Chapter 1
Saat ini
aku sedang berdiri di atas panggung di depan
podium.
Aku
menggunakan sedikit waktu untuk menyesuaikan ketinggian mikrofon sebagai
penyangga, mengambil napas dalam-dalam untuk meredakan ketegangan tubuhku.
Kemudian, aku mengulang kata-kata yang baru saja aku pikirkan di dalam kepalaku.
Aku
merasakan ratusan pasang mata terkumpul pada satu titik, dan meskipun merasa
gugup, aku mengangkat kepalaku tinggi-tinggi
dan mengeluarkan suara ke arah mikrofon.
“Senang bertemu dengan kalian semua,
siswa-siswi SMA Amagamine. Namaku Ichinose Arata,
dan hari ini aku datang
sebagai pengajar tidak tetap. Aku
akan mengajar matematika. Hal itu
akan berlangsung hingga Iitoyo-sensei
kembali, jadi mohon kerjasamanya.”
Perkenalan
yang kaku dan tidak menarik, tetapi ini bukan saatnya untuk menunjukkan
kepribadian. Yang penting adalah sikap, intonasi suara, dan memperhatikan
seluruh ruangan saat berbicara.
Dengan
cara begini, aku bisa menciptakan kesan
positif.
Hal ini
berdasarkan hukum Mehrabian, yang menyatakan bahwa orang lebih dipengaruhi oleh
informasi visual dan auditori daripada informasi verbal saat
berkomunikasi.
Setelah
membungkuk, aku mendengar tepuk tangan dari siswa dan guru. Sepertinya semuanya
berjalan dengan baik.
Aku
mengalihkan pandangan ke wajah-wajah yang familiar yang kutemukan saat berjalan
beberapa meter dari sisi panggung ke podium. Di antara banyak siswa, ada
seorang siswi yang memancarkan aura mencolok, seolah-olah dia diterangi oleh sorotan lampu. Dia
menatapku tanpa bergerak, meskipun orang-orang di sekitarnya bertepuk tangan
dan berbicara dengan siswa lain.
Dia adalah
Nene-chan.
Aku
penasaran apa dia sedang menatapku, atau mungkin dia begitu terkejut sampai-sampai tidak
bisa mengalihkan pandangannya.
Nene-chan
sepertinya menyadari tatapan kami bertemu dan membuka matanya lebar-lebar. Aku
merasa sedikit lucu melihatnya dan tersenyum.
Perubahan
ekspresi yang ditujukan kepada individu dalam situasi ini mungkin dianggap
mencurigakan, tetapi pada saat ini, tindakan itu bisa diterima sebagai bagian
dari perkenalan yang telah selesai.
◇◇◇◇
Pekerjaan
baru yang akan aku jalani
adalah sebagai pengajar tidak tetap di sekolahku sendiri, SMA Amagamine, tempat
Nene-chan saat ini bersekolah.
“Aku
terkejut bahwa guru yang menggantikan pelajaran matematika adalah Ichinose-sensei...!”
“Haha,
aku juga tidak menyangka bisa bekerja di
tempat yang sama dengan Kohinata-sensei yang dulu pernah aku ajar selama
praktik mengajar.”
Setelah
upacara pagi di seluruh sekolah, aku berjalan di koridor dengan Kohinata-sensei, guru matematika.
“Aku
merasa senang ada orang yang seseorang yang kukenal datang kemari. Namun, rasanya aneh juga kalau dipanggil Sensei oleh Ichinose-sensei...”
“Karena kamu lebih berpengalaman dariku,
jadi Kohinata-sensei memang
seharusnya disebut sensei.”
“Begitu
ya?”
Fuhehe,
Kohinata-san menggaruk-garuk
kepalanya dengan senyum malu-malu di wajahnya.
Karena baru
saja lulus dari universitas, penampilannya yang muda membuatnya terlihat
seperti gadis yang masih polos, tapi meskipun begitu, Kohinata-sensei telah lulus ujian penerimaan
guru yang hanya memiliki tingkat kelulusan sekitar tiga puluh persen, dan dia
sudah diberi tanggung jawab sebagai wali kelas di tahun pertamanya. Kemampuannya
bisa dibuktikan dan dia mendapat harapan tinggi untuk
masa depan.
Sebaliknya,
membandingkan diriku dengan Kohinata-sensei
terasa sangat lancang. Aku hanya memiliki
pengalaman mengajar selama dua minggu dalam praktik mengajar.
Dua
minggu itu lebih merupakan periode di mana aku berjuang untuk berkembang
daripada memimpin siswa.
Meskipun
begitu, Kohinata-sensei
menghormatiku sebagai guru. Itu membuatku senang tetapi juga merasa tertekan.
Aku harus segera terbiasa dengan lingkungan ini.
“Hari
ini, aku akan mengamati pelajaran
Kohinata-sensei, jadi mohon kerjasamanya.”
“Oh iya, benar juga. Hmmm... aku jadi merasa gugup jika ada yang mengawasiku, tapi aku akan berusaha.”
Sebagai
pengajar tidak tetap, biasanya tidak terlibat dalam pengelolaan sekolah seperti
wali kelas atau tugas administratif, dan dibayar berdasarkan setiap sesi
pelajaran, seperti pekerjaan paruh waktu, yang berarti aku hanya perlu datang
pada hari-hari pelajaran.
Hari
pertama ini kebetulan tidak ada jam pelajaranku,
jadi aku bisa pulang, tetapi aku meminta izin untuk mengamati pelajaran
Kohinata-sensei yang mengajar mata pelajaran
yang sama.
◇◇◇◇
“Baiklah,
semuanya, silakan duduk.”
Aku
mengikuti Kohinata-san saat dia memasuki kelas ketika bel berbunyi menandakan
dimulainya sekolah.
Suaranya
yang terdengar hingga ke seluruh kelas saat berjalan menunjukkan bahwa dia
terlihat cukup baik sebagai seorang guru.
Ngomong-ngomong,
sekarang Kohinata-san akan mengajar di kelas yang dia pegang. Artinya, kelas ini adalah kelas di mana
Nene-chan berada.
“Sebelum
pelajaran dimulai, aku punya
pengumuman untuk kalian semua. Hari ini, Ichinose-sensei
yang baru saja ditugaskan sebagai pengajar tidak tetap di sekolah kita akan
mengamati pelajaran. Namun, kalian semua tetap harus mengikuti pelajaran seperti
biasa, ya.”
Setelah
mendapat isyarat dari Kohinata-san, aku melangkah maju
satu langkah.
“Aku
sudah memperkenalkan diri di upacara pagi tadi, tetapi izinkan aku memperkenalkan diri sekali lagi.
Namaku Ichinose Arata. Hari ini aku akan mengamati pelajaran
Kohinata-sensei. Aku
akan berada di belakang selama jam belajar-mengajar,
jadi silakan lanjutkan pelajaran tanpa perlu memikirkanku. Baiklah, terima kasih atas
kerjasamanya.”
Sebenarnya,
seharusnya tidak ada yang namanya pengamatan
pelajaran, dan biasanya aku
langsung mengajar sejak hari pertama, tetapi kali ini kebetulan ada kesempatan
ini. Aku harus memastikan agar tidak mengganggu pelajaran.
“Wah,
tingginya!”
“Wajahnya
kecil, gaya banget!”
“Bukannya ia
terlalu tampan, ya.”
“Pria
berkacamata, bisa jadi penyerang atau bertahan.”
Para
siswa menunjukkan berbagai reaksi. Mungkin mereka hanya penasaran seperti siswa
pindahan, tetapi aku memutuskan untuk menganggapnya dengan baik.
Namun,
aku berpikir bahwa penyerang dan bertahan itu adalah kebalikan, jadi apa
maksudnya? Mungkin aku akan bertanya pada Nene-chan nanti.
“Hei,
hei, semuanya,
tenanglah. Mari kita mulai pelajarannya.”
Setelah
itu, ketika pelajaran dimulai, para siswa berubah dan serius mengikuti tanpa
mengobrol. Sepertinya ini adalah ciri khas sekolah yang berprestasi.
Kadang-kadang,
ada tatapan yang mengarah kepadaku,
tetapi sepertinya itu tidak mengganggu pelajaran.
Tidak,
ada satu pengecualian. Aku merasakan tatapan Nene-chan yang terus-menerus menatapku di sudut pandangku. Sepertinya
dia tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran karena keberadaanku.
Aku juga
harus fokus pada pengamatan pelajaran Kohinata-san, tetapi aku tidak bisa
menahan perasaan seperti sedang menghadiri acara pengamatan pelajaran, yang
membuatku gelisah.
“Kalau
begitu, Fujisaki-san, apa kamu bisa menjawab ini?”
“Eh?
Umm...”
“Loh,
tumben sekali. Fujisaki-san tidak bisa
menjawabnya. Mari kita meminta Ichinose-sensei untuk menjawabnya.”
Kohinata-san
memanggilku dengan suara ceria seolah-olah dia memiliki ide brilian.
“Ya.
Dalam hal ini, terlepas dari nilai a, b > 0, jadi nilai a bisa berupa semua
bilangan real.”
“Ya,
benar. Hebat sekali, Ichinose-sensei.
Terima kasih telah menjawab meskipun aku
tiba-tiba memanggilmu.”
Huff,
aku senang bisa menjawabnya.
Karena
aku punya waktu untuk berpikir tentang soal setelah Nene-chan dipanggil. Jika
aku dipanggil secara tiba-tiba, mungkin aku akan bereaksi sama seperti
Nene-chan.
Saat aku
merasa lega, Nene-chan melihat ke arahku dan mengerucutkan bibirnya. Seharusnya
Nene-chan bisa menjawab tanpa kesulitan.
Sambil
memberi anggukan kecil, aku memohon
maaf di dalam hati.
Meskipun
ada sedikit kejadian tak terduga, pelajaran berjalan lancar setelah itu.
Pelajaran
Kohinata-san sangat rapi dalam menulis di papan dan penjelasannya mudah dipahami,
menunjukkan usaha yang jelas. Suasana di dalam kelas
juga baik, dan terlihat bahwa dia disukai oleh siswa-siswanya.
Setelah jam pelajaran selesai dan memasuki waktu istirahat, seorang siswa
menghampiriku.
“Senang bertemu denganmu,
Ichinose-sensei. Namaku
Fujisaki Nene. Terima kasih telah menjawab untuk diriku
tadi.”
Meskipun
kami sudah saling mengenal, dia mengucapkan selamat datang untuk
memperhatikanku. Aku juga tidak ingin merepotkan Nene-chan, jadi aku mengikuti
sikapnya.
“Senang bertemu denganmu juga,
Fujisaki-san. Kamu tidak
perlu berterima kasih, karena itu
bukan hal yang besar.”
“Tidak,
aku benar-benar berterima kasih.”
Hehe,
Nene-chan menutupi mulutnya sambil tersenyum, tapi kenapa matanya tidak tersenyum juga?
Mungkin itu hanya perasaanku saja...
Saat aku sedamh merenungkan hal itu, mungkin
karena ada satu siswa yang berbicara,
siswa-siswa lain mulai berkumpul di sekitarku dan berbicara bersamaan.
Aku
bingung melihat perubahan suasana dari yang serius saat pelajaran menjadi
seperti ini. Sepertinya mereka benar-benar bisa beralih dengan baik.
“Semuanya,
jika kalian semua berbicara sekaligus, Ichinose-sensei
juga akan kesulitan. Selanjutnya adalah pelajaran pindah. Mari kita bicarakan
lagi di waktu lain.”
“Atau
jangan-jangan, Kohinata-sensei cuma ingin menguasai Ichinose-sensei saja!”
“Hei,
hei, Ichinose-sensei, jika
kamu tidak mempunyai pacar, bagaimana dengan
Kohinata-sensei!?”
“Kalau
dengan Kohinata-sensei, aku merasa
dia akan menjadi lebih seperti adik perempuan ketimbang
kekasih~”
“Hah!
Apa yang kalian bicarakan!
Jangan menggoda orang dewasa~!”
Dengan
satu suara dari Kohinata-san, para siswa mulai berpencar
dan meninggalkan kelas sambil tertawa.
Kami juga
kembali ke ruang guru untuk mempersiapkan pelajaran berikutnya. Dalam
perjalanan, aku memanggil
Kohinata-san.
“Tadi itu pelajaran yang sangat bagus. Aku sangat terbantu, terima kasih.”
“Benarkah?
Mendengar itu dari Ichinose-sensei
sangat membuatku senang!”
Kohinata-san
tampak sangat senang, memegang materi ajar dengan erat.
“Tetap saja,
sepertinya kamu sangat disukai oleh siswa-siswa, ya?”
“Karena
usia kami terlampau dekat, jadi
mereka hanya menganggap remeh saja...”
“Kurasa
itu tidak benar, siswa-siswa mengikuti pelajaran dengan baik. Aku merasa iri karena kamu sangat begitu akrab dengan
muridmu.”
“Masa?”
“Iya.”
Aku
merasa ini semua berkat kebaikan hati Kohinata-san. Kurasa aku tidak akan bisa seperti
itu.
Setelah
itu, aku terus mengikuti pengamatan pelajaran dan mengajukan pertanyaan tentang
hal-hal yang menarik perhatian, sehingga aku bisa menghabiskan waktu yang
berarti.
Dengan
demikian, hari pertamaku sebagai
pengajar tidak tetap pun berakhir.
◇◇◇◇
“Arata-san, seharusnya kamu memberitahuku dulu kalau kamu datang sebagai pengajar
tidak tetap di sekolahku.”
Keesokan
paginya. Nene-chan yang membawakan bekal untukku, membuka pintu depan dan langsung
berkata demikian.
Sangat
jarang bagi Nene-chan untuk menunjukkan
ketidaksenangannya. Sebagai buktinya, alisnya berkerut dan
pipinya menggembung dengan imut.
Meskipun suasana hatinya tampak tidak senang, aku
merasa wajah marahnya tidak terlalu menakutkan,
jadi aku hanya tersenyum kecut saat menjawab.
“Kupikir jika aku memberitahumu lebih dulu,
mungkin kamu akan merasa tegang.”
“Mungkin
itu, ada benarnya...?”
Nene-chan
menempelkan jari telunjuknya di pelipisnya
dan bergumam.
“Kalau
aku diberitahu sebelumnya, mungkin aku tidak akan tenang sejak hari itu. Aku mungkin takkan bisa mengikuti pelajaran
dan tidak bisa melakukan
pekerjaan paruh waktu, bahkan mungkin tidak bisa tidur di malam hari.”
“Eh, sampai
segitunya?”
Aku
terkejut karena mungkin pengaruhnya lebih besar dari yang aku perkirakan.
“Habisnya!
Aku akan bersekolah di sekolah yang sama dengan Arata-san!
Aku sangat senang sampai-samapi
tidak sabar menunggu!”
Nene-chan
mendekatkan wajahnya ke arahku. Dia sudah sangat dekat sehingga hidung kami hampir saling bertabrakan.
Aku
merasa senang dia senang aku datang ke sekolah, tetapi kata-kata yang tepat di
sini adalah ini.
“Nene-chan,
kamu dekat sekali...”
“Ah,
maaf!”
Nene-chan
segera menjauh dan pipinya tampak
memerah, dia menutupi
wajahnya dengan kedua tangan sambil meminta maaf.
Untuk
menyembunyikan wajahku yang juga memerah, aku meletakkan punggung tangan di
dahi dan berkata,
“Tidak sopan
rasanya untuk terus berbicara di pintu masuk, mari
kita masuk dan berbicara.”
Nene-chan
mengangguk kecil sebagai tanda setuju.
◇◇◇◇
Kemudian
kami berdua duduk di meja. Aku mulai makan
bekal sambil berbicara kepada Nene-chan yang duduk di sampingku.
“Apa
kamu ingat hari pertama kamu mengunjungi rumahku,
Nene-chan?”
“Tentu
saja aku masih mengingatnya. Nene membawa bekal, lalu
terkena hujan deras, jadi meminjam shower, dan saat kamu makan bekal, Arata-san menangis dan kemudian
pingsan, ‘kan?”
“Ya,
itu benar.”
Entah
kenapa, saat aku mengingatnya,
hanya ada bagian yang memalukan yang
terlintas di pikiranku.
“Bukan
yang itu, tapi saat Nene-chan
berangkat dari rumahku.”
“Nene
bilang 'Semangat ya' sebelum pergi, kan? Pasti kamu merasa tidak enak
karena diucapkan oleh yang lebih muda...”
Nene-chan
menunduk, tampak kecil dan cemas. Aku buru-buru
membantah dalam alur
yang tidak terduga ini.
“Bukan yang
seperti itu, aku ingat kalau aku merasa lebih lega
karena Nene-chan khawatir padaku.”
Syukurlah,
Nene-chan tersenyum seolah merasa lega. Setelah itu, dia menatapku dengan
bingung.
“Jadi
setelah kata-kata itu, kamu bilang 'Sampai jumpa besok', Nene-chan.”
“…Ah!”
Sepertinya
dia akhirnya menyadari. Meskipun sudah jauh dari tujuan, aku melanjutkan
penjelasanku.
“Saat
kamu bilang 'Sampai jumpa besok' dan benar-benar membawakan bekal
keesokan harinya, aku sangat terkejut. Jadi, saat aku memutuskan untuk menjadi
pengajar tidak tetap di SMA Amagamine,
aku terpikir untuk membalas sedikit padamu.”
“Jadi
Arata-san, itulah sebabnya kamu kemarin
bilang 'Sampai jumpa nanti' ya. Aku merasa itu agak aneh...”
Nene-chan memejamkan matanya dan
mengangguk seolah-olah dia baru mengerti.
Jadi, kemarin
itu adalah balasan dariku.
“Yah,
jadi begitu. Aku memang merasa kalau itu adalah tindakan yang
kekanak-kanakan.”
“Rasanya memang
mengejutkan melihat Arata-san
melakukan hal seperti itu.”
Nene-chan
tertawa sambil menutupi mulutnya.
“Ada
apa, Nene-chan?”
“Rasa
kecewa karena terkena tipuan itu ada, tapi lebih dari itu aku merasa senang.”
“Hm,
maksudmu bagaimana?”
Jawaban
yang diberikan membuatku sedikit bingung.
“Karena
balasan yang kekanak-kanakan seperti itu hanya bisa dilakukan jika ada hubungan
yang cukup baik atau saling percaya, jadi jika kamu melakukannya, aku berpikir
mungkin Nene bisa menjadi sosok seperti itu bagi Arata-san.”
“Kalau
dipikir-pikir, mungkin benar...”
Memang
benar, persis seperti yang dikatakan Nene-chan, melakukan balasan seperti ini
hanya mungkin terjadi karena adanya hubungan saling percaya. Jika melakukan hal
seperti ini saat baru bertemu atau ketika hubungan belum berkembang, pasti akan
menimbulkan kebencian dan menjauh.
Nyatanya,
orang yang bisa aku ajak melakukan hal seperti ini dengan santai hanyalah
Kyouhei, teman dari SMA dan juga rekan kerjaku
di perusahaan sebelumnya.
Saat aku berpikir untuk melakukan balasan
ini, aku menyadari bahwa rasa khawatir Nene-chan akan membenciku lebih kecil
dibandingkan rasa ingin tahuku tentang ekspresi terkejutnya.
Itu
adalah perasaan yang hanya muncul dalam hubungan yang saling percaya. Mungkin
tanpa sadar aku telah menganggap hubunganku
dengan Nene-chan seperti itu.
“Tapi,
karena Arata-san datang untuk mengamati pelajaran,
jadi Nene merasa tidak bisa menjawab,
dan itu sedikit mengganggu.”
“Begitukah?
Bukannya waktu itu kamu sudah
mengucapkan terima kasih di kelas,
‘kan?”
“Di
kesempatan itu aku memang bilang begitu.
Tapi sebenarnya, aku ingin menjawab dengan tegas di depan Arata-san.”
Mumumu, Nene-chan menatapku dengan
tatapan tajam. Belakangan ini, melihat berbagai ekspresi Nene-chan membuat
hatiku hangat.
“Walaupun
kamu tidak bisa tampil baik, tapi Nene-chan yang terlihat gugup di kelas kemarin sangat imut, dan aku senang bisa
melihatnya."
“Im-Imut...!?”
“Selain
itu, aku tidak bisa menahan senyum saat
melihat Nene-chan tampak tercengang saat aku menyapa di upacara pagi.”
Aku kembali tersenyum sedikit saat mengingat momen kemarin.
“Jadi
itu juga terlihat... Arata-san,
kamu berpikir dengan mengatakan hal-hal seperti itu, Nene akan kembali ceria,
kan?”
“Tidak,
aku hanya mengungkapkan apa yang kupikirkan kemarin.”
“...Duhh.”
Entah
kenapa, jika itu membuat Nene-chan kembali ceria, itu merupakan hal yang baik. Dengan sikap serius yang berbeda
dari sebelumnya, Nene-chan mulai berbicara.
“Ngomong-ngomong,
di sekolah, ita seharusnya memperlakukan satu sama lain seolah-olah kita baru
pertama kali bertemu, kan?”
“Ah,
iya. Aku ingin menghindari Nene-chan ditanya-tanya oleh siswa lain atau membuat masalah karena aku mengenalmu. Itulah sebabnya aku sangat
terbantu karena kamu bersikap seolah baru bertemu saat
itu.”
“Nene
sih tidak apa-apa, tapi sepertinya Arata-san
yang akan menghadapi banyak masalah.”
Nene-chan
tampaknya bertindak dengan mempertimbangkanku saat itu. Dia memang anak yang baik.
“Terima
kasih. Oh, aku sudah meminta Kohinata-sensei untuk tidak memberitahukan orang
lain, jadi kamu bisa tenang.”
Kohinata-san
tahu bahwa aku dan Nene-chan saling mengenal karena kami kebetulan bertemu saat
berbelanja di mal. Jadi, aku sudah memintanya
untuk menjaga rahasia itu. Kohinata-san juga mengangguk setuju, ingin
menghindari kekhawatiran yang tidak perlu dalam kehidupan sekolah.
“Nene
juga pernah menunjukkan foto memasak bersama Shin-san kepada dua temanku, dan
mereka menyadarinya, jadi aku minta mereka untuk tidak memberitahukan orang
lain.”
“Terima
kasih, itu sangat membantu.”
“Dua
orang itu mungkin akan bersemangat dan mendekati Arata-san,
jadi Nene minta maaf duluan, ya?”
Aku
penasaran tentang teman-teman Nene-chan. Berdasarkan
cara penyampaiannya, sepertinya mereka adalah anak-anak yang
ceria, sangat berbeda dengan Nene-chan. Namun, karena mereka berteman baik,
mereka pasti juga anak-anak yang baik.
Lebih
dari itu, ada satu hal yang ingin aku tanyakan.
“Jadi,
kamu pernah menunjukkan fotoku
kepada kedua temanmu itu?”
“Wah...!
Lu-Lupakan
yang itu!”
Nene-chan
mengeluarkan suara paling keras hari ini dan mengibaskan kedua tangannya di
depan wajahnya seolah-olah ingin
mengalihkan perhatian.
Mungkin
wajar bagi siswa SMA untuk menunjukkan foto saat menceritakan kejadian di hari
libur. Namun, dia terlihat sangat panik, dan karena aku sudah membuat Nene-chan
kesulitan kemarin, aku memutuskan untuk tidak bertanya
lebih lanjut.
“Ah, ngomong-ngomong!
Rasanya benar-benar aneh kalau aku memanggil
Arata-san dengan panggilan Ichinose-sensei.”
Dulu aku
dipanggil seperti itu saat aku mengajar Nene-chan, tapi sejak saat itu, hal itu
tidak pernah terjadi lagi.
“Iya juga,
aku juga merasa aneh memanggil Nene-chan dengan nama Fujisaki-san. Kita harus hati-hati agar tidak
salah menyebut nama di sekolah.”
“Ya,
benar.”
Aku menguatkan diri ketika mulai
memikirkan hal-hal ke depan.
Satu
kesalahan bisa memengaruhi kehidupan sekolah kita berdua.
“Kurasa sudah
waktunya aku berangkat, Araya-san, boleh aku meminta kopi?”
“Ya,
silakan.”
Aku
menyerahkan cangkir kopi yang sedang aku minum kepada Nene-chan.
Nene-chan
selalu meminta satu teguk kopi. Dia tidak terlalu menyukai rasa pahit, jadi satu teguk
sudah cukup untuk membangunkan semangatnya.
Setelah
berdiskusi tentang kehidupan sekolah yang akan datang, kami memutuskan untuk
berangkat dengan waktu yang sedikit berbeda supaya tidak terlihat oleh siswa
lain.
◇◇◇◇
“Baiklah,
pelajaran hari ini hanya cukup sampai
di sini.”
Bel tanda
berakhirnya jam pelajaran berbunyi, dan aku
mengumumkan akhir dari kelas.
Kelas
pertama ini membuatku tegang, tetapi aku berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Meskipun ini adalah pertama kalinya aku mengajar
di SMA setelah praktik mengajar, aku sudah memiliki pengalaman mengajar di
lembaga bimbingan selama kuliah, jadi aku tidak
sepenuhnya tanpa pengalaman. Selain itu, melihat kelas kemarin sangat membantuku.
Selain itu, sikap siswa di SMA
Amagamine sangat baik karena tidak
ada siswa yang mengganggu proses pembelajaran, sehingga suasana mengajar
menjadi lebih nyaman dan kondusif.
Namun, itu hanya pendapat dari sisi guru, dan
terpisah dari apakah siswa merasa pelajaranku mudah dipahami atau tidak. Aku
harus terus mencari cara untuk memberikan pengajaran yang lebih baik.
“Jika
ada sesuatu yang tidak kalian mengerti, silakan bertanya
setelah ini. Sensei akan berada di ruang guru setelah
pelajaran.”
Meskipun
aku adalah guru tidak tetap, aku tidak langsung pulang setelah kelas selesai.
Aku tetap di ruang guru untuk membaca dokumen pengganti dan melakukan
penelitian materi ajar.
Gaji guru
tidak tetap ditentukan berdasarkan jumlah jam mengajar, jadi gaji yang diterima
tidak terlalu besar. Oleh karena itu, guru tidak tetap diizinkan untuk memiliki
pekerjaan sampingan, dan banyak yang bekerja di beberapa sekolah atau melakukan
pekerjaan paruh waktu lainnya.
Namun,
saat ini aku hanya
fokus pada pekerjaan sebagai guru tidak tetap untuk meningkatkan diri dan
mengevaluasi kemampuanku. Meskipun begitu, aku tidak merasa khawatir secara
finansial berkat tabungan dan investasi yang telah aku lakukan.
“Sensei!
Boleh aku bertanya?”
“Sensei,
Miu juga boleh bertanya, ‘kan?”
Ada dua
siswi yang mendekat, satu dengan rambut
pirang keriting yang mencolok dan satu lagi dengan rambut pink yang diikat dua.
Meskipun sekolah ini membebaskan
pakaian dan gaya rambut muridnya,
mereka berdua tetap terlihat
mencolok. Kalau tidak salah,
mereka adalah Nakamura-san dan Yokoyama-san. Aku sudah memeriksa daftar urutan
tempat duduk sebelum pelajaran dimulai, jadi aku yakin kalau tebakanku benar.
Aku merasa
terkesan karena mereka langsung datang untuk bertanya
setelah jam pelajaran selesai. Mungkin ada yang
tidak dimengerti dari pelajaran hari ini. Atau mungkin pertanyaan tentang
masalah lain untuk ujian.
Meskipun aku masih baru, dari sudut pandang siswa,
aku adalah guru, jadi aku bersiap untuk menjawab pertanyaan apapun.
“Ada
yang ingin kalian tanyakan?”
“Kalau boleh
tahu, umur Sensei tuh berapa?”
Aku
terkejut dengan pertanyaan yang tidak terduga ini.
“Umur?
Hmm...”
“Oh,
Miu juga yang ingin menanyakan itu!”
Sepertinya
itu bukan pertanyaan tentang
pelajaran. Meskipun ini sekolah yang fokus pada akademis, mereka tetap terlihat
seperti siswa SMA.
Kemarin,
aku langsung pindah untuk kelas lain karena Kohinata-san, dan tidak ada kelas
berikutnya, jadi aku memutuskan untuk sedikit bergaul dengan siswa.
“Tahun ini
aku menginjak usia 27 tahun.”
“Wah~~, padahal
hanya selisih empat tahun dengan Kohinata-sensei, tapi Ichinose-sensei terlihat sangat dewasa!”
“....Begitu, jadi kita selisih sembilan
tahun.”
Nakamura-san
menggumamkan sesuatu, tetapi suaranya
tertutup oleh Yokoyama-san yang berbicara dengan keras.
Melihat
situasi itu, siswa-siswa yang tertarik mulai berkumpul.
“Sensei,
badanmu tinggi sekali!
Tingginya berapa?”
“Tinggi
badanku 186 cm.”
Begitu
aku menjawab, para siswi di sekitarku bersorak. Siswa SMA memang penuh semangat.
“Sebelum
jadi guru, apa kamu bekerja di tempat lain, sensei?”
“Pekerjaanku yang sebelumnya adalah
programmer."
“Katanya
ia programmer!” “Cocok banget!”“Sangat keren!”
Sejak
saat itu, berbagai macam pertanyaan terus dilontarkan padaku, seolah-olah rasa penasaran mereka tak pernah padam.
“Apa makanan
favoritmu, sensei?”
“Oh,
mari kita tebak!”
Sebelum aku
menyadarinya, pertanyaan itu
berubah menjadi permainan tebak-tebakan.
“Apa
hamburger?”“Tidak,
pasti daging rusa panggang yang stylish!” “Atau
makanan Thailand?”
“Hmm,
semuanya salah.”
Melihat
siswa-siswa yang berbicara ceria, aku pun ikut berkelakar. Saat itu, di tengah keramaian
kelas, terdengar suara yang jelas dan merdu.
“Ichinose-sensei sepertinya menyukai
nikujaga.”
Semua
orang langsung menoleh ke arah suara itu, dan ternyata itu adalah Nene-chan. Angin yang masuk melalui jendela
mengibaskan rambut hitam dan merahnya.
Setelah
itu, tatapan siswa-siswa kembali ke arahku, seolah-olah ingin memastikan apakah jawaban
Nene-chan benar.
“It-Itu benar.”
“Nikujaga,
ya, itu klasik!” “Keren sekali, Fujisaki-san!” “Kamu
berhasil menebaknya!”
Terlepas
benar atau tidaknya, Nene-chan sudah tahu jawabannya, jadi itu
tidak adil.
“Baiklah,
pertanyaan selanjutnya! Apa hobimu, sensei?”
“Berjalan-jalan
di museum seni!” “Sepertinya ia suka pergi ke konser klasik!” “Pasti
di rakugo!”
Siswa-siswa
memberikan jawaban masing-masing, tetapi semuanya salah.
Di tengah semua itu, Nene-chan menjawab dengan
senyum percaya diri.
“Anime,
iya ‘kan?”
“Benar...”
Aku
menahan diri untuk tidak mengernyitkan wajahku saat mengeluarkan suara. Selama ini, aku tidak memiliki
hobi khusus, tetapi sekarang aku sering menonton anime dan membaca manga yang
direkomendasikan oleh Nene-chan.
“Wah,
tidak terduga!” “Pria
tampan yang baik hati untuk para otaku, terima kasih!” “Fujisaki-san
berhasil menebaknya lagi!”
Jika dia
terus menerus menebak dengan benar, itu akan terlihat tidak wajar. Jadi,
Nene-chan, aku harap kamu tidak terlalu mencolok.
Apa dia masih
menyimpan dendam karena balasanku
kemarin? Aku pikir semuanya sudah selesai.
Serangan
pertanyaan dari siswa-siswa terus berlanjut sampai bel berbunyi dan guru untuk
kelas berikutnya masuk.
Sementara
itu, Nene-chan terus memberikan jawaban yang benar, dan aku merasa gugup di dalam hati.
Apa
hidupku sebagai guru akan baik-baik saja ke depannya?
Semoga saja semuanya berakhir dengan
tenang...
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya