Mirai-san wa Mitame Dake Jiraikei Bab 6 Bahasa Indonesia

Chapter 6 — Miura-san

 

Saat aku memasukkan kunci ke pintu rumah, pintu itu berbunyi 'kratak-kratak' karena usianya yang sudah lapuk. Suara itu biasanya membuat Arisa menyadari bahwa aku sudah pulang, dan terkadang dia akan datang ke pintu masuk untuk menyambutku.

Oleh karena itu, ketika aku pulang saat Arisa sedang tidur, aku sangat berhati-hati dalam membuka pintu. Tapi kali ini, karena ini masih sore, aku tidak terlalu memikirkannya.

Tiba-tiba, aku bisa mendengar suara aneh dari dalam rumah, mirip seperti suara seseorang yang terjatuh. Aku membuka pintu dan melihat Miura-san yang terlihat panik, dengan selimut di tangannya.

...Aku tidak pernah menyangka kalau dia benar-benar ada di rumahku. Sebelum aku bisa bereaksi, Miura-san segera menutupi dirinya dengan selimut.

Tidak ada siapa-siapa di sini.

“Tidak, mana mungkin aku bisa mengabaikannya begitu saja...

Begitu...

Sepertinya dia bersembunyi di bawah selimut karena merasa malu bertemu denganku.... dia terlalu panik.

Kenapa kamu bersembunyi?

...Aku malu bertemu denganmu.

Lalu kenapa kamu—

Aku hendak melanjutkan kalimatku untuk bertanya kenapa dia ada di sini, tapi lalu aku melihat ke arah dapur. Ada panci dan talenan yang belum selesai dicuci, serta kotak bekal yang terbungkus di meja.

Sepertinya jika aku tidak mengatakan apa-apa, Miura-san tidak akan bergerak dari balik selimut.

Miura-san, apa alasan kamu tidak mau bicara denganku di sekolah adalah karena kejadian seperti ini?

Hening. Tapi itu sudah cukup untuk menjawab 'ya'.

“Aku takkan bertanya mengapa hal begini terjadi, tapi aku tidak keberatan sama sekali.

“Mana mungkin kamu tidak keberatan...

Miura-san menggumamkan sesuatu seperti rengekan.

“Tapi aku tidak ingin kamu juga terlibat...

Miura-san...

Apa aku harus menjawab bahwa aku tidak keberatan untuk terlibat dengannya? Karena ternyata aku salah paham mengenai satu hal.

Alasan mengapa Miura-san tidak mau bicara denganku di sekolah bukan karena dia tidak ingin berhubungan denganku, tapi karena dia tidak ingin aku terlibat dalam imej yang mengelilinginya.

Terima kasih, Miura-san.

Untuk apa...?

Karena kamu sudah memikirkanku.

“....”

Itulah sebabnya aku ingin membalasnya.

“Kamu tahu, Miura-san?”

Aku meraih ujung selimut dan mengangkatnya.

Saat pandangan mata kami bertemu, Miura-san terlihat malu. Bibirnya membentuk senyum yang dipaksakan.

“Aku ingin mengetahui lebih banyak tentangmu, Miura-san.

Eh...?

Aku tidak bertanya tentang masalah atau keadaan yang sedang kamu alami, karena aku tidak ingin lancang. Tapi sekarang, aku ingin tahu lebih banyak tentangmu.

Tapi aku tidak lagi berpikir bahwa itu satu-satunya cara yang benar.

Sekarang, apa pun yang orang lain katakan, aku ingin mengatakan bahwa Miura-san bukanlah orang seperti itu. Untuk itu, aku ingin mengenal Miura-san lebih dalam. Bagaimana menurutmu?

Jika ditolak, mungkin hubungan ini akan berakhir.

Karena itu aku tidak banyak bertanya sebelumnya. Tapi sekarang aku merasa harus lebih berani.

...Maizono, aku...

Miura-san masih menghindari kontak mata, tapi aku melanjutkan.

Teman-teman sekelas sudah menebak-nebak alasan kenapa Miura-san cepat-cepat pulang.

Hmm... Pasti mereka bilang aku 'papa-katsu' atau 'sering ke host club'.

Ya, makanya aku mengatakan pada mereka kalau Miura-san ada di rumahku.

Hah!?

Akhirnya Miura-san menatapku. Dia terlihat terkejut.

Aku sama sekali tidak menyangka Miura-san benar-benar ada di sini...

Apa!? Kamu bilang pada mereka, apa!?

Aku hanya tahu mereka membicarakan Miura-san dengan buruk, jadi aku sedikit kesal.

Kamu ini...!

Tapi sekarang sudah tidak penting lagi, apakah aku terlibat denganmu atau tidak.

Setelah aku mengatakan itu, Miura-san tetap terdiam. Tapi aku menyadari matanya yang berkaca-kaca sejak terkejut tadi.

“Tolong ceritakan padaku tentang dirimu, Miura-san.

...Padahal aku sudah berusaha menahannya selama ini.

Hah?

Jangan buat aku jatuh cinta lebih dalam lagi...

Dengan mata berkaca-kaca dan pipi merona, dia menatapku lurus. Kata-kata yang terucap pelan itu...

...Eh?

Baiklah, aku akan menceritakannya.

Miura-san berdiri dengan tenang. Meskipun tidak sepenuhnya kembali ke sikapnya yang biasa, dia berusaha bersikap seperti biasa, dengan senyum percaya dirinya yang kusukai.

Tapi....

Miura-san, tadi kamu bilang...

Tentang jatuh cinta.

Hehe, nanti saja ya. Itu hanya keceplosan saja.

Nanti?

Oke! Sekarang kamu harus berangkat kerja 'kan? Yang semangat ya, Onii-chan!

Miura-san menyodorkan kotak bekal yang baru saja dia siapkan ke dadaku.

...Baiklah, aku berangkat.

Ya, hati-hati di jalan.

Saat aku pamit pergi, Miura-san sudah kembali seperti biasa.

 

† † †

 

Saat aku berbicara ringan dengan Satonaka-san di tempat kerjaku, ia mengangguk dengan penuh pengertian.

“Begitu rupanya..., jadi maksudnya, kamu ingin agar teman-teman sekelas itu tenggelam dalam masalah?

Padahal bukan itu maksudnya... Aku tidak mengerti apa yang ia maksud, tapi aku tahu pasti bukan itu.

Kalau begitu, apa kamu mau memotret guru wali kelasmu yang sedang beristirahat di hotel dengan murid?"

Beristirahat di hotel...?

Bukannya beristirahat itu hak mereka sendiri?

Bukan itu maksudnya, tapi bagaimana caranya supaya aku bisa membantu situasi Miura-san.

Kalau begitu, apa tidak sebaiknya dia pindah sekolah saja?

Tidak semudah itu.

Saat aku mengatakan itu denfgan alis terangkat, Satonaka-san terus menatap tangannya yang sedang membuat kopi tubruk tanpa mengalihkan pandangannya ke arahku.

Memangnya kenapa? Kamu pikir sekolah itu segalanya dalam hidup? Aku saja sudah tidak punya teman dari SMA lagi. Ah, bukan berarti mereka sudah meninggal, sih. Yah, mungkin satu atau dua jari mereka sudah hilang. Sekarang mungkin sudah jadi kepiting.

“Dia tidak bisa disamakan denganmu, Satonaka-san...

Kepiting?

Pokoknya, itu kebebasan orang itu sendiri. Kalau dia mau tetap di sekolah, ya silakan. Kalau tidak mau, ya berhenti saja. Zaman sekarang, sekolah atau tidak, hal semacam itu tidak terlalu mempengaruhi kebahagiaan hidup, 'kan?

Lalu kenapa aku harus sekolah...?

Karena kamu cocok untuk itu.

Satonaka-san berkata dengan santai.

Jadi, sekolah itu cocok untukku.

Orang serius seperti Kensei lebih baik tetap di jalur yang aman daripada nekat mencoba hal baru.

Aku memang berbeda tipe dengan Satonaka-san, tapi...

Selama kamu memahaminya, itu saja sudah cukup.

Sambil tertawa renyah, Satonaka-san melanjutkan membuat kopi dan membawanya ke meja pelanggan, mengobrol ringan sambil meletakkan cangkirnya dengan mahir. Itu sesuatu yang tidak bisa kulakukan.

Tapi, pindah sekolah. Jika itu memang yang terbaik untuk Miura-san, mungkin itu juga bukan ide yang buruk.

Hei, anak muda yang di sana. Apa yang sedang kamu cemaskan?

Apa-apaan dengan panggilan itu?

Ketika aku menoleh, aku mendapati seorang wanita cantik berambut pirang alami dengan mata biru panjang berdiri sambil memakan kue dengan tangannya.

...Itu menu percobaan, ya?

Iya. Tidak terlalu enak. Aku meremehkan orang.

“Kamu yang membuatnya sendiri, 'kan!?

Dia adalah Rachel-san, seorang patisier di Cafe Sandora. Terkadang, dia menggunakan bahasa Jepang dengan cara yang agak aneh, menggunakan kata-kata yang jarang digunakan bahkan oleh orang Jepang asli. Jadi, dia adalah orang yang cukup sembarangan, sama seperti Satonaka-san. Sepertinya di toko ini cuma ada orang-orang yang serampangan.

Setidaknya dia masih bisa membuat kue dengan baik.

Jadi, anak muda,

Kalau boleh, sebaiknya panggil aku dengan sebutan 'pemuda' saja.

Haaah... Bahasa Jepang memang merepotkan ya.

Memang.

Pemandangan wanita berambut pirang dengan mata biru yang lancar berbahasa Jepang itu sungguh mengejutkan.

Aku tidak masalah. Masalahnya adalah Elu.

Ah, iya, sudahlah, tidak apa-apa dengan 'Elu'.

Hari ini Elu kelihatan agak linglung. Konsentrasimu kurang.

Linglung... Mungkin aku memang sedikit melamun.

Maaf, aku akan berusaha agar tidak mengganggu pekerjaan.

Sambil menundukkan kepala, Rachel-san memiringkan kepala sambil terus memakan kue dengan tangan.

Aku tidak bermaksud menyiksamu, kok?

“Aku juga tidak merasa disiksa, sih...

Mungkin maksudnya, dia tidak sedang menegur atau memarahiku.

Kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Elu bisa mengatakannya. Ada hal yang mungkin tidak bisa Elu ceritakan pada Toru.

Hal yang tidak bisa kuceritakan pada Satonaka-san... Sebenarnya tidak ada yang terlintas di pikiranku.

Maaf, sebenarnya aku sudah berkonsultasi dengan Satonaka-san.

Hmm, sepertinya masalahnya bukan tentang itu.

Bukan tentang itu.

Kalau bukan masalah Miura-san, lalu apa?

“Aku juga tidak terlalu yakin apa yang menggangguku.

Kalau begitu, kenapa kamu terlihat linglung begitu?

Linglung?

...Linglung?

Apakah aku benar-benar terlihat seperti itu? Padahal aku tidak merasa seperti itu.

Apa ada sesuatu yang terjadi antara kamu dan Mirai?

Sesuatu...? Ah...”

Jika ada sesuatu yang dikaitkan dengan keadaan 'linglung', mungkin hanya ada satu hal.

'Jangan buat aku semakin menyukaimu...'

Aku memang masih kebingungan dengan bagaimana aku harus menafsirkan arti dari kata-kata Miura-san waktu itu, termasuk yang dia katakan lagi terakhir kali.

“Jadi beneran ada, ya.”

Rachel-san mengangguk.

Oh, apaan, ini? Ada apa dengan Miura?

Gawat, orang merepotkan itu kembali.

Aneh, biasanya Kensei menerimaku dengan tangan terbuka. Tapi entah kenapa kali ini ia tidak begitu.

Itu karena kamu terlalu percaya diri dengan persepsimu!

Sulit untuk menyetujui apa selalu kamu lakukan. Memangnya kamu pikir hidup di pinggir jurang itu keren, ya?

“Ada perbedaan besar antara menghargaimu sebagai orang yang berjasa besar dengan menerima kepribadianmu.

"Ternyata ucapanmu lebih pedas dari yang saya kira.

Yah, kalau tidak begitu, kamu tidak akan sadar bahwa bergaul dengan Toru itu tidak mudah."

Rachel-san menggelengkan kepala dengan ekspresi pasrah.

Rupanya Rachel-san juga sudah lama mengenal Satonaka-san.

Pasti mereka berdua sering merepotkan satu sama lain.

Sudahlah, masalah Toru biar Toru yang urus. Masalahmu sekarang ada pada Elu, Kensei.

Sebenarnya, aku akan berterima kasih kalau kamu tidak membahas masalah tersebut di hadapan prang bermasalah ini.”

Lho, kok aku malah diperlakukan sebagai masalah?

Itu karena...

Karena itu ada hubungannya dengan Miura-san... Tapi sebenarnya tidak ada alasan untuk menyembunyikannya, karena Satonaka-san juga yang mempekerjakan Miura-san. Lalu kenapa?

Karena apa?

Tiba-tiba Satonaka-san menyeringai.

“Sudah kuduga, pasti ada hubungannya dengan pembauran antara pria dan wanita.

Aku tidak mengetahui maksud dari istilah ‘pembauran’...

Tapi, pria dan wanita.

Sudah kuduga, apa penyebabnya memang karena masalah antara pria dan wanita?!

Oh, jadi kalian sudah melakukannya, selamat!

Tidak ada yang bisa dirayakan, jadi itu mungkin salah juga!

Ah, jika memang begitu, Kensei pasti sudah lebih bodoh.

“Kamu juga seharusnya pilih kata-kata yang tepat dong!!

Bagaimana dengan martabat kalian berdua sebagai orang dewasa...?

Sepertinya Satonaka-san menghela napas dengan jelas.

Jadi, apa? Kamu belum sampai ke tahap sana tapi sudah bersemangat? Permainan cinta-cintaan?

“Sudah kubilang, tolong pilih kata-kata yang tepat!

Ngomong-ngomong.

...Sudah kuduga, itu maksudnya pasti tentang percintaan, ya.

Ketika aku menggumamkan kalimat itu, Satonaka-san dan Rachel-san saling memandang.

Rachel—

Apa?

“Bukannya kamu pikir kalau Kensei sudah tumbuh dewasa?

“Aku jadi merasa sedikit kesepian. Padahal dulu ia pernah menjadi anak sekecil ini.

Rachel-san membuat huruf C dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Memangnya aku ini keturunan kurcaci atau semacamnya?

Jika aku harus menjawab pertanyaan Kensei, aku meyakini kalau itu ada kaitannya dengan hubungan antara pria dan wanita.

...Begitu, ya.

Hubungan pria dan wanita. Dengan kata lain, hubungan percintaan. Aku sedang mengalami kesulitan mengenai hal itu.

Aku sudah menjalani kehidupan selama enam belas tahun dan aku tidak pernah menyentuh hubungan semacam itu...

“Aku benar-benar khawatir apa aku boleh membicarakan hal itu dengan kalian berdua.”

Jangan sungkan-sungkan begitu, Kensei.

“Siapa juga yang merasa sungkan.

Aku justru merasa cemas.

Jadi, sebenarnya... aku tidak bisa menilai apakah 'suka' yang pernah diucapkan Miura-san itu berarti cinta atau bukan...

“Sudah pasti itu maksudnya cinta.

“Tolong jangan jawab sembarangan!

Padahal aku sedang menanyakannya dengan serius!

Tenanglah dulu, Kensei. Ini pasti mengenai itu, kalau dikatakan dengan pelan akan membuat suasana jadi menggoda.

Jadi, bagaimana mungkin kamu berharap aku bisa tenang? Toh, palilngan aku pasti akan salah juga!

Apanya yang suasana menggoda.

Suasana menggoda itu suasana yang seperti apa?

Jangan tanya!

Setelah Arisa tidur, kalian berdua tidak mempunyai kegiatan yang bisa dilakukan, Kensei yang kelelahan mulai mengantuk, dan Mirai yang tidak bisa membiarkannya sendirian mulai memaksanya untuk pergi ke tempat tidur, tetapi kakinya malah keseleo saat mulai berjalan dan mereka berdua berakhir di tempat tidur bersama.

...

Kensei sepertinya sangat penasaran, jadi lanjutkan.

Sungguh kejadian yang menarik, ketika ia sedang memikirkan itu, tapi tiba-tiba, di hadapannya ia bisa melihat ada wajah orang yang ia sukai. Gerakan Mirai yang mengalihkan pandangan itu membangkitkan hasrat Kensei. Ketika Kensei sudah tidak bisa menahan diri, Mirai hanya mengatakan satu kata kepada Kensei tanpa menatapnya, 'Boleh, kok.' Meskipun kamu tidak tahu itu izin untuk apa, tapi nalurimu—

“Hentikan!!

Aku merasa kalau aku seharusnya tidak boleh mendengar lebih banyak lagi!!!!!!

Apa-apaan sih, padahal kalian hampir mau melakukan ‘pembauran’.”

Jadi, ternyata maksud dari 'pembauran' tuh yang seperti itu, jadi memang akulah yang salah tadi!!!

Gawat, aku mulai merasakan kalau jantungku berdebar-debar. Aku seharusnya tidak bertanya kepada orang-orang ini.

Ngomong-ngomong, apa Mirai hanya mengenakan satu kemeja putihmu setelah dia selesai mandi?

“Mana mungkin!?

Begitu ya. Jadi mungkin itu bukan perasaan cinta.

Apa maksudmu!!

Eh, jika ada perasaan cinta, apa itu akan berujung seperti itu!?

Tidak, mungkin Rachel-san hanya mengoceh sembarangan...

“Mengesampingkan Rachel yang terlalu jujur tentang hasratnya, Kensei.

...Ada apa?

“Pertanyaan yang sebenarnya, menurutmu mana yang lebih baik?

...Mana yang lebih baik.

Perasaan suka sebagai teman biasa dan perasaan suka dalam cinta. Mana yang lebih membuatmu bahagia?

Itu...

Aku belum pernah memikirkan hal itu.

Mana yang lebih membuatku bahagia... bahagia, ya.

Toru, apa maksudmu? Bukannya itu harus diputuskan oleh Mirai?

“Aku hanya memberi nasehat pada Kensei bagaimana bersikap tergantung mana yang lebih baik. Cara untuk membuat lawanmu patah hati dengan baik dan tetap menjadi teman yang nyaman itu tidak terlalu sulit."

Toru, kamu benar-benar pria yang brengsek.

Ya, memang.

Aku kembali tersadar setelah mendengar tawa Satonaka-san. Di saat-saat seperti ini, Satonaka-san tidak berpikir dengan baik.

“Umm, aku...

Ah, Elu tidak perlu khawatir tentang apa yang dikatakan Toru. Ia terlalu memihakmu, Kensei, jadi biarkan aku yang berbicara dari sudut pandang Mirai.

Haah...

Aku tidak begitu mengerti, tetapi aku tahu kalau Miura-san dan Rachel-san cukup akrab.

Jadi, yang harus kamu lakukan hanyalah memberitahu perasaanmu dengan jujur ,Kensei.

“Aku...

Mana yang lebih membuat aku bahagia, jawabannya adalah.

...Lebih baik jika Miura-san yang bahagia.

......

Tiba-tiba mereka berdua terdiam.

Tolong katakan sesuatu napa.

Serius?

Seriusan!?

Apa maksudnya?

Jika dia menyukaiku sebagai teman, maka aku ingin seperti itu. Jika itu berarti cinta... itu juga, aku ingin seperti itu... maksudnya, aku hanya ingin menjadi orang yang diinginkan olehnya.

“Aku sudah mengerti. Duh, dasar merepotkan sekali.

Satonaka-san!?

Kenapa tiba-tiba ia terlihat kerepotan!

Hah... aku tidak suka, Kensei diambil oleh Miura.

“Emangnya elu ayahnya?

Ya, aku hampir seperti ayah.

Aku sedikit terkejut dengan kata-kata Satonaka-san yang mengangkat bahunya.

Begitu ya, jadi mirip seperti ayah. Apa kamu selalu berpikir begitu?

Apalagi ia malah terjebak dalam situasi seperti itu, dengan istri yang penampilannya seperti jiraikei?

Makanya, pilih kata-katanya dengan hati-hati!!

Rasa hormatku langsung seketika lenyap.

Toru, Mirai adalah wanita yang baik, loh.

Penampilannya saja sudah minus lima puluh poin.

Satonaka-san mengarahkan ibu jarinya ke bawah.

Apa yang kamu katakan, Miura-san itu manis sekali, tau!

“Padahal dia tahu bahwa dia akan diperlakukan secara sosial dengan cara yang aneh, tapi dia tetap berpakaian seperti itu, itu menunjukkan kalau dia bodoh.

Itu...

Kata-katanya memang kedengarannya pedas, tetapi memang ada hal yang sulit di situ.

Misalnya, tren terbaru pasti akan menghadapi angin yang berlawanan, dan ketika ada penandaan tertentu pada gaya berpakaian, itu menunjukkan bahwa dia adalah bagian dari kelompok itu. Itu sama seperti seragam. Betul, kan?

Ya...

Memang benar kalau Miura itu gadis yang cerdas, dan dia tahu bagaimana menjaga jarak dengan orang lain sehingga dia bisa populer dalam pelayanan. Jadi, kenapa dia berpakaian dengan cara yang jelas-jelas menampilkan kalau dia tidak gampang didekati?

Karena dia cantik...?

Dua poin.

Dua poin!?

Satonaka-san tertawa sinis dan melanjutkan.

Memang, bagi dirinya, itu menarik. Dalam arti cantik. Tetapi jika dia terus mengenakannya hanya untuk itu, dia bisa memakainya di dalam rumah, kan? Jadi, jawabannya sederhana.

...Entah kenapa, meskipun ini dimulai dengan penghinaan, rasanya seperti pembicaraan yang penting.

Itu semacam sikap ego. Dia masih anak-anak. Aku tidak tahu alasannya, tetapi dia menemukan makna dalam penampilannya itu, dan dia berpikir bahwa dirinya akan kalah jika dia berpakaian biasa.

…Kalah dari apa?

Entahlah.

Eh!?

“Aku tidak tahu dan tidak tertarik untuk mengetahuinya. Sebagian besar orang tidak peduli dengan individu lain, jadi mereka akan memberi label sembarangan. Dia adalah tipe gadis jiraikei, jadi mungkin dia tergila-gila karena host, mungkin?

!

Itu persis seperti yang dikatakan Miura-san hari ini.

Dia tahu itu, dan tetap bersikeras memakainya, jadi dia bodoh. Kalau aku sih pasti takkan mendekat lebih dari yang diperlukan dan mencoba untuk memahaminya.

Kenapa tidak?"

Karena jika aku melakukannya untuk satu orang, bukannya itu tidak adil?

Setiap orang mungkin memiliki alasan masing-masing. Bukan hanya tipe jiraikei, misalnya di sekolah. Karena dia bersekolah di SMA ●●, pasti dia mengejar pendidikan. Karena dia bermain game ●●, pasti dia seorang otaku.

Jika mencopot label dari setiap orang adalah hal yang adil.

Aku tidak berpikir begitu. Satu-satunya yang terpenting bagiku hanya Miura-san.

Setelah aku mengakatan itu, Satonaka-san tampak jengkel, tetapi ia tetap berkata dengan senyum yang biasa.

Kalau begitu, orang yang ingin melakukannya harus berusaha, kan?

Satonaka-san.

“Kalau aku sih tidak akan melakukannya, tetapi jika ada yang ingin, silakan saja."

Hmm... Maksudku, apa yang ingin ia sampaikan dengan rangkaian pembicaraan ini? Ketika aku dibuat kebingungan, Rachel-san yang selama ini diam mulai angkat bicara.

“Perkataan Toru mungkin berbelit-belit, tetapi karena Kensei benar-benar peduli pada Mirai, jadi ia memberimu nasihat.”

“Oi, oi, mana mungkin manusia sampah seperti diriku bisa memberikan nasihat.

Hmm, benar juga.

Tidak... yah, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Aku senang bisa berbicara dengan kalian berdua.

Pada akhirnya, aku ingin orang yang berhutang budi kepadaku merasa bahagia.

Itu saja. Mungkin.

Aku juga penasaran dengan [ego] yang disebutkan Satonaka-san tentang Miura-san, dan aku berpikir untuk menyimpannya dalam ingatanku.

Tapi, Kensei, kamu mengatakan kalau ‘Satu-satunya yang terpenting bagiku hanya Miura-san’, ya?

Tiba-tiba disodori pertanyaan ini membuatku terkejut.

Kenapa dia mengangkat kembali hal itu? Meskipun begitu, aku balas mengangguk.

Yah, iya. Eh, jadi kenapa?

Karena kupikir itu hal yang menyenangkan.

Menyenangkan?

Apa maksudnya, pikirku, ketika tiba-tiba suara lembut terdengar dari belakang.

“Uhm... Maizono...

!?!?!???

!?!?!???!?

Sejak kapan kamu ada di sana!?

Tidak, baru saja... Arisa...

Tangan Miura-san yang berdiri di belakang terhubung dengan adik perempuanku.

Baru saja datang.

Dengan ekspresi ceria, Arisa melihat sekeliling restoran Sandora.

Kadang-kadang, ketika shift pekerjaanku selesai sebelum makan malam, Arisa juga datang ke Sandora dan menungguku di belakang.

Meski ada saatnya Miura-san yang menjaganya dengan cara seperti ini.

Tapi waktunya apes banget....

Hanya saja, tidak baik untuk menceritakan percakapan tadi kepada Miura-san di sini.

Jadi aku memutuskan untuk bersikap tenang.

“Fyuh...

“Ma-Maizono?

“Satu-satunya yang terpenting bagiku hanya Miura-san.”

Jangan dikatakan lagi!!

Aku menutup wajah dengan kedua tangan dan berjongkok. Setelah melepaskan tanganku, Arisa menatap tangan kecilnya sebelum menarik bajuku.

“Kalau Arisa?

Tentu saja Arisa juga──

Ada bayangan yang menyela sebelum aku bisa mengatakan bahwa dia juga penting.

Arisa adalah orang yang terpenting di dunia, jangan khawatir. Arisa adalah putri tercantik di dunia.

Satonaka-san, ayolah...”

Satonaka-san mengangkat Arisa di kedua sisinya dan memeluknya

“Satonaka!”

“Ah, aku memang Satonaka, My princess.”

Apa sih yang dia lakukan sebenarnya?

"Eh... Satonaka-san, mengenai Arisa...

Ah... bisa dibilang aku sangat mencintainya. Dia juga sering baik kepadaku.

Miura yang sedang berjongkok berdiri dan dengan lembut membisikkan sesuatu di sampingku.

Bagaimana kalau meminta Satonaka-san untuk datang ke acara kunjungan orang tua?

Ah... jika ia ada waktu sih.

Satonaka-san bukanlan orang yang sibuk, tetapi ia sering memiliki jadwal yang tidak teratur.

Setiap jadwal itu adalah masalah yang terlalu berat untuk ditangani oleh siswa, jadi agak sulit.

Ketika aku melihat ke arah Miura-san, dia langsung mengalihkan pandangannya.

Karena dia tadi sempat berbisik padaku, jaraknya jadi sangat dekat. Parfum dari leher Miura-san menggelitik hidungku dengan lembut. Anting-anting pink yang cantik berkilau di lehernya yang indah.

...Dengan jarak sedekatnya kami, aku juga menjadi sadar dan mengalihkan pandanganku. Apalagi setelah lelucon tidak perlu dari Rachel-san sebelumnya.

Acara kunjungan orang tua?

Kemudian Satonaka-san bereaksi. Lalu Arisa mengangguk.

Iya. Nii-san dan Nee-san juga akan datang.

“Nee-san!?!?!?!?

Oh, gawat. Mata Satonaka-san melebar karena terkejut dan melihat ke arah Miura-san.

Ah.

Miura-san sepertinya juga berpikir ini buruk. Dia berkata dengan tampak canggung.

Ah... halo, aku adalah Nee-san nya.

Kugh... dasar Miura, kamu tidak puas hanya dengan Kensei, tapi juga menjalin hubungan dengan Arisa?

Jangan sebut itu! Lagian juga, aku belum menjalin hubungan dengan Maizono!?

Belum?

Ah, tidak, itu... bukan begitu...

Miura-san tampak menyusut.

Satonaka-san menutup matanya sejenak dan menghela napas dalam-dalam. Mungkin dia sangat terkejut melihat Arisa dekat dengan Miura-san.

Satonaka, apa kamu sedih?

Ah, aku merasa sedih. Sangat menyakitkan. Apa kamu bisa menghiburku, Arisa?

Ya. Aku tahu caranya. Ketika Arisa merasa kesepian, Nee-san selalu menghiburku.

Arisa, itu justru memperparah situasi.

Oh, ada darah yang keluar dari mulut Satonaka-san. Miura-san malah menatap langit-langit.

“Cup, cup, Satonaka, kamu hebat.

Terima kasih, Arisa...

Satonaka-san dibiarkan begitu saja oleh Arisa yang mengelusnya.

Apa-apaan ini? Bukannya ini masih jam buka?

Karena hanya ada pelanggan tetap yang sedang berbincang, jadi tidak masalah.

Mirai.

Ah, ya, ada apa?

Rachel-san, yang entah kapan sudah kembali, memanggil Miura-san.

Aku adalah pendukung Mirai. Jadi tidurlah dengan tenang.

Apa aku akan mati?

Mungkin kata 'tidur' itu yang berlebihan...

Rachel-san, dia sangat menghargaimu, Miura-san.

Eh, oh, begitu ya. Terima kasih.

“Tapi yang menjaga Mirai adalah Kensei.

Kenapa kamu mengangkat kembali hal tadi!!

Ketika aku menyela, Rachel-san tertawa dengan ceria.

Pastinya sulit bagi kalian berdua yang masih muda. Jadi jika ada masalah, pastikan untuk membicarakannya dengan orang dewasa.

Tiba-tiba, Miura dan aku saling memandang.

Itu memang baik, tetapi── lalu kata-kata berikutnya sangat tidak perlu.

“Misalnya saja untuk nama anak kalian.

Eh──

Rachel-san!!

Sebelum aku sempat berkata apa-apa, Miura-san duluan yang sudah tersentak marah.

Oh, jika kamu terlalu membantah, itu terlihat seperti kamu tidak menyukainya.

Bukan tidak suka, tapi... tidak membantah juga tidak baik, kan?!

Hah.

Maizono! Coba katakan sesuatu napa!

Ya... orang dewasa itu memanglah sampah.

Maizono sudah menyerah pada segalanya!

Rachel-san tertawa dengan riang. Apanya sih yang lucu?

“Selalu menyelesaikan semuanya sendiri bukanlah satu-satunya hal yang benar untuk dilakukan. Baik Kensei dan Mirai juga.

Dengan begitu, Rachel-san mengakhiri pembicaraannya.

Rasanya seperti kami telah berbicara tentang sesuatu yang baik, tetapi aku tidak berencana untuk mengorbankan diri dengan pengabdian yang berlebihan, dan jika itu yang dipikirkan orang lain, aku merasa tersinggung.

Hanya saja, entah kenapa, aku merasa mata Miura-san sedikit bergetar.

Miura-san?

Bukan apa-apa. Ya, persis seperti yang dikatakan Rachel-san.

Dia berkata demikian sambil melipat tangannya dengan lembut.

 

 

 

Sebelumnya  |   Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama