Kazemiya, hanya ada aku semata.

Setelah terus melarikan diri, kami akhirnya menemui jalan buntu.

Di dunia yang gelap gulita ini, kini hanya ada kami berdua.

Hanya kami yang ada di sini. Di dunia ini, tidak ada lagi yang menghalangi keberadaan kami berdua. Tidak ada apa pun.

“......

“......

Kami berdua saling memandang, tenggelam dalam tatapan satu sama lain, seakan-akan tertarik... Lalu saling memeluk dan menyatukan bibir kami.

““────────””

Kontak itu hanya berlangsung sesaat.

Tapi rasa manis yang membakar dari mulut menjalar ke seluruh tubuh, menjadi abadi dan terukir dalam diri.

“───aah...

Setelah menjauh, terdengar desahan lembut dari mulut Kazemiya.

Jantungku. Panas. Suara detak jantung yang dahsyat ini, apa itu milikku? Atau milik Kazemiya? Aku tidak bisa membedakannya. Sekarang, bahkan batas di antara kami pun menjadi samar-samar.

...Kita berciuman, ya. Rasanya terlalu bahagia, sampai jadi terasa seperti mimpi.

...Mungkin ini memang mimpi.

...Mau coba kita pastikan?

Itu seharusnya ucapanku.

Tubuh kami yang berpelukan tak mau dilepas. Baik aku maupun Kazemiya, tak ingin melepaskan satu sama lain.

Wajah Kazemiya yang seperti melayang. Begitu menggemaskan hingga aku tak bisa mengendalikan perasaanku, aku ingin memilikinya seutuhnya, bahkan tidak ingin memperlihatkannya pada bulan di langit. Menutupinya dari cahaya bulan, kututup mulutnya dengan ciumanku.

...Sudah kuduga ini bukan mimpi. Kalau ini mimpi, rasanya terlalu bahagia sampai-sampai aku tidak ingin bangun.

...Aku masih belum yakin.

Kata-kata yang terdengar memohon, pandangan mata yang bergetar, dan tatapan yang lemah.

Irama manis detak jantung Kazemiya, yang kurasakan saat kami berpelukan, bergema dalam hatiku.

...Tidak cukup. Kumohon tolong beritahu aku lebih banyak lagi. Sampai aku memastikan kalau ini bukan mimpi.

Aku pasti akan memberitahumu. Sampai kamu paham bahwa kebahagiaan ini adalah kenyataan.

Ya. Beritahu aku. Buat aku semakin tenggelam dalam dirimu, Narumi.

Ciuman ketiga kami berlangsung jauh lebih lama dari ciuman yang sebelumnya.

Setelah itu, hanya bulan, yang menyaksikan dari langit malam ──── yang mengetahui sudah berapa lama aku mengajari Kazemiya bahwa ini adalah kenyataan.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama