Gimai Seikatsu Volume 12 Chapter 3 Bahasa Indonesia

Chapter 3 — 22 Oktober (Jumat) Asamura Yuuta

 

Aku tidak ingat persis siapa yang pertama kali mengatakannya. Setelah lonceng yang menandakan akhir jam pelajaran pagi berbunyi, suara meja dan kursi yang digeser terdengar, dan dalam waktu singkat, ketenangan khas kelas ujian kembali.

Ada yang berkata, “Sebentar lagi Halloween, ya?” Mungkin dari bagian belakang kelas. Kemudian Yoshida yang duduk di depan menoleh dan bertanya padaku, “Asamura, kamu mau melakukan apa untuk Halloween tahun ini?”

“Meski kamu bertanya begitu…”

“Hoho, jadi kalian berdua tertarik dengan kostum, ya?”

Seorang gadis dengan kacamatanya yang khas, menyela percakapan kami sambil mengayunkan kotak makan siangnya di satu tangan. Dia adalah ketua kelas. Nama aslinya… siapa ya?

“Tahun ini ramai lagi enggak, ya?”

Seorang gadis kecil yang muncul dari belakang ketua kelas ikut menambahkan.

“Ryo-chin, kamu sudah pernah mengikuti perayaan Halloween di Shibuya?”

“Pernah sih, kalau siang. Tapi pada malam hari orang tuaku selalu cerewet dengan menyuruhku untuk cepat-cepat pulang.”

Sambil mengelus kepala Ryo-chin yang terlihat sedikit cemberut, Ketua kelas pun berkata.

“Yah, wajar saja sih. Dengan wajah seimut ini, orang tuamu pasti merasa khawatir.”

“Tapi aku sudah berumur 18 tahun, loh.”

“Batas minimal usia dewasa, ya. Kugh, Ryo-chin, selama mataku masih hitam, kamu tidak boleh menikah!”

“Apa yang kamu katakan sih?”

Sambil berkata begitu, mereka berdua menyatukan meja dan menyiapkan makan siang. Keduanya sepertinya membawa kotak makan siang ke dalam kelas hari ini.

Yoshida mendekat dan berbisik pelan di telingaku.

“Melihat gadis-gadis yang bercanda tuh bikin bahagia, ya.”

…Apa yang kamu bicarakan?

“Yoshida, cara bicaramu itu akan merepotkan saat kamu sudah tua.”

“Eh?”

“Kalimat-kalimat yang kamu ucapkan akan habis.”

Wajah Yoshida menunjukkan ekspresi bingung, tetapi setelah beberapa saat, ia tiba-tiba menyadarinya.

“Oh, kamu ingin mengatakan kalau secara tidak langsung aku terdengar seperti om-om tua, ya!?”

“Benar.”

“Jahat banget!”

“Apa maksud kalian dengan om-om tua?”

Ketua kelas yang sudah duduk di kursi setelah meletakkan kotak makan siangnya di meja berkata. Di sampingnya, setelah meminta izin dari gadis di tempat duduknya, Satou-san juga duduk.

“Tenang saja, itu bukan tentang ketua kelas, kok.”

Meskipun bagiku tindakan ketua kelas terkenal sebagai yang kedua setelah Yomiuri-senpai dalam hal terlihat seperti orang tua, tapi kali ini tidak ada hubungannya.

“Jadi, kita bicara tentang ingin berdandan untuk Halloween, ‘kan?” kata Yoshida.

“Asamura-kun yang mau?” tanya ketua kelas, dan Satou-san terlihat senang dengan ekspresi “wah~”. Kira-kira kenapa ya?

Yoshida justru terlihat tidak puas.

“Ya, kalau menunjukkan kostum malaikat laki-laki atau setan atau zombie, itu….”

Masih ada banyak prasangka terhadap cosplay. Jika Maru mendengarnya, ia pasti akan mengeluh. Ketua kelas juga melirik Yoshida dengan mata setengah terbuka.

Kita bisa berubah menjadi apa yang kita sukai, jadi ada rasa kebersamaan dan itu menyenangkan. Tujuan cosplay bukan untuk dipamerkan dan dipuji oleh orang lain, meskipun itu juga tidak ada salahnya sih.

Oh, begitu ya. Maaf, aku tidak tahu.

Kelebihan dari Yoshida adalah ia dengan tulus meminta maaf setelah dimarahi ketua kelas.

Aku juga ingin bersenang-senang di musim gugur terakhirku di SMA.

Tahun ini sepertinya ujian tetap menjadi prioritas, ya…

Dua gadis itu menghela napas besar di atas kotak makan siang mereka.

Ya, sepertinya begitu.

Aku juga setuju.

“Hahhh apaan sih, Asamura! Sampai kamu juga ikut-ikutan murung segala! Satu hari saja enggak ada masalah, kan?

Yoshida yang tampak tidak puas kembali dimarahi ketua kelas yang mengatakan, “Asal kamu tahu saja, kalau termasuk waktu untuk menyiapkan cosplay, satu hari tidak cukup! Jangan meremehkan cosplay!. Orang ini memang tidak pernah kapok.

“Sialan kau, ujian…

Yoshida menyandarkan kepalanya di atas meja.

Yah, jika acara tidak terlalu meriah, mungkin itu bisa jadi waktu istirahat yang baik, kan?

Begitu, ya! Betul banget!

Ketika Yoshida mengangkat kepalanya dengan ekspresi ceria, ada suara yang memanggilnya dari belakang.

Yoshida-kun, kamu dipanggil.”

Suara itu berasal dari Ayase-san yang baru kembali ke dalam kelas dari arah lorong. Dia menunjuk ke arah pintu depan kelas seolah-olah mendesaknya untuk segera menemui orang yang memanggilnya.

Orang yang mengintip dengan malu-malu dari sana adalah pacar Yoshida, Makihara-san.

“Ups! Baiklah! Aku mau pergi ke kantin dulu!

“Oke.

Aku mengangkat tanganku sedikit sebagai balasan.

“Mereka mesra sekali, ya.

Ketua kelas berkata demikian sambil melihat Yoshida dan Makihara-san yang meninggalkan ruang kelas dengan akrab. Sepertinya Yoshida berhasil menghidupkan kembali waktu makan siangnya dengan pacarnya. Kelihatannya ia langsung memanfaatkan saran Maru.

Ayase-san, apa kamu mau makan siang bersama?

Satou-san bertanya sambil mengeluarkan kotak makan siangnya.

Ya. Boleh.

Ayase-san kemudian bertanya padaku apa dia boleh meminjam meja dan kursi Yoshida. Aku sedikit ragu, tetapi karena aku pikir Yoshida tidak akan kembali selama istirahat, aku mendorongnya untuk melanjutkan dan berkata kalau aku akan memberitahunya nanti.

Ketua kelas, Satou-san, dan Ayase-san mulai makan siang setelah menyatukan meja. Aku yang tadinya berpikir akan makan bersama Yoshida, tetapi ditinggalkan, merasa aneh jika pergi sekarang, jadi aku mengeluarkan kotak makan siang di samping mereka.

Jangan duduk terlalu jauh begitu, ayo makan bersama?

Ya, ya, betul.

Ketua kelas dan Satou-san meminta kami untuk menyatukan meja, dan akhirnya kami berempat makan bersama.

Dikelilingi oleh tiga gadis dan hanya satu laki-laki seperti ini memang bisa membuat seorang siswa laki-laki merasa canggung karena perhatian orang di sekitar, tetapi untungnya, dalam suasana menjelang ujian ini, sepertinya orang-orang tidak terlalu peduli dengan perilaku orang lain, jadi aku tidak merasa terlalu diperhatikan.

Mungkin hal ini dikarenakan ketua kelas selalu melibatkan orang lain untuk menikmati makan siang, ada kesan di antara teman sekelas bahwa itu adalah hal yang biasa.

Topik pembicaraan saat makan ialah tentang tren di sekolah yang dibahas oleh ketiga gadis itu, jadi aku tidak bisa banyak berkomentar. Sebenarnya, aku sudah tidak percaya diri untuk mengikuti topik pembicaraan mereka sejak awal.

Ketiga gadis itu tampak menikmati percakapan, tetapi Ayase-san kadang-kadang terlihat melamun, seolah-olah pikirannya tidak ada di sana, dan terpisah dari percakapan.

Mungkin pertemuan yang diminta dengan ayahnya masih melekat di benaknya.

 

◇◇◇◇

 

Setelah jam pelajaran selesai, sudah saatnya melakukan pekerjaan paruh waktu di malam hari.

Keahlian tak terduga dari Kozono-san terungkap. Dia terbangun dengan misi untuk membuat poster buku yang laris, tetapi dia justru melangkah lebih jauh.

Begitu masuk ke dalam toko buku, aku melihat dia membuat sudut yang mengumpulkan buku-buku terkait Halloween di rak sebelah kanan, dan menggambar ilustrasi tangan untuk menghias sekeliling buku tersebut. Ilustrasi itu menggambarkan raja labu yang terdeformasi dan kelelawar yang terbang di sekitar tumpukan buku. Meskipun bukan gambar yang sangat bagus, ada keunikan dalam karyanya yang membuat siapa pun tersenyum hanya dengan melihatnya.

Ilustrasinya bagus, ya.

Ehm, Yuuta-senpai. Kamu tadi tersenyum, kan? Sudah kuduga, apa sebaiknya aku meminta orang yang lebih mahir saja untuk menggambarnya?

Tidak. Menurutku, ini sudah sangat baik, kok.

Setelah selesai mendekorasi sambil berbincang-bincang, aku dan Kozono-san kembali ke kantor. Yomiuri-senpai dan Ayase-san tampaknya sedang membuka kotak kardus yang mereka bawa dari gudang. Melihat isi yang tersebar di atas meja, aku merasa agak berat hati dan berkata, Ah, jadi tahun ini akan melakukannya juga ya”.

Apa ini?

Ini bandana.

Yomiuri-senpai menjawab dengan senyum lebar atas pertanyaan Kozono-san.

Hah?

“Yang ini telinga kucing, dan ini telinga beruang.

“Aku sudah mengetahuinya hanya dengan melihatnya saja.

Dan ini adalah topi jester. Yang disebut topi badut.

Yomiuri-senpai mengaitkan topi yang terlihat seperti tetesan dari mahkota, berputar-putar di jarinya.

Eii!

Wah!

Dengan memanfaatkan momentum putaran, dia mengenakan topi badut itu di kepala Kozono-san.

Woahhh! Lucu sekali! Ya, ya!

Apa ini termasuk jenis perundungan baru?

Ini tugas.

Ayase-san berkata dengan suara pelan.

Mata Kozono-san membelalak. Tidak, kata-kata itu berasal dari ekspresi manga, jadi tidak berarti matanya benar-benar kecil. Itu menunjukkan ekspresi terkejut sekaligus bingung. Dengan kata lain, Kozono-san terlihat terkejut tetapi juga curiga.

Yomiuri-senpai lalu menyeringai.

“Hari Halloween akan segera tiba, kan? Jadi, para staf juga harus menyambut pelanggan dengan kostum yang sesuai!

Eh, jangan bilang aku harus bekerja sambil mengenakan ini?

Ayase-san mengangguk sambil menghela napas.

Tahun lalu, sebenarnya juga tahun sebelumnya, mereka melakukan hal yang sama (mungkin ini adalah tradisi yang sudah ada sebelum aku mulai bekerja). Selama minggu Halloween, semua staf, termasuk karyawan tetap dan manajer, mengenakan topi aneh saat melayani pelanggan. Kozono-san yang baru mulai bekerja tahun ini tentu saja tidak tahu tentang hal itu.

Apa Ayase-senpai juga mengenakan ini?

Yah, begitulah.

“Membayangkan Ayase-senpai melayani pelanggan sambil menari... aku tidak bisa membayangkannya.

Tidak, aku tidak sampai berbuat sejauh itu juga. Tidak ada yang menari saat menghitung di kasir.

Kalau kamu mau melakukannya, boleh-boleh saja kok.

Yomiuri-senpai mengatakan itu dengan nada menggoda dan Ayase-san balas menatapnya dengan tatapan sedikit menyipit.

Kozono-san melepas topi yang dikenakannya dan mengamatinya dengan saksama.

Yah, kalau hanya ini saja sih masih bisa diterima.

Ooh, Kozono-chan, kamu memang semangat sekali ya!

Kalau itu bisa membuat pelanggan senang, satu atau dua bandana saja tidak masalah!

“Hebat, hebat! Sebaliknya, dasar Sakiko-chan...

Kupikir itu akan jauh lebih baik kalau dia tetap menggunakan Saki.

Aku tidak bilang kalau tidak akan melakukannya.

“Padahal itu cocok untukmu. Kamu juga setuju, kan, Kouhai-kun?

Aku tiba-tiba terjebak di dalam situasi sulit. Aku berharap bahwa topik sensitif semacam itu tidak dibahas. Pertanyaan semacam ini, entah dijawab ya atau tidak, selalu menimbulkan keluhan, dan itu sudah menjadi hukum alam sejak lama.

Yang pasti, dia jauh terlihat lebih cocok daripada aku.

Hmph. Kamu malah menghindar.

Tolonglah. Ah, aku merasa kalau Yomiuri-senpai kelihatan cocok memakai itu. Topi yang itu.

Itu adalah topi bergaya Tiongkok dengan uang kertas besar yang menggantung di bagian depan.

Topi kyonshi, ya. Hmm. Kouhai-kun, kalau ini dipakai biasa, wajahmu tidak akan kelihatan tau.

Dia mengatakannya dengan mulut yang melengkung. Yah, karena namanya juga cosplay, jadi tidak perlu dipakai dengan cara yang lurus. Aku mengingat kalau tahun lalu ada salah satu staf yang memakainya secara terbalik.

Kozono-san ikut berkomentar sambil mengenakan kembali topi badutnya.

Halloween, ya. Tahun ini pasti bakalan ramai.

Yess, atau aku ingin mengatakannya begitu, tetapi aku sendiri tidak tahu."

Eh? Kenapa?

“Karena tahun ini ada pernyataan dari distrik Shibuya, tau?

Ehh, kali ini bukan hanya Kozono-san saja, melainkan aku dan Ayase-san juga ikutan terkejut.

“Memangnya kalian tidak melihat berita, ya, anak-anak? Padahal itu sudah jadi bahan pembicaraan.

“Begini-begini, kami adalah pelajar yang sedang menghadapi ujian...

Justru karena kalian calon peserta ujian, jadi seharusnya kalian lebih memperhatikan isu terkini. Hanya dengan mencari berita di situs berita di smartphone saja sudah berbeda.

Ugh... aku akan berusaha memperbaikinya.

Sembari mengangkat bahunya dengan berkata “Yare~yare~”, Yomiuri-senpai memberitahu bahwa pernyataan dari kantor pemerintah meminta agar orang-orang tidak berkumpul di Shibuya saat perayaan Halloween. Belakangan ini, pihak pemerintah merasa kalau kerumunan orang yang berkumpul terlalu ramai dan itu menjadi masalah. Hal ini juga pernah dikatakan tahun lalu, ditambah lagi masalah sampah setelah acara selesai.

Eh, jadi tahun ini tidak akan ada keramaian seperti biasanya~? Kupikir aku bisa melihatnya karena sekarang sudah masuk SMA dan bisa bermain sampai larut malam.

Setelah mendengar itu, aku jadi teringat.

Begitu ya. Kozono-san bukan orang Shibuya, ya?

“Iya, benar. Aku selalu mengaguminya. Padahal kupikir itu pasti lebih meriah dan indah dibanding festival musim panas di daerahku.

Dia malah membandingkannya dengan festival musim panas...

Yah, mungkin ada nuansa asing di dalam acara tersebut. Lagipula, itu bukan festival Jepang. Jika kita berbicara tentang itu, Natal dan Hari Valentine juga sama demikian.

Tapi, Kozono-chan. Kamu bilang 'tahun ini juga', tapi sebenarnya, orang-orang mulai berkumpul di Shibuya saat acara itu baru sekitar 20 tahun yang lalu. loh.

“Hee~”

“Perataan Halloween mulai dikenal di negara Jepang itu relatif baru. Oh, maksud 'baru' di sini artinya baru dari sudut pandang sejarah.

Baru secara historis?

“Kurasa itu bahkan jauh lebih baru dibandingkan era Taisho, Meiji, maupun Edo. Di Jepang, sekitar tahun 1970-an, jadi sekitar 50 tahun yang lalu. Dalam manga shoujo, pada waktu itu sudah ada manga yang mengangkat tema Halloween, seperti 'Hujan Emas di Hari Semua Santo'.

“Jadi kamu sudah mulai membaca manga shoujo klasik, ya, Yomiuri-senpai?

“Kamu cerewet banget, Kouhai-kun. Itu sama sekali tidak penting sekarang! Secara waktu, Valentine lebih dulu populer, baru kemudian Halloween.

“Bukannya 50 tahun yang lalu itu sudah jadul banget?

Kozono-san terlihat terkejut.

Tidak, menurutku itu masih tergolong baru.

Aku tanpa sadar menyela. Karena keceplosan.

Yomiuri-senpai tersenyum lebar.

“Hee~ begitu ya. Jadi, menurutmu kapan sesuatu itu bisa disebut baru, Kouhai-kun?

“Hmm... jika masih ada buku yang tersisa, bukannya itu masih bisa dibilang baru?

“Kamu mulai mengatakan sesuatu yang mirip seperti '5000 tahun yang lalu itu hanyalah kejadian baru-baru ini', dasar Kouhai-kun! Kamu juga harus mengatakan sesuatu padanya dong, Saki-chan!

“Aku merasa kalau itu jawaban yang sangat khas Asamura-kun.

Tatapan Yomiuri-senpai dan Kozono-san beralih ke arahku. Eh, apa ini salahku?

Ada pepatah yang mengatakan bahwa 'apa pun itu buta'. Yah intinya sih, aku ingin mengatakan bahwa keramaian Halloween itu tidak akan abadi. Dan kurasa semuanya mungkin akan sedikit berubah dalam waktu 20 tahun mendatang. Tidak ada yang tidak berubah, iya kan~?

Aku merasa tersentuh ketika melihat Yomiuri-senpai tumben-tumbennya menunjukkan wajah yang sedikit melankolis saat mengatakan hal itu. Halloween di daerah Shibuya selama beberapa tahun terakhir selalu ramai, jadi aku mengira akan selalu seperti itu di masa depan.

Toko ini juga sama. Kabarnya akan ada renovasi besar-besaran dalam waktu dekat.

Ah, pak manajer toko juga pernah bilang begitu.”

Mulai sekarang, mungkin pemandangan dan budaya Shibuya akan terus berubah.

Proyek pengembangan besar di sekitar stasiun Shibuya yang terjadi seratus tahun sekali juga mulai menunjukkan hasilnya. Dengan pekerjaan konstruksi yang selesai satu per satu dan fasilitas baru yang mulai dibuka, aliran orang juga akan berubah. Mungkin akan ada kebiasaan baru yang menggantikan Halloween.

Tidak ada yang tidak berubah, ya.

Aku cenderung meremehkan perubahan sehari-hari jika dibandingkan dengan perubahan historis. Seolah-olah tidak ada yang berubah dalam rentang hidup seseorang. Namun, seperti yang baru saja diungkapkan oleh Yomiuri-senpai, bahkan dalam rentang waktu yang terlihat, dunia ini terus berubah.

Entah itu ke arah yang baik.

Maupun ke arah yang buruk.

Bahkan jika kita tidak melakukan apa-apa.

Atau mungkin ada kemungkinan bahwa perubahan terjadi karena tidak melakukan apa-apa.

Misalnya seperti, meski aku tidak ingin berubah, tapi membiarkan begitu saja hingga akhirnya berubah. Tanaman hias pun akan layu jika tidak diberi air, cahaya, dan pupuk. Tidak semua tanaman bisa bertahan hidup di lingkungan yang keras seperti kaktus di gurun.

Posisi sebagai pusat fashion juga sama. Dulu mungkin ada di Shibuya, tapi sekarang, jika berbicara tentang tempat berkumpulnya anak-anak muda, ada argumen bahwa Harajuku atau Shin-okubo jauh lebih kuat.

Aku sendiri malah lebih sering ke Ikebukuro.

Ikebukuro, ya. Sekarang, di mana para pelajar SMA biasa bertemu di Ikebukuro?

Eh, um...

Ketika Yomiuri-senpai berhenti merapikan kostum dan mulai bertanya kepada Kozono-san tentang isu terkini gadis-gadis SMA, aku mendekat ke sisi Ayase-san dan membantunya mengeluarkan dari kotak.

Sambil memeriksa apakah kostum itu tidak rusak dan masih bisa digunakan, aku menyusunnya di atas meja.  Kemudian, aku membawanya ke tempat yang mudah diakses oleh semua orang dan menyimpannya sampai hari acara.

Saat menyusun bandana telinga kucing dan topi penyihir, aku mendengar bisikan Ayase-san yang samar.

Shibuya juga akan berubah, ya...

Aku terkejut dan secara diam-diam mengintip Ayase-san dari samping. Apa dia juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan dari kata-kata Yomiuri-senpai?

Sambil memilah barang-barang di tanganku, aku merasa pandangan mata Ayase-san melihat ke tempat yang bukan di sini—atau mungkin ke waktu yang bukan sekarang.

Melihat profilnya yang dalam pemikiran, aku semakin ingin menciptakan suasana yang nyaman agar dia bisa mengungkapkan isi hatinya. Kami butuh waktu untuk berdua agar bisa berbicara dengan tenang.

Komunikasi bisa terputus dengan mudah. Cukup salah satu dari kami yang menyimpan segalanya sendiri.

 

◇◇◇◇

 

Malam di Shibuya yang mendekati akhir Oktober dipenuhi dengan iluminasi berwarna oranye. Bahkan manekin di etalase yang memamerkan fashion terkini pun mengenakan topi penyihir dan meletakkan boneka labu besar di bagian kakinya.

Dari suatu tempat, terdengar lagu [March of the Saints]. Berkat versi aransemen yang ceria dari lagu tersebut, wajah orang-orang yang lewat terlihat sedikit lebih bahagia malam ini.

Tahun ini sepertinya akan cukup meriah, ya.”

Aku berkata kepada Ayase-san yang berjalan di sampingku sambil melirik ke kiri dan kanan jalan.

Benar,

Ayase-san menjawab dengan singkat dan sedikit dingin, tetapi malam ini, mungkin karena suasana ramai di sekeliling, dia tidak terlihat terlalu murung.

Sekarang mungkin sedikit lebih mudah untuk berbicara. Hanya saja, untuk topik yang lebih dalam, sepertinya masih sulit. Aku menginginkan waktu di mana kami bisa berbicara perlahan tanpa gangguan dari sekolah atau rumah. Setelah berpikir seperti itu pada malam sebelumnya, aku teringat untuk mengajaknya berkencan setelah sekian lama.

Ehm, begini...

Ya?

“Aku berbicara tentang Halloween dengan ketua kelas dan yang lainnya sewaktu istirahat makan siang tadi.

“Apa kamu mau memakai cosplay?

Eh, bukan begitu. Maksudku, bukan tentang cosplay, tapi aku bilang tahun ini aku harus fokus belajar untuk ujian, jadi tidak bisa terlalu memikirkan Halloween.

Benar juga... karena sekarang sudah akhir Oktober.

Ayase-san sedikit menunduk.

Dalam sekejap, aku merasa sulit untuk melanjutkan pembicaraan, dan mulai merasa tidak enak dengan diriku sendiri karena tidak bisa membawa percakapan ini dengan baik.

Namun, kata-kata Maru kembali terngiang di telingaku.

—Jika salah satu dari kalian hanya memendam segalanya, komunikasi akan terputus.

Benar sekali. Bahkan Yoshida pun sepertinya berhasil menyelesaikannya hari itu juga, jadi kenapa aku mundur di sini?

Tapi, meskipun cosplay dan hal-hal lain yang memakan waktu merupakan hal yang mustahil.

Sepertinya Ayase-san menyadari bahwa aku ingin mengatakan sesuatu. Dia menatapku dengan ekspresi ya?

Baiklah, inilah saatnya.

Aku berpikir, mungkin kita bisa berjalan-jalan sebentar di sekitaran Shibuya untuk membuat kenangan di akhir pekan ini.

Jadi, maksudmu kencan?

Ya, bisa dibilang begitu. Sejujurnya, aku ingin berkencan denganmu, Ayase—tidak, aku ingin berkencan denganmu, Saki.

Aku menatap langsung ke arah mata Ayase-san saat berkata begitu. Ayase-san sedikit terkejut dan kemudian mengalihkan pandangannya.

Eh, um...

Suaranya terdengar semakin mengecil. Apa ini berarti... tidak bisa, ya?

Sebetulnya, aku juga mempunyai tempat yang ingin aku kunjungi. Besok, kamu ada waktu?

Ayase-san terus-menerus berpikir sembari merangkai kata-katanya, seolah ragu untuk mengatakannya, tetapi dia tetap melanjutkan. Bibirnya sedikit menyempit.

Kemudian dia berkata pelan.

Asamura-kun..... Yuuta, niisan, aku ingin kamu mendengar cerita yang ingin aku sampaikan.

Panggilan Yuuta-niisan” yang seharusnya terdengar menjaga jarak, malah terdengar seperti kode antara pasangan.

Detak jantungku sedikit meningkat. Karena aku sudah mengetahui sebagian dari situasi ini, aku bisa membayangkan apa yang dimaksud Ayase-san dengan "cerita yang ingin didengar." Jika dia sudah mau berbagi, aku ingin mendengarkan dan menerimanya dengan baik.

Tentu saja. Besok juga tidak masalah. Ayo kita pergi keluar bersama.”

Jadi kamu mau pergi kemana?

Lalu, aku bertanya.

Apa itu kafe, atau mungkin film? Atau mungkin Ayase-san ingin window shopping? Tidak. Jika dia ingin berbagi cerita, pasti tempat yang lebih tenang.

Aku mencoba mengingat tempat-tempat kencan di Shibuya dari pengetahuanku yang terbatas. Namun, itu semua tidak ada hubungannya dengan apa yang diinginkan Ayase-san—

Museum daerah.

Aku hampir tidak menyangka nya dan bertanya kembali mengenai tempat yang tidak terduga itu.

Eh? Apa kamu ingin belajar sejarah untuk ujian—secara refleks aku meragukan hal itu.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama