[LN] Reset Seishun Jilid 2 Bab 9 Bagian 2 Bahasa Indonesia

Chapter 9 — Pelarian Penuh Emosi Sasami Mimi

Bagian 2

 

(Sudut Pandang Toudo)

Aku merasakan beratnya Sasami yang menangis di pelukanku saat aku membawanya ke taman terdekat. Aku tidak suka air mata kesedihan dan kesepian seperti ini.

Aku menurunkan Sasami di bangku taman.

Sasami tidak bisa menahan luapan emosinya, dan menangis tersedu-sedu.

 

Apa yang sudah dilakukan Sasami tercatat dalam 'rekaman' di kepalaku. Itu adalah peristiwa yang menyedihkan.

Aku sudah me-reset perasaanku pada Sasami. Aku berpikir untuk tidak terlibat lagi. Tapi, tidak, itu salah. Dibilang untuk tidak terlibat justru membuatku sedih dan kesepian.

Setiap kenangan yang kumiliki bersama Sasami tidak hilang. Hanya terlihat kelabu. Aku tidak bisa menghancurkan reset itu. Tapi aku bisa memulai dari awal. Aku belajar itu dari banyak pengalaman.

Aku mendengar Sasami terus berlatih. Sasami berlari dengan sangat tekun.

Sasami sudah semakin cepat.

Entah kenapa, aku merasa senang. Senang? Ini sungguh perasaan yang aneh.

Padahal aku sendiri tidak menjadi lebih cepat, tapi aku bisa merasakan perasaan itu.

Karena itulah, aku tanpa sadar mengejar Sasami yang tiba-tiba berlari meninggalkan sekolah.

Tu-Tunggu sebentar, kumohon.

Sasami sedang merapikan roknya yang tersingkap. Ah, aku melakukan hal yang buruk. Aku pernah mendengarnya dari Hanazono, rasanya memalukan jika celana dalammu terlihat.

Taman itu sebagian besar sepi, hanya ada anak-anak yang sedang bermain. Sepertinya ibu-ibu mereka sedang sibuk menyiapkan makan malam.

Aku juga harus memikirkan makan malamku hari ini.

Su-Sudah tidak apa-apa... A, aku tidak ingin merepotkan Senpai...

Kata-kata Sasami terdengar lemah. Tidak ada kekuatan di dalamnya. Jika dia benar-benar ingin menolak, seharusnya dia pergi dari sini.

Aku memeriksa kaki Sasami tanpa ragu.

Aduh... Ta-Tapi tidak terlalu parah sampai aku tidak bisa berjalan."

Kenapa tadi aku tiba-tiba memanggilnya sebagai muridku?

Kata-kata itu keluar begitu saja. Orang itu bukan manusia biasa. Aku tidak ingin Sasami menghilang sehingga tanpa disadari tubuhku bergerak dengan sendirinya.

Sambil mengubah posisi kaki Sasami, aku memeriksa dan mengeluarkan perban dari sakuku untuk membalut pergelangan kakinya.

Tu-Tunggu, roknya... Itu memalukan... Celana dalamku terlihat... Senpai, ak-aku bisa melakukannya sendiri...

Dari apa yang kudengar dari Hanazono, Sasami selalu sendirian. Sendirian pasti sangat kesepian. Aku ingin tahu apa yang membuatnya menderita.

Kalau begitu, kenapa kamu terlihat begitu tersiksa? Jika kamu tidak ingin bicara denganku, kau bisa pergi dan berlari ke suatu tempat, 'kan? Kenapa?

Wajah Sasami terlihat seperti akan hancur.

Sesuatu yang tadinya begitu kuat akan hancur. Aku merasa emosiku akan meledak.

Bagi Sasami, itu mungkin sesuatu yang tidak ingin disentuh oleh orang lain.

Aku memahaminya karena aku juga pernah mengalami hal serupa.

“Benar juga.... haha, aku benar-benar gadis yang bodoh. Sendirian itu kesepian... Tapi aku benci diriku yang manja. Bahkan sekarang aku masih bertingkah manja kepada senpai... Aku merasa jijik pada diriku sendiri.

Sasami berusaha menahan tangisnya. Tidak apa-apa. Berkat semua orang, aku bisa mengalami masa muda yang normal.

Di antara mereka, Sasami juga termasuk.

Dia memanggilku ‘master’ dan menyayangiku. Jogging pagi menjadi lebih menyenangkan.

Aku juga mengalami keburukan hati Sasami. Aku juga merasakan penyesalannya.

Manusia memang bisa salah. Sasami telah menyakitiku.

Tapi Sasami tidak perlu memaksakan diri dan terluka.

Jika dia melakukan hal yang sama sepertiku, dia bisa hancur.

Apa itu menyakitkan? Apa itu karena penyesalan setelah menyakitiku? Atau karena keluar dari klub atletik?

...Ah, i-iya. Aku ingin meminta maaf kepada senpai setelah aku bisa berlari menjadi lebih cepat. Aku bodoh, jadi tidak tahu harus bagaimana. Klub atletik tidak penting bagiku. Aku...

Terdengar ada sedikit kebohongan dalam kata-katanya.

 

Itu adalah bentuk mencela diri sendiri.

 

Tubuh Sasami seketika menegang. Ekspresinya menunjukkan aku telah menyentuh inti masalahnya. Lalu, bagaimana aku harus menjawabnya? Apa arti Sasami bagiku?

Muncul emosi yang berbeda dari gairah hari itu. Aku tidak tahu apa itu, apakah itu rasa sayang atau sesuatu yang lain.

Ini adalah kasih sayang pada anak yang lebih muda.

Sasami, tidak ada gunanya menyiksa dirimu sendiri. Itu hanyalah jalan yang mudah. Keluar dari klub atletik pasti membuatmu merasa lega, 'kan? Tidak lagi berbicara dengan teman sekelas juga pasti membuatmu merasa lega, 'kan? Melihat dirimu yang menderita di cermin juga pasti membuatmu merasa lega, 'kan?

Kata-kataku semakin menyakiti Sasami. Tapi naluriahku tidak menghentikannya. Ini adalah tindakan yang perlu dilakukan.

A-Aku... Tidak merasa sakit... Karena aku telah melakukan hal yang tidak bisa dimaafkan pada senpai...

Dengan menderita, dia berharap bisa dimaafkan. Tapi hal tersebut tidak akan terjadi. Penderitaan akan membunuh jiwanya.

Rasa sakit hati perlahan-lahan akan menggerogoti tubuhnya.

Aku duduk di sampingnya.

Tanpa berpikir panjang, kata-kataku keluar begitu saja.

Aku merasa senang saat Sasami menjadi lebih cepat. Aku sedikit sedih saat mendengar kamu keluar dari klub atletik. Kupikir aku tidak memedulikannya karena kamu sudah tidak ada hubungannya lagi denganku. Tapi terkadang aku masih teringat padamu. Aku tidak membencimu. Aku hanya me-reset perasaanku. Kalau begitu—”

Penderitaan Sasami tidak akan menebus dosanya. Itu hanya merugikanku.

Sasami mengangguk kecil setiap kali aku berbicara.

Ah, jika aku punya adik perempuan, mungkin seperti ini rasanya. Bagiku, Sasami adalah sosok adik perempuan yang menyayangiku.

Pemahaman dan perasaanku menjadi satu.

Tiba-tiba, terdengar suara yang mirip seperti kaca pecah'Switch' dalam diriku aktif. Gairah yang berbeda dari saat itu menguasai hatiku.

Kenangan 'kelabu' dengan Sasami berubah menjadi berwarna. Kenangan yang dingin berubah menjadi kenangan yang hangat dan menyenangkan. Berbeda dengan Michiba, berbeda dengan Hanazono dan Tanaka, ada kasih sayang aneh yang menyelimuti kenangan itu.

Se-Senpai? A-Apa kamu baik-baik saja?!

Sasami memang mudah terbawa suasana, tapi sebenarnya dia anak yang baik. Aku tahu bahwa keluarganya miskin. Aku juga tahu betapa sulitnya hidup tanpa uang, karena aku pernah mengalaminya saat kecil. Dia menjadi sedikit tersesat. Kalau begitu, aku akan benar-benar menghadapinya

Aku menatap Sasami.

Aku mempelajari tentang hati yang normal dari Tanaka dan Hanazono. Serta dari Michiba juga. Masih banyak yang tidak kumengerti. Cara hidup Sasami hanya berjalan di tempat.

...Senpai benar. Menderita itu mudah. Karena aku pantas menderita setelah melakukan hal buruk—

Bukan itu.

Aku memotong perkataan Sasami. Aku menyampaikan realitas yang berat. Memanjakan bukan satu-satunya cara untuk bersikap baik.

Batas pertumbuhan Sasami sudah di sini. Kamu tidak akan bisa berlari lebih cepat lagi. Kemampuan fisikmu sudah berteriak meminta ampun.

Aku menyadarinya saat melihatnya berlari di malam haru. Tubuhnya berteriak. Kecepatan larinya yang sudah di level tertinggi pelajar tidak bisa tumbuh lagi.

Tubuh Sasami gemetar.

Dia berkata padaku dengan suara yang dipaksakan.

Senpai memang hebat. Kamu benar, tidak peduli seberapa banyak aku latihan, aku tidak akan lebih cepat. Aku berpikir jika aku berlatih lebih keras, aku akan semakin cepat. Banyak orang dewasa bilang 'Kembali saja ke klub atletik biasa. Kamu itu tidak berbakat.' Ternyata hanya dengan usaha saja tidak cukup...

Sambil menatap kakinya, Sasami pun melanjutkan.

Aku tidak tahu harus bagaimana lagi... Jadi satu-satunya yang bisa kulakukan hanya berlari. Aku bodoh... Dengan menyiksa diriku sendiri, aku bisa merasa lega.

Kenangan kelam saat aku masih SMP terlintas di pikiranku.

Aku pernah mengorbankan diri sendiri agar kelas bisa berjalan efisien.

Itu salah. Aku seharusnya jangan melakukan hal itu.

Aku menarik Sasami dan membantunya berdiri dari bangku.

Eh? Se-Senpai? Kyaa!?

Memang benar kalau Sasami tidak berbakat. Tapi berkatmu, aku bisa merasakan kebiasaan normal. ...Itu sangat luar biasa. Apa hanya berlari bersamaku saja tidak cukup?

Aku menggendong Sasami di belakang punggungku dan mulai berjalan pergi. Kakiku cukup kuat untuk menopangnya.

S-Senpai! Sudah cukup! Hanya bisa bicara dengan Senpai saja sudah membuatku senang! Michiba-san akan marah padaku nanti!

Aku mengabaikan perkataan Sasami, dan berjalan menuju lintasan jogging tempat kami biasa berlari.

Tempo jalanku semakin cepat secara bertahap.

Pegang erat-erat. Aku akan berusaha meminimalkan guncangan, tapi bilang saja padaku jika kakimu sakit.

Jalanku berubah menjadi lari.

Aku terus menambah kecepatan. Ini bukan lagi jogging, tapi lari.

Se-Senpai!? La-Lari sambil menggendong bisa melukai tubuhmu!! K-Kalau Senpai terluka—

"Ingatlah kesenangan berlari. Aku menyukai Sasami yang berlari.

Aku tidak suka melihat Sasami yang selalu merasa rendah diri.

Aku tidak suka melihat Sasami yang berusaha menghancurkan dirinya sendiri.

Oleh karena itu, aku ingin berlari.

Lari yang benar-benar serius, yang belum pernah kuperlihatkan pada siapa pun.

 

——Beralih dari tingkat jogging ke tingkat pertarungan.

Aku tidak merasakan beban Sasami. Aku tidak berlatih dengan cara yang lemah seperti itu. Dia lebih ringan daripada anjing yang kukenal, bukan?

Seluruh otot tubuhku bersorak gembira. Mereka ingin mengeluarkan kekuatan sepenuhnya.

Aku hanya melihat ke depan.

Sasami bergumam sambil mencengkeram punggungku.

...Kecepatan ini... Sambil menggendongku... Eh, kamu semakin cepat!?

Aku menaikkan gearnya lagi. Ini baru gear kedua. Bahkan jika aku sudah mencapai level tertinggi, aku masih bisa lebih tinggi lagi.

Lintasan jogging masih panjang.

“Berlari rasanya memang menyenangkan. Sasami terlalu terobsesi dengan peringkat. Aku belum pernah bersaing dengan orang lain. Jadi, aku tidak tertarik dengan kerangka perlombaan.

Aku bisa merasakan Sasami sedikit gemetar di punggungku. Aku ingin dia merasakan sesuatu. Bukan dengan pemikiran, tapi dengan naluri.

Itu adalah harapanku—

Wawawa, luar biasa... Haha, kenapa aku... Eh, kau semakin cepat lagi!

Suara Sasami perlahan-lahan berubah menjadi terdengar menyenangkan.

Alasannya tidak penting.

Saat ini, yang terdengar hanyalah suara napasku dan suara tawa bercampur tangis Sasami.

 

Di sekitar lintasan lari jogging, ada banyak orang jogging. Ada juga tempat istirahat untuk mereka.

Aku keluar dari jalur lari dan menuju tempat istirahat.

Jika aku terus berlari, Sasami akan terlalu terbebani. Hah, sudah lama aku berlari dengan serius. Ini yang belum pernah kuperlihatkan pada siapa pun selain Sasami.

Aku menurunkan Sasami dengan lembut.

Sasami duduk dalam posisi yang seperti kehilangan tenaga di bangku dan menatap langit.

Hehe, bakat ya... Mustahil banget. Apa yang sudah kulakukan... Merajuk seperti anak kecil dan mengabaikan teman yang mengkhawatirkanku...

Ah, kita memang masih anak-anak. Melakukan kesalahan merupakan hal yang wajar.

Sasami perlahan-lahan berdiri.

Aku khawatir dengan kaki Sasami, jadi aku mencoba membantunya. Tapi Sasami menggelengkan kepalanya dengan senyum yang seperti telah melepaskan beban.

Kali ini benar-benar tidak apa-apa. Senpai, aku sudah ingin minta maaf sejak lama. Maafkan aku yang telah berbuat bodoh...

Sasami membungkuk dalam. Tidak ada suasana santai. Ada perasaan yang tulus di dalamnya.

Sesuatu yang hangat mengalir di dalam diriku. Ternyata aku terus mendekat dengan Sasami... Aku tidak terlalu memikirkannya, tapi sedikit malu.

Tidak masalah. Apa kakimu sudah baik-baik saja?

Sasami yang mengangkat wajahnya berkata padaku dengan riang.

Ya! Aku baik-baik saja. Aku... ingin berjalan sambil memikirkan banyak hal. Tentang klub atletik, kelas, dan masa depan... Jika aku mempunyai Onii-chan, aku yakin ia pasti akan seperti Senpai. Senpai... Terima kasih banyak. Aku akan berusaha sekuat tenaga!

Aku terkejut dengan semangat Sasami. Tapi tidak ada beban di sana.

Suasananya benar-benar berubah, seperti orang yang berbeda.

Ah begitu ya, ternyata Sasami adalah gadis yang manis. Sasami mulai berjalan sendiri. Aku tidak membantunya. Langkahnya pelan tapi menghadap ke depan. Pemandangan itu indah.

Ternyata ada saat-saat di mana kita bisa melihat keindahan seseorang.

Kami berdua naik kereta sampai stasiun Toyosu. ... Sebenarnya aku tidak perlu ada di sini, tapi entah kenapa aku ingin menemaninya sampai pulang. Ini juga bagian dari latihannya.

Saat dia keluar dari gerbang tiket, ekspresi Sasami mendadak berubah.

Se-Senpai, kamu sudah mengantarku sampai sini jadi sudah baik-baik saja sekarang, aku bisa pulang sendiri!

Hmm, aku hanya ingin mengantarmu. Aku juga khawatir dengan keadaan kakimu.

Sasami sepertinya ingin mengatakan sesuatu, dia terus-menerus membuka dan menutup mulutnya.

Tiba-tiba, aku merasakan ada tatapan seseorang yang menatap kami. Di sana berdiri seorang wanita yang mirip dengan Sasami.

Ah, Ibu...

Ekspresi Sasami berubah menjadi sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ini... perasaan apa? Aku tidak tahu. Aku merasa seperti melihat sesuatu yang sangat menyilaukan.

Begitu wanita itu menyadari Sasami, seketika itu juga wajahnya berseri-seri. Pemandangan itu sangat menyentuh hatiku.

Ah, setiap orang memiliki kehidupan mereka sendiri. Sasami memiliki keluarga yang berharga.

Itu adalah hal yang luar biasa.

Wah, wah, apa kamu sedang kencan, Mimi? Dia tampan sekali, bukan? Ah, maafkan aku, aku belum memperkenalkan diri. Aku adalah ibu Mimi.

I-Ibu! Bukan begitu!

Ma-Maafkan aku, namaku Toudo Tsuyoshi.

“Wah~, Toudo-kun, ya? Mimi sering bange~~t menceritakanmu. loh. Ah, Mimi, hari ini kita makan sukiyaki! Hehe, hari ini ada kabar baik, aku mendapat pekerjaan tetap di perusahaan teman lama ayahmu. Ah, bagaimana kalau Toudo-kun juga bergabung makan malam? Aku bisa menceritakan tentang Mimi waktu kecil!

U-Ugh, ibu, itu memalukan...

Tidak, hari ini dengan berat hati aku akan menolak. Aku ingin anda dan Sasami bisa merayakannya berdua.

Ara, begitu~? Kalau begitu, datanglah kapan saja! Aku dan Mimi akan menyambutmu dengan senang hati!

Sasami menunduk dengtan malu, tapi ibu menatapnya dengan gembira. Sasami tidak menyadarinya. Ibu menyadari perubahan Sasami. Karena suara ibu terdengar seperti menahan tangis. Ah, ternyata orang tua memang mengerti anak-anaknya...

“Toudo-kun, terima kasih banyak atas apa yang sudah kamu lakukan kepada Mimi...

Ah, aku tidak melakukan sesuatu yang istimewa.

Meskipun begitu.

Ibu, ayo kita pergi! Ah, maaf, Senpai, kalau kami terlalu berisik...

Tidak, aku merasa senang karena bisa melihat pemandangan yang indah. Kalau begitu, aku permisi.

Ibunya melambai padaku dengan senyum. Aku meyakini kalau itu akan menjadi makan malam yang menyenangkan.

Ah, Senpai... Selamat tinggal...

Aku mendekati Sasami yang terlihat cemas. Aku menggenggam tangannya dengan kedua tanganku. Dengan begini, perasaanku akan tersampaikan, aku tahu dari pengalaman.

 

Sasami, ayo kita lari bersama lagi.

 

Emosi yang selama ini ditahan-tahan tersampaikan melalui tangan Sasami. Ekspresi Sasami menunjukkan perasaan yang selama ini ditahannya.

Kata-kata yang ingin diucapkan Sasami. Entah bagaimana, aku bisa memahaminya.

 

Eh? Kenapa... Aku tidak sedih, tapi... Aku malah senang...

Sasami tidak bisa lagi menahan air matanya. Dia menggenggam tanganku erat. Perasaannya tersampaikan.

Sasami melepaskan tanganku. Dari wajahnya yang basah oleh ingus dan air mata, tersirat tekad yang kuat.

Ibu Sasami memeluk pundaknya dan mengangguk. Lalu, mereka berdua mulai berjalan perlahan menuju kota Toyosu.

 

Setelah mengantarkan Sasami, aku tidak naik kereta, melainkan keluar ke jalan. Lalu, aku mulai berlari.

Entah kenapa, aku tiba-tiba ingin berlari. Melihat Sasami dan ibunya, aku merasa hangat dan senang... Tapi juga sedikit sedih... Aku tidak punya keluarga. Eli... Berbeda.

Syukurlah Sasami punya ibu yang baik.

Saat aku mencoba menahan perasaan sedihku, kecepatanku justru semakin bertambah. Perlahan-lahan, perasaan sedihku memudar.

Sebab aku memiliki orang-orang yang berharga. Jadi, aku tidak merasa kesepian.

Wajah-wajah mereka muncul di benakku. Rasanya aku sedikit berkembang. Bukan hanya sekedar perasaan saja. Aku merasa kalau aku berhasil meraih sesuatu yang nyata.

Aku melihat mesin penjual otomatis. Aku berhenti di sana dan membeli kaleng kopi.

...Rasanya sedikit pahit. Tapi—

Kopi itu terasa jauh lebih enak dari biasanya.

 

◇◇◇◇

(Sudut Pandang Sasami)

Sudah beberapa hari telah berlalu sejak hari itu bersama Senpai.

Kondisi fisikku tidak terlalu baik. Kakiku masih terasa sakit dan sulit berjalan. Aku juga tidak bisa berlatih. Tapi hatiku merasa ringan.

Di kelas, aku masih sendirian seperti biasa, tapi itu tidak terlalu menggangguku. Aku bisa melihat diriku sendiri dari sudut pandang yang berbeda.

Eh? Sasami-chan, kamu ganti model rambutmu?

Nakajima-san dari klub atletik datang menghampiriku. Dia benar-benar khawatir padaku. Aku tidak menyadari itu sebelumnya.

Hehe, aku membuatnya lebih rapi.

Wah, penampilanmu jadi beda! Yang begini lebih cocok untukmu!

“Te-Terima kasih.

Nakajima-san pasti sudah terbiasa membaca situasi. Dia ingin menolongku yang hampir terisolasi di kelas. Tidak ada maksud tersembunyi di sana, hanya niat baik.

Dia berbeda dariku yang hidup dengan perhitungan.

...Sasami-chan, aku ragu-ragu untuk memberikan ini padamu. Tapi aku sudah membersihkannya dengan hati-hati meskipun sedikit retak.

Nakajima-san mengeluarkan kotak bekal yang pernah kubuang dari dalam tasku.

Ah...

“Saat kita sedang melakukan kegiatan klub, kamu pernah bilang kalau kotak bekal itu penuh dengan kenangan, ‘kan?

Aku menerima kotak bekal itu. Tutupnya sedikit retak, tapi itu direkatkan dengan lem.

Hehe, ayo kita makan siang bersama lagi.

Ah, ternyata aku memang gadis yang tidak bisa jujur. Kotak bekal yang penuh kenangan bersama ibu. Aku menyimpannya dengan baik di dalam tasku. Dan aku akhirnya bisa menghadapi Nakajima-san.

Terima kasih... Bukan hanya kotak bekalnya, tapi juga... Aku yang seperti ini.

Jangan begitu, Sasami-chan! Kamu bukan orang seperti itu! Aku tahu Sasami-chan itu gadis yang manis, larimu cepat, dan baik hati.

Sebenarnya, Nakajima-san lah yang sangat baik.

Hehe, karena kita adalah teman. Ah, sensei sudah datang! Kita bicara lagi nanti, ya.

Iya, sampai nanti.

Kata-kata sampai nantiitu membuatku sangat senang. Nakajima-san lalu kembali ke tempat duduknya.

 

Saat jam wali kelas pagi. Guru wali kelas kami, Nakamura-sensei, adalah wanita muda yang selalu cemberut. Dia sangat kompeten, tapi juga sedikit menakutkan.

Di belakangnya, ada siswa laki-laki yang berseragam rapi.

Tiba-tiba para siswa mulai berbisik-bisik.

Siapa itu?

Murid pindahan di saat seperti ini? Lagi pula, rambutnya panjang sekali sampai menutupi wajahnya.

Sepertinya ia tipe otaku.

Kalau laki-laki sih, tidak masalah. Tapi kalau perempuan dengan rambut panjang itu lebih bagus.

Iya, iya.

Ketika Nakamura-sensei menyapu pandangan dingin ke seluruh kelas, para siswa langsung terdiam. Entah kenapa, ekspresinya terlihat sedikit lelah, hampir menyerah.

Dia perlahan-lahan membuka mulutnya.

...Murid pindahan di luar jadwal. Mulai sekarang, dia akan menjadi teman sekelas kalian. Ia adalah Shimafuji Toru-kun. Hei, perkenalkan dirimu.

Siswa yang dipanggil Shimafuji... Rasanya aku pernah melihatnya.

Ia membungkuk dengan tegap dan anggun, lalu mengangkat wajahnya.

Rambutnya panjang, jadi wajahnya tidak terlalu jelas terlihat.

“Namaku Shimafuji Toru. Pangkatku.... kurasa aku tidak perlu menyebutkan pangkat di sini, ya. Tolong lupakan yang tadi. Hobiku mengamati kucing dan membaca manga. Senang berkenalan dengan kalian.

Baiklah. Tempat dudukmu... Kurasa yang ada di samping Sasami sedang kosong, ya. Duduklah di sana. Kalau ada yang tidak kamu pahami, tanya saja pada teman di dekatmu.

“Oke.

...Kau harus tetap menggunakan bahasa formal.

Ba-Baik, dimengerti.

...Yah, sudahlah. Omong-omong, ikat rambutmu, itu mengganggu.

Sensei yang terlihat kelelahan mengangguk ke arah Shimafuji untuk duduk.

Shimafuji berjalan dengan mahir, meskipun poninya yang panjang menghalangi pandangannya.

Ah—

Di kursi depan, Samejima terkikik sambil mencoba menjulurkan kakinya.

Mungkin bagi Samejima itu hanya lelucon biasa tanpa adanya niat jahat. Tapi aku merasakan perasaan tidak enak menyebar di dalam dadaku.

Penampilan Shimafuji jelas-jelas terlihat seperti otaku. Mungkin dia akan diolok-olok setelah ini. Aku tidak suka dengan hal itu...

Tanpa sadar aku berdiri dan berniat menghampiri Shimafuji, tapi saat itu--

Shimafuji berhenti di depan Samejima-kun.

Benar juga, rambutku mengganggu. Tadi pagi saat menjalankan misi, rambutku terlepas dan aku lupa mengikatnya lagi. Ngomong-ngomong,

Ia mengeluarkan karet dari sakunya, mengikat rambutnya ke belakang, dan menatap siswa laki-laki itu.

Semua siswa di kelas memandang ke arah Shimafuji. Terutama dari tatapan intens gadis-gados. Ada juga yang berteriak terpana. Meskipun bukan tipeku, dia sangat tampan. Tapi Toudou-senpai jauh lebih keren.

...Tidak ada yang berubah sama sekali. Ini yang sering disebut sebagai ospek, ‘kan? Kau boleh melangkah dan menginjak, tapi tempat ini bukan untuk itu. Aku sudah belajar dari manga sekolah. Setelah ini, apa aku akan dipanggil ke belakang gedung sekolah dan diajak berkelahi? Itulah yang kupahami sebagai kenakalan remaja.

Ti-tidak, aku hanya ingin menenangkan suasana... Kau sendiri aneh, tahu?!

Hmm, jadi ini berbeda dengan manga, ya. Tapi apa kamu tidak menyadari bahwa jika kamu melakukan sesuatu, kamu akan kena karmanya? Aku tidak sebaik Toudo, jadi aku tidak akan bersikap selembut itu.

Suasana Shimafuji berubah. Entah kenapa, dia mirip Toudou-senpai. ...Ah, aku tahu orang ini! Dia orang yang jahat!

“Kamu itu orang aneh yang pernah merayuku di depan sekolah, ‘kan! Hei, jangan ganggu Samejima-kun! Ayo, duduk di sini!

Ka-Kamu...

Tubuhku bergerak sendiri. Aku menarik bagian bawah seragam Shimafuji dan memaksanya duduk.

Sekolah adalah tempat di mana kita semua harus akur. Nah, Samejima-kun juga minta maaf, dan Shimafuji-kun, diam dan dengarkan penjelasan guru.

Ba-baik, mengerti.

Ah, maaf, itu hanya bercanda...

Wajah Shimafuji memerah. Kenapa ya? Dia bertingkah sangat aneh.

Hmm... Sepertinya baik-baik saja. Baiklah, Sasami akan menjadi penanggung jawab atas Shimafuji. Dengan ini, jam wali kelas selesai. Belajarlah dengan benar. Jangan cari-cari masalah.

Hah? Kenapa?

Guru dengan wajah lelah hanya mengatakan itu dan pergi meninggalkan kami...

Serius nih?

A-Aku mohon bantuanmu...

Shimafuji yang tadi menyusutkan tubuhnya. Yah, tidak apa-apa. Dia pasti bukan orang jahat. Ada banyak orang dengan berbagai macam karakter. Jika kita berbicara, kita pasti bisa saling memahami.

Benar begitu ‘kan, Senpai?




Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama