[LN] Anti-NTR Jilid 4 Bab 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1

 

Wanita yang berdiri di depan rumahku ──Kanzaki Eto.

Meskipun dikatakan sebagai teman ibu, dia bisa dengan mudah berbohong, jadi aku tidak begitu percaya. Tapi ketika dia menunjukkan foto lama ibu, aku tidak bisa meragukannya lagi. Lagipula, sudah waktunya ibu pulang, jadi aku mengajaknya masuk.

“Terus~, Ane-san tiba-tiba menjadi lebih baik saat mendapatkan pacar. Padahal dulu dia dipanggil 'Yashahime'! Aku benar-benar terkejut!

Kanzaki-san bercerita dengan riang tentang masa lalu. Dia juga mengenal julukan 'Yasha hime' yang pernah diceritakan Seina-san, jadi tidak diragukan lagi bahwa dia memang teman ibu.

Lebih tepatnya, julukan ibu dan cara dia memanggilnya dengan 'Ane-san'... pada titik ini, sekarang aku mengerti hubungan antara Kanzaki-san dan ibu.

“Umm.... apa jangan-jangan Kanzaki-san adalah bawahan ibu ya?

Benar! Pada saat itu, Ane-san benar-benar tajam seperti pisau! Dia menakuti banyak preman di sekitar sini!

...Ibu...

...Akemi-san... Dia benar-benar menakjubkan ya."

Kami hanya bisa terpana mendengarnya.

Bagi Ayana, mungkin ini baru pertama kalinya dia mendengar kisah keberanian ibu dan julukan 'Yasha hime' itu.

(Sepertinya itu masa lalu yang memalukan bagi ibu, tapi mendengarnya dari pacarku sendiri rasanya sangat memalukan...padahal itu bukan tentang aku)

Akan tetapi.... ternyata dia memang benar-benar teman ibu.

Meskipun ibu terlihat sangat muda, Kanzaki-san bahkan terlihat lebih muda, mungkin seperti mahasiswi, dengan rambut pirang menyilaukan dan anting di telinga yang memberi kesan berandalan.

Oh, kenapa kamu menatapku terus?

Tidak, bukan apa-apa.

Mau tak mau aku menatapnya, dan Kanzaki-san menyeringai saat dia mendekatiku.

Aku sempat terkejut dengan kecantikannya, yang merupakan keseimbangan sempurna antara kecantikan dan keindagan, tapi kemudian Ayana menyela Kanzaki-san seolah ingin melindungiku... laha Ayana-san!?

“Tolong jangan mendekat lagi ke pacarku.

Huh?!

Alih-alih menyelanya, dia menekankan tangannya ke wajah Kanzaki-san.

Mungkin tidak sopan memanggilnya babi, tapi Ayana mendengus dan memelototi Kanzaki-san, yang mengeluarkan suara serupa... rupanya dia tidak menyukai kenyataan bahwa Kanzaki-san mendekatkan wajahnya ke arahku.

“Bukannya itu kejam banget tiba-tiba melakukan itu...

Sudah kubilang jangan mendekat ke pacarku.

Oya? Oya? Kamu takut kalau pacarmu akan diambil darimu?

Bukan begitu, aku hanya tidak menyukainya saja. Meskipun penampilanmu begitu, kamu jelas-jelas sudah di usia yang tidak cocok untuk menggoda anak SMA, 'kan?

...Namamu Ayana-chan, ‘kan? Cara bicaramu lumayan tajam juga ya.

Aku juga terkejut Ayana bisa bersikap begitu tegas pada wanita asing yang terlihat menakutkan ini...padahal dia baru pertama kali bertemu dengannya.

Untungnya Kanzaki-san tidak marah dengan apa yang dilakukan Ayana, malah sebaliknya dia terlihat terkesan dan bersenang-senang.

Bukan berarti aku meremehkanmu, tapi kamu cukup menarik. Padahal kamu seumuran dengan nak Towa, tapi kamu luar biasa.

Terima kasih.

.....

Entah kenapa... Aku merasa seperti ditinggalkan.

Bukan karena aku merasa kesepian, tapi ada perasaan aneh── seolah-olah Ayama dan Kanzaki-san sudah sangat akrab, padahal mereka baru pertama kali bertemu hari ini.

(Sungguh aneh sekali...)

Perasaan apa ini.....pada saat sedang merenungkan itu, ibuku akhirnya pulang.

Aku pulang~ lah, Eto?!

“Maaf sudah mengganggu, Ane-san!

Kanzaki-san merespons keterkejutan ibuku dengan normal, tapi sepertinya mereka berudua memang benar-benar mengenal satu sama lain.

Kamu terlalu tiba-tiba, tahu.

Ini namanya kejutan! Nah Ane-san, aku lapar, jadi aku boleh minta makanan yang enak enggak?

...Kamu ini. Aku tidak keberatan, yapi bagaimana dengan Towa?

Aku juga tidak keberatan.

Yah, kalau dia memang teman ibu, aku tidak punya alasan untuk menolak.

Sepertinya Kanzaki-san akan ikut makan malam bersama kami, jadi kurasa lebih baik kalau aku mengantar Ayana pulang dulu.

Ayana, aku akan mengantarmu pulang—

“Akemi-san, bolehkah aku ikut bergabung makan malam juga?

Ayana-chan juga? Tentu saja boleh.

Terima kasih♪

Tanpa memberiku kesempatan untuk mengatakan apa pun, Ayana akhirnya ikut makan malam juga.

Ayana berbisik meminta maaf tiba-tiba, tapi aku tidak keberatan jika itu berarti aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Aku tersenyum melihat Ayana yang imut seperti kucing.

Selagi aku mengagumi keimutan Ayana, ibuku dan Kanzaki-san diam-diam membicarakan sesuatu.

“Ane-san, Ane-san, meski aku sudah mendengarnya dari telepon, tapi Nak Towa memang hebat ya!

“Iya, ‘kan? Dia tampan dan baik seperti ayahnya... Aku benar-benar bangga padanya♪

Bukannya berbisik, suara percakapan mereka malah terdengar jelas.

Tapi... Jarang-jarang sekali aku melihat ibu terlihat sesenang ini dengan orang lain selain aku dan Ayana. Mungkin ikatan mereka lebih dalam daripada dengan Seina-san.

Yah, hubungan ibu dengan Seina-san sudah jelas berbeda dibandingkan Kanzaki-san yang sudah saling kenal selama bertahun-tahun, jadi tidak ada gunanya membandingkan mereka.

Baiklah, ayo kita siapkan makan malam!

“Akemi-san, izinkan aku ikut membantu juga.

Tidak apa-apa, Ayana-chan. Serahkan saja semuanya padaku hari ini.

...Baiklah.

Ayana terlihat kecewa karena usulan bantuannya ditolak, dan aku serta ibu tersenyum melihat kelakuannya. Ayana biasanya suka membantu ibu memasak saat makan malam, jadi dia pasti kecewa.

Aku ditolak...

Yah, itu artinya ibu ingin memanjakan kita.

Aku memang merasa senang sih, tapi... Lain kali pasti aku yang akan membantu.

Semangat juang Ayana berkobar jauh di matanya, dan terlihat jelas bahwa dia bertekad untuk melakukannya lain kali.

Saat aku membelai kepalanya sambil berpikir ternyata sampai segitunya, ya’, Ayana mengeluarkan suara seperti kucing yang manja dan meminta perhatianku.

“Meski begitu, tak kusangka kalau gadis semanis ini bisa menjadi pacar nak Towa. Kalian memang pasangan yang serasi, tapi beruntung juga kamu bisa mendapatkannya ya?

Ketika aku baru saja ingin menjelaskan bahwa ada banyak hal yang terjadi hingga sampai ke titik ini, Ayana yang tadi bersikap manja seperti kucing, tiba-tiba menyela dengan suara keras kepada Kanzaki-san.

Sejak awal, aku sudah menjadi miliknya, baik fisik maupun hatiku! Jadi tidak ada celah bagi siapapun untuk masuk di antara kami!

Kanzaki-san melebarkan matanya karena terkejut, seakan-akan dia tidak menyangka bahwa Ayana akan menyatakannya dengan begitu tegas. Ayana sepertinya tersadar dengan ucapannya sendiri dan malu-malu, menenggelamkan wajahnya di dadaku sambil berbisik.

Maaf... itu hanya sedikit rasa cemburu. Aku tahu Kanzaki-san adalah teman lama Akemi-san, tapi aku tidak suka melihat ada perempuan yang baru kutemui hari ini bisa dekat dengan Towa-kun... Aku tahu itu tidak baik, tapi mau tak mau aku tidak bisa menahannya.

Begitu ya... Tapi Kanzaki-san kan umurnya hampir sama dengan ibu, loh?

Hei nak Towa, apa kamu sedang bilang kalau aku sudah tua?

Bukan begitu maksudku—

Nah Towa, kalau memang benar begitu, apa itu artinya aku juga sudah tua?

“Bu, bisa enggak jangan ikutan nimbrung segala? Situasinya jadi semakin rumit, tau.

Bukannya di sekitarku ada banyak perempuan yang sensitif soal usia? Tapi memang akulah yang salah karena memulai topik inidalam kamus wanita, membahas usia dan kerutan wajah adalah topik terlarang.

Sudah, tidak apa-apa, tenang saja.

Baik... Haaah♪

Aku penasaran bagaimana ekspresi Ayana yang sedang menenggelamkan wajahnya di dadaku.

Itu bagus sekali. Pemandangan bahagia memang selalu bisa membuat orang di sekitarnya tersenyum.

“Apa iya?

Sebagai perempuan yang tidak punya pasangan, itu memang sedikit menyedihkan sih.

Yah, aku tidak bisa berbuat apa-apa soal itu. Tapi... setidaknya setelah berbicara sebentar dengan Kanzaki-san, Ayana dan aku jadi lebih terbuka.

Meskipun kami masih anak-anak sementara dia orang dewasa, entah kenapa aku merasa ada semacam daya tampung atau sesuatu yang mirip dengan itu, seperti yang dimiliki ibuku.

Kanzaki-san, apa kamu tidak mempunyai seseorang yang kamu sukai?

Meskipun sedikit ragu karena mungkin terdengar tidak sopan, tapi aku tetap bertanya, dan Kanzaki-san langsung berubah menjadi gembira dan bersemangat saat menjawab.

Aku lebih suka perempuan daripada laki-laki, tau.

...Hah?

......

Bukan berarti aku menentang homos*ksualitas atau akan mengejek jika ada orang seperti itu. Tapi tetap saja, tiba-tiba dihadapkan dengan pengakuan seperti itu membuatku terkejut.

Aku sendiri masih bisa mengatasinya, tapi Ayana langsung bersembunyi di belakangku dengan cepat. Ketika melihat itu, Kanzaki-san sepertinya panik dan melanjutkan perkataannya.

“Aku bohong kok, itu hanya lelucon ringan! Lagian, bukannya itu terlalu kejam, Ayana-chan? Kamu tidak perlu sampai bersembunyi seperti itu...

Maaf, aku secara refleks...

...Tapi reaksi menyesal seperti itu malah sedikit menyakitkan.

Kanzaki-san terlihat agak sedih, tapi sepertinya dia tidak benar-benar sedih.

Setelah suasana yang ramai seperti itu, akhirnya tiba saatnya makan malam yang ditunggu-tunggu. Menu hidangannya ada ayam goreng, nikujaga, dan stew yang terlihat sangat lezat.

Sudah lama sekali aku tidak makan masakan Nee-san... Baunya saja sudah terasa luar biasa!

Aku setuju dengan Kanzaki-san.

Iya, masakan Akemi-san memang benar-benar enak.

Wah, wah, memuji-muji begitu tidak akan dapat apa-apa lho~

Bahkan sebelum dimakan, masakannya sudah kelihatan luar biasa.

Saat aku mengatakan itu, Ibu tiba-tiba datang dan memelukku erat-erat. Sepertinya pujianku tadi menyentuh hatinya, dan dia tidak mau melepaskanku meskipun Ayana dan Kanzaki-san ada di sana, membuatku jadi merasa sangat malu.

Setelah membiarkan Ibu melakukan apa yang dia inginkan, kami berempat pun mulai makan malam. Tapi seperti saat bersama Seina-san, begitu ada dua orang dewasa, minuman bealkohol pun mulai dikeluarkan.

“Phuhaahhhh~, minum bir bersama Nee-san memang yang terbaik!

Aku juga setuju. Meski aku merasa tidak enakan dengan Towa dan Ayana-chan, tapi aku memang jadi lebih menyenangkan kalau sudah minum-minum.

Semakin mereka minum, kami yang masih anak-anak semakin sulit untuk mengikuti. Jadi aku memutuskan untuk fokus saja pada makananku.

Ayana, bisa tolong ambilkan shoyu?

Baik, silakan.

Terima kasih.

Sama-sama.

Jadi aku mengabaikan mereka yang sedang mabuk dan tetap fokus pada makananku.

Tapi....tetap saja, jika aku membiarkan Ibu dan yang lain, mereka pasti akan mulai merengek meminta perhatian.

Towa benar-benar tumbuh menjadi anak yang hebat... ia sudah sebesar ini, punya pacar yang manis, tapi masih selalu menyayangi Ibu... Semuanya sempurna!

I-Ibu! Baumu seperti alkohol...

Apa? Bau? Itu tidak sopan!

Ugh, merepotkan sekali...

Beberapa waktu yang lalum ada pembicaraan soal bau penuaan, dan sepertinya sejak saat itu Ibu jadi sangat sensitif soal bau. Padahal biasanya Ibu wangi, tapi rasanya sulit untuk mengatakannya saat dia sedang mabuk begini.

Kamu tidak cemburu pada Nee-san, ya?

"Tentu saja tidak, karena Akemi-san adalah ibunya Towa-kun. Jadi aku tidak punya alasan untuk cemburu.

Tapi matamu membesar tuh.

Apa kamu mengatakan sesuatu?

Ti-tidak, bukan apa-apa!

Entah apa yang dipikirkannya... Aku menghela napas dalam hati, tapi sebenarnya aku tidak benci suasana ramai seperti ini, malahan aku merasa cukup menikmatinya.

Tentu saja ada kalanya aku ingin menghabiskan waktu dengan tenang, tapi saat orang-orang berkumpul seperti ini, rasanya lebih ramai dan meriah... Itulah yang kupikirkan saat itu.

... Hei, Eto, apakah aku sudah bisa berinteraksi dengan Towa sebagai seorang ibu yang baik?

“Kamu ini bicara apa, Ane-san? Senyum Towa adalah bukti terbaiknya, bukan?

Tapi bagaimana jika itu hanya senyum palsu? Ya... sejak kecelakaan itu, Towa selalu... selalu...

Sekilas... hanya sekilas, pemandangan yang belum pernah kulihat muncul di benakku.

Seolah-olah dihantui oleh perasaan tak berdaya, pemandangan ibu yang menangis sementara Kanzaki-san menyemangatinya... dan Kanzaki-san yang memandang ibu dengan ekspresi mengerikan, berbeda dari yang baru saja kukenal hari ini.

Huh...?

Towa? Ada apa?

... Tidak, bukan apa-apa.

Tampaknya aku melamun dan membuat ibuku khawatir.

Padahal baru beberapa saat yang lalu dia terlihat mabuk berat, tapi ibu langsung menyadari ada yang aneh denganku dan kembali menjadi sosok ibu yang lembut.

Towa-kun?

“Nak Towa?

Sepertinya Ayana dan Kanzaki-san juga memperhatikan sikapku dan ibuku, terutama Ayana yang langsung mendekatiku dan merangkulku.

Aku benar-benar tidak ingin merusak suasana menyenangkan ini, jadi aku mencoba menyembunyikan apa yang baru saja kulihat dan mengubah suasana.

Sepertinya Kanzaki-san menangkap keinginanku untuk mengubah suasana, lalu dia bertanya pada Ayana.

Oh iya, Ayana-chan, apa kamu tidak punya saingan saat kanu berpacaran dengan nak Towa?

Saingan...?

Pertanyaan ini berarti, apa tidak ada gadis lain yang bersaing dengannya untuk mendapatkanku?

Memang, aku... Yukishiro Towa adalah seorang pria tampan, tapi tidak pernah ada gosip atau hal yang aneh terjadi di sekitarku, dan Ayana selalu di sampingku, jadi tidak ada perempuan lain yang spesial bagiku.

Setelah berpikir sejenak, Ayana lalu tersenyum dan menjawab.

Saingan biasanya digunakan untuk merujuk pada orang yang setara, yang selalu saling berkembang. Tapi jika itu menyangkut Towa-kun, tidak ada gadis lain yang bisa menyaingi posisiku."

Wah... kamu percaya diri sekali, ya.

“Memang. Dulu, saat kami masih SD atau SMP, ada beberapa orang bodoh yang mencoba menyatakan perasaan mereka pada Towa-kun meski aku ada di sampingnya. Tapi mana mungkin aku memaafkan mereka!

Wow, Ayana-san... Kamu bisa mengatakannya semua dalam sekali tarikan napas.

Aku terkejut ada hal-hal semacam itu yang terjadi tanpa sepengetahuanku, tapi sekarang aku tahu seberapa besar Ayana menyayangiku. Aku tidak merasa terganggu atau takut, karena itu memang benar adanya, bukan?

Pokoknya, sejak awal Towa-kun memang tampan dan populer. Tapi karena ada aku di sampingnyam ‘kan? Aku tidak peduli jika ada istilah kucing garong atau semacamnya tapi aku takkan mengizinkan gadis manapun yang bisa mendekatinya.

Wah... Keren sekali."

“kamu benar-benar keren, Ayana-chan!

Setelah itu, Ayana yang mendominasi percakapan.

Dengan terus menceritakan seebrapa besar dia menyayangiku, seberapa besar perhatiannya padaku, ibu dan Kanzaki-san jadi semakin bersemangat, dan obrolan Ayana membuat minuman mereka semakin mengalir.

Aku sendiri tidak bisa ikut bergabung dalam obrolan para wanita ini, hanya bisa malu-malu menikmati masakan yang dibuat ibu sambil duduk sendirian.

... Nikujaga-nya enak sekali.

Bukan berarti aku merasa tidak nyaman atau apa... Tidak, sama sekali tidak.

 

 

Kerja bagus, Towa-kun.

Ah... aku merasa capek dalam artian yang berbeda.

Jamuan makan malam yang ramai itu akhirnya selesai, dan karena besok masih sekolah, jadi aku mengantarkan Ayana pulang ke rumahnya.

Tentu saja, pakaian ganti Ayana masih ada di rumahku, dan dia memang sering menginap di sini sebelumnya, tapi sepertinya hari ini begitu mendadak, jadi dia memutuskan untuk pulang agar tidak meninggalkan Seina-san sendirian.

Yah, aku jadi merasa terharu dengan keputussannya setelah tahu hubungan Ayana dan Seina-san sebelumnya.

... Haha.

Ada apa?

Tidak, aku hanya senang melihat Ayana begitu perhatian pada Seina-san.

Ah... Hehe, karena dia ‘kan ibuku sendiri

... Aku memang tidak sampai menangis, tapi itu hampir saja.

Aku tidak akan menyombongkan diri dengan mengatakan aku yang membantu memperbaiki hubungan mereka, tapi sebagai pihak yang terlibat, aku benar-benar merasa senang.

Ngomong-ngomong, Kanzaki-san... dia adalah orang yang cukup kuat dalam berbagai hal, ya.

Memang... Dari sikapnya, mungkin kami pernah bertemu sekilas di masa lalu, tapi aku sama sekali tidak mengingatnya.

Ini mungkin hanya karena kesadaranku yang tidak mengingatnya, tapi bukan tidak mungkin Towa sendiri yang mengingatnya... Tapi kurasa itu tidak terlalu penting.

.....

Tapi... Saat memikirkannya, hal yang terlintas di benakku adalah pemandangan itu.

Kanzaki-san yang menenangkan ibu... Ekspresinya saat itu begitu menakutkan, sampai-sampai bahuku mulai bergetar hanya dengan mengingatnya.

Lalu, aku mengantar Ayana melewati jalanan malam yang gelap dan tiba di lingkungan rumahnya...Rumah Shu terlihat, dan lampu di kamarnya masih menyala.

Towa-kun, aku tahu kamu mengkhawatirkannya, tapi sekarang fokus padaku saja, oke?

Ah, maaf...

Aku tersenyum masam, lalu memeluk Ayana di depan pintu.

Meskipun agak lebih sejuk dibanding siang hari, tiupan angin hangat yang sesekali berhembus sedikit mengganggu, tapi begitu aku memeluk Ayana, aku tak ingin melepaskannya.

“Waktu malam hari juga sudah mulai panas, ya.

“Jika itu yang terjadi, kita tidak akan bisa berpelukan seperti ini siang atau malam hari.”

Kalau itu sih tidak mau! Aku tetap ingin melakukan ini tak peduli berkeringat atau lengket sekalipun.

Yah, aku juga sama sih.

Mungkin karena kami berbicara cukup keras, pintu depan pun terbuka dan Seina-san menampakkan wajahnya.

Ternyata memang Ayana dan Towa-kun ya.

Ah, Ibu."

Selamat malam, Nona Seina-san.”

Seina-san menunjukkan ekspresi kaget ketika melihat kami berpelukan.

“Tolong pikirkan waktu dan tempat...tapi itu memang terlalu sulit untuk kalian, ya?

Apa yang Ibu katakan? Ini ‘kan saat perpisahan, jadi tolong maklumi kami.

Ayana berkata begitu dan tanpa mempedulikan reaksi Seina-san, dia terus memelukku dengan erat.

Seina-san hanya menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat Ayana, tapi dia kemudian mengalihkan perhatiannya dan tersenyum padaku.

Di malam seperti ini, selamat datang Towa-kun. Sebenarnya aku ingin mengobrol lebih lama denganmu, tapi kamu pasti akan segera pulang, kan?

Begitulah... Memang sangat disayangkan, tapi setelah mengantar Ayana, aku akan segera pulang.

Setelah aku mengatakan itu, waut wajah Seina-san jelas-jelas kelihatan kecewa.

Aku tahu kalau Seina-san juga senang bisa mengobrol denganku, dan dia pasti mengizinkanku untuk berlama-lama di rumahnya.

Aku merasa menyesal karena tidak bisa memenuhi harapannya, tapi mengingat semua yang telah terjadi, aku merasa ini adalah perkembangan yang mengharukan.

Kalau begitu... apa lain kali kamu mau datang lagi?

Tentu saja. Bagaimana kalau di akhir pekan?

Aku akan menunggumu. Bagaimana kalau kali ini kamu makan malam di sini?

Ah, baiklah.

“Kalau begitu, sudah diputuskan!

... Tiba-tiba saja sudah diputuskan.

Melihat senyum lebar di wajahnya yang seolah-olah tidak sabar untuk menunggu, aku pun ikut tersenyum karena sepertinya aku membuat usulan yang bagus.

Entah ibuku, Kanzaki-san, maupun Seina-san yang berada di depanku ini, mereka semua tertawa dengan begitu segar seolah usia tak berarti, membuatku selalu berpikir betapa cantiknya mereka.

Aku merasa seakan-akan Towa-kun akan direbut oleh Ibu...!”

Tenang saja, itu tidak akan terjadi.

Benar, Ayana. Membayangkan aku akan merebut pacar anakku sendiri, itu sih... mana mungkin, ‘kan?

Tolong hentikan kedipan misterius itu.

Setelah bertukar candaan seperti itu, aku pun memulai perjalanan pulang.

Berjalan sendirian di jalanan malam yang gelap tanpa keberadaan Ayana di sampingku... Aku tidak merasa takut, tapi keheningan ini terasa aneh setelah suasana makan malam yang ramai tadi.

Dan yang paling penting, aku merindukan interaksi menyenangkan tadi antara Ayana dan Seina-san.

...Huh?

Saat aku terus berjalan sambil memikirkan interaksi antara ibu dan anak perempuannya tadi, aku melihat sesuatu saat rumahku sudah terlihat.

Persis seperti peragaan ulang pada kejadian sore tadi, Kanzaki-san sedang berdiri di depan rumahku.

Padahal tadi sore dia tertidur dengan air liur mengalir, tapi sekarang dia terlihat sangat segar dan sedang merokok.

(... Jadi dia merokok ya. Padahal di rumah dia tidak pernah merokok sama sekali)

Ya, Kanzaki-san memang tidak merokok.

Mungkinkah karena ibu tidak merokok, atau karena aku dan Ayana ada di dekatnya, jadi dia tidak merokok?

Oh, selamat datang kembali, Nak Towa.

Terima kasih.

Cara kami yang saling bertukar pandang secara perlahan-lahan, sama persis seperti sore tadi... Ah, Kanzaki-san terlihat sangat keren saat sedang merokok.

“Kamu sudah mengantar Ayana-chan pulang ke rumahnya?

Ya. Apa Ibu sedang tidur?

Iya, aku bahkan sampai menggendongnya ke dalam kamar.

Ah, terima kasih banyak.

Tidak masalah.

Kanzaki-san melambai-lambaikan tangannya sambil menghembuskan kepulan asap putih.

Ketika aku melihat asap rokok itu perlahan-lahan memudar di udara, Kanzaki-san pun membuka suara.

Sepertinya aku sudah cukup merokok. Nak Towa, mau mengobrol denganku sebentar?

Tentu, aku tidak keberatan.

Aku mengangguk menyetujui usulan Kanzaki-san, lalu berdiri di sampingnya.

Kira-kira apa yang akan dibicarakannya ya... Saat aku melirik ke arahnya, dia hanya mwndongak ke atas untuk menatap langit berbintang.

Setelah beberapa detik, bahkan puluhan detik berlalu, akhirnya Kanzaki-san mulai berbicara.

“Ane-san... Dia terlihat sangat senang dan bahagia. Ekspresi sedihnya yang dulu sudah tidak terlihat lagi.

...

“Aku yakin kalau itu semua berkat kehadiranmu dan Ayana-chan. Terutama keberadaanmu sebagai anaknya yang paling berpengaruh melihatmu terlihat senang, itu saja sudah membuat Ane-san ikut tersenyum bahagia.

Ibu... Ya, akhir-akhir ini dia selalu tersenyum.

Bahkan di malam-malam dia kelelahan karena pekerjaan, begitu melihatku di rumah, dia langsung tersenyum... Dibandingkan dengan kenangan lama sebagai Towa, akhir-akhir ini aku hanya melihat Ibu tersenyum bahagia.

Bagiku, Ane-san adalah sosok yang kuidolakan. Dulu saat masih sekolah, aku memang berandalan luar biasa... Yah, dulu memang ada lebih banyak berandalan daripada sekarang dan aku juga tidak terkecuali. Keluargaku agak spesial, jadi aku selalu mendapat masalah.”

Keluarga yang sedikit spesial... Ah, lebih baik kalau aku tidak usah menanyakannya.

“Pada waktu itu, aku mendengar ada senior yang kuat, jadi aku tidak tahan untuk menantangnya berkelahi... Dan aku langsung dihajar habis-habisan.

Maaf Kanzaki-san... Ini cerita nyata di Jepang, dan bukan drama atau cerita rekaan, kan?

Iya, beneran, kok?”

Astaga, kalau dibilang drama atau cerita rekaan, itu malah lebih masuk akal... Tapi Kanzaki-san tidak terlihat sedang berbohong, dan mengingat masa lalu Ibu, kupikir peristiwa semacam itu sepertinya bisa terjadi.

Nah, sejak saat itu aku mulai mengagumi Ane-san. Aku memohon agar Ane-san mau menerimaku sebagai murid didikannya, dan disinilah aku sekarang. Meskipun di usia segini aku tak bisa lagi bertingkah seperti dulu.

Yah... Memang begitu.

Kalau sekarang masih begitu, itu justru menakutkan, imbuhku, dan Kanzaki-san pun tertawa terbahak-bahak.

Setelah itu, Kanzaki-san terus menceritakan tentang kisah masa lalu Ibu... Terutama hal-hal yang tidak bisa diceritakan Ibu sendiri.

Dan dari sini, semuanya dimulai.

Suasana di sekitar Kanzaki-san mulai berubah dan menciptakan atmosfer yang aneh.

“Ane-san yang dulunya terlihat galak dan bengis, sekarang sudah berubah menjadi lebih lembut setelah memiliki pacar, menikah, dan melahirkan nak Towa. Dia benar-benar menjadi wanita yang menarik. Itulah sebabnya aku tidak bisa memaafkan mereka yang menjelek-jelekkan Ane-san dan nak Towa.

Uhh...

Aku merasakan sensasi seolah-olah jantungku dicengkeram dengan kuat. Meskipun tekanan itu bukan ditujukan kepadaku, tapi auranya sangat kuat sampai-sampai aku ingin menggaruk kulitku.

(...Ah)

Aura ini... Ekspresi ini adalah yang pernah kulihat sebelumnya. Ekspresi yang pernah ditunjukkan Kanzaki-san saat menenangkan Ibu yang menangis. Dia menatapku tajam dan menampilkan gigi taringnya, lalu berkata:

“Oleh karena itu, aku juga berniat menggunakan seluruh kekuatanku untuk memastikan mereka menerima balasannya. Kamu ingat, aku pernah memintamu untuk membiarkanku mengurus pria di gym itu, ‘kan? Aku punya kekuatan sebesar itu untuk mengurusnya.”

.....

Apa itu membuatmu merasa takut?

Sedikit...

Bukan sedikit, tapi sangat jelas aku merasa takut. Namun, rasa takutku bukan karena Kanzaki-san, melainkan karena dia adalah teman Ibu, dan sikapnya selama ini membuatku merasa dia adalah sekutu.

Memang sedikit menakutkan... Tapi aku juga merasa tenang. Tentu saja saat aku melihatmu berbicara dengan Ibu, dan juga aku memikirkan hal itu saat kamu berinteraksi denganku dan Ayana.

Haha, begitu ya.

Melihat Kanzaki-san menghela napas lega, sepertinya dia khawatir aku akan menjauh karena merasa takut. Memang, dalam kondisi normal, orang akan merasa takut. Tapi karena aku tahu dia adalah sekutu, rasa tenang lebih mendominasi.

Kanzaki-san tersenyum dan mendekatiku, merangkul bahuku, lalu.... mendongak ke atas langit.

Aku sebenarnya sudah memutuskan, seandainya saja Ane-san sedikit saja menyinggung rasa dendamnya, atau jika terjadi sesuatu yang menyedihkan yang disebabkan oleh mereka, aku akan membalas dengan harga yang setimpal.

Aku langsung menyadari bahwa itu pasti terkait dengan keluarga Shu.

Dan mungkin juga... Ibu Ayana yang mungkin termasuk di dalamnya.

Tapi, saat bertemu Ane-san lagi, dia terus tersenyum. Dia membicarakan nak Towa dengan penuh kasih sayang, seolah-olah kamu adalah hal yang paling berharga baginya. Aku jadi ingin dia juga sedikit memperhatikanku. Hari ini benar-benar menyenangkan.

Ibu...

Ya, ya ♪. Melihat Ane-san tersenyum bahagia seperti itu... Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Dengan adanya Ane-san, nak Towa, dan juga Ayana-chan, hari ini benar-benar menyenangkan.

Cara bicaranya seolah-olah hari ini adalah yang pertama dan terakhir, tapi sepertinya bukan itu maksudnya.

Dia ingin sering-sering bertemu dengan Ibu dan kami.

Huah... Aku jadi mulai mengantuk. Aku juga banyak minum, jadi kurasa aku akan segera tidur.

Kalau begitu, ayo masuk ke dalam. Kau mau tidur di mana?

“Apa boleh aku tidur di kamar Ane-san?

Terserah Ibu mau bilang apa, aku akan memaafkanmu. Aku akan mengambilkan futon untukmu.

Terima kasih, nak Towa! Aku sayang kamu!

Kali ini dia tidak hanya memelukku, tapi juga mencoba mencium pipiku, jadi aku dengan cepat menjaganya.

Aku berpikir ini hanya boleh dilakukan dengan Ayana... atau paling buruk, dengan Ibu....dan sejujurnya aku takut kalau Ayana mungkin akan mengetahuinya meskipun dia tidak ada di sini...Ya, gadis itu lumayan menakutkan.

Kalau begitu, anak Towa, besok... Entahlah, apa aku bisa bangun, tapi sampai jumpa lagi.

Baik. Selamat malam, Kanzaki-san.

Setelah berpisah dengan Kanzaki-san, akhirnya aku kembali ke kamarku.

Ternyata kami berbincang cukup lama, dan cukup lama waktu berlalu sejak Ayana menanyakanku apa aku sudah tiba di rumah dengan selamat.

... Pesannya sudah 30 menit yang lalu. Mungkin dia cukup mengkhawatirkanku.

Segera aku membalas bahwa aku sudah sampai dengan selamat, dan meminta maaf karena tidak membalas lebih cepat. Hanya dalam beberapa detik, dia langsung membalas.

Selama kamu baik-baik saja, itu sudah cukup. Pasti kamu sedang berbicara dengan Akemi-san atau Kanzaki-san, 'kan? Lagipula, aku pasti akan tahu jika terjadi sesuatu padamu!

Ternyata dia sudah mengetahui semuanya.

Meskipun aku merasa senang dengan cinta Ayana yang begitu besar, aku juga merasa senang karena dia tidak membatasi kebebasanku.

Cinta Ayana memang berat... Tapi itu adalah sesuatu yang menyenangkan bagiku.

Perassaan cinta yang berat sering kali dianggap sebagai 'yandere' atau 'menhera', tapi cinta Ayana benar-benar membuatku merasa terlindungi.

Sepertinya aku juga sudah cukup parah, ya.

Setelah itu, aku terus bertukar pesan dengan Ayana sebelum akhirnya kami mengucapkan selamat malam dan tidur.

... Ternyata aku cukup lelah. Yah, wajar saja sih.

Memang, malam setelah mengurus orang mabuk selalu melelahkan... Seperti saat Seina-san datang ke rumah dulu.

Setelah mematikan lampu dan berbaring di tempat tidur dan menunggu untuk tertidur,

Namun, saat ini, hal yang kupikirkan bukanlah tentang Ayana, Ibuku, atau Shu....tapi justru tertuju pada Kanzaki-san yang baru kutemui hari ini.

 

 

Aku menjadi sosok Yukishiro Towa, dan hidup di dunia ini yang disebutAku telah kehilangan segalanya. Dalam proses itu, aku telah bermimpi berkali-kali.

Aku selalu mengalami mimpi tentang masa lalu Towa, masa lalu Ayana, dan juga diriku yang lain yang bisa disebut kehidupan sebelumnya... Mimpi yang seharusnya untuk merapikan isi kepalaku, kini juga telah mengajarkan banyak fakta yang membantu diriku.

Dan tampaknya, hari ini pun, mimpi itu akan mengajarkanku satu fakta lagi.

...Lagi-lagi mimpi.

Ya, ini hanyalah mimpi.

Rasanya sungguh aneh karena aku bisa dengan yakin mengatakan bahwa ini hanyalah mimpi... Sulit bagiku untuk menjelaskan perasaan ini dengan kata-kata, tapi jika harus dideskripsikan, rasanya seperti aku sedang melayang-layang.

Kalian tidak mengerti? Aku juga tidak mengerti hal seperti ini.

Tapi ini memang beneran mimpi—— pada saat aku menegaskan itu dalam pikiranku, tiba-tiba Ayana dan Kanzaki-san muncul di hadapanku.

...Ayana dan Kanzaki-san ya.

Dengan peristiwa yang terjadi hari ini, ini bukan lagi kombinasi yang aneh.

Namun, aura yang mengelilingi Ayana terasa begitu penuh duri... Dan aura Kanzaki-san yang memandangi Ayana pun terasa janggal.

Mereka berdua saling bertukar pandangan di depanku... Setelah beberapa saat, yang pertama membuka mulutnya adalah Kanzaki-san.

Jadi, kamu benar-benar yakin ingin meminjam kekuatanku?

Ya —aku ingin memperlihatkan neraka kepada mereka yang telah membuat Towa-kun dan Akemi-san sedih.

Hahaha! Tak kusangka seorang siswa SMA bisa bertekad sejauh itu, berarti perasaanmu kepada nak Towa memang sangat kuat, ya.

Tentu saja.

Ini... Tidak, sebaiknya kupikirkan itu nanti saja.

Aku tidak tahu apa yang ingin diperlihatkan padaku oleh pemandangan ini, tapi sekarang aku akan fokus pada percakapan mereka berdua.

Ayana-chan....apa kamu benar-benar sudah siap?

"Eh? Tentu saja aku sudah siap. Sebagai seorang siswa, ada batas kemampuan yang bisa kulakukan... Karena itulah, aku meminta bantuan padamu yang sudah dewasa dan memiliki kekuatan.

Yah, memang benar sih, karena akulah yang mengajakmu melakukan ini sih. Tapi yang kumaksud dengan 'siap' adalah, apa kamu sudah siap untuk hidup dengan 'kegelapan' itu?

Hidup dengan 'kegelapan'...?

Kanzaki-san mengangguk, dan sambil melangkah mendekati Ayana, dia melanjutkan perkataannya.

Tentu saja——untuk menjebak mereka, kamu harus menyembunyikan kenyataan itu dalam hatimu. Tanpa diketahui oleh nak Towa, Ane-san, atau siapapun. Kamu juga pasti tidak ingin mereka mengetahui hal itu, bukan?

Itu sih... Iya.

Bahkan jika kamu memulai dengan ragu apakah ini benar-benar jalan yang terbaik, itu akan sudah terlambat. Kamu adalah orang yang bisa menjadi tak berperasaan demi orang yang kamu cintai. Tapi sebaliknya, cinta dan kebaikanmu kepada nak Towa juga akan membuatmu menderita.

...

Perkataan Kanzaki-san membuat Ayana tertunduk dan sedang memikirkan sesuatu.

Sayangnya, aku tidak bisa mendekati dua orang di depanku ini... Artinya, aku juga tidak bisa menyapa Ayana yang terlihat sedih, atau memberitahunya bahwa aku ada di sini, jadi aku tidak bisa melakukan apa-apa.

“Oleh karena itu, apa kamu masih tetap akan melakukannya? Menghempaskan mereka yang telah mengatakan hal buruk tentang nak Towa dan Ane-san ke dalam neraka, begitu?

Pada dasarnya, dengan kata-kata yang memancing dari Kanzaki-san, Ayana akhirnya... mengangguk.

Ya... Aku akan melakukannya. Aku tidak bisa memaafkan mereka.

Hentikan... Hentikan itu, Ayana.

Kanzaki-san juga sama, tolong jangan mengatakan hal seperti itu pada Ayana... Aku ingin berteriak keras-keras menyuruh mereka untuk menghentikannya, tapi aku begitu tak berdaya.

Bagus sekali, kalau begitu ayo kita susun rencanaselamat bergabung, teman komplotan.

Terima kasih atas kerjasamanya.

Setelah Ayana dan Kanzaki-san berjabat tangan, pemandangan di depanku berubah lagi.

Seperti video yang diputar cepat, waktu pun bergulir, dan kini Ayana dan Kanzaki-san berdiri di tempat yang sama.

Sudah selesai, ya.

...Ya.

Aku juga merasa lega. Yah, aku sudah terbiasa, jadi tidak masalah. Tapi sepertinya kamu berbeda.

...

Sudah kubilang, kan? Pasti akan jadi seperti itu.

Dilihat dari isi percakapannya, sepertinya ini adalah setelah ending game.

Aku berlum pernah melihat adegan seperti ini di dalam game, jadi ini mungkin semacam kejadian di balik layar... Untuk memberitahuku apa yang telah terjadi.

Yah, bagaimanapun ini hanya mimpi, jadi aku tidak tahu apakah ini benar-benar terjadi... Mungkin itu hanya khayalanku saja.

...Apa maksudmu dengan 'pasti akan jadi seperti itu'? Aku merasa puas kok—— akhirnya aku bisa membalas dendam yang selama ini kusimpan.

Begitu ya. Kalau begitu aku tidak akan bertanya kenapa kamu menangis. Kita ini teman sekongkol, jika kamu ada masalah, kamu bisa berkonsultasi padaku. Untuk rencana buruk terhadap mereka, cukup sampai di sini saja ayo kembali ke kehidupan normal kita masing-masing.

Sosok Kanzaki-san menghilang dari pandangan mata, menyisakan Ayana seorang diri di sana.

Aku terbawa oleh alur yang deras ini, tapi aku tidak bisa membiarkan Ayana yang menangis begitu saja... Meskipun suaraku tidak akan sampai padanya, dan dia bukan Ayana yang kukenal.

...Ah, sudah selesai... ya.

Ayana mendongak menatap langit.

Tanpa menyadari keberadaanku di sampingnya, di tempat yang sepi ini, dia hanya memandangi langit dengan tatapan kosong sembari berderai air mata.

...Ah.

Saat itu, hujan mulai turun.

Hujan deras membasahi tubuh Ayana yang mengenakan jaket hitam.

Hujan... ya.

Seolah-olah hujan ini mewakili perasaan Ayana, hingga sulit membedakan apakah yang mengalir di wajahnya adalah air hujan atau air matanya... Tunggu sebentar, aku mengenal adegan ini...itu dia!!

Ini... layar judul game fandisc.

Sepertinya aku pernah melihat adegan ini beberapa kali dalam game utamanya, tapi mungkin ini memang benar-benar terhubung.

Yah, pada akhirnya ini hanya cerita di dalam game, dan ini juga hanya mimpi, jadi aku tidak bisa memastikannya.... Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk Ayana yang terus menangis di depanku, dan aku pun terbangun.

 

 

....Aku benar-benar mengingatnya dengan baik, ya.

Segera setelah bangun, aku bergumam seperti itu.

Seperti biasa, isi mimpiku masih terekam jelas dalam ingatanku, dan rasa tak berdaya yang kurasakan karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk Ayana juga masih kuingat semuanya.

Tapi... setidaknya aku bisa tenang. Mimpi itu tidak akan pernah terjadi.

Ya, aku bisa menegaskan bahwa mimpi itu tidak akan pernah terjadi.

Aku tidak tahu mengapa aku tiba-tiba memimpikan hal itu, tapi aku sudah tidak lagi khawatir tentang Ayana... Bahkan jika ada sesuatu yang buruk mendekat, aku akan mengatasinya terlebih dahulu——untuk melindunginya, dan agar kami bisa berjalan bersama menuju masa depan.

Dan yang terpenting... Ayana memang memiliki komplotan—Kanzaki-san.

Karena ini hanya game, semua bisa dijelaskan oleh skenario... Tapi secara realistis, ada batasan mengenai apa yang bisa dilakukan Ayana seorang diri sebagai seorang pelajar SMA.

Kanzaki-san lah yang membantu dan mendukung Ayana dalam upaya balas dendam nya.

...Hmm.

Aku tidak tahu apakah pengaturan semacam ini memang disembunyikan, atau jika Kanzaki-san memang sengaja dihadirkan untuk menjaga konsistensi dalam dunia nyata. Tapi entah mengapa... setelah dipikir-pikir, aku tidak terlalu senang mengetahui hal itu.

...Aku jadi ingin bertemu Ayana.

Aku bergumam dengan pelan.

Meskipun aku merasa lega karena mimpi itu tidak akan terjadi, aku tetap tidak sabar ingin bertemu Ayana.

Aku tidak menyangka akan ada jawaban atas gumaman itu.

Ya, kamu memanggilku?

...Eh?

Pada saat itu, aku merasa seolah-olah kehilangan konsep waktu.

Perlahan-lahan, sumber suara itu... di tepi tempat tidur, di sana duduk Ayana dengan dagunya bertumpu pada selimut. Ayana!?

Hah!?!?!?!?

Aku terkejut ketika melihat kemunculannya di hadapanku, sampai-sampai aku melompat seolah melihat hantu, dan menghantamkan belakang kepalaku ke dinding.

Ugh... Aaaaargh!

A-Apa kau baik-baik saja, Towa-kun!?"

Bukan, ini semua gara-garamu... Lagipula, kenapa kamu bisa ada di sini?

Aku ingin bertanya begitu, tapi rasa sakit yang menyerang membuatku hanya bisa merintih, dan suaraku yang keras sepertinya terdengar sampai luar, karena kudengar suara langkah kaki tergesa-gesa mendekat.

Towa!?

“Nak Towa, apa yang terjadi!?

Orang yang datang adalah Ibuku dan Kanzaki-san, sepertinya mereka khawatir karena mendengar suara tadi.

Ma-Maaf... Aku hanya sedikit membentur kepalaku.

Setelah aku mengatakan itu, mereka merasa lega karena tidak terjadi apa-apa yang serius, lalu Ibu dan Kanzaki-san keluar dari kamar. Tapi Ayana masih di sini, dan dia membungkukkan badan meminta maaf.

“Kamu pasti kaget, ya...?

Yah, mungkin... Jangan-jangan kamu memanggilku karena ingin bertemu?"

Tentu saja bukan itu!

Ayana terlihat agak malu, tapi aku tersenyum geli melihatnya.

Sudah kuduga... Ayana yang seperti di dalam mimpiku itu memang tidak ada. Aku senang karena Ayana yang sekarang ini adalah Ayana yang ceria dan manis. Aku pun memeluknya erat.

Wah!?

Hah... Sakit di kepalaku masih belum hilang juga."

A-Ada apa?

Tidak, aku tidak jadi gila atau apa. Yah, memang benar, Ayana yang ceria dan manis seperti ini adalah yang terbaik.

...Towa-kun, kamu mendadak jadi aneh!

Aku mungkin bertingkah aneh. Tapi bagiku, Ayana yang seperti ini, tanpa kegelapan atau kesedihan, adalah yang paling sempurna.

Terima kasih sudah membangunkanku pagi-pagi. Kamu bisa membangunkanku lagi lain kali.

Ah, tidak masalah, aku senang hanya dengan memandangimu saja. Aku bahkan tidak berkedip selama puluhan menit!

Itu sedikit menyeramkan sih... Tapi aku senang bisa bertemu Ayana ketika membuka mataku di pagi hari, dan aku merasa lega.

Nah, kegiatan hari ini pun dimulai bersama Ayana lagi.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama