Bab 1 Bagian 4
Keesokan
harinya. Topik pembicaraan utama di akademi hari ini adalah tentang game manajemen.
Berbeda
dengan kemarin, hari ini aku bisa
sedikit terlibat dalam pembicaraan itu. Dengan memiliki perusahaan sendiri, aku
bisa menerima apa yang sedang dibahas oleh semua orang sebagai pihak yang
terlibat.
“Yah,
meski begitu, Tomonari-kun... menamai perusahaanmu sendiri dengan nama 'Tomonari
Gift', rasanya agak
bagaimana gitu...?”
Asahi-san berkata sambil tersenyum masam.
Di sampingnya, Taishou juga
menampilkan ekspresi yang rumit di wajahnya.
Selama waktu
istirahat. Aku berbicara dengan Taishou dan Asahi-san tentang game manajemen. Walaupun aku sudah
memberikan beberapa pendapat di pertemuan teh, aku pikir aku harus melaporkan
kemajuannya, tapi...
“...Aku
mulai sedikit menyesalinya.”
“Apa?!
Tidak, tidak, namanya tidak seburuk itu kok?! Hanya saja, aku merasa kalau nama itu
terdengar seperti perusahaan manufaktur, sih...”
Melihat
aku yang menjadi lesu, Asahi-san dengan panik mencoba
menyemangatiku kembali.
Tomonari
Gift Co., Ltd. Itulah nama perusahaanku.
Seperti
yang dikatakan Takuma-san, aku baru menyadari
kalau nama tersebut
tidak terlalu terlihat seperti perusahaan IT.
“Bagaimana
dengan kinerja perusahaanmu?”
“Setelah
menggunakan fungsi melompati waktu, perkembangannya
jadi stagnan. Tapi aku sudah menemukan solusinya, jadi kurasa aku bisa mengatasinya.”
“Sepertinya
berjalan dengan lancar ya. ...Perusahaanku
juga agak stagnan, jadi aku harus
melakukan sesuatu.”
Taishou juga terlihat khawatir dengan
manajemen perusahaannya.
(... Aku
juga harus mengerjakan tugas
dari Takuma-san)
Tugas yang diberikan Takuma-san adalah untuk menyelidiki bagaimana cara mengelola bisnis dari
Hinako, Tennouji-san, dan Narika.
Batas waktunya adalah hari Jumat, jadi masih ada dua hari lagi. Mengingat
Takuma-san, ia pasti tidak ingin aku bersantai-santai, tapi meneliti mereka
satu per satu dengan hati-hati.
Pertama-tama,
aku melihat ke arah Hinako,
tapi dia sudah dikelilingi teman-teman sekelas. Sepertinya dia sedang menerima
konsultasi tentang game
manajemen.
Aku masih bisa berbicara dengan Hinako meskipun itu di luar
akademi. Malahan, mungkin rasanya lebih nyaman jika aku menanyakannya setelah
pulang ke rumah.
... Hari
ini, aku akan mencoba berbicara dengan Tennouji-san.
Sama seperti
Hinako, sepertinya Tennouji-san juga selalu dikelilingi banyak
orang. Mungkin sebaiknya aku langsung menanyakan jadwalnya, baik saat istirahat
makan siang maupun setelah sekolah.
Saat aku
sedang memikirkan tugas
dari Takuma-san...
“Semuanya.”
Terdengar
suara yang lembut dan halus.
“Ah,
Suminoe-san! Selamat pagi!”
“Selamat
pagi.”
Suminoe-san menundukkan kepalanya dengan
tenang.
“Aku minta
maaf karena kemarin menolak undangan minum teh.”
“Tidak
apa-apa, aku yakin Suminoe-san juga pasti sedang sibuk, 'kan?”
"Memang,
saat game manajemen dimulai, ada banyak yang harus kulakukan.”
Asahi-san dan Taishou
masing-masing berkata kepada Suminoe-san.
Sementara
itu, aku kehilangan momentum untuk berbicara dan hanya diam saja.
“Tomonari-kun,
kamu tidak terlalu sering berbicara dengan Suminoe-san,
ya?”
"Itu
memang benar... Ya, walaupun
tidak sepenuhnya tidak pernah, sih.”
Seolah-olah
bisa membaca pikiranku, Sumiyonoe-san
tersenyum lembut padaku.
“Ufufu,
kamu tidak perlu terlalu kaku begitu.
Kita 'kan teman sekelas.”
“...Maafkan
aku.”
Sepertinya
dia menyadari bahwa aku menjadi tegang.
—Suminoe Chika.
Di antara
teman-teman sekelasku, dia adalah salah satu dari
sedikit orang yang bisa berbicara setara dengan Hinako. Selain gerakan yang
sopan seperti Hinako dan Tennouji-san, penampilannya yang manis dan lembut juga
sering menjadi bahan pembicaraan di kalangan siswa laki-laki.
Kulitnya yang putih dan bersih seperti salju. Rambutnya
yang hitam dan lembut menjuntai dari bahu hingga pinggang. Dari aura lembutnya
dan anggun, dia memancarkan suasana “Ojou-sama” yang
berbeda dari Hinako.
Ini bukan
pertama kalinya aku berbicara dengan Suminoe-san.
Dulu, saat aku membantu Narika
dalam rencana untuk keluar dari zona 'tidak punya teman', aku beberapa kali
berbicara dengannya. ... Aku berpikir bahwa agar bisa dekat dengan Hinako, aku
harus juga akrab dengan teman-teman Hinako, termasuk Suminoe-san.
Meskipun
begitu, karena kami berdua jarang berinteraksi,
jadi jumlah percakapan kami juga tidak banyak. Karena hubungan kami seperti
itu, aku jadi tegang ketika dia tiba-tiba
mengajakku bicara. Karena aku sudah terbiasa
dengan Hinako dan Tennouji-san, jadi itu tidak masalah, tapi sudah lama sekali sejak aku
merasakan aura bangsawan yang tinggi, jadi hal
itu membuatku sedikit gugup.
“Kita berdua
memang jarang mempunyai
kesempatan berbicara langsung seperti ini. Tapi aku
sepertinya cukup tahu banyak tentang Tomonari-san, lho?”
“Eh...
Kenapa bisa begitu?”
“Karena Tomonari-san
tampaknya akrab dengan Konohana-san.
Dan juga...”
Suminoe-san sekilas melihat ke arah
orang-orang yang berkumpul di sini.
“Tomonari-san
selalu dikelilingi berbagai macam orang.”
“...Apa iya?”
“Ara,
kamu bahkan luar biasa karena tidak menyadari itu sama
sekali.”
Dia
dengan entengnya mengatakan hal seperti itu
sampai-sampai membuatku jadi malu.
Entah
bagaimana... Dia mirip seperti
bidadari.
Rasanya
begitu murni, dan tidak
ada yang kotor.
Meskipun aku tidak ingin membandingkan, tapi sepertinya Suminoe-san paling banyak disukai
setelah Hinako di kelas ini. Aku jadi
mengerti alasannya. Baik asal-usul maupun kepribadiannya, dia memiliki
keduanya.
Pada saat
itu, bel tanda masuk berbunyi.
“Ah.”
Ketika mendengar
bel berbunyi, aku tanpa sadar berseru.
“Ada
apa, Tomonari-kun?”
“Tidak...
Sebenarnya ada yang ingin kubicarakan
dengan Tennouji-san, tapi karena sekarang sudah mulai jam belajar, jadi
aku akan melakukannya saat istirahat nanti.”
Aku ingin
berbicara dengan Tennouji-san supaya aku bisa
menyelesaikan tugas dari
Takuma-san.
“...Dengan
Tennouji-san?”
Suminoe-san tiba-tiba menatapku.
Sepertinya
ada sesuatu yang membuatnya penasaran.
“Yah,
aku ingin membicarakan sesuatu tentang game manajemen.”
“...Begitu.
Tennouji-san memang dapat diandalkan, ya.”
Suminoe-san menunjukkan ekspresi paham.
“Suminoe-san dulu sekelas dengan Tennouji-san,
'kan?”
“Ya.
Aku sering dibantu olehnya. ...Sejak
dulu, Tennouji-san sudah dikagumi oleh orang-orang dari kelas lain.”
“Sungguh menakjubkan sekali, meskipun
dia masih kelas satu.”
“Ya.
Aku tidak pernah bertemu orang lain yang sebaik
dan terhormat seperti Tennouji-san.”
Entah
kenapa, saat topik pembicaraan beralih tentang
Tennouji-san, Suminoe-san
terlihat lebih bersemangat. Aku yakin dia pasti
sangat menghormati Tennouji-san.
Tak lama
kemudian, semua orang duduk di tempat masing-masing, dan jam pelajaran pun dimulai.
◆◆◆◆
Setelah jam pelajaran selesai, aku segera pergi menuju kelas Tennouji-san seperti yang sudah kurencanakan. Saat mengintip ke dalam kelas C,
aku melihat Tennouji-san
dengan rambut pirang bergelombangnya
yang berkilau.
Seperti
yang sudah kuduga, Tennouji-san juga dikelilingi oleh
teman-teman sekelasnya... Tapi tiba-tiba, tatapan mata
kami bertemu saat aku berdiri di luar kelas.
Tennouji-san memiringkan kepalanya
dan berjalan mendekatiku.
“Tomonari-san,
ada apa?”
“Maaf
kalau aku sudah mengganggu. Tapi ada sesuatu yang ingin aku
konsultasikan...”
Meski aku
merasa bersalah telah menyela pembicaraan Tennouji-san
dengan teman-temannya... Entah kenapa, para murid perempuan di dalam kelas itu
terlihat semakin bersemangat saat melihatku.
“Orang yang di sana, sepertinya ia sering mengadakan 'pesta teh'
bersama Tennouji-san...”
“Kalau
begitu, sepertinya ia juga
tamu undangan dari 'pesta teh yang terhormat' itu...”
Aku bisa
mendengar bisik-bisik para siswi di kelas.
“...
'Pesta teh yang terhormat'?”
“Sepertinya
perkumpulan teh yang kita adakan
sepulang sekolah disebut begitu. Yah, melihat siapa saja yang ikut, memang
pantas disebut begitu.”
Tapi aku
malah berpikiran sebaliknya.
Bahkan Taishou dan Asahi-san pun sepertinya akan
menggelengkan kepala mereka untuk membantah
perkataan Tennouji-san.
“Hari
ini kita tidak ada acara pesta teh, kan?”
“Benar.
Tapi kalau terlalu sering, nanti malah mengganggu konsentrasi pada game manajemen.”
“Kalau
begitu, secata pribadi, boleh kita berbicara sebentar sepulang sekolah nanti?”
Begitu
aku mengatakannya, murid-murid perempuan di dalam kelas itu semakin
bersemangat.
“Be-Berani
sekali...!”
“Ternyata
dia lelaki yang tangguh juga...”
Terdengar
suara-suara menyemangati yang histeris, dan itu
membuatku berkeringat dingin.
... Ups, aku lengah karena akhir-akhir
ini aku bisa akrab dengan semua orang.
Murid-murid perempuan di Akademi Kekaisaran ini adalah nona-nona manja yang
tidak mengerti soal percintaan——dengan kata lain,
mereka haus dengan topik percintaan.
Tapi, berbeda dengan mereka, Tennouji-san tetap tenang dan
mengangguk.
“Ini soal
game, ‘kan?”
“Ah,
iya. Maafkan aku jika ajakanku
sedikit membingungkan."
“Tidak
apa-apa, aku tahu kalau Tomonari-san
orangnya begitu.”
Tennouji-san tersenyum simpul, tapi entah kenapa senyumnya terlihat sedikit menakutkan.
“Sayangnya
hari ini aku ada janji lain sepulang sekolah, jadi mungkin aku akan sedikit
terlambat...”
“Tidak
masalah. Aku mohon bantuannya.”
“Baiklah,
kita bertemu di kafe biasa sepulang sekolah.”
Oke,
dengan begini aku bisa melanjutkan mengerjakan tugas dari Takuma-san.
“Omong-omong,
apa yang ingin kamu
konsultasikan?”
“Sebenarnya,
aku sedang meneliti tentang manajemen bisnis
beberapa orang.”
“Wah,
niat yang bagus sekali.”
Aku juga
tertarik dengan manajemen bisnis
Tennouji-san, jadi meskipun bukan
untuk tugas, aku ingin mendengar ceritanya.
“Aku
sendiri menjalankan perusahaan di bidang tekstil."
“Bidang
tekstil, ya?”
“Ya.
Perusahaanku adalah
perusahaan nomor dua di bidang industri,
terutama menangani serat sintetis.”
Sebagai
perusahaan nomor dua di industri, berarti perusahaan itu bukan baru didirikan
setelah memulai permainan, tapi sudah ada sebelumnya.
“Jadi,
tujuan Tennouji-san
saat ini adalah menjadikan perusahaan itu nomor satu di industri?”
“Itu...
Aku sendiri merasa kurang
yakin.”
.....Oh?
Aku
mengira akan mendapat jawaban “Tentu
saja desuwa!” tapi ternyata di luar dugaan.
“Awalnya
memang begitu rencananya, tapi perusahaan terbesar di industri tekstil ini memiliki skala yang berbeda.
Mungkin rasanya tidak realistis untuk bisa
mengalahkan mereka dalam tiga tahun.”
Tennouji-san terlihat ragu-ragu.
(... Aneh sekali, biasanya Tennouji-san sangat mementingkan yang
nomor satu.)
Ada
sedikit perasaan janggal.
Apa dia mempunyai strategi lain, atau lebih
berhati-hati dalam urusan bisnis?
“...
Rasanya akan memakan waktu yang lama jika aku menceritakannya lebih lanjut, jadi kita
lanjutkan nanti sore saja.”
“Baiklah, aku menantikannya.”
Sepertinya
aku bisa dapat informasi yang berguna. Aku sangat
berterima kasih karena dia sudah
menyempatkan waktu di sela kesibukannya.
“Oh
iya,
ngomong-ngomong, soal telepon semalam...”
Tennouji-san menatapku tajam.
Aku
merasakan keringat dingin mengalir dengan deras di
punggungku.
“Aku
mengetahui tentang situasi di antara kamu dan Konohana-san, tapi... Ja-Jangan bilang kalau kalian
berduaan saja di kamar pada malam hari
begitu...?!”
“Ti-tidak,
itu...”
“Tolong
jawab dengan berani dan tatap mataku,
oke~~~~~~~~~?””
Tennouji-san mendekatkan wajahnya.
Aku secara refleks mengalihkan pandangan.
“Tapi,
waktu di rumah Tennouji-san
juga...”
“Di
rumahku juga...?”
“Umm, saat
aku menginap di rumah Tennouji-san....”
Aku
menginap di rumah Tennouji-san saat hujan deras, dan Tennouji-san membawakan teh ke
kamarku.
Pada saat
itu kami berdua sama-sama berteriak
“Ayo tumbangkan Konohana Hinako!!”
Saat itu, aku baru pertama kali melihat Tennouji-san dengan rambut terurai
sehabis mandi.
“Mungkin
Tennouji-san sudah melupakannya...”
“Ma-mana
mungkin aku melupakannya...”
Tennouji-san
segera mengalihkan pandangannya.
“Ma-Mana
mungkin....aku akan melupakan hari itu....”
Pipi Tennouji-san terlihat merah merona.
Apa
maksudnya itu...? Aku ingin bertanya kepadanya, tapi aku mengurungkan niatku.
Jika aku
menanyakan itu, rasanya seperti aku akan melewati batas tertentu--
“Eh.... bukannya
suasana di antara mereka berdua
cukup bagus ya...?”
“Benar,
aku jadi ikutan deg-degan sendiri...”
Aku bisa mendengar
bisik-bisik dari murid perempuan di kelas.
Cara mereka
memandang kami, seolah-olah mereka melihat sesuatu yang tidak seharusnya mereka lihat, membuat Tennoji-san dan
aku kembali sadar dalam sekejap.
“Ah,
sebentar lagi jam pelajaran akana dimulai!”
“Baik!
Kalau begitu, sampai jumpa lagi setelah sekolah!”
Aku segera
berjalan cepat kembali ke kelasnya.
Untung saja itu bisa dilanjutkan nanti sore.
Sepertinya
untuk sementara waktu aku
tidak bisa berbicara lancar dengan
Tennouji-san.
◆◆◆◆
Sepulang
sekolah. Seperti yang sudah direncanakan,
aku pergi menuju kafe yang biasa.
Sebelumnya,
aku sudah memberitahu Hinako bahwa aku mempunyai
acara sepulang sekolah hari ini, jadi tidak bisa pulang bersamanya. ... Akhir-akhir ini, kalau
menyangkut Tennouji-san,
Hinako selalu bereaksi berlebihan, jadi aku tidak memberitahu siapa yang akan
kutemui. Aku hanya diam-diam memberitahu
Shizune-san tentang
situasiku, dan dia bilang “Memang
lebih baik untuk merahasiakannya dari
Ojou-sama dulu”, jadi
kurasa ini keputusan yang benar.
Setelah
tiba di kafe dan menunggu sebentar, Tennouji-san
akhirnya datang.
“Tomonari-san,
maaf sudah menunggu lama.”
“Tidak
apa-apa.”
Tennouji-san menarik kursi di
hadapanku dan duduk.
Lalu... dia
bertanya dengan suara pelan.
“...
Sebenarnya, apa-apaan dengan situasi
ini?”
“...
Aku juga ingin tahu.”
Aku
mengedarkan pandangan di sekelilingku. Suasana kafe
jauh lebih ramai dari biasanya. Murid-murid
yang duduk di meja lain — hanya terus memperhatikan kami.
“...
Sepertinya ada yang menguping pembicaraan kita
selama istirahat tadi siang.
Meski begitu, aku tidak menyangka akan sebegini menjadi pusat perhatian.”
Tennouji-san juga terlihat bermasalah.
Anak
perempuan sepertinya lebih menyukai topik semacam ini daripada laki-laki, dan kebanyakan
orang yang hadir di meja itu adalah perempuan. Mereka mendengarkan percakapan
kami dengan gelisah.
... Apa apara Ojou-sama itu memang mempunyai banyak waktu luang, ya?
Seharusnya
sih tidak mungkin, tapi...
“Umm,
kalau begitu sebaiknya kita langsung ke tujuan awalku saja?”
“Benar.
Aku yakin semua orang akan menjadi
tenang begitu mereka tahu jika kita
menjalin hubungan yang serius.”
Tennouji-san berkata demikian sambil mengeluarkan
laptop dari tasnya.
Saat aku
duduk di sampingnya untuk melihat layar, terdengar suara teriakan. “Kyaa~!” yang histeris
dari murid-murid perempuan entah dari mana. Aku
dan Tennouji-san berhenti bergerak sejenak, tapi kami pura-pura tidak
mendengarnya.
Layar
menampilkan informasi tentang perusahaan Tennouji-san.
Sebagai pemilik beberapa perusahaan, informasi di layar Tennouji-san jauh lebih banyak
dibanding layarku.
“...
Tennouji-san menjalankan perusahaan
tekstil, ‘kan?”
“Ya.
Ini perusahaannya.”
Informasi
perusahaan itu muncul di layar. Karena mereka adalah
perusahaan nomor dua, modalnya dan jumlah karyawannya jauh
berbeda dari perusahaanku.
“Nah, di sinilah letak masalahnya.”
Tennouji-san menatapku dan menatapku.
“Sebenarnya,
aku baru saja mengambil keputusan terkait
perusahaan tekstil ini. Coba tebak, keputusan apa yang aku ambil?”
Pertanyaan
tiba-tiba itu membuatku sedikit terkejut, tapi aku mencoba berpikir dengan tenang.
Perusahaan
Tennouji-san merupakan perusahaan nomor
dua terbesar dalam industry tekstil. Kalau begitu, yang penting
adalah tidak sampai tertelan oleh perusahaan nomor satu, bukan?
Tapi,
karena dia menyebut 'sudah mengambil
keputusan', jadi sepertinya
hal itu bukan mengarah pada memperluas bisnis.
“...
Apa kamu bermitra dengan perusahaan lain
untuk mengalahkan perusahaan terbesar nomor satu di
industri?”
“Jawabanmu
lumayan, tapi itu belum
benar.”
Tennouji-san menggelengkan kepalanya.
“Jawaban yang benar adalah — aku menjual perusahaan itu.”
Aku jadi
terdiam sejenak karena jawabannya di luar
perkiraan.
“Dijual?”
“Lebih
tepatnya, kami sudah ada
kesepakatan untuk menjualnya. Pembelinya
adalah perusahaan terbesar di industri ini. Alasan aku punya janji lain
sepulang sekolah tadi adalah karena urusan ini.”
Jadi
bukannya mengejar untuk mengalahkan pesaing terbesar di industri, malah
menyerahkan perusahaannya begitu saja kepada mereka.
Kenapa dia malah melakukan hal seperti itu...?
Seolah-olah bisa membaca pertanyaanku, Tennouji-san mulai menjelaskan.
“Tentu
saja, dengan menjual perusahaan aku bisa
mendapat keuntungan penjualan. Perusahaan yang kujual
adalah nomor dua di industri, jadi keuntungannya juga sangat besar. ... Keuntungan tersebut akan
kuinvestasikan untuk modal dalam bisnis
baru selanjutnya.”
Setelah
menyesap tehnya, Tennouji-san
melanjutkan.
“Menurutku,
dalam jangka panjang, ini akan meningkatkan nilai grup perusahaan.”
Saking terkejutnya, aku hanya bisa diam memandangi layar laptop. Tennouji-san
terkekeh ketika melihat reaksiku yang termangu-mangu.
“Hal
yang menarik dari dunia bisnis
adalah meskipun mereka pesaing, mereka belum tentu menjadi musuh. Ingat baik-baik, jangan mudah
menciptakan musuh, oke?”
“...
Aku akan mengingatnya dengan baik.”
Di masa
depan, jika perusahaanku
berkembang besar dan aku mulai
menjalankan bisnis baru selain bisnis yang sekarang,
kemungkinan akan menghadapi masalah serupa. Jika pesaingku
sangat kuat, sebaiknya jangan keras kepala untuk bersaing,
tapi juga perlu mempertimbangkan opsi untuk mengalah demi mendapat keuntungan
jangka panjang.
“Ara,
ada pesan...”
Muncul
sebuah pop up pesan di layer laptop Tennouji-san.
Pesan itu
dari siswa yang sepertinya menjadi mitra transaksi Tennouji-san.
'Terima
kasih atas pembicaraan M&A tadi! Aku jadi
merasa tenang membeli perusahaan Tennouji-san!'
Setelah membaca
pesan itu, Tennouji-san
tersenyum seolah-olah dia berhasil membuat pencapaian.
“Karena ini
adalah transaksi yang saling menguntungkan, aku jadi merasa lega.”
Kemungkinan
besar perusahaan siswa itu akan semakin berkembang
pesat setelah mengakuisisi perusahaan Tennouji-san, dan menjadi pemain
terkemuka di industri tekstil. Siswa itu pasti membayangkan masa depan yang
cemerlang.
Terlihat
dari pesannya bahwa dia sangat gembira.
“...
Kalau Tennouji-san
menjadi CEO grup di dunia nyata, apa kamu
juga akan menggunakan strategi M&A
untuk menjalankan bisnismu seperti
ini?”
“Melakukan
keputusan seberani itu di dunia nyata, tentunya
tidak semudah itu. ... Tapi, mungkin suatu hari nanti aku akan dihadapkan pada keputusan
serupa. Makanya saat ini aku berlatih
dengan game ini untuk
mempersiapkan diri.”
Jangan
lupa, ini hanya sebuah permainan simulasi. Jika dianggap akan memberi pelajaran
yang lebih baik, tidak masalah untuk memilih tindakan yang mungkin takkan
dipilih di dunia nyata.
“Terima
kasih banyak. Hal itu sangat
bermanfaat untuk belajar.”
“Senang rasanya bisa membantu. Sebagai kawan dan sekutu, aku akan melakukan
apa pun untukmu, oke?”
Tennouji-san tersenyum senang.
Sepertinya
dia memang suka jika diandalkan oleh orang lain.
“—Oleh karena
itu, sebaiknya semuanya juga segera kembali ke urusan
masing-masing, oke?”
Tennouji-san berkata demikian sambil melihat ke arah para
penonton di kafe.
Para
gadis yang sedari tadi memperhatikan kami terdengar salah tingkah. ... Pasti
mereka berkumpul di sini karena mengagumi Tennouji-san.
Jika Tennouji-san berkata demikian, mereka
tidak punya pilihan selain mematuhinya.
Para siswi itu menganggukkan kepala sedikit, lalu mulai bubar.
Terakhir,
aku bisa mendengar bisik-bisik mereka.
“...
Pada akhirnya, sebenarnya hubungan mereka
berdua itu bagaimana?”
“...
Sebaiknya kita tetap mengawasi perkembangan mereka dengan hati-hati.”
Sepertinya mereka
belum menyerah sama sekali.
Tampaknya aku akan terus diawasi oleh pandangan sekitar untuk waktu yang lama.
Tidak,
... aku tidak punya waktu untuk memusingkan pandangan orang lain.
“...
Aku juga harus berjuang lebih keras.”
Ide
memanfaatkan keuntungan penjualan M&A untuk memulai bisnis baru itu sama
sekali tidak pernah terpikirkan
olehku.
Aku merasa
frustrasi. Aku harus belajar lebih keras supaya bisa setara dengan Tennouji-san dan yang lainnya.
Saat aku
sedang berpikir begitu...
“Tomonari-san.”
Tennouji-san berkata dengan ekspresi
yang sulit dijelaskan.
“Tidak ada
salahnya untuk berjuang lebih keras, tapi jangan sampai
memaksakan diri, ya?”
“...
?”
Apa
maksudnya aku jangan sampai memaksakan diri?
Kalau itu yang dia maksud, dari awal aku memang tidak
berniat melakukan hal itu. Jadi aku
menganggukkan kepala sembari menjawab, “Aku mengerti”.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya