[LN] Saijou no Osewa Jilid 5 Bab 2 Bagian 3 Bahasa Indonesia

Bab 2 — Pria yang Bisa Membaca Pikiran Bagian 3

 

 

Shizune-san selesai mencuci piring terakhir dengan cekatan dan dengan cepat menyimpannya di rak.

Sepertinya Shizune-san akan mulai bekerja di rumah Konohana sekarang. Tentu saja, aku tidak bisa membantu sampai sejauh itu. Aku sudah selesai belajar untuk hari ini dan sekarang aku punya waktu luang untuk bersantai.

“Ojou-sama, apa sekarang sudah waktunya untuk mengisi bak mandi?”

Shizune-san bertanya ketika bekerja sambil melihat jam.

“Umm... karena hari ini panas, aku akan mandi besok, deh...”

“Itu tidak boleh.”

“Ehh...,”

Hinako membalasnya dengan mengeluh. Tapi aku mengerti perasaannya.

“AC di rumah ini tidak berfungsi dengan baik, kan?”

Saat ini sudah memasuki akhir bulan Agustus. Jadi kupikir cuacanya akan mulai menjadi lebih sejuk, tapi malamnya masih panas.

“Aku ingin makan es...”

“...Baiklah, kalau gitu aku akan membelinya.”

Lagipula aku sedang santai.

Apa kamu mau ikutan juga, Hinako? Aku ingin bertanya demikian, tapi beberapa hari terakhir Hinako selalu berada di luar lebih lama dari biasanya, jadi dia terlihat kelelahan. Di luar juga sudah gelap jadi kurasa aku akan pergi sendiri saja.

“Shizune-san, aku akan pergi ke minimarket di dekat sini.”

“Dimengerti. Karena sudah malam, harap berhati-hati jika ingin mampir ke tempat lain.”

Dia tidak secara langsung memberi izin untuk sedikit mampir, tapi jika begitu, resikonya akan ditanggung sendriri. Caranya dalam memberi peringatan seperti sangat khas bagi Shizune-san. Mungkin dia tahu bahwa aku ingin melihat pemandangan malam di kota tempat aku kembali setelah sekian lama.

Aku keluar dan mulai berjalan ke arah minimarket.

“... Pemandangan ini juga masih tetap sama.”

Kawasan perumahan di malam hari begitu sunyi hingga terasa menakutkan. Seolah-olah kegembiraan aneh datang untuk menghilangkan ketakutan itu. Saat pulang setelah bekerja paruh waktu hingga larut malam, aku selalu merasa seperti ini.

Sejak aku menjadi pengurus, aku tidak memiliki kenangan berjalan-jalan di malam hari di kota.

Aku merasakan keceriaan dari cahaya lampu jalan yang redup dan suara langkah kakiku yang nyaris tidak terdengar setelah sekian lama.

Aku melintasi gang sempit dan menemukan minimarket yang aku cari. Saat aku masuk SMA, aku ingin bekerja paruh waktu di minimarket yang dekat dengan rumahku ini, tapi aku ingat sayangnya mereka tidak merekrut. Ketika aku masuk ke dalam toko, udara dingin dari AC menyentuh kulitku.

Aku menuju ke bagian es krim.

Di tengah jalan, aku melewati seorang pria tinggi yang mengenakan setelan jas yang rapi.

...Apa ia pengawal dari keluarga Konohana?

Aku tidak bisa menggambarkannya dengan kata-kata, tapi penampilannya yang elegan berbeda dari orang biasa. Itu terasa mirip dengan perasaan yang aku rasakan dari anak-anak kelas atas di sekitarku saat aku baru masuk ke Akademi Kekaisaran.

Mungkin ia terkait dengan Keluarga Konohana? Ketika aku sedang memikirkannya...

“Hai.”

Pria itu kembali ke arahku dan menyapaku.

“...Halo.”

Tanpa alasan yang jelas mengapa pria itu memanggilku, aku menjawab sapaannya dengan santai.

Pria itu sangat tampan. Ramping dan kulitnya putih. Aku berpikir bahwa tidak mungkin ia adalah penjaga dengan postur tubuh seperti itu, mungkin dirinya seorang idola atau sesuatu yang lain.

“Bisakah kamu merekomendasikan sesuatu dari minimarket ini?”

“Rekomendasi?”

Di minimarket...?

Kalau saat aku bekerja di izakaya mungkin bisa, tapi ini pertama kalinya aku ditanya seperti itu di minimarket.

Dengan penampilannya yang sopan, aku mencoba mencari sesuatu yang mungkin disukainya.

“Bagaimana dengan anggur di sini?”

“Hmm, bukan itu yang aku maksud, aku ingin sesuatu yang lebih seperti khas ‘minimarket'.”

Meskipun aku merekomendasikan anggur dengan baik hati, sepertinya dia tidak tertarik.

“Kalau begitu, bagaimana dengan makanan ringan panas di depan kasir?”

“Makanan ringan panas? ...Oh, itu! Aku tertarik sejak masuk ke toko ini!”

Mungkin dia belum pernah mencobanya.

Lebih tepatnya, bukan berarti ia belum pernah mencoba, tapi reaksinya seolah-olah ia bahkan tidak mengetahuinya...

“Selain itu, bisakah kamu meminjamkan uang padaku?”

“...Uang?”

Tiba-tiba, tingkat mencurigakan pria itu meningkat drastis.

Namun, saat ini aku memiliki cukup banyak uang untuk disisihkan karena gaji saya sebagai pengurus. Makanan ringan panas itu hanya seharga dua ratus yen, jadi kupikir itu baik-baik saja dan memberikan dua koin seratus yen.

“Terima kasih. Kamu baik sekali.” kata pria itu sambil menatap mataku langsung.

“Aku memiliki prinsip untuk tidak membawa dompet. Dengan begitu, aku bisa membina berbagai hubungan,”imbuhnya.

“….Haaa”

Mungkin ini seperti edisi lanjutan dari mencopet?

Meskipun pria ini jelas-jelas mencurigakan, entah mengapa aku tidak merasa begitu khawatir. Mungkin karena karismanya yang berkelas. Meskipun ucapan-ucapannya seharusnya terdengar aneh, entah mengapa terasa seperti kilauan kejeniusan.

Pria itu menuju kasir dan memesan makanan ringan.

Hinako sedang menungguku, jadi aku juga harus membeli es krim...

Saat pria itu pergi, hampir bersamaan, aku mulai membayar di kasir dan mengambil tiga es krim.

“Itsuki-kun...?”

Setelah pembayaran selesai, seorang pegawai wanita menatapku dengan kaget.

Aku pun mulai mengenali suaranya.

“Adachi-san...?”

Dia adalah salah satu mantan teman sekelasku.

Aku tidak menyadarinya saat melihatnya dari jauh, tapi setelah melihatnya dengan jelas, tidak diragukan lagi kalau dia memang Adachi-san.

“Lama tidak bertemu.”

“Yeah, lama tidak bertemu.”

Kami saling bertukar sapa dengan canggung.

Tanpa basa-basi, kami kehilangan topik pembicaraan.

Tidak ada pelanggan lain di dalam minimarket. Sebelum suasana hening ini berubah menjadi canggung, aku mencoba mencari kata-kata berikutnya.

“Kamu bekerja di sini?”

“Yeah. Uang saku saja tidak cukup.”

Dengan berkata demikian, Adachi-san menatap wajahku.

“Entah kenapa, rasanya kamu sudah berubah ya, Itsuki-kun.”

“Oh ya?”

“Kamu terlihat lebih percaya diri... mungkin karena postur tubuhmu lebih tegap. Kamu juga terlihat lebih rapi daripada sebelumnya.”

Setidaknya sepertinya bukan dalam artian negatif.

Mengatur postur dengan tegak dan berperilaku dengan baik adalah sesuatu yang telah kubiasakan sejak menjadi siswa Akademi Kekaisaran. Aku merasa senang ketika hal itu diakui oleh orang lain.

“Adachi-san juga sama, kamu terlihat sudah berubah ya.”

“Oh, bagian mana yang berubah?”

“Entah bagaimana... kamu jadi terlihat lebih mencolok.”

Mungkin perkataanku terlalu blak-blakan, tapi itulah tanggapan jujurku.

Dia memakai anting. Kukunya juga tampak dihias. Rambutnya juga sedikit diwarnai.

Setelah menjadi siswa kelas dua SMA, mungkin Adachi-san memutuskan untuk menikmati berdandan dalam batas yang diperbolehkan. Namun, dia tidak seperti itu tahun lalu. Meskipun Adachi-san bukan tipe yang selalu mengikuti arus, penampilannya biasanya tenang. Setidaknya, dia tidak mencoba untuk menonjol dengan sengaja.

“Aku hanya ingin merubah penampilanku saja.”

Adachi-san menjawab singkat.

Merubah penampilan. Saat aku mencoba menebak alasan di baliknya, aku segera mengalihkan pandanganku.

“Kenapa wajahmu terlihat seperti itu?”

“Enggak, entah kenapa... terasa canggung.”

“Karena aku mengaku cinta padamu?”

“...Yah.”

Karena aku tidak bisa membuat alasan yang baik, jdai aku mengangguk secara jujur.

Ketika aku masih di kelas satu SMA, Adachi-san pernah menyatakan perasaannya padaku. Saat itu aku tidak terlalu menyadarinya, tapi sekarang kuingat dia sering mendekatiku.

Namun, aku menolak perasaan Adachi-san.

Kondisi keluargaku saat itu sangat sulit, aku tidak bisa memikirkan hal lain.

“Perubahan penampilanku tidak ada hubungannya denganmu, Itsuki-kun.”

Aku merasa lega dalam hati. Namun, karena malu untuk menunjukkan kelegaanku, akhirnya aku hanya mengangguk dengan ekspresi aneh.

Adachi-san tertawa saat melihat tanggapanku yang seperti itu.

“Tahun lalu ada banyak hal yang terjadi, ya.”

Adachi-san berkata sambil bernostalgia dengan masa lalu.

“Aku sedikit absen dari sekolah setelah Itsuki-kun mencampakkanku, kan? Aku bilang ke orang-orang sekitar itu hanya masalah kesehatan biasa, tapi sebenarnya aku cukup terpukul, tau.”

“… Entah kenapa aku sudah bisa menebak pasti begitu.”

“Eh. Kalau gitu, kenapa kamu tidak datang menjengukku?”

“Kalau aku datang, keadaannya mungkin malah semakin bertambah buruk, ‘kan?”

Dengan tersenyum kecil, Adachi-san tertawa.

Meskipun tidak ada yang bersalah satu sama lain, percakapan kami tadi serasa seperti sesi pembersihan.

Untuk sedikit demi sedikit mengembalikan hubungan yang canggung ini.

“Jadi, entah untuk melindungi aku atau apa, teman-temanku dulu sempat membenci Itsuki-kun...”

“Ah... jadi memang dulu aku dibenci ya.”

“Maaf ya. Mungkin karena aku bertingkah aneh. Ketika mengatakan bahwa aku ditolak karena alasan masalah rumah tangga, semua orang langsung tidak mempercayainya dan berkata 'itu pasti bohong', jadi...”

“Tidak, aku juga salah mengatakannya. Aku jarang menjelaskan tentang keadaan keluargaku kepada siapa pun, jadi tiba-tiba menolak dengan alasan itu tentu sulit dipahami.”

Sambil berbicara, aku juga sedikit demi sedikit mengingat kembali kejadian saat itu.

Benar sekali.

Saat aku masih di kelas satu SMA, aku tidak selalu merayakan masa remaja yang berkilau. Terkadang ada hal-hal yang tidak berjalan lancar dan terkadang ada saat-saat di mana aku merasa sangat gelisah.

“Kita berdua memang belum dewasa pada waktu itu, ya.”

“… Ya, betul.”

Meskipun kita tidak bisa menjadi sepasang kekasih, mari tetap berteman dengan baik ... cara berpikir seperti itu hanya bisa dilakukan oleh mereka yang mahir dalam hal percintaan, bukan sesuatu yang bisa dilakukan oleh diriku maupun Adachi-san.

Aku menggaruk belakang kepalaku ketika mengingat kenangan yang menyedihkan.

“Pada waktu itu, isi kepalaku sudah penuh dengan urusanku sendiri. Aku berharap kalau kita bisa memulai semuanya dari awal lagi.”

“Hmmm~. Jadi, apa itu berarti aku boleh mencobanya lagi?”

“Eh?”

Meskipun bukan itu maksudku...

“Sebenarnya, aku masih agak tertarik pada Itsuki-kun...”

“Ti-Tidak, itu sih….”

Adachi-san mencondongkan dirinya ke depan dan meraih tanganku sambil menatap tajam ke arahku

“Hei? Apa kita bisa mengobrol-ngobrol lagi lebih lanjut? Sebentar lagi shift kerjaku akan selesai.”

“Meskipun kamu meminta untuk mengobrol-ngobrol lagi...”

Aku masih terkejut saat dia mendekat dengan cepat.

Memangnya Adachi-san selalu seperti ini, ya? Apa dia tipe orang yang begitu merayu?

Mulai dari penampilan hingga kepribadian, rasanya dia terlalu berbeda dengan Adachi-san yang kukenal di dalam ingatanku.

Permisi.”

Pada saat itu, seorang pria berjas yang seharusnya telah meninggalkan toko, tiba-tiba mendekati kami dan memanggil.

Adachi-san segera memperbaiki postur tubuhnyanya.

Maaf. Saya akan segera melayani pembayaran anda...

Oh tidak, bukan tentang itu. Aku hanya merasa tidak tahan setelah mendengarkan percakapan kalian.

Koreksi pria itu jelas menciptakan keretakan suasana.

Apa aku salah dengar? Pria ini baru saja mengatakan sesuatu yang sangat kasar.

Pria itu tersenyum dan menatap Adachi-san dengan senyuman yang tampak dibuat-buat.

Kamu gadis SMA, ‘kan? Menjalin hubungan tanpa cinta tidak akan menguntungkan kedua belah pihak.

Setelah mendengar kata-kata itu, Adachi-san sedikit terguncang.

Namun, segera wajahnya yang kaku menunjukkan senyuman yang terpaksa seakan-akan mencoba menutupi sesuatu.

.....Apa yang Anda bicarakan?

“Lebih baik menunggu sampai kamu sedikit lebih dewasa sebelum memulai hubungan demi uang. Hubungan yang semacam itu juga mempunyai kesulitannya sendiri, sih.”

Aku tidak pernah mengatakan kalau aku sedang mengincar uang kok.

Tapi, bukannya kamu sudah berpacaran dengan seseorang?

Kali ini, Adachi-san jelas-jelas terlihat terguncang.

Adachi-san menatap pria itu dengan mata terbelalak seolah bertanya, mengapa?’.

Maaf ya. Aku bisa melihat hal seperti itu.

Pria itu memberitahu demikian dengan sikap yang sama sejak awal.

Kerutan di dahi Adachi-san semakin dalam. Rasa kesal dan ketidaknyamanan. Kedua emosi itu tampaknya telah melampaui batas kesabarannya.

“Tcih.

Pada akhirnya, Adachi-san hanya mendecakkan lidahnya.

Meskipun aku merasa ragu apakah aku harus mengatakan sesuatu, tapi Adachi-san tidak mau menatapku.

Karena pembayaran es krim sudah dilunasi, aku meninggalkan minimarket sambil tetap memikirkan Adachi-san.

“Tadi itu kamu lagi apes ya.

Saat pintu otomatis tertutup, pria itu berkata padaku.

“Meski kamu bilang demikian... Tidak mengherankan dia marah saat kamu mendadak berkata begitu.

“Nyatanya memang begitu. Hmm... Apa ini akan terulang lagi?

Pria itu mengangkat bahu tanpa terlalu merasa menyesalinya.

Itsuki-kun. Memiliki sikap rendah hati itu baik, tapi alangkah baiknya kamu memahami situasimu dengan baik. Karena kedepannya, kemungkinan besar kamu akan semakin sering dikelilingi oleh orang-orang seperti itu.

Aku merasakan perasaan tidak nyaman ketika mendengar perkataannya.

Bagaimana ia tahu tentang situasiku? Selain itu...

Mengapa, kamu bisa tahu namaku...

Kenapa menurutmu?

Pria itu tersenyum dengan penuh menantang.

Petunjuknya, kamu bisa pulang kampung berkat diriku.”

Kata-kata pria itu membuatku mengingat kembali beberapa hari terakhir.

Apa yang menjadi pemicu pulang kampung kali ini? Itu karena Hinako ingin pergi ke rumahku. Lalu, alasannya adalah...

Apa yang mendorong Hinako untuk meninggalkan rumahnya?

...Konohana, Takuma-san?

Benar sekali.”

Pria itu mengangguk dengan senyum yang agak mencurigakan.

Senang bertemu denganmu, namaku Konohana Takuma. Terima kasih karena selalu menjaga adik perempuanku.”

 

◆◆◆◆

 

Di area tempat parkir minimarket, aku berhadapan dengan Takuma-san sambil membawa sekantong es krim di tanganku.

Aku memintamu untuk meminjamkanku uang, bukan? Bukan untuk memberikannya kepadaku. Singkatnya, aku punya kemampuan untuk membayarnya kembali.

Yahh tentu saja ia bisa, pikirku.

Karena ia adalah keluarga Hinako, jadi bisa diasumsikan ia tahu segalanya tentang diriku. Aku yakin kalau ia juga sudah mengetahui di mana aku dan Hinako tinggal saat ini. Takuma-san bisa bertemu denganku kapan saja jika ia mau.

Ehm, Takuma-san, mengapa kamu ada di sini...?

“Cuma sekadar menghabiskan waktu luang. Kalau aku harus mengatakannya, aku hanya ingin melihat-lihat sedikit kota tempat yang dipilih adikku sebagai tempat berlindung.

Jadi, apakah pertemuan kita hanya kebetulan semata?

Selama ia menggunakan istilah 'tempat berlindung', orang ini pasti sadar bahwa ia sedang dihindari oleh Hinako.

Namun, Takuma-san tidak terlihat sedih.

Bagaimana dengan pekerjaanmu sebagai pengasuh?

Takuma-san tiba-tiba bertanya demikian.

Saat aku agak terdiam dalam memberikan jawaban, Takuma-san melanjutkan dengan pertanyaan lain.

Apa itu bermanfaat?

...Hmm, aku rasa begitu.

Hahaha, mau sampai kapan kamu akan tetap tegang seperti itu? Dibawa santai saja, oke.”

Takuma-san tertawa dengan santai.

Tapi, keteganganku tidak kunjung menghilang.

Aku terus merasakan hal seperti itu sejak beberapa waktu yang. Takuma-san memberikan nuansa aneh dan janggal yang tidak kuketahui. Nada bicaranya santai, tapi ada sesuatu yang sulit dipahami tentang dirinya.

Mengurus anak itu pasti melelahkan, bukan? Apa kamu tidak merasa stress?”

... Tidak, aku justru merasa puas. Jadi aku tidak terlalu tertekan.

“Syukurlah kalau begitu. Karena pendahulumu sampai sakit parah, loh. Aku tidak tahu apa dia mengalami trauma dengan nama Konohana, tapi sejak saat itu sepertinya dia tidak bisa lagi menggunakan layanan grup kami.

Itu benar-benar hal yang tragis.

Menjalani kehidupan tanpa bergantung pada kekuatan Grup Konohana di negara ini bukanlah hal yang tidak mungkin, tapi sulit rasanya jika kamu tidak memperhatikannya dengan seksama. Grup Konohana memiliki andil dalam bidang perbankan, real estat, dan bahan makanan.

Dari apa yang aku lihat lihat tadi, sepertinya hubunganmu dengan beberapa mantan teman sekelasmu masih terlihat baik-baik saja, ya.”

Ya, kurasa begitu. Tidak ada alasan untuk memiliki hubungan buruk dengan mereka.

Namun, hubunganku dengan salah satu dari mereka mungkin telah memburuk karena Takuma-san.

Kamu ini cekatan sekali ya. Atau seharusnya kukatakan, kamu ingin menjadi pandai.

Ucap Takuma-san dengan nada terkesan.

“Justru karana kamu seperti itu, aku akan memberitahumu."

Takuma-san menatap lurus ke arah mataku dan berkata.

Apa kamu tahu alas an mengapa ayahku mengizinkan Hinako untuk meninggalkan rumah?

“Itu sih.... Mungkin karena belakangan ini Hinako telah menjalankan tugasnya sebagai putri keluarga Konohana, dan juga karena Kagen-san mulai mempercayai Hinako?

Kamu terlalu terlalu memuji orang itu.

Takuma-san menanggapi sambil tertawa.

Aku menyadari bahwa itu adalah tawa yang penuh kasih sayang.

Berbeda dengan hotel tempat kursus musim panas, rumahmu tidak memiliki keamanan yang ketat. ... Kamu pikir ayahku yang khawatiean itu akan membiarkan Hinako pergi begitu saja dari rumahnya?

Setelah dia mengatakannya begitu, aku mulai meragukan perkiraanku sendiri.

Memang benar kalau Kagen-san merupakan orang yang khawatiran. Sebaliknya, ia tampaknya berhati-hati. Ia tampaknya memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang tanggung jawab berat Grup Konohana dibandingkan orang lain, dan selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan yang sepadan dengan tanggung jawab tersebut.

Apa alasan Kagen-san mengizinkan Hinako pergi dari rumahnya?

Seperti yang kukatakan sebelumnya, sesuatu yang didasarkan pada kemanusiaan mungkin bukan tipikal Kagen-san.

“Sebenarnya, keluarga Konohana sedang mengalami kekacauan saat ini.”

Kekacauan, ya?”

Konoha Link Co., Ltd., salah satu perusahaan grup kami, telah menyebabkan skandal karena penyalahgunaan kekuasaan. Masyarakat umum tidak ada mengetahuinya karena belum diberitakan, tetapi informasi tersebut sudah bocor di kalangan industri yang sama. Itu sebabnya, demi keamanan, kami memutuskan untuk menjauhkan Hinako dari rumah keluarga Konohana.

Penjelasan yang dijelaskan secara ringkas tersebut terdengar masuk akal sampai batas tertentu.

Sebaliknya, itu adalah jawaban yang terasa lebih sesuai dengan dugaanku. Memang benar jika ada keadaan yang seperti itu, Kagen-san mungkin akan memberikan izin atas kepergian Hinako dari rumahnya.

Ayahku adalah orang yang tidak bisa mengambil keputusan tanpa perhitungan. Mohon maafkan dia.

Takuma-san berkata dengan nada meminta maaf.

Apa orang ini juga memiliki hubungan yang buruk dengan ayahnya?

Aku merasa penasaran, tapi ada hal lain yang ingin kutanyakan padanya sekarang.

“Apa Hinako tahu tentang kekacauan itu?”

Jika Hinako mengetahuinya, bukankah dia akan menekan kegelisahannya di dalam hatinya?

Mata Takuma-san membelalak mendengar pertanyaanku.

...Kamu ini sungguh orang yang sangat baik dan lembut. Apa itu hal pertama yang kamu katakan setelah mendengar apa yang baru saja kukatakan?

Takuma-san menghela nafas pendek.

“Tentu saja dia mengetahuinya. Ayahku seharusnya sudah memberitahunya. Tapi kurasa dia mungkin hanya mengetahui informasi sebanyak yang baru saja diceritakan padanya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa mengenai hal ini.

Takuma-san menjawab dengan santai.

“Meski hal ini membuatku sedih untuk mengatakannya sendiri, tapi alasan dia meninggalkan rumah itu karena dia tidak ingin menemuiku. Dia sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya di hadapanmu.”

Takuma-san berkata demikian seolah-olah ingin menghilangkan kegelisahanku.

Dengan kata lain, Hinako merahasiakan skandal grup Konohana agar tidak membuatku khawatir, dan rupanya dia tidak meninggalkan mansi untuk melarikan diri dari kakaknya.

Jika aku memikirkannya dengan tenang, kurasa itu masuk akal.

Saat Hinako datang ke rumahku dan saat kami berjalan-jalan melewati kawasan perbelanjaan, matanya tampak berbinar-binar karena kegembiraan. Sulit dipercaya bahwa semua itu adalah kebohongan.

Pada saat itu, aku mendengar suara langkah kaki dari belakang.

Itsuki-san. Aku datang menjemputmu karena kamu pulangnya lama sekali, tapi—”

Shizune-san mendekati kami saat kami berbicara di tempat parkir minimarket.

Karena suasana di sekitar kami terlihat gelap, jadi dia mungkin tidak bisa melihat siapa yang sedang aku ajak bicara sampai dia mendekat. Shizune-san menatap orang yang berdiri di depanku dan matanya sedikit melebar.

...Takuma-sama. Kenapa Anda bisa ada di sini?

Halo, Shizune. Kamu terlihat galak seperti biasanya."

Takuma menyapa Shizune-san dengan santai.

Aku hanya datang ke sini untuk menghabiskan waktu. Shizune tahu kalau hobiku itu berkeliaran, kan?

...Saya pikir saya sudah mengatakannya kepada Anda untuk menghentikan hobi itu.

Karena aku tidak bisa menghentikannya makanya itu disebut hobi.”

Shizune-san, yang biasanya tenang dan tidak menunjukkan emosi apa pun, memiliki ekspresi sedikit tegas.

Shizune-san menarik napas dalam-dalam dan menatapku.

“Itsuki-san, apa pria ini memberitahu sesuatu yang tidak perlu padamu?”

“Eh, ummm……

Bagaimana aku harus menjawabnya?

Saat aku memikirkannya dengan bimmbang, Takuma-san menghela nafasnya.

Hei, hei, bukannya itu kejam sekali? Aku masih anak tertua keluarga Konohana, kan? Aku takkan membicarakan hal itu, lah.”

“Syukurlah kalau begitu...

“Aku hanya menjelaskan kepadanya mengenai kekacauan yang dihadapi Grup Konohana saat ini.

Shizune-san memelototi Takuma-san seolah-olah mengatakan, Bukankah itu yang sedang Anda lakukan?

Itsuki-kun mengira kalau ayah memercayai Hinako dan mengizinkannya pergi keluar, tapi aku penasaran apakah Shizune-lah yang menanamkan hal ini padanya?'

...Terlepas apakah saya yang memengaruhinya atau tidak, mungkin ada beberapa aspek di dalamnya.

Memang benar ayahku sudah berubah. Tapi menurutku itu sangat berbahaya jika kita membesar-besarkan perubahan kecil seperti itu.....kamu mungkin kehilangan sebanyak yang kamu harapkan.”

Takuma-san berkata dengan ekspresi agak kesepian di wajahnya.

Aku hanya bisa memahami secara samar apa yang mereka berdua perdebatkan.

Takuma-sama. Memangnya ada keperluan sampai memberitahu Itsuki-san tentang masalah grup Konohana?

“Tidak ada kewajiban untuk tidak memberitahunya, kan? Bukan hal baru jika Shizune bersikap terlalu protektif, tapi dalam kasusnya, bukankah lebih baik kalau memberitahunya daripada tidak memberitahunya apa pun?

...Saya memikirkannya dengan cara saya sendiri.

Shizune-san memelototi Takuma-san.

Bagaimana bilangnya ya...rasanya ini baru pertama kalinya aku melihat Shizune-san dikalahkan.

Aku tidak tahu apakah Takuma-san melakukannya dengan sengaja atau tidak, tapi Shizune-san tampak sedang dipermainkan.

Ketika aku menyaksikan adegan itu, aku tiba-tiba berpikir.

(...Mungkinkah alasan Shizune-san sangat sibuk akhir-akhir ini adalah karena Takuma-san?)

Karena putra sulung keluarga Konohana tiba-tiba datang ke apartemen tempat kami tinggal, jadi mungkin ada banyak prosedur yang perlu dilakukan karena komitmen pekerjaannya.

Saat aku menonton Takuma-san mempermainkan Shizune-san, mau tak mau aku memikirkan hal seperti itu.

Masalahnya bukan itu, kok.”

Takuma-san berkata demikian saat ia mengalihkan pandangannya ke arahku.

Kesibukan Shizune semata-mata karena skandal yang kujelaskan tadi, dan tidak ada hubungannya dengan kunjunganku kemari.

Takuma dengan percaya diri berkata begitu.

Shizune-san, yang berdiri di sudut pandanganku, tidak mengatakan apa pun. Itu mungkin sikapnya dalam memberikan penegasan dalam diam.

Namun, lebih dari itu...

...Um, aku belum mengatakan apa-apa, ‘kan?

Apa aku baru saja mengatakan pertanyaan itu di kepalaku?

Tidak—mana mungkin aku melakukan. Aku takkan akan mengatakan dugaan kasar seperti itu di depan orang yang bersangkutan. Aku tahu itu tidak sopan, jadi itulah sebabnya aku menyimpannya untuk diriku sendiri.

Namun, seakan-akan ia bisa membaca pikiranku, Takuma-san menunjuk ke arahku.

Takuma-san tertawa saat ia melihatku masih dalam keadaan linglung.

“Sudah kubilang, ‘kan? Aku mengerti hal-hal semacam itu.”

Bulu kudukku terasa merinding.

Aku ingin tahu apa Adachi-san juga merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan sekarang.

“Yah, kamu tidak perlu khawatir dengan kekacauan ini, Itsuki-kun. Serahkan saja hal semacam ini kepada orang dewasa licik seperti kami.”

Takuma-san berkata seolah tidak terjadi apa-apa.

Aku tidak bisa menjawab karena aku tidak ingin memasukkan Shizune-san ke dalam kelompok orang dewasa yang licik itu, apalagi Takuma-san.

“Baiklah, aku akan segera pergi... ah iya, benar juga. Ada satu hal lagi yang perlu kukatakan pada Itsuki-kun.

Takuma-san kemudian mendekatiku dan berbisik di telingaku sehingga Shizune-san tidak bisa mendengarnya.

Dengan keadaanmu yang sekarang, kamu tidak bisa menjadi tempat berlabuh Hinako.

Apa maksudnya itu?

Sebelum aku sempat bertanya balik, Takuma-san sudah berjalan pergi.

Es krim yang kubeli untuk Hinako sudah benar-benar meleleh.

 

◆◆◆◆

 

Aku membeli es krim sekali lagi dan dalam perjalanan pulang.

Smartphone-ku mengingatkanku ada panggilan masuk dari Yuri.

“Itsuki, boleh bicara sebentar? Sebenarnya, sepertinya gadis yang kamu temui di depan sekolah hari ini memberitahu Adachi-san tentang Itsuki tanpa izin.”

.....Jadi begitu ya?”

Ya. Umm jadi, kupikir aku tidak perlu memberitahumu, jadi aku tetap diam, tapi... Adachi-san, sejak dia menginjak kelas 2, dia mulai bergaul dengan banyak orang aneh. Aku tidak tahu apakah itu yang jadi pengaruhnya, tapi setiap kali dia menemukan seseorang yang sepertinya punya uang, dia langsung mendekati mereka. Kalau dipikir-pikir, karena Itsuki adalah murid di Akademi Kekaisaran, jadi kamu harus berhati-hati.”

Ah... aku akan melakukannya.

Setelah menyelesaikan panggilan dengan Yuri, aku memasukkan ponselku ke dalam saku.

Aku menghela nafas kecil.

Um, Shizune-san.

Aku bertanya pada Shizune-san yang berjalan di sampingku.

Kira-kira Takuma-san itu orang yang seperti apa, ya?”

...Rasanya sulit untuk menjawab pertanyaan itu.

Shizune-san mulai berbicara sambil berjalan.

Jika aku harus menggambarkannya dalam satu kata, aku akan mengatakan bahwa dia adalah orang yang berjiwa bebas. Dia bijaksana, tetapi nilai-nilai dasarnya tidak selaras, sehingga sulit baginya untuk memahami satu sama lain. Bahkan anggota keluarganya sendiri, Kagen-sama dan Ojou-sama, tidak mampu memahami isi hatinya.”

Shizune-san terus melanjutkan sambil menatap pemandangan kota di malam hari.

“Meskipun begitu, ia masih keturunan dari Keluarga Konohana, jadi kemampuan bawaan yang dimilikinya tidak kalah dari Ojou-sama. ... Terutama, intuisinya yang begitu tajam sampai-sampai terasa menyeramkan.”

Intuisi...

Aku punya sedikit gambaran tentang apa yang sedang dibicarakan.

Mungkin karena dia bisa menebak perasaanku, Shizune-san melanjutkan penjelasannya.

Apa kamu tahu apa itu 'EQ'?

Aku menggelengkan kepalaku.

Emotional Intelligence Quotient... yang mana artinya adalah kecerdasan emosional. Ini seperti versi psikologi dari IQ yang mengukur kecerdasan. Orang dengan EQ tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk merasakan emosi orang lain dan mengatur emosi dengan baik.

Merasakan emosi... mungkin itu berarti bisa merasakan perasaan orang lain. Kemampuan untuk mengatur emosi mungkin berarti bisa mengendalikan emosinya sendiri. Aku hanya menebak dari intuisi, tapi aku bisa memahaminya sedikit.

Takuma-sama memiliki EQ yang luar biasa, bahkan tidak ada yang sebanding dengannya di dunia. Ia sendiri menganggapnya sebagai kemampuan komunikasi yang terlalu tinggi. ... Takuma-sama bisa menebak pikiran seseorang hanya dengan melihat ekspresi wajahnya. Itulah sebabnya kadang-kadang ia berbicara seolah-olah bisa membaca pikiran lawan bicaranya.

Jadi, itulah sebabnya Takuma-san bisa menebak pikiranku dengan tepat? Aku yakin itu juga sama seperti saat ia berbicara dengan Adachi-san juga...

Namun, karena memiliki bakat seperti itu, Takuma-sama tidak terlalu pandai dalam komunikasi yang biasa. ... Tidak mengherankan. Hal yang dianggap sepele bagi Takuma-sama, bisa jadi hal yang sama sekali tidak diingat oleh lawan bicara.

Saat kami berdua keluar dari minimarket, Takuma-san berkata, “Lagi-lagi begini.” Meskipun ia berbicara setelah memahami perasaan lawan bicara, tapi orang-orang di sekelilingnya tidak memahaminya. Mungkin ia sudah sering mengalami hal seperti itu.

Pada saat itu, ia merasa putus asa dengan makna yang tersirat.

... Sepertinya Shizune-san tahu banyak tentang Takuma-san, ya.

Shizune-san membicarakan Takuma-san dengan lebih rinci daripada yang aku duga.

Yah, pada awalnya aku melayani Takuna-sama, bukan Ojou-sama.”

Eh?

Aku baru pertama kali mendengarnya.

“Walaupun sebenarnya ia tidak pernah membutuhkanku, jadi aku langsung dipindahkan untuk melayani Ojou-sama.

... Begitu ya.

Iya. Rasanya sangat menyegarkan.

Tidak biasanya Shizune-san menunjukkan emosinya secara terbuka begini.

Saat kami hampir sampai di rumah, aku kembali teringat kata-kata yang diucapkan Takuma-san padaku.

—— Dengan keadaanmu yang sekarang, kamu takkan bisa menjadi tempat berlabuh Hinako.

Apa arti dari kata-kata itu?

Aku membuka pintu rumahku tanpa mengetahui jawabannya.

Di dalam rumah, Hinako sedang berbaring di atas bantal dengan menggunakan bantalan sebagai ganjalan. Meskipun dia tidak tidur, dia tampak sangat lesu...dengan kata lain, dia tampak bermalas-malasan seperti biasanya.

Kata-kata Takuma-san masih terngiang-ngiang di kepalaku, tapi aku memutuskan untuk melupakannya.

"Hinako, aku membawakanmu es krim.

“Aku mau memakannya...!

Hinako yang tadinya sedang rebahan pun langsung terbangun.

Apa kamu ingin memakannya sebanyak itu?

Aku bertanya pada Hinako, yang sedang membuka kantong plastik dan memilih es krim dengan mata berbinar.

“Apa Hinako sudah tahu kalau Grup Konohana sedang terlibat dalam skandal?

...Iya tahu. Apa kamu mendengarnya juga, Itsuki?

Jika aku memberiathunya bahwa aku mendengarnya dari Takuma-san, dia mungkin akan menunjukkan ekspresi jijik seperti yang dia lakukan beberapa hari yang lalu, jadi aku hanya berkata, “Iya” sebagai tanda setuju.

“Aku berharap mereka akan mengambil tindakan...

Setelah menggigit es krim, Hinako bergumam pelan dengan ekspresi seperti misterius di wajahnya.

“Papa, kasihan sekali.

Kagen-san, yang lebih peduli dengan Grup Konohana daripada siapa pun, pasti merasa terganggu dengan skandal ini.

Iya benar juga, aku mengangguk setuju.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama