[LN] Reset Seishun Jilid 2 Bab 9 Bagian 1 Bahasa Indonesia

Chapter 9 — Pelarian Penuh Emosi Sasami Mimi

Bagian 1

 

Aku sedang lari jogging. Lari di malam hari. Temponya lebih lambat dari biasanya. Karena tubuhku tidak bisa bergerak dengan baik. Pada hari itu, untuk mengembalikan ingatanku bersama Tanaka, aku melampaui batas maksimum. Tentu saja tubuhku tidak baik-baik saja. Setelah itu, saat aku sedang berbagi kebahagiaan dengan Tanaka, aku malah tiba-tiba pingsan.

... Ini sudah ketiga kalinya aku pingsan. Rasanya sungguh tidak enak.

Ketika tersadar, aku sedang berbaring di apartemenku.

Begitu terbangun, aku segera menghubungi Tanaka, ternyata saat aku pingsan, Shimafuji tiba-tiba datang dan menggendongku sampai ke apartemen.

Menurut cerita Tanaka, Shimafuji terlihat panik dan berkata “To-Toudo pingsan? Tidak mungkin! Dia adalah orang terkuat bagiku. Toudo, bertahanlah! Kamu ini kakakku, 'kan?! sambil memeriksa kondisiku.

Tanaka menceritakannya sambil tertawa.

Itu sangat melegakan. Aku sempat merasa takut bagaimana jika saat bangun aku kehilangan ingatanku lagi? Rasa sakit di kepalaku semakin parah. Tapi, jika ingatanku kembali, tidak masalah. Menderita konsekuensi adalah hal yang wajar.

Aku suka berlari. Itu membantu mengatur pikiranku dengan baik. Aku mulai berlari dari Ichigaya, melewati Toyosu yang mana itu merupakan tempat di mana aku memiliki kenangan indah bersama Tanaka, lalu berputar di kawasan Rinkai. Aku suka jalur ini karena jalannya lebar.

... Meskipun ingatanku sudah kembali, emosi yang telah kureset tidak bisa kembali.

Hanya kenangan berharga Tanaka yang terpatri dalam jiwaku yang bisa kupulihkan. Tapi, jika aku salah sedikit saja, aku bisa menjadi orang yang tidak berguna. Emosi yang kuhapus dengan reset... Mungkin karena sudah kuhapus, emosi itu memang sudah tidak ada lagi.

Tapi, aku menyadari bahwa Tanaka adalah orang yang berharga bagiku. Berada bersamanya membuatku merasa hatiku hangat dan berdebar-debar.

Meskipun emosi saat itu tidak kembali, aku masih memiliki emosi baru. Aku pasti bisa terus maju.

Meskipun aku menghapus rasa suka, perasaan itu tidak akan hilang. Kalau begitu, sekarang pun sudah cukup.

Dunia ini penuh dengan hal sulit bagiku.

Tapi, aku mulai merasa senang.

Aku mempunyai teman dan setiap hari rasanya begitu ramai dan hidup.

Ada banyak hal yang membuatku ingin mengalihkan pandangan, tapi meski begitu, semuanya hidup.

 

Fuuh, kurasa cukup sampai di sini saja untuk hari ini—”

Aku berhenti berlari dan memandang laut. Ini adalah trotoar lebar di tepi laut Ariake. Aku turun dari area jalanan dan duduk di tanggul. Tempat yang cocok untuk bersantai.

Ini adalah waktu yang kusuka. Hatiku terasa tenang. Suara serangga dan aroma rumput, mengingatkanku pada saat aku bertahan hidup di hutan.

Hal ini membuatku jadi bernostalgia saat disuruh bertahan hidup selama satu bulan tanpa alat apa pun. Aku berpikir kalau waktu itu hanya sendirian, ternyata Shimafuji juga bersamaku. Dia cengeng dan sedikit kurang pintar.

Mungkin karena pengaruh reset itu, aku sedikit mengingat kembali memori yang terlupakan. Meski masih terasa samar-samar dan sulit dipahami, setidaknya aku masih terus maju.

Tiba-tiba, aku mendengar suara langkah kaki yang familiar dari arah jalan.

Langkah kaki yang ritmis dan berlari dengan kuat.

Jam biologisku mencatat waktu dengan pasti. Ah, dia pernah bilang kalau dia tinggal di kompleks perumahan sekitar sini, ya...

Saat aku memastikan orang yang menimbulkan suara langkah kaki itu, aku melihat Sasami yang berlari dengan ekspresi wajah yang serius.

Bentuk berlarinya sangat indah. Sepertinya dia menerapkan saran yang kuberikan. Tapi, napasnya tidak beraturan. Meskipun gelap, aku bisa melihat dia menahan isakan dan air matanya mengalir.

Kenapa Sasami menangis?

Hari-hari yang kulewati bersamanya membuatku sadar akan arti normal.

Sasami Mimi. Adik kelas yang manis itu sudah tidak ada. Tapi, apa itu beneran baik-baik saja?

Tidak.

Berempati dengan perasaan orang lain memang menyakitkan. Aku tidak akan lagi mereset emosiku. Karena aku sadar itu hanya bentuk pelarian diri.

Semua orang hidup dengan membawa rasa sakit.

Dan itu adalah normal.

Aku menatap punggung Sasami sambil berpikir demikian.

 

◇◇◇◇

 

Aku, Sasami Mimi, sendirian di kelas.

Ne, Sasami-chan, bagaimana kalau kembali ke klub atletik? Kamu sudah berusaha keras, 'kan...

Nakajima-san dari klub atletik berbicara padaku. Nakajima-san adalah gadis yang sangat baik, tidak seperti aku.

Sebagian besar orang-orang di dalam kelasku merupakan anggota klub atletik. Aku juga anggota klub atletik sebelumnya. Hanya anak manja yang dimanja oleh kakak kelas.

“—Eh? Aku tuh anak yang dibenci, ‘kan? Jadi mana mungkin aku bisa kembali, haha.

Sasami-chan... Itu tidak benar! Semua orang ingin kamu kembali!

Itu sama sekali tidak benar. Selain anak ini, tidak ada yang mau berbicara padaku.

Aku keluar dari klub di tengah-tengah dan dipandang sinis. Peringkatku di kelas langsung jatuh. Dunia anak-anak memang sulit dipaham. Hanya keluar dari klub saja, langsung dipandang rendah... Mungkin ada sesuatu yang tidak terlihat oleh orang dewasa di dunia anak-anak. Ketika satu orang angkat bicara, semua orang pun ikut-ikutan.

Hanya keluar dari klub saja, sudah ada dinding dan hierarki kelas. Aku tidak melakukan hal buruk. Semua orang bersemangat dalam klub, kecuali aku yang keluar. Begitu ada yang berbicara, yang lain langsung ikut-ikutan. Secara bertahap, atmosfirnya menjadi padat dan mengendap, kemudian menyebar ke sekitar. Dan akhirnya aku sendirian.

Sekarang jam istirahat, aku makan bekal makan siangku yang kubuat sendiri. Makanan murah yang kubeli di supermarket, dihitung sehemat mungkin. Penampilannya tidak penting. Tapi, Ibu bilang rasanya enak.

Sebelum keluar dari klub, saat jam makan siang, temanku dari kelas akan mengelilingiku.

Tapi sekarang tidak ada siapa-siapa.

Aku mendengar bisikan-bisikan jahat dari gadis-gadis sekelas. Mereka mengejek dan mengolok-olokku yang mendapatkan perhatian dari senior, dan membuat masalah. Entah kenapa, hatiku sedikit sakit. Tapi, apa yang kulakukan pada senpai itu tidak ada apa-apanya....

Gunjingan seperti itu tidak masalah. Aku harus tetap kuat.

Aku hanya ingin bisa berlari.

Berlari, berlari, supaya suatu hari Toudo-senpai bisa melihat perubahanku. Itulah sebabnya,

Nakajima-san, sudah cukup. Jika kamu terlalu dekat denganku, Nakajima-san juga bisa dijauhi.

Aku mendengar ada suara yang memanggil Nakajima-san di pintu kelas. Aku melihat ke sana dan ada anggota klub atletik dari kelas lain. Aku merasa sedikit canggung dan mengalihkan pandanganku... Aku tahu itu tidak konsisten. Rasanya sulit untuk menjadi kuat.

Ah, tunggu sebentar! Aku akan segera ke sana. ...Sasami-chan, sampai nanti ya—

Nakajima-san pergi meninggalkanku. Sekarang aku benar-benar sendirian.

Tidak apa-apa, rasanya lebih baik sendirian sekarang. Aku menghela napas lelah.

Aku tidak cukup berbakat untuk bisa ditempatkan di kelas khusus yang penuh dengan monster. Aku hanyalah gadis biasa.

Aku tidak punya bakat apa pun. ...Aku hanya beruntung saja bisa bertemu Toudo-senpai. Jadi aku harus berusaha keras.

Bahkan jika aku makan siang sendirian, aku tidak merasa sedih atau kesepian. Aku yakin kalau Senpai pasti lebih merasa sedih.

Entah sejak kapan, Senpai-lah yang menjadi standarku.

Senpai yang telah kusakiti. Aku tidak bisa mengungkapkan penyesalanku dengan kata-kata.

Setiap kali aku mengingatnya, dadaku terasa sakit.

——Aku baik-baik saja. Walaupun aku hanya gadis biasa saja, tapi hatiku kuat.

Jadi, meskipun aku tak bisa mengobrol lagi dengan Senpai, aku baik-baik saja. Sendirian di kelas juga baik-baik saja. Berlari adalah penebusan dosaku. Entah itu benar atau salah, tapi aku tidak sanggup menahannya jika tak berlari.

...Perutku tiba-tiba sakit. Bekal makan siangku masih tersisa sedikit, tapi aku harus pergi ke toilet. Aku meninggalkan kotak bekalku di atas meja dan pergi.

 

Saat aku kembali ke dalam kelas, gadis-gadis dari klub atletik berhenti berbicara. Mereka menyunggingkan senyum yang menyebalkan di wajah mereka.

Saat pertama kali masuk ke dalam klub, aku akrab dengan mereka, dan kami mengobrol bersama saat istirahat makan siang.

Obrolan kami memang tidak penting, tapi ada semacam rasa solidaritas, dan kami bisa berteman melalui klub.

Tapi sekarang, tidak ada siapa pun di sekitarku.

Menjadi kuat sendirian.

Aku sama sekali tidak berpura-pura kuat. Karena aku yakin Toudo-senpai pasti jauh lebih menderita....

Aku melihat ke mejaku. Aku melihat bahwa kotak bekalku tidak ada di atas meja. Kotak bekalku justru terjatuh ke lantai... Isinya berserakan.

Aku bekerja keras mencari bahan makanan murah di supermarket, dan membuat bekal dengan penuh semangat.

Rasa sedih lebih mendominasi daripada marah.

Ah, maaf Sasami, tadi aku menabraknya sampai jatuh.

...Begitu.

Mantan anggota klub atletik itu memberitahuku tanpa rasa bersalah. Mereka tidak ada niat untuk membereskannya. Aku tidak peduli. Aku ingin dia minta maaf pada ibuku. Perasaan sedih tidak kunjung menghilang. Aku miskin, perutku lapar...

Aku menahan perasaan itu dan mulai memungut bekal yang berserakan.

Tutup kotak bekalku pecah dan rusak. ...Apa yang harus kukatakan pada ibu? Kotak bekal ini merupakan kotak bekal yang sudah kupakai sejak kecil. Tidak, jangan pikirkan apa-apa.

Aku diam-diam memungut lauk yang berserakan.

Seorang siswa laki-laki yang jarang kuajak bicara, Samejima-kun, mendekatiku.

Sasami, aku bawakan lap pel.

Ah, terima kasih.

Hehe, tidak masalah kok. Aku akan bantu membereskannya, jadi lain kali ayo kita karaokean bareng? Kamu pasti punya banyak waktu senggang setelah keluar dari klub atletik, ‘kan?”

Aku pikir aku bisa sedikit merasakan kebaikan orang lain. ...Tapi aku segera menyadari bahwa itu berbeda. Samejima hanya memperhatikan dadaku. Niatnya yang buruk membuatku jijik. Tapi aku tetap menahannya. Karena marah di sini tidak akan membantu apa-apa dan tak ada gunanya. Aku menekan perasaanku.

....Terima kasih untuk lap pelnya. Tapi maaf, aku tidak bisa ikut karaoke.

Hah? Aku cuma mau bantu, kok. Kamu pikir aku beneran mengajakmu, mana mungkin kali? haha.

Bukan niat jahat, tapi juga bukan kebaikan, apa ini? Sangat sulit. Apa yang harus kulakukan?

...Maaf.

...Aku ingin bertemu Michiba-san.

Michiba-san berjuang sangat keras. Meskipun dia tidak terlalu pintar, tapi dia berusaha keras belajar.

Aku sama sekali tidak bisa apa-apa. Aku harus lebih berusaha.

Apa sih... Kamu dingin sekali. Kalau tidak bercanda, kamu akan semakin dikerjai lho. ...Kotak bekalmu, aku benar-benar tidak sengaja.

Samejima-kun bergumam pelan dan menjauh dariku.

Entah itu tidak sengaja atau tidak, aku sudah tidak peduli.

Samejima~ Kamu suka Sasami, ya? Seleramu menjijikkan sekali.

H-Hah? Bukan begitu! Habisnya dia 'kan pernah menyukai Shimizu-senpai, 'kan? Selera yang buruk sekali. Bu-Bukannya aku punya perasaan kepadanya atau semacamnya.”

Samejima mulai bergosip dengan gadis-gadis klub atletik. Yang terdengar adalah lelucon mengolok-olokku.

Aku meringkuk kecil dan mengusap lantai dengan lap. Tidak apa-apa, itu bukan masalah besar. Sekolah tidak penting bagiku. Aku akan menghapus semua pikiran itu. Aku tidak butuh tempat untuk bersandar.

...Hanya dengan keluar dari klub, hubungan sosial remaja SMA bisa runtuh.

Meskipun aku tidak peduli, suara teman-teman sekelasku tetap terdengar di telingaku.

Dia sudah jatuh, ya.

“Padahal dulu dia manis, lho.

Sikapnya buruk, sih.

Dia tidak mau diajak main.

Aku tidak suka sikapnya yang menjilat.

Aku hanya mendengar potongan-potongan suara.

Aku ingin menutup telingaku, tapi aku tetap mendengarkannya.

Karena itu menyakiti hatiku. Aku merasa dihukum. Itu satu-satunya saat aku merasa dimaafkan, meskipun tak pantas.

Aku sudah muak dengan segalanya. Jadi, aku... membuang kotak bekal yang rusak itu ke tempat sampah.

Lalu, aku menelungkupkan diri di atas meja.

 

Tanpa kusadari, jam pelajaran sudah dimulai. Meskipun aku harusnya tidur nyenyak, rasa lelah di tubuhku tak hilang. Guru memarahiku. Teman sekelas kembali menertawakanku. Aku hanya bisa menunduk.

Entah kenapa, Samejima terus menggangguku saat jam istirahat. Aku berpura-pura tidur untuk menghindarinya. Ketika Bel pulang berbunyi, aku segera keluar kelas paling awal. Aku ingin berlatih cepat. Aku ingin berlari cepat. Berlari bisa membuatku melupakan segalanya.

Saat aku berjalan cepat di koridor, aku mendengar suara memanggilku dari belakang.

Sasami-chan! Tunggu!"

Nakajima-san mengejarku.

Sasami-chan... wajahmu pucat sekali... Ayo, kita lari bersama di klub atletik. Semua orang menunggumu!

Tidak, tidak ada yang membutuhkanku.

Aku tidak cukup disiplin, jadi—

Aku baik-baik saja... Nah, kamu nanti terlambat ke klub atletikAku keluar dari klub atletik dan bersenang-senang! Jadi tolong jangan khawatir.

Bukan begitu!

Heh?

Teriakan keras Nakajima-san membuatku mengeluarkan suara aneh.

Apa yang terjadi?

Me-Melihat Sasami-chan membuatku sedih. Kamu berhenti dari klub dan terlihat sendirian... Hei, ayo kita lari bersama? Nanti lama-kelamaan kamu bisa hancur lho, Sasami-san?

Aku baik-baik saja. Aku bisa sendiri. Orang biasa harus berusaha keras untuk bisa maju.

“.....Terima kasih. Tapi aku harus pergi latihan.

Sebenarnya hari ini aku harus pergi bekerja paruh waktu. Latihan bisa dilakukan setelah kerja, aku bisa lari di mana saja. Aku harus berlatih...

Ketika melihat Nakajima-san, hatiku jadi melemah. Aku ingin sekali memegang tangannya, tapi aku harus menahannya.

Aku harus menyiksa diriku lebih keras lagi agar bisa menjadi lebih kuat aku harus lebih disiplin.

Kalau aku tidak bisa berlari lebih cepat——aku tidak bisa menghadap Senpai.

Aku mengganti sepatu dengan sepatu kets di loker.

Ah, tunggu—

Aku meninggalkan Nakajima-sa dan mulai berlari sekencang-kencangnya. Aku tidak tahu kenapa aku mulai berlari, tapi hatiku terasa semakin berat.

Tubuhku yang tidak terlatih dengan baik tidak bisa bergerak dengan lancar. Aku merasa kalau aku cepat kehabisan napas pada saat itu juga.

Sepatu kets tidak bisa meredam benturan dengan tanah, jadi kakiku terasa sakit. Tapi aku tetap berlari. Aku keluar dari gerbang sekolah dan menuju ke distrik pertokoan.

Semua orang memiliki penderitaan mereka sendiri. Aku adalah wanita yang licik. Aku tidak pantas kembali ke klub atletik. Gara-gara aku, Shimizu-senpai juga jadi dikeluarkan dari klub. Awalnya ia berbeda. Dia selalu ragu-ragu dan bimbang. Tapi sejak ia menjadi kapten, Shimizu-senpai berubah. Posisi bisa mengubah seseorang, baik dalam arti positif maupun negatif. Aku hanya mengemis perhatian dari Shimizu-senpai.

Semuanya karena salahku.

Aku berbohong pada perasaanku sendiri, dan menjelekkan senpai-ku—

Latihan pagi bersama Senpai kembali terlintas di kepalaku.

Walaupun ia orang yang canggung, tapi baik hati dan dapat diandalkan waktu yang kuhabiskan bersama Senpai itu menyenangkan. Tapi itu tidak akan kembali lagi. Itulah dosaku.

Air mataku keluar dengan sendirinya. Padahal aku sudah menangis tersedu-sedu sampai air mataku mengering.

Aku tidak berhak bersedih.

Karena— ah.

 

Aku tidak memperhatikan sekitar. Meskipun aku berlari di distrik pertokoan, aku masih berlari sekencang-kencangnya.

Aku menabrak sesuatu yang keras dan besar—

Aku terjatuh ke tanah.

Kamu! Apa kamu tidak apa-apa?

Saat aku mendongak, ada pria bertubuh besar dengan baju tanktop berdiri di sana. Pria kurus di sampingnya lah yang memanggilku dengan khawatir. Orang-orang di sekitar kami semua bertubuh besar dan berotot seperti keluar dari komik. Kepalanya botak dan banyak bekas luka di wajahnya.

Ah, aku harus minta maaf—

Aku tergesa-gesa mencoba berdiri. –Aduh?! Ada rasa aneh di kakiku, jangan-jangan... kakiku terkilir?

Aku merasa panik merasakan sensasi itu.

Aku tidak boleh terluka. Aku harus jadi lebih cepat...

Pria besar itu membungkuk untuk menyamakan pandangannya denganku. Tatapan matanya yang tajam menusuk diriku. Dia mengulurkan tangannya. Aku tidak bisa memahami apa maksudnya.  Rasa takut membuat pikiranku berhenti.

Aku takut, aku takut, aku takut. Tulang belakangku terasa membeku. Aku harus meminta maaf tapi rasa takut membuatku tidak bisa mengeluarkan suara, kakiku gemetar dan tidak bisa berdiri.

Pada saat itu, sesuatu yang hangat diletakkan di kepalaku—

Aku mendengar suara dari belakangku.

“...Maaf, sepertinya muridku telah membuat kesalahan. Kami minta maaf yang sebesar-besarnya.

“Fueh?

Aku tidak menyangka suara memelas itu keluar dari mulutku. Senpai tiba-tiba mengangkatku dan membuatku berdiri. Ya, aku bisa berdiri dengan baik.

Senpai menatap lurus ke mata pria besar itu sambil membungkuk.

Ah, aku juga harus minta maaf, senpai tidak perlu minta maaf, itu bukan salahnya—

“Ma-Maafkan aku...

 

Aku juga membungkuk minta maaf.

Dadaku berdebar-debar. Terlalu banyak hal yang terjadi sampai-sampai aku tidak mengerti apa-apa.

Rasa bersalah mencekik dadaku. Gara-gara aku, senpai jadi harus minta maaf—

Pria besar itu mendengus.

Cih - itu ulah anak kecil. Tidak penting. ...Tapi kamu harus mengawasi muridmu dengan benar.

Baik, aku akan lebih berhati-hati. Kami permisi—

Pria besar itu menatap tajam wajah Toudo-senpai.

“—Tunggu. Kamu bukan orang biasa-biasa saja, ‘kan?

Maaf, aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan. Aku hanyalah siswa SMA biasa.

Tiba-tiba aku merasa pergerakan tangan pria besar itu. Entah bagaimana caranya, senpai sudah melakukan kontak fisik dan menangkap erat tangannya. Gerakannya terlalu cepat, aku tidak bisa mengikutinya...

Tempat ini bukan untuk itu.

Ah, maaf. Aku sedang jengkel dengan pekerjaan yang membosankan. Jadi kamu hanya siswa SMA biasa ya. ...Hidup seperti itu juga tidak buruk. Maaf sudah mengganggu! Kalian nikmati masa muda kalian, hahaha!

Pria besar itu menepuk pelan bahu senpai dengan wajah sedikit sedih, lalu masuk ke dalam mobil yang terparkir di sana dan pergi.

Hanya ada aku dan Senpai saja yang tersisa di sana.

 

◇◇◇◇

 

Kapten, apa-apaan dengan anak tadi itu?

Entahlah. Ia jelas-jelas bukan manusia biasa. Ia sudah mengambil langkah yang lebih maju dari kita. Kalau aku tidak serius, kalian tidak akan bisa mengalahkannya.

“Tida, tidak, mana mungkinlah!? Ia cuma terlihat seperti siswa SMA biasa dengan sedikit latihan saja kok?

Bukan hanya 'sedikit', tapi ia benar-benar bukan manusia biasa! Meskipun aku bisa mengalahkannya, tapi kalau kamu sih mustahil.

Hah, kamu seriusan, kapten? Begini-begini aku juga seorang pro lho?”

Ada beberapa orang aneh di industri ini. Orang-orang dengan kemampuan fisik luar biasa dan keterampilan khusus. Kamu juga dikalahkan dengan mudah oleh si bodoh Shimafuji itu, 'kan? Cepat pergi bekerja, Shimafuji sudah menunggu. Kamu tidak mau dimarahi Eri, 'kan? Cepatlah.

Oke.

Tch, baik Shimafuji maupun orang-orang itu, mereka semua bukan siswa SMA biasa... Tapi, ternyata ada jalan seperti itu juga ya...

Ah, ngomong-ngomong, Master katanya sekarang punya restoran makanan Barat di sekitar sini. Ayo kapan-kapan kita mampir nanti!

... Bodoh, kalau kami bertemu dengannya, pasti akan jadi suasana tidak enak. Dia pasti hidup bahagia dengan anak yang pernah kami temukan waktu itu. ... Biarkan saja dia.

Oke... Begitu ya.

Dunia yang kita tempati sudah berbeda sekarang.

 

◇◇◇◇

 

Pikiranku menjadi kosong. Kesadaranku mulai kembali. Aku belum melakukan apa-apa.

Aku tidak boleh mendekati Senpai!!

Se-Senpai, te-terima kasih... A-Aku—

Saat aku mencoba bergerak, aku merasakan rasa sakit yang mirip seperti aliran listrik menjalar di kakiku.

Aku harus pergi dari sini agar tidak merepotkan Senpai.

Aku lebih memilih kakiku patah daripada menimbulkan masalah pada Senpai. Ia tidak perlu melihat pertumbuhanku

Aku harus segera menghilang dari hadapan Senpai—

Aku mencoba berlari dengan mengerahkan tenaga di kakiku. ... Tapi aku tidak bisa bergerak.

Senpai mencengkeram kerah bajuku, seperti sedang menangani seekor kucing.

Aku akan memeriksa keadaan kakimu. Kamu bisa duduk di bangku taman di belakang Kaguraza. Naiklah, Sasami.

Senpai membungkuk membelakangiku. Aku berpikir keras. Aku tidak boleh salah memilih di sini. Aku harus menjadi lebih kuat supaya bisa berhadapan dengan Senpai.

Ma-Masih tidak boleh. Aku tidak ingin merepotkan Senpai...

Senpai berkata Hmm, kalau begitu, lalu berdiri... dan mengangkat tubuhku!?

Tangan Senpai menyangga kakiku, dan punggungku ditopang. In-Ini, ‘kan... gendongan ala putri!?

Kunci lengan dan kakimu. Kita berangkat—

Isi kepalaku menjadi kacau. Meskipun ada rasa bersalah pada Senpai, tapi sekarang aku merasa sangat malu sampai-sampai hampir menjadi gila.

Rokku mungkin terangkat, jadi celana dalamku terlihat. Tapi Senpai pasti tidak peduli.

Aku mencium aroma Senpai—

Aroma itu mengingatkanku pada kenanganku bersama Senpai. Itu sangat menyenangkan. Itu bukan kehidupan sehari-hari biasa. Itu hari-hari yang sangat berharga.

Senpai yang selalu berlatih bersama denganku. Aku suka menggoda Senpai dengan candaan. Aku suka melihat ekspresi Senpai yang sedikit kesal. Aku teringat akan dosaku sendiri. Aku tidak boleh manja dengannya.

Senpai....Aku tidak ingin kamu bersikap baik padaku—

Aku tidak pantas untuk menerima kebaikanmu itu.

— Sasami, aku melihatmu berlari. Kamu sudah semakin cepat ya.

Kata-kata yang tiba-tiba itu menghancurkan seluruh diriku—

Aku tidak bisa menahan isak tangis, dan hanya bisa meringkuk sambil menangis.




Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama