Bab 1 Bagian 5
Setelah
berpisah dengan Tennouji-san, aku kembali ke mansion keluarga Konohana dan
menuju ke kamar Hinako.
Selanjutnya,
aku ingin menyelidiki tentang cara manajemen
Hinako. Saat tiba
di depan pintu kamarnya, aku mengetuk pintu.
“Hinako,
boleh aku bicara sebentar?”
“Itsuki-san ya? Tolong tunggu sebentar.”
Dari
balik pintu, aku bisa mendengar
suara Shizune-san.
Pintu kamar akhirnya terbuka, dan aku masuk ke
dalam kamar.
“Oh,
Shizune-san juga ada di sini rupanya."
“Ya.
Aku ada di sini untuk membantu Ojou-sama.”
“Membantu?”
Shizune
menggoyang-goyangkan tablet di tangannya sambil berkata,
“Selama bermain game manajemen, aku bertugas sebagai sekretaris Ojou-sama.”
Layar
tablet itu dipenuhi tulisan dan grafik. Sepertinya semua itu rangkuman laporan dan dokumen
perusahaan. Jumlah informasinya
juga sangat banyak.
“Itsuki... ada apa?”
Hinako
yang sedang menghadap laptopnya,
menoleh ke arahku.
Sepertinya
dia sedang asyik bermain game manajemen.
“Saat ini aku sedang mempelajari game manajemen dan ingin mencari tahu bagaimana cara manajemen
perusahaan dari berbagai orang. Boleh aku mengamati game-mu, Hinako?”
Sebaiknya
aku tidak menyebut soal tugas dari
Takuma-san. Hinako pasti akan langsung
merengut jika mendengar nama Takuma-san.
“Boleh-boleh saja. Tapi sebentar lagi aku juga
selesai kok.”
“Rencananya
Ojou-sama akan berkonsentrasi penuh pada game selama sekitar satu jam lagi.”
“Uuh...”
Hinako
kembali menghadap laptopnya dengan wajah sedih.
Aku jadi
berpikir, mungkin aku seharusnya menyediakan minuman untuknya. Tapi ternyata di seberang meja
ada troli yang berisi teko teh, pasti Shizune-san
yang membawanya.
Tiba-tiba,
laptop Hinako berbunyi “Piiip”.
Rupanya ada
pesan dari siswa lain muncul di layar.
'Umm, Konohana-san. Boleh aku meminta saranmu sebentar?'
Hinako
langsung membalas.
'Tentu
saja. Apa ada yang salah?'
'Aku sedang mempertimbangkan untuk menjual bisnisku, tapi di rapat pemegang saham
ditentang oleh AI. Sebaiknya apa yang
harus aku lakukan?'
Ternyata itu
masalah yang cukup
rumit.
Setelah
membaca pesannya, Hinako cepat-cepat mengulurkan tangannya ke arah Shizune-san.
“Shizune.”
“Baik,
Ojou-sama. Ini perusahaannya.”
Shizune-san langsung menyerahkan tablet kepada
Hinako.
“Untuk jaga-jaga,
sebaiknya aku akan membagikannya juga kepadamu, Itsuki-san.”
“Terima
kasih.”
Shizune-san menyodorkan smartphone-nya kepadaku. Di layarnya tampak
informasi perusahaan dari siswa yang mengirim pesan tadi, sama dengan yang
dilihat Hinako.
'Bagaimana
kalau kamu menutup
perusahaan dari bursa saham? Dengan begitu, kamu bisa mengendalikan manajemen
lebih mudah, dan kemungkinan kerugiannya juga tidak terlalu besar bagimu dan
perusahaanmu.'
'Terima
kasih banyak! Kamu
bahkan sudah meneliti perusahaanku!'
Siswa
yang mengirim pesan itu terlihat sangat tersentuh dengan balasan Hinako.
'Oh ya,
kalau kamu tidak keberatan,
apa aku boleh membeli bisnis itu?'
'Eh?'
“Eh?”
Bukan
hanya siswa yang mengirim pesan, tapi aku sendiri juga dibuat terkejut.
Aku
membaca data yang diberikan Shizune-san.
Setelah aku memeriksa informasi keuangannya,
tampaknya bisnis yang sedang dibicarakan ini tidak terlalu menarik.
“Apa
kamu yakin itu tidak apa-apa, Hinako? Menurut pendapatku, bisnis
ini terus merugi...”
“Tidak
apa-apa... Aku pasti bisa kembali memulihkannya.”
Hinako
menjawab dengan tenang.
Siswa
yang mengirim pesan juga tampak terkejut dan mengirim pesan lagi.
'Eh, apa kamu yakin, Konohana-san?'
'Ya.
Kalau bisa, tolong kirimkan datanya mengenai
detail bisnis itu.'
Segera, siswa tersebut mengirimkan data
bisnisnya. Angka-angka yang sangat rinci
dan banyak, jauh lebih detil dibandingkan dokumen yang kami punya.
Hinako
menatap lekat-lekat data yang muncul di layar.
...Apa dia benar-benar tidak apa-apa?
Aku tidak
mengerti apa yang dipikirkan Hinako, dan merasa cemas. Melihatku yang bereaksi begitu, Shizune-san menghela napas.
“....Ah,
begitu ya. Sepertinya
Itsuki-san kurang mengenal bakat Ojou-sama karena kamu terlalu dekat dengannya.”
“Bakat...?”
Aku
menoleh dengan kebingungan, dan Shizune mengangguk.
"Jangan
khawatir. Ojou-sama adalah
orang 'berbakat yang luar
biasa dalam praktik bisnis', sampai Kagen-sama sendiri mengatakan begitu.”
Ah, benar
juga.
Berbeda
dengan oran-orang lain di akademi, aku memiliki gambaran yang lebih
kuat tentang Hinako dalam kepribadian
aslinya.
Tapi
Hinako adalah putri konglomerat dari
Grup Konohana, dan dia sangat berbakat
sampai-sampai dikenal sebagai Ojou-sama
sempurna di Akademi Kekaisaran.
“Produk...
dipahami.”
Hinako
bergumam pelan.
"Fasilitas...
dipahami.”
Hinako
terus menatap lekat layar, membaca data dengan kecepatan luar biasa.
“Karyawan...
dipahami.”
Dia
mengklik mouse dengan cepat.
“Mitra bisnis... dipahami.”
Hinako
tenggelam dalam konsentrasinya yang tenang. Lalu dia menghela napas pelan.
“...Hmm, aku sudah memahami semuanya.”
Hinako
sedikit menegakkan punggungnya sambil berkata,
“Perhitungannya
masih kasar... Ada banyak kelebihan biaya. Tapi kalau aku telaah ulang kontraknya dan memperbaiki beberapa area, dalam
dua tahun bisa jadi untung.”
Aku tidak
mengerti apa yang dikatakan Hinako.
Aku tidak
tahu apa yang dia lihat.
Tapi aku
mengerti apa yang baru saja terjadi.
Dalam
waktu singkat itu, Hinako telah sepenuhnya memahami data bisnis tersebut. Kalau tidak, mana mungkin dia bisa menyimpulkan seperti itu
tanpa pemahaman yang mendalam.
——Bulu
kudukku berdiri.
Biasanya,
hanya dengan diberikan data begitu saja, siapapun
pasti mustahil bisa langsung memahami keseluruhannya
dalam sekejap. Karena aku mulai belajar manajemen, aku baru memahami seberapa luar
biasanya kemampuan Hinako.
Tanpa
peduli pada rasa takjubku, Hinako mengirim balasan pesan.
'Aku akan membelinya.'
'Terima
kasih banyak!'
Aku hanya
bisa terpaku menyaksikan percakapan mereka berdua.
“Ojou-sama
mampu memahami dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dengan sempurna,” ujar Shizune-san.
“Tentunya,
itu bukanlah hal yang mudah. Semakin besar perusahaan
berkembang, semakin sulit juga untuk
dikendalikan, bahkan direktur utamapun tidak bisa memahami keseluruhannya. Tapi
Ojou-sama berbeda. Dengan kecerdasannya,
beliau bisa memahami semua angka-angka, dan mengarahkannya ke jalur yang tepat.”
Shizune-san memandang Hinako. Pandangan matanya dipenuhi rasa hormat yang tulus.
“Mengurangi
pengeluaran yang berlebihan,
memanfaatkan fasilitas dan sumber daya manusia secara maksimal... bisa dibilang, inilah
manajemen yang paling solid dan tradisional.”
Tradisional...
Aku merasa kalau itu memang ungkapan yang sangat
tepat.
Aku jadi bisa memahami kenapa Kagen-san memandang Hinako dari sudut pandang seorang pemilik bisnis, bukan
dari sudut pandang ayah.
Tidak
diragukan lagi, Hinako memiliki kemampuan yang layak untuk
memimpin.
Dengan
kemampuannya yang sempurna ini, wajar saja jika reputasinya di lingkungan
akademi juga baik.
“Fyuuh...
Capeknya.”
Sepertinya diskusinya dengan siswa tadi telah selesai, jadi Hinako bisa merasa rileks.
“Kerja
bagus, Hinako.”
“Hmm... apa itu berguna untuk belajar?”
“Ya.
Itu sangat bermanfaat bagiku.”
“Hehe...”
Hinako
tertawa senang.
...Aku
juga harus bisa dekat dengan Hinako yang ini.
Hinako si
Ojou-sama yang sempurna, dan Hinako yang
apa adanya. Aku yakin kalau kedua hal itu
pasti berharga baginya.
Pemandangan
yang baru saja kulihat begitu mengejutkan sampai-sampai
membuatku sedikit merasa hormat sekaligus takut. Tingkah laku Hinako yang
begitu sempurna hampir membuat bayangan Hinako yang apa adanya lenyap dari
ingatanku.
Kalau
dipikir-pikir, mungkin semua orang di akademi pasti sudah merasakan hal ini sejak lama.
Perilaku Hinako
di akademi memang hanya sekedar akting belaka,
tapi kemampuannya itu asli.
Meski terkadang ada sedikit kecacatan, dia
bisa menyembunyikannya dengan kemampuannya.
Oleh
karena itu, aku tidak boleh tertipu.
Aku ingin
bisa dekat dengan kedua sisi Hinako, baik yang luar maupun yang di dalam.
Itulah
sebabnya, aku bertekad untuk menjadi salah satu direktur eksekutif Grup Konohana — setidaknya memiliki posisi yang
setara dengan Hinako.
“...Aku
tidak akan kalah dari seseorang yang
mengaku dirinya rekan.”
Hinako
bergumam pelan.
Hinako
pasti menyimpan tekadnya
tersendiri.
“Itsuki-san”
Shizune-san memanggilku dengan suara pelan.
Isyarat
tangannya menunjukkan bahwa dia ingin membicarakan sesuatu secara diam-diam
dari Hinako yang sedang berkonsentrasi dengan gamenya. Jadi aku mendekat ke arah Shizune-san dengan pelan.
“Iya, ada
apa?”
“Apa
selanjutnya kamu ingin berbicara dengan Miyakojima-sama?”
“Memang
begitu rencananya, tapi kenapa kamu
tanya begitu?”
“Karena
dengan jaringan koneksi Itsuki-san, setelah Tennouji-sama
dan Ojou-sama, aku
bisa memprediksi kalau orang yang berikutnya adalah Miyakijima-sama.”
Memang
benar, hanya Narika satu-satunya teman dekatku
yang berasal dari latar belakang keluarga terpandang dan sebanding dengan Tennouji-san
dan Hinako.
“Aku
mempunyai satu permintaan. Jika kamu menemukan sesuatu tentang
manajemen perusahaan Miyakojima-sama,
apa kamu bisa membagikannya denganku?”
“Baiklah,
kurasa itu tidak masalah. Tapi kira-kira apa ada alasan tertentu kamu memintanya, Shizune-san?”
“Karena
penjualan perusahaan Shimax milik Miyakojima-sama sedang meningkat dengan baik.
Jika ada rahasia di baliknya, aku
ingin menyampaikannya kepada Ojou-sama.”
Ternyata
perusahaan Narika
diam-diam berkembang pesat.
Kupikir game
manajemennya baru saja dimulai..... tapi durasi waktu sudah lewat satu bulan
dalam waktu game. Jadi wajar
saja jika mulai ada perbedaan hasil.
“Aku
tidak memintamu jadi mata-mata, kok. Asal sudah mendapat
izin Miyakojima-sama,
itu saja sudah cukup.”
“Oke, aku mengerti. Kurasa Narika akan mengizinkannya.”
Narika bukanlah tipe orang yang suka berspekulasi.
Tapi tak
disangka.... Narika bisa menjalankan bisnisnya
dengan sukses.
Aku tidak
pernah menduganya jika melihat dari perilakunya sehari-hari. Tapi sebenarnya, manajamen seperti apa yang dia lakukan?
◆◆◆◆
Keesokan
harinya.
“Tomonari, bolanya ke sana!”
“Baik!”
Pelajaran
olahraga semester kedua dimulai dengan permainan
bola basket.
Aku
berlari cepat ke dalam ring
lawan sambil menggiring
bola yang memantul dari rebound.
“Masukkan
bolanya, Tomonari!”
Aku
melakukan lay-up dan bola masuk dengan suara "Plak!".
“Bagus!”
“Terima
kasih.”
Aku melakukan tos dengan Taishou.
Kebetulan
saat aku memegang bola, area di bawah ring
lawan sedang kosong. Meski hanya beruntung,
tapi berkat itu, tim kami unggul.
Peluit
ditiup dengan nyaring, menandakan pertandingan
selesai.
Tim kami
lalu diberi waktu untuk istirahat sejenak.
Aku
pindah ke tepi gimnasium dan menyeka keringat yang menetes dari pipiku dengan
kerah seragam olahragaku
Saat aku sedang mengatur napasku, aku tak sengaja mendengar percakapan
beberapa siswa di dekatku.
“Ide
yang kemarin aku bicarakan, dapat penilaian tinggi lho.”
“Oh
ya? Kalau tidak salah ide
yang mengembangkan produk baru supermarket, kan?”
“Ah, ya.
Jika dilakukan uji coba konsumen pada tahap pengembangan, tingkat
keberhasilannya juga bisa meningkat. Aku berharap hal itu juga bisa diterapkan
di dunia nyata.”
“Kalau
berhasil dalam game manajemen, mungkin ide itu juga bisa meyakinkan orang tua.”
Aku berusaha
memahami percakapan dua siswa laki-laki itu di dalam pikiranku.
Di masa lalu,
saat mengembangkan produk baru, penilaian apakah akan laku atau tidak hanya
dilakukan oleh karyawan saja. Tapi sekarang, mereka meminta konsumen biasa -
pelanggan yang biasa datang ke supermarket - untuk mengevaluasi produk sebelum
diluncurkan, bak karyawan paruh waktu, supaya dinilai dari sudut pandang
pelanggan.
(... Menarik
sekali)
Tanpa sadar,
bibirku membentuk lengkungan senyum.
Semakin lama
waktu berlalu, Akademi Kekaisaran semakin tenggelam dalam suasana game
manajemen, tapi sepertinya hanya aku saja yang gelisah, sementara siswa lain
terlihat tenang... tidak, mereka malah bersemangat.
Kalau
dipikir-pikir kembali, para siswa akademi ini mungkin telah lama memikirkan
perusahaan mereka sendiri. Game manajemen hanya menjadi kesempatan bagi mereka
untuk menerapkan ide yang sudah ada di kepala mereka, tanpa benar-benar
mengubah kehidupan asli mereka.
Buktinya,
akhir-akhir ini mereka terlihat menikmatinya.
Bahkan siswa
yang biasanya pendiam sekarang berbicara panjang lebar, seolah-olah bendungan
yang runtuh, menceritakan ide-ide yang selama ini hanya ada di kepala mereka.
Mungkin
karena suasana itu, aku juga mulai ikutan merasa senang.
(... Kapan
aku harus berbicara dengan Narika, ya?)
Aku
memikirkan tugas yang diberikan Takuma-san.
Sejujutnya,
aku sulit memperkirakan bisnis Narika.
Meskipun
metode manajemen Tennouji-san dan Hinako berbeda satu sama lain, mereka berdua
sangat terampil dan berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman mereka. Namun,
menurutku Narika tidak bisa melakukan hal seperti itu, karena dia tidak bisa
dikatakan secerdas mereka berdua. ...Yah, pertama-tama, Tennoji-san dan Hinako memang
murid istimewa di Akademi Kekaisaran.
Bahkan setelah
mendengar cerita Shizune-san, aku masih tidak bisa memperkirakan apa yang dilakukan
Narika.
Saat aku mengarahkan
pandanganku ke lapangan lain, aku melihat Narika yang baru selesai istirahat.
Saat Narika berolahraga, penampilannya sangat memikat, benar-benar menunjukkan
reputasinya sebagai cool beauty. Sepertinya suasana pertandingan masih
membekas, dia mengelap keringat dengan ekspresi serius, membuat banyak siswa
memandangnya dengan kagum.
“Miyakojima-san!
Lemparanmu tadi keren sekali!”
“Ah, ya.
Terima kasih.”
Selain
itu, berbeda dengan sebelumnya, Narika yang
sekarang tidak selalu sendirian.
Meskipun
masih ada kekakuan, tapi dia sudah bisa berkomunikasi dengan baik.
... Dia
sudah berkembang, ya.
Aku merasa
terharu karena aku mengetahui bagaimana
perjuangannya selama ini.
“Narika.”
Kebetulan
dia sedang beristirahat di dekat sini, jadi kurasa ini waktu yang tepat untuk
berbicara dengannya.
Narika menoleh dan tersenyum lebar,
lalu mendekat ke arahku.
“Itsuki!
Ada apa?”
Jika dia
bisa menunjukkan sifat ramah seperti ini ke orang lain juga, mungkin dia akan
lebih disukai banyak orang.
“Boleh
aku menanyakan sesuatu tentang
game manajemen padamu?”
“Umm...
yah, meski aku tidak tahu apakah aku bisa
membantu, tapi aku tak
masalah.”
Ekspresi
Narika tampak sedikit ragu-ragu.
Reaksinya
seperti dia tidak terlalu percaya diri.
“Bagaimana
cara kamu menjalankan perusahaan?”
“Bagaimana
caranya... Aku sebenarnya tidak melakukan hal-hal rumit. Karena aku tidak punya pengetahuan atau
keterampilan khusus, sih.”
“Tapi,
kinerja bisnismu sedang meningkat, bukan?”
“Kelihatannya
begitu sih... Tapi
aku sendiri kurang merasakan hal itu.”
“Misalnya saja baru-baru ini, apa yang kamu
lakukan?”
Setelah ditanya begitu, Narika berpikir sejenak menjawab.
“Kami
mengembangkan sepatu lari yang dibuat khusus pesanan.”
Narika kemudian menjelaskan lebih
lanjut.
“Bentuk
kaki kanan dan kiri setiap orang
itu berbeda-beda. Misalnya seperti ketinggian tapak kaki,
panjang jari kaki, dan sebagainya. Jadi aku ingin membuat sepatu yang
disesuaikan dengan bentuk kaki masing-masing orang. Ternyata idenya dinilai
cukup baik. Metodenya adalah dengan memindai bentuk kaki menggunakan mesin,
lalu memproduksi setiap komponennya dengan 3D printer.”
“Ah,
begitu ya... Rupanya kamu bisa
sampai kepikiran hal seperti itu.”
“Pembuatan
sepatu khusus pesanan memang sudah lama ada di industri sepatu olahraga. Jadi
aku hanya mengadaptasi konsep itu.”
Aku
memang tidak punya sepatu khusus pesanan, tapi memang kesan yang ada di benak
orang ialah produk sepatu mahal itu dibuat secara manual oleh tangan-tangan
terampil. Sepertinya alasan ide Narika
dihargai tinggi adalah karena dia berhasil mengubah proses pembuatan sepatu itu
dengan teknologi digital.
“Apa ada lagi selain itu?”
“Selain
itu... Sebelumnya aku mengembangkan pakaian kompresi untuk wanita.”
“Pakaian
kompresi?”
“Semacam
pakaian olahraga yang bisa sedikit menekan
tubuh. Itu katanya bisa membantu pemulihan kelelahan dan meningkatkan performa.
Tapi karena lekuk tubuh jadi terlihat jelas, ada yang merasa tidak nyaman dengan mengenakannya. Jadi aku coba
memikirkan desain yang bisa menutupi kekurangan itu. Misalnya, aku beri garis
putih di sini supaya terlihat ramping...”
Narika menjelaskan sambil menyentuh
perutnya.
...Apa
yang katanya tidak punya pengetahuan khusus atau keterampilan?
Jelas-jelas dia punya. Malah pengetahuan
yang luar biasa dan tidak
tertandingi.
Dalam bidang olahraga, Narika memang tidak terkalahkan sejak
dulu. Bahkan Tennouji-san dan Hinako
pun tidak bisa menandinginya. Dia begitu produktif mengeluarkan ide, dan semua
idenya bisa segera direalisasikan, jadi wajar saja
jika Shizune-san terkesan
dengan hasil yang dicapainya.
“Ba-Bagaimana? Apa itu bermanfaat?”
“Ah,
ya... Jujur saja, aku cukup terkejut. Ternyata Narika juga serius menjalankannya.”
“Apa
maksudmu dengan itu?! Yah, memang mungkin sulit dibayangkan dari sikapku
biasanya, tapi...”
Dia
memang orang yang mudah tersulut emosi dan cepat merasa kesal.
“...Sebenarnya,
aku ingin buka toko permen.”
“Kamu masih membicarakan itu?”
“Ah...
Sudah lama sekali mereka tidak semarah itu.”
Karena
Narika serius, jadi mungkin orang tuanya juga pasti marah sungguh-sungguh.
Apa
sebenarnya yang Narika pikirkan
tentang masa depannya...?
“Omong-omong,
kamu tidak pernah berpikiran untuk menjadi atlet olahraga, Narika?”
“Hmm...
Pertanyaan itu sering ditanyakan padaku,
tapi sejujurnya tidak pernah.
Aku memang suka olahraga dan menyadari bakatku di sana, tapi aku lebih suka
menyarankannya ke orang lain.”
Mungkin
orang tua Narika juga
sudah paham dengan sifat Narika yang seperti
ini.
Jika dia
benar-benar ingin memulai toko permen dan tidak berniat meneruskan perusahaan,
mungkin orang tuanya akan mengubah sikap. Tapi pada akhirnya, Narika pasti akan meneruskan perusahaan keluarganya.
“Apa
kamu masih tidak memainkan tenis sejak itu, Itsuki?”
“Ya...
Aku cukup sibuk belakangan ini.”
“Apa boleh
buat, mengingat posisimu. ...Kalau kamu ingin main lagi, katakan saja. Karena cuma aku satu-satunya yang bisa
mengajarimu!”
Narika berkata dengan bangga.
...Tapi
tidak juga.
Meski
sering merasa frustasi menghadapi usaha Narika
yang gigih, ada banyak hal yang pantas dihargai darinya. Dia hanya tidak
menyadari kelebihannya karena sikapnya yang cenderung negatif.
“Miyakojima-san,
apa kalian berdua sedang membahas game
manajemen?”
Saat itu,
seorang siswi yang sedang istirahat memanggil Narika.
Narika langsung menjadi tegang, dan wajahnya seketika jadi kaku. Aku memberi isyarat
dengan menepuk-nepuk pipiku agar Narika
bisa merilekskan ekspresinya.
Narumi
sedikit melunakkan ekspresinya, lalu menoleh.
“Ah,
ya.”
“Anu,
kami berencana mengadakan diskusi tentang game itu sepulang sekolah nanti. Jika
Miyakojima-san bersedia, kami ingin kamu juga ikut bergabung dengan kami.”
“Eh,
ak-aku...?!”
“Ya!”
Melihat
antusiasme tulus siswi tersebut,
Narika jadi panik.
“Ba-Ba-Ba-Ba-Ba-Bagaimana
ini I-Itsuki...!? Apa yang harus kulakukan...?!”
Padahal
aku baru saja merasa dia sudah berkembang...
Tapi demi kebaikan Narika, aku harus bersikap tegas.
Aku
menjawab mewakili Narika.
“Dia
akan ikut.”
“Itsuki?!”
“Itu pasti
akan sangat bermanfaat. Aku harap kalian tidak kecewa.”
“Itsuki?!”
Sambil menyemangati
Narika yang tampak berkaca-kaca di dalam hatiku, aku berjalan menuju
lapangan putra.