Chapter 8 — Reset Toudo Tsuyoshi dan Tanaka Haru
Bagian 2
Kami berdua
akhirnya duduk di bangku dan aku
menarik napas dalam-dalam.
“Tanaka,
ada sesuatu yang harus kuminta maaf padamu.”
Aku
mendongak ke atas untuk menatap
langit. Awan-awan di sana sangat indah. Ah, aku bisa menyadari keindahan itu.
Kemampuan dasar manusia normal.
Aku tidak
tahu pasti arti dari tindakanku
tadi. Tapi, ini sangat penting. Aku tidak
bisa mengabaikannya begitu saja. Rasanya ada sesuatu
di dalam hatiku yang terus meronta-ronta.
“Iya,
ada apa? Kamu kan
tidak salah apa-apa, Toudo.”
“Tidak,
aku sudah melakukan dosa yang tak
termaafkan terhadapmu.”
Jangan
buat Tanaka bersedih.
Jangan sampai membuatnya sadar kalau sebenarnya
aku telah melupakan ingatanku.
Aku tidak boleh menyakiti Tanaka lebih dari ini.
Kenapa
aku memilih opsi itu?
――Itu
hanya bentuk pertahanan diriku sendiri? Agar aku sendiri tidak terlalu sedih.
――Itu
hanya bentuk pengorbanan diriku? Agar Tanaka tidak sedih.
“Pada hari
itu... saat aku berkencan
dengan Tanaka, aku... kehilangan semua ingatanku tentangmu.”
Tanaka
bersandar ke bangku dan menghela napas panjang.
“Fuuh...
Pantas saja. Akhirnya kamu
mengatakannya juga, terima kasih. Kamu
memang payah kalau soal berbohong, ya.”
Aku
terkejut.
“Kamu menyadarinya?”
“Samar-samar
sih, tapi Toudo
kelihatan tersiksa dan sedih saat memandangku. Bahkan foto di ponselmu pun
sudah hilang.”
“Maafkan aku, Tanaka.”
“Yah,
kita memang pernah berkencan dan punya banyak kenangan
menyenangkan, ‘kan?”
“Sepertinya
begitu, tapi aku benar-benar tidak mengingatnya, tapi kenangan tersebut samar-samar terlintas di
kepalaku.”
“Pasti
berat, ya? Tapi kamu tidak
usah memaksakan diri untuk
mengingatnya. Kita hanya perlu membuat
kenangan baru lagi. Pergi ke pusat perbelanjaan, makan kue, minum jus, kerja
sambilan...ughm....”
Tanaka
perlahan-lahan menyentuh tanganku dengan lembut.
“Tak peduli
seberapa banyak
kamu kehilangan ingatanmu, aku akan terus mengingatkanmu
lagi dan lagi.”
Jiwaku
bergejolak. Sesuatu yang berharga di hatiku bergejolak.
Aku
mencengkeram dadaku. Aku tidak
boleh membuat orang yang berharga bagiku seperti ini merasa sedih. Tanaka
terlihat seperti hampir
menangis.
Aku tidak
suka melihat gadis-gadis menangis dalam kesedihan. Aku tidak menyukainya sejak
dulu. Aku kehilangan seseorang yang penting bagiku di sekolah dasar
itu. Dia adalah gadis yang selalu
menangis dengan sedih.
Aku tidak
ingin menyesal lagi.
“Aku berpikir kalau aku bukan orang yang sama seperti
sebelumnya karena kehilangan ingatan. Tapi, aku memang tetap diriku.”
“Tentu
saja! Toudo tetaplah Toudo!”
“Begitu
ya...”
Kehangatan
tangan Tanaka menjadi pemicunya,
menghidupkan gejolak emosiku di hari itu.
Begitu
banyak versi diriku yang tersembunyi muncul ke permukaan. Badai kenangan yang
tidak kukenal menyerbuku.
Rasa
sakit dahsyat yang menyerang seluruh tubuhku menyangkal sosok diriku saat ini.
Rasa sakit ini adalah pembatas yang mencegahku dari menghancurkan diriku
sendiri.
Hal
seperti itu, lebih baik aku reset
saja—
Menghilangkan
emosi bukanlah satu-satunya cara untuk mereset,
melampaui batas adalah kemampuan yang sesungguhnya dari 'reset'. Tapi, reset yang tidak sempurna akan menghapus ingatan.
Aku tidak
mempunyai ingatan tentang gadis yang ada di depanku. Kenapa aku mencoba
melakukannya sendiri. Kenapa aku mencoba menyembunyikannya.
Reset
hanyalah kemampuan, dan tidak ada
yang salah dengan itu. Satu-satunya masalahnya adalah aku yang
menggunakannya.
Kalau
begitu, aku yang harus berubah.
Aku perlu menghadapi reset ini——
Sesuatu
yang terukir dalam jiwaku berguncang keras. Darah di
sekujur tubuhku mendidih. Aku tidak ingin merasakan hal seperti
itu. Rasa sakit seperti ditusuk-tusuk
pisau ke jantung menjalar. Hal semacam itu
hanyalah ilusi.
Yang
paling penting untukku saat ini adalah——
“Kenangan
berharga antara aku dan Tanaka yang terukir dalam jiwaku ini.”
Aku
berdiri. Memandang ke atas langit.
Tangan kami yang terhubung tidak dapat
dilepaskan. Gejolak emosi yang muncul semakin kuat. Sekarang aku mengerti, ini
adalah—— emosi.... kasih sayangku yang telah
kubangun...inilah perasaan cintaku.
“Aku
akan mencoba memulihkan ingatan yang terhapus dengan reset. Tanaka, tolong
awasi aku."
“Ba-baik,
Toudo. Warna
matamu... tidak, aku akan mengawasimu....”
Tanaka
mengangguk. Lalu aku memejamkan
mataku. Pemikiran super cepatku terus
meningkat. Peningkatan itu telah melampaui batas.
Pemikiran
super cepat memberitahu 99,9% kemungkinan gagal. Tapi, itu tidak masalah.
Gejolak emosi yang menguasaiku menolak logika dan
akal sehat.
Menghilangkan
emosi bukanlah satu-satunya kemampuan reset.
Mencapai batas bukanlah satu-satunya reset.
Aku akan
merasakan sensasi saat melampaui batas dengan reset yang tersisa samar-samar
dalam diriku. Itu tidak cukup.
Aku harus
melampaui itu——
Aku saat
ini tidak akan menghapus ingatan orang-orang yang berharga bagiku!!
Beban di
otakku menetapkan batas. Aku akan me-reset.
Mereset
batas yang akan menghancurkan sel-sel otakku.
Mereset
batas yang akan menghentikan detak jantungku.
Reset,
reset, reset, reset -
Semuanya
untuk menemukan kembali ingatanku
bersama Tanaka.
Jika aku
melakukan satu kesalahan saja, aku bisa kehilangan semua
ingatanku dan menjadi orang yang tidak berguna.
Kemudian aku
mendengar suara yang mirip seperti kaca
pecah. 'Switch'.
Kata
'switch' muncul dalam benakku,
tapi aku tidak tahu kekuatannya. Tapi, aku merasakan kekuatan yang mengalir.
Hari-hari
yang kulewati bersama semua orang membanjiri otakku dengan dahsyat.
Pemikiran
super cepat berubah menjadi pemikiran paralel.
Meskipun
dinding batas terus menyerangku, ribuan pemikiran mencegahnya——
Kalau
dipikir-pikir, aku sudah bertingkaah aneh
sejak mereset Hanazono. Tidak mungkin aku bisa mengingat kembali ingatan dan
emosi yang hilang. Itu adalah norma bagiku. Emosi yang muncul tanpa alasan
membakar hatiku dengan hangat. Itu adalah hal yang mengembangkan reset, menjadi
asupan untuk melampaui reset.
Reset
dengan Hanazono, reset dengan Tanaka. Ini berbeda dari reset lainnya.
Aku tidak
memanggil Hanazono dengan sebutan “Hana-chan”.
Aku tidak
pernah menyelamatkan Tanaka dari truk.
Tapi, aku
tahu hal itu. Kalau begitu— aku harus mengingatnya lagi, ingat lagi, ingat lagi,
ingat lagi, ingat lagi!
“――――――――!”
Emosiku
yang meluap membebaskan 'kenangan' yang terukir dalam jiwaku.
Sejumlah
informasi yang besar menyerang otakku. Bahkan pemikiran paralel
tidak bisa menanganinya. Konsekuensi menghapus ingatan kini menekanku. Batasnya
hampir tercapai. Lebih dari ini, aku akan menjadi orang yang tak berguna,
melupakan segalanya—
“Lebih baik
aku mereset saja batas seperti itu.”
Reset
yang ditingkatkan oleh switch——
Asalkan
ada kenangan Tanaka dan Hanazono. Jangan buat mereka sedih lagi! Aku tidak akan
kalah dengan diriku sendiri lagi!
Mereka
sangat berharga bagiku.
Sesuatu
yang menutupi jiwaku seolah melompat keluar—
“Inilah
'reset'-ku.”
Kebisingan
di dalam kepalaku mulai mereda. Yang kurasakan sekarang
hanya kehangatan tubuh Tanaka saat kami berpegangan
tangan.
Rasanya
sangat hangat dan membuatku tenang...
Aku
membuka mata dan memandang Tanaka.
“Aku
terpesona oleh suara nyanyi Tanaka. Tanaka yang sedang minum jus terlihat
sangat manis. Aku mengambil banyak foto. Dan, aku menyelamatkan Tanaka yang
hampir tertabrak truk. Syukurlah kamu
baik-baik saja.”
“—Eh!?
Ka-Kamu, mengingatnya!?”
"Aku
kembali, Tanaka. Sekarang sudah
baik-baik saja... Ta-Tanaka? Jangan menangis. Ingatanku sudah kembali."
Setetes
air mata mengalir dari Tanaka. Tapi itu bukan air mata kesedihan.
Karena
Tanaka tersenyum sangat manis—
“Selamat
datang kembali, Toudo... Aku,
percaya padamu."
Gadis di
sampingku menangis. Tapi, dia terlihat sangat bahagia dan menggemaskan...
“Masa muda
yang dimulai dari reset, ya... Aku memang lelaki yang kikuk.”
Mataku
terasa panas. Ini bukan keringat. Ini adalah air
mata kebahagiaan...
Kenangan berharga yang terukir dalam jiwaku, menyatu dengan hatiku ――