Chapter 6 — “Suatu hari nanti” yang Diharapkan Kazemiya Kohaku
Bagian 1
Karena kami
sudah menyelesaikan semua jadwal yang awalnya direncanakan, jadi pekerjaan paruh waktu kami pun
berakhir. Kami menerima upah sedikit lebih tinggi dari pemilik rumah pantai beserta ucapan
terima kasih, lalu meninggalkan rumah pantai.
“Natsuki, kamu
memberi perhatian yang lebih kepada kami, ya?”
“Bukan
begitu. Dari yang kudengar, penjualan meningkat lebih dari biasanya berkat efek
liputan. Dan menurutku, pengaruh
Kazemiya-san juga lumayan besar.”
“Aku?”
“Ada
banyak pelanggan yang datang karena katanya ada
gadis cantik yang jadi pelayan warung pantai.”
Kalau
dipikir-pikir, jelas ada beberapa pelanggan
yang datang hanya karena
ingin melihat Kazemiya.
Meski pada akhirnya kebanyakan pelanggan pergi karena sikap Kazemiya yang sedingin es.
...Aku
tahu Kazemiya itu memang menarik, makanya
begitu banyak lelaki yang mendekatinya...
“Narumi?
Wajahmu kelihatan seram, tau.”
“Kazemiya-san, ini adalah contoh tampang dari pacar yang tidak menyukai informasi semacam itu.”
“...Apa iya?”
“Iya,
itu sama sekali info yang tidak enak didengar.”
Saat aku
segera menjawab pertanyaan itu, wajah pacarku yang cantik seketika langsung memerah
dan membuang muka, mungkin karena merasa
malu.
────Pada malam hari saat aku dan Kazemiya resmi menjadi sepasang kekasih, aku
langsung memberitahu Natsuki.
Aku memang merasa senang, tapi aku bisa menyadari perasaanku juga berkat Natsuki. Dia adalah sahabat dekatku yang
paling penting, jadi aku ingin segera memberitahunya.
“Entah
kenapa, rasanya Inumaki lebih paham Narumi daripada
aku...”
“Bagaimanapun
juga, kami adalah
teman masa kecil. Aku masih belum mau kalah.”
“Suatu
hari nanti, aku akan menyusulmu.”
“Memangnya
bisa?”
“Lihat
saja.”
Dua orang
itu saling adu semangat. Sedangkan aku berada di
tengah-tengah mereka. Bagaimana aku harus bereaksi dalam situasi semacam ini?
Menyuruh mereka berhenti bertengkar? Tapi sepertinya bukan itu.
“Natsuki. Terima kasih, untuk segalanya.”
“Hanya
dengan mendengarmu mengucapkan itu saja sudah
membuat kebahagiaanku hari ini
terasa lengkap.”
Setelah
berkata begitu, Natsuki pun menghilang di balik pintu masuk
stasiun.
“Kalau
begitu, sampai jumpa nanti
Kazemiya-san. Dan... Kouta, lain kali ayo kita main bersama lagi kapan-kapan, oke?”
“...Terima
kasih banyak. Kamu
benar-benar membantuku dalam banyak hal. Selain itu, Onee-chan juga berterima kasih padamu.”
“Ayo
kita bermain di suatu tempat. Nanti biar aku
yang traktir.”
“Haha.
AAku akan menantikannya dengan
senang hati. Kalau begitu, aku duluan ya. Dah!”
Kami
saling melambai hingga keberadaan
Natsuki sudah tidak terlihat lagi. Lalu aku dan Kazemiya masuk ke dalam mobil van
yang terparkir tak jauh dari stasiun.
“Apa kamu
sudah selesai mengantar temanmu?”
Kuon-san, yang menunggu di dalam kursi
penumpang, menyapa
kami.
“Ya.
Sudah selesai.”
“Aku
sudah menyampaikan ucapan terima kasih Onee-chan
seperti yang diminta.”
“Terima
kasih ya. Sepertinya ia sudah banyak membantu
Kohaku-chan, jadi sebenarnya aku ingin langsung berterima kasih padanya.
Tapi di sini.... kalau
aku berjalan sembarangan, malahan nanti bisa
jadi ribut.”
Padahal tempo hari dia berjalan dengan santai di dalam restoran
keluarga.... meskipun aku tidak berani mengatakannya dengan lantang sih.
“Memangnya
aku perlu mengkhawatirkan keadaan di sekelilingku setelah aku berhasil
menemukan Kohaku-chan yang kabur dari rumah dan pergi menemuinya? Itu keadaan
darurat, oke? Keadaan darurat.”
Dia
menyisipkan kalimat yang terdengar seperti dia bisa membaca pikiranku.
Rasanya sama
sekali tidak lucu karena aku
berpikir kalau
dia benar-benar bisa membaca pikiranku.
“Um....
Walaupun aku yang meminta
tolong, Onee-chan, apa kamu
baik-baik saja dengan pekerjaanmu?”
“Aku baik-baik
saja kok! Karena semua waktuku
akan diprioritaskan untuk Kohaku-chan!”
“Bukan
itu maksudnya.”
“Cuma
masalah mengatur jadwal saja
kok, jadi gampang. Aku sudah menyiapkan banyak cadangan dan
mengumpulkan materi untuk situasi seperti ini. Lagipula, hari ini aku masih
punya fleksibilitas."
...Sebaiknya
aku tidak perlu menanyakan
apa materinya.
Sekilas
ada kata ‘ancaman’ yang muncul di benakku, tapi itu pasti hanya perasaanku.
“Kalau
begitu, ayo berangkat. Tolong ya!”
Dengan
seruan Kuon-san, mobil
pun melaju. Sepertinya pengemudinya adalah orang dari kantor Kuon-san.
Di dalam
mobil, selain pengemudi, hanya ada aku, Kazemiya,
dan Kuon-san.
Dan tujuan
kami adalah...
“Kamu benar-benar akan pulang, Kohaku-chan?”
“...Iya.
Aku akan pulang. Maafkan aku, Onee-chan. Aku sudah membuatmu khawatir
dan merepotkanmu.”
“Justru
aku senang kamu
membuatku begitu. Tapi kamu akan
menghadapi Orang itu, kamu tahu itu 'kan?”
“Aku
tahu. Itu sebabnya aku memutuskan untuk pulang.”
Pandangan mata Kazemiya
menyiratkan tekad kuat yang ada dalam dirinya.
Tampaknya
Kuon-san merasa puas
dengan itu, lalu mengangguk mengerti.
“Tapi,
apa kamu yakin? Sampai menghubungiku segala, bukannya
kamu bisa meminta untuk pulang Bersama Narumi-kun?”
Setelah
memutuskan untuk kembali pulang,
Kazemiya menghubungi Kuon-san dan memintanya untuk menjemputnya.
Tentu saja,
kami bisa pulang dengan menaiki kereta yang sama seperti saat kami melarikan diri. Dengan
begitu, kami mungkin bisa sedikit
memperpanjang waktu kabur kami. Tapi
kami sengaja tidak melakukannya.
“Kazemiya
sudah membicarakannya denganku.
Kami sepakat untuk berhenti memperpanjang pelarian ini.”
Pelarian
kami sudah berakhir sejak tiba di pantai malam itu.
Saat itulah batas akhir dari aliansi restoran keluarga kami.
Satu-satunya pilihan yang tersisa adalah tetap di sana atau kembali. Dan kami
memilih untuk kembali. Pulang ke rumah,
menghadapi Ibunya. Saat Kazemiya memiliki tekad untuk itu, akhirnya sudah
pasti.
“Selain itu,
aku juga ingin mendengar cerita Onee-chan tentang Mamah...”
“...Begitu.
Jadi kamu sudah siap menghadapinya. Kalau
anak cowok bertemu sekali dalam tiga hari
saja sudah sangat berbeda, tapi
kalau Kohaku-chan hanya butuh dua detik saja untuk membuatmu bisa berubah drastis...”
“Itu
sama sekali tidak benar.”
“Benar-benar
mengejutkan ya...”
“Onee-chan.
Tolong berbicaralah dengan serius.”
Jika
dibalas dengan wajah yang terlihat sedih begitu, Kazemiya pasti juga ingin mengatakan
hal yang sama. Lebih baik aku memuji atas responnya yang bagus.
“Tenang
saja, aku pasti akan menceritakannya.
Aku akan membicarakannya, tapi...
memang benar kalau aku tidak terlalu
bersemangat.”
“Kenapa
begitu?”
“...Karena hal itu hanya akan menyakitimu, Kohaku-chan.”
Aku
tidak bisa melihat raut wajah
Kuon-san dari tempat duduk kami.
Ekspresinya seperti apa yang dia tunjukkan,
apa yang sedang dirasakannya, itu semua tidak terlihat oleh kami.
“Aku
baik-baik saja. Tolong tetap
ceritakan.”
“Kamu
beneran yakin? Mungkin saja kamu
tiba-tiba jadi tidak mau pulang lagi.”
“Aku pasti tidak akan berkata begitu.”
“Alasannya?”
“Karena
aku bersama pacarku.”
Kazemiya menjawab dengan sangat
yakin tanpa ragu-ragu.
“Aku mungkin
tidak akan sanggup kalau menangani semuanya sendirian.
Aku mungkin akan merasa terluka lagi. Tapi sekarang, tak peduli seberapa terlukanya aku, aku memiliki
seseorang yang akan mendukungku...karena aku punya
Narumi yang akan selalu menemaniku. Jadi, aku tidak apa-apa.”
Kami berdua saling menggenggam tangan dan
mengaitkan jari-jemari kami.
Aku takkan melepaskannya. Apapun yang terjadi, aku akan
selalu mendukungnya. Kami saling menyampaikan perasaan itu melalui jari-jari
yang saling bertautan.
“Ahaha!
Begitu ya. Karena ada pacarmu ya,
jadi tidak apa-apa. Iya, benar juga.
Sekarang Kohaku-chan sudah
dewasa. Kalau Kohaku-chan memiliki
seseorang untuk bersandar, kamu pasti
akan baik-baik saja.”
“Oleh karena
itu, tolong ceritakan tentang Mamah.”
“...Baiklah.”
Kuon-san yang menerima keteguhan
Kasemiya, mulai bercerita.
“Yang
bisa kuceritakan hanyalah kisah tentang rasa
bersalah.”
“Rasa
bersalah?”
“Ya.
Orang itu selalu merasa bersalah kepadamu, Kohaku-chan.”
Ibu Kazemiya. Bekas luka yang dia tanggung...
────Rupanya, orang tua Kazemiya bercerai tepat setelah Kazemiya lahir.
Alasannya masih tidak diketahui. Karena Ibu Kazemiya tidak pernah
menceritakannya.
Karena faktanya,
ibu Kazemiya harus membesarkan dua
anaknya seorang diri sebagai single parent.
Pilihan
untuk kembali ke rumah orang tuanya
tidak pernah terlintas bagi ibu Kazemiya.
Orang yang
tiba-tiba pergi dari
rumahnya sendiri dan tidak pernah kembali itu
justru ibu Kazemiya.
“Bukannya
itu...”
“Ya.
Praktis seperti kabur dari rumah.”
Ibu Kazemiya yang bisa dibilang kabur
dari rumah orang tuanya,
membesarkan dua anaknya seorang diri. Kami
bahkan tidak bisa membayangkan betapa sulitnya membesarkan anak sambil bekerja
dalam situasi di mana tidak ada orang yang bisa dia andalkan.
Dan pada
suatu waktu, sepertinya ibu Kazemiya
juga mencapai batasnya.
“Kalau tidak
salah, kejadian itu terjadi sekitar Kohaku-chan masih berumur 2 tahun. Kamu mungkin tidak mengingatnya, Kohaku-chan, tapi orang itu... dia
mencapai batasnya mirip
seperti seutas tali yang putus.”
Pada waktu
itu, Kazemiya masih sekitar 2 tahun. Saat
Kazemiya mengamuk dan menangis
keras...
“Dia
menamparmu. Bukan dengan kepalan, tapi
telapak tangannya. Waktu
itu, kepala Kohaku-chan sampai terbentur
dan mengeluarkan banyak darah.”
“...Begitu
ya. Tapi aku tidak ingat sama sekali.”
“Pada saat
itu sangat heboh sekali...
Bahkan ibu yang biasanya tenang, wajahnya langsung pucat pasi dan buru-buru
memanggil ambulans. Yah, kalau kamu
tidak mengingatnya, maka
itu tidak apa-apa.”
Untungnya,
meskipun tamparannya cukup keras,
tapi lukanya sendiri cukup dangkal dan tidak
meninggalkan bekas.
“Itulah sebabnya dia memendam rasa
bersalah kepada Kazemiya?”
“Begitulah.
Meskipun Kohaku-chan tidak mengingatnya, tapi
orang itu terus mengingatnya. Dia tidak akan pernah melupakannya sampai seumur
hidupnya.”
“...Begitu
ya.”
Aku bisa
memahami keraguan Kuon-san untuk menceritakannya.
Kazemiya berusaha terus bergerak
maju dengan caranya sendiri. Tapi
bagi ibunya, itu tidak ada hubungannya. Tak peduli seberapa
jauh Kazemiya
melangkah maju, hanya dengan
keberadaannya saja sudah menjadi beban bagi ibunya, itu benar-benar tidak
tertolong.
“...Onee-chan memang dewasa ya.”
“Kenapa kamu berpikiran begitu?”
“Meski Onee-chan
selalu berkata buruk kepada Mamah, tapi Onee-chan tetap
tidak bisa meninggalkan Mamah, 'kan? Mamah yang membesarkan dua anak
seorang diri pasti mengalami banyak kesulitan.”
“Yah,
bagaimanapun juga dia tetap
ibu kandung kita.
Walaupun dia sudah banyak melukaimu, Kohaku-chan.”
“...Aku baik-baik saja. Selain itu... Terima kasih sudah mau menceritakannya denganku, Onee-chan.”
“Tidak,
justru aku yang harusnya minta maaf karena sudah
merahasiakannya.”
Suasana
di dalam mobil terasa semakin berat, seperti kain yang basah.
Di tengah
kesunyian itu, Kuon-san akhirnya
membuka suara.
“...Cerita
tentang ibu sudah selesai. Sekarang tinggal satu hal lagi yang harus kita
bicarakan.”
Setelah
mengatakan itu, Kuon-san memutar kepalanya dan menoleh
ke arahku.
“────Soal
hubungan berpacaranmu dengan Kohaku-chan.”
“...Yah,
sudah pasti bakal membahas itu.”
Kalau
dipikir-pikir, rasanya aku pernah melihat komentar di media sosial
yang mengatakan kalau senyuman Kuon itu memikat.
Pada waktu
itu aku tidak terlalu memperhatikannya, tapi sekarang... Kurasa aku bisa
memberi komentar tambahan.
Itu bukan
sesuatu yang menarik, malahan lebih
seperti pengalaman mengerikan. Apa leher manusia bisa berputar sampai sedemikian rupa?
“Onee-chan,
berhenti berbicara
begitu. Lagian, biarin
sih. Itu semua terserah aku mau bagaimana hubungan pacaranku
dengan Narumi.”
“Itu sama
sekali tidak baik!”
“Padahal
saat kamu muncul di tempat pekerjaan paruh waktuku, kamu bahkan
mendukungku 'kan?”
“Itu sih sebelum kalian pacaran! Tapi
sekarang ceritanya beda lagi!
Sebagai kakak Kohaku-chan, aku
akan campur tangan dengan benar!”
“Sudah
kubilang, tolong jangan begitu. Nanti Narumi jadi
terganggu, lho.”
“Apa
kamu tidak peduli dengan perasaan
sedihku!?”
"Aku
sama sekali tidak peduli.”
“Tidak
peduli...? Bahkan mengatakan 'sama sekali'...!?”
Kuon-san terkejut dengan ucapan adik perempuannya yang tidak peduli sama sekali.
Aku tidak
ingin dia menatapku dengan pandangan penuh kebencian seperti itu. Dia pasti
benar-benar berniat mengutukku.
“Uuh...
Ba-Baiklah, aku mengeri... Ah, bagaimana
mungkin... Kurasa kalian
sudah membuat banyak kemajuan, ‘kan...”
““...””
“Kemajuan”. Ketika
aku mendengarnya, hal tersebut membuatku teringat pada kejadian
setelah kami berpacaran.
Di pantai
malam itu, kami berdua saling berpelukan
dan berciuman.
Sepertinya
Kazemiya juga mengingat saat itu.
Kami saling menggenggam tangan dengan lembut.
“Sekarang
kalian pasti sudah berpegangan tangan... Suatu
hari nanti, kalian pasti
akan berciuman juga... Ah, hanya membayangkannya saja rasanya otakku mau pecah──”
“Eh?”
“Ehh?”
Kuon-san bereaksi terhadap suara Kazemiya yang tak sengaja keceplosan.
“Ah................ Ya, begitulah...”
Sepertinya
Kazemiya berusaha menyembunyikannya,
tapi karena teringat kejadian malam hari
di pantai itu,
wajahnya sedikit memerah. Melihatreaksinya
yang begitu, ekspresi Kuon-san
langsung berubah.
“...Sebenarnya
sampai sejauh mana hubungan kalian?”
“...Tidak masalah, ‘kan? Kamu tidak perlu sampai berbicara begitu.”
“Kalian
sudah berciuman banyak, ya! Mungkin sampai seratus kali! Wajah Kohaku-chan yang sekarang
mengatakan itu!”
“Kami
melakukannya tidak sampai seratus
kali kok! Baru tiga kali sejak kami berpacaran...”
“Aaah...
Aaaggghh...!”
"Aku
memang tidak ingat pastinya... Tapi mungkin sudah banyak, aku yang selalu
memintanya... Tapi tidak sampai seratus kali, kok!”
“Guga…
Giiiiiii…!”
“Paling
banyak palingan sampai dua digit…!”
“Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!”
Ah, dia
benar-benar rusak.
Penjelasan
Kasemiya yang seperti sedang menggali kuburannya
sendiri itu membuat Kuon-san
menjerit seperti serangga sekarat.
Ah,
begini rupanya jika otak seseorang rusak. Manusia memang begitu.
“Ah...
kami minta maaf sampai membuat keributan seperti ini.”
“Tidak
apa-apa. Aku sudah terbiasa dengan kelakuan aneh Kuon-san saat adiknya terlibat.”
Sepertinya
supir ini juga mengalami berbagai kesulitan saat menghadapinya. Aku
jadi merasa bersimpati dengannya.
“Tidaktidaktidaktidaktidaktidak!
Aku belum siap untuk hal-hal seperti itu! Sebagai kakakmu, aku tidak akan mengakuinya!
Tidak! Tidak sama sekali! Pokoknya tidak mau!”
“Onee-chan.”
“Aku
tidak mau mendengarnya! Aku tidak mau mendengarnya! Aku benar-benar tidak mau mendengarnya! Aku tidak akan pulang sekarang
juga!”
“Sudah
cukup, rasanya jadi mulai menyebalkan.”
Dengan
sedikit helaan nafas, serangan mematikan dari Kazemiya
berhasil menghentikan kakak perempuannya.