Bab 1 —Apa Yang Harus Dituju Oleh Tomonari Itsuki
Bagian 2
(Sudut
Pandang Hinako)
Pada hari
ini, Konohana Hinako telah bersiap sepenuhnya.
——Aku ingin
membuat hati Itsuki merasa cenat-cenut.
Dia
sangat ingin membuat pria yang tidak
peka ini menyadari dirinya. Itulah yang sangat dipikirkan dirinya.
Pesta teh
hari ini telah mendorong Hinako. Memang benar, akhir-akhir ini Itsuki tampaknya sering diajak
bicara oleh para gadis, tapi dia
tidak pernah menyangka akan sampai sejauh
ini.
(Jika
dibiarkan terus berlanjut,
seluruh dunia akan menyadari pesona Itsuki...!)
Di dalam
otak Hinako yang penuh imajinasi, Itsuki sedang dikerumuni seratus wanita sambil memiringkan gelas anggurnya dan tertawa “hahaha”. Masa depan seperti itu tidak
boleh dibiarkan terjadi.
Baru beberapa saat yang lalu, Hinako
membaca manga yang dia pinjam dari Yuri untuk
mempelajari strategi kali ini. Itsuki mendatangi
kamarnya saat dia sedang membacanya, jadi dia terburu-buru menutup manga itu.
Untungnya,
Itsuki sepertinya belum mengetahui isi manga tersebut. Oleh karena itu, rencananya tidak akan mengalami hambatan apapun.
Sekarang
saatnya untuk melaksanakan rencana tersebut—
“...Baiklah!”
Hinako
yang telah berganti pakaian renang, berjalan dengan penuh semangat menuju kamar mandi.
“Itsuki... Maaf sudah membuatmu menunggu."
“Ah, iya.”
Itsuki sudah lebih dulu masuk ke
dalam bak mandi.
Ia sedang
membaca sesuatu yang tampaknya seperti dokumen
sambil merendam kakinya di bak mandi.
“Itu,
laporan keuangan perusahaan? Kamu
bisa membacanya?”
“Ya.
Takuma-san memintaku untuk bisa
membacanya."
Laporan
keuangan itu adalah dokumen yang merangkum kondisi keuangan perusahaan.
Jika itu Itsuki
yang sebelumnya, ia tidak tahu apa-apa tentang laporan
keuangan, tapi sekarang tampaknya ia sudah bisa memahaminya.
Dia ingin
memuji kepolosannya, tapi Hinako tidak dalam suasana hati untuk itu.
...Lagi-lagi
kakaknya.
Lagi-lagi
kakaknya yang itu
mengganggu.
“Hmm...”
“Ah,
maaf. Sebaiknya aku tidak membicarakan Takuma-san
lagi.”
Itsuki tertawa canggung sambil
meletakkan dokumen itu. Melihat wajahnya, Hinako menyadari
bahwa dirinya saat ini sedang cemberut.
(Aku
harus bersikap dewasa. Aku harus bersikap dewasa. Aku harus bersikap dewasa.
...Baik!)
Setelah
mengingatkan dirinya sendiri tiga kali dan
mengesampingkan kejengkelannya kepada kakaknya, Hinako
duduk di samping Itsuki.
“Ah,
um... Hari ini aku merasa lebih lelah dari biasanya~...”
Hinako
berkata demikian sambil mencuri-curi pandang ke arah Itsuki.
“Aku ingin
kamu membersihkan tubuhku juga~...”
“...Eh?”
Badan Itsuki
seketika membeku.
“Tidak,
maksudku, kita sudah berjanji untuk membersihkan badan
sendiri-sendiri, ‘kan?”
“Tapi,
hari ini aku benar-benar merasa Lelah, tau~...”
Ucap
Hinako sambil diam-diam mendekati Itsuki sedikit demi sedikit.
“Bisakah
kamu... membersihkan tubuhku~?”
Hinako
menatap Izuki dengan pandangan memohon.
Wajah Itsuki sedikit memerah.
Berhasil...!
Merasakan
dampaknya, Hinako pun memutuskan untuk menyerang lebih jauh.
“Di-Di sebelah sini
juga... aku ingin kamu membersihkannya~?”
“Tunggu!?”
Hinako
berkata sambil sedikit menyesuaikan tali di bahu baju renangnya.
Setelah mendengar
itu, Itsuki jelas-jelas terlihat gugup.
Tapi,
Hinako juga tidak bisa tetap tenang.
(Ap-Apa aku menyerangnya terlalu
keras...?)
Di dalam manga shoujo biasanya seperti ini,
tapi mungkin itu terlalu cepat baginya.
Aneh...
Di dalam pikiran Hinako, dia
seharusnya sudah menatap Itsuki
dengan senyum menggoda yang dewasa. Tapi pipinya malah memanas, seperti baru
saja keluar dari air panas.
Bagaimana
dengan reaksi Itsuki...?
Hinako
mengamati ekspresi Itsuki dengan gugup,
“....Itsuki?”
Itsuki
mengalihkan pandangannya dengan
wajah yang sangat serius seperti
patung dewa pelindung di sebelah kanan.
“Hinako,
ada hal penting yang ingin kubicarakan.”
“...Hm?”
Itsuki
tiba-tiba berkata dengan wajah yang terlihat sedang berusaha kerasa menahan emosi yang hampir meluap.
Eh?
Reaksinya berbeda dari yang Hinako bayangkan...
“Itu...
sama sekali tidak senonoh.”
“Ti-Tidak senonoh...!?”
Donn!!! Terdengar suara keras di dalam
kepala Hinako.
Hinako
sama sekali tidak ppernah menyangka
akan mendapat reaksi seperti itu.
“Meskipun
terlambat, tapi wanita tidak boleh sembarangan memperlihatkan kulitnya. Ah tidak, sekarang
memang sudah terlalu terlambat untuk mengatakan itu...”
Itsuki
berkata demikian dengan wajah yang sangat canggung.
“Si-Siapa...”
Wajah
Hinako menjadi merah
padam dan tubuhnya gemetar.
“...Memangnya itu salah siapa!?”
Padahal aku
sudah berusaha keras karena Itsuki yang tidak peka...!
Hinako
mengembalikan tali bajunya ke posisi semula, lalu menghela napas untuk
meredakan kemarahannya.
“...Tolong,
cuci.”
Dia
mengatakan ini tanpa melakukan kontak mata dengan Itsuki.
"Rambutku.
Cepat, dicuci.”
“Ba-Baik.”
Itsuki dengan
ragu-ragu mulai
mencuci rambut Hinako.
◇◇◇◇
Itsuki
menuju ke kamar Hinako sambil membawa sebungkus keripik
kentang.
Setelah
menerima laporan dari salah satu pelayan bawahannya, Shizune diam-diam
mengikuti Itsuki yang sedang menuju
ke kamar Hinako.
Namun,
saat dia mengetuk pintu, tidak ada respon sama sekali dari dalam.
Apa
jangan-jangan mereka sedang mandi?
Dengan pemikiran seperti itu,
Shizune bergerak menuju kamar mandi. Di ruang ganti, terlihat pakaian milik
keduanya tergeletak.
Shizune diam-diam
mengintip ke dalam dan
menyaksikan apa yang
terjadi.
(Ojou-sama... itu terlalu
terburu-buru...)
Itsuki
sangat menyayangi Hinako. Oleh karena
itu, ia tidak akan melewati batas hanya dengan
rayuan ringan. Dalam hal ini, Shizune
sangat mempercayai Itsuki.
Jika
ingin benar-benar menjatuhkan Itsuki... mungkin akan lebih efektif jika
menciptakan suasana yang lebih serius dan berat. Selain itu, dia tampaknya
sangat lemah terhadap fakta-fakta yang sudah terjadi.
(...
Tidak, kenapa aku malah memikirkan
hal-hal seperti
itu?)
Sepertinya
dia sangat terguncang melihat pemandangan
yang aneh. Untuk menenangkan dirinya,
Shizune menjauh dari kamar mandi.
Ada manga shoujo yang tergeletak di atas tempat tidur Hinako. Dia
mengambilnya dan membaca isinya. ... Ah, begitu rupanya,
tampaknya kali ini Ojou-sama
mencoba meniru manga
ini.
Shizune tanpa
sadar menghela
napas sambil memegang keningnya.
Sepertinya
akan memakan waktu lama bagi Hinako
untuk menyadari perbedaan antara manga dengan
realitas.
Tiba-tiba,
ada panggilan masuk ke dalam ponsel Shizune.
Ketika dia melihat
layar ponselmua... Ah, ada masalah lain yang membuatnya ingin menghela napas.
Shizune
terpaksa menjawab panggilan tersebut.
“Ini
salah sambung.”
“Tidak,
tidak, ini
bukan salah sambung.”
Dia
hampir ingin memutus panggilan seketika itu juga, tapi
orang di seberang tidak membiarkannya.
Dia meyakini
kalau pria ini—Konohana Takuma— masih tersenyum dengan ringan
dan tidak peduli sama sekali.
“Lama
tidak berjumpa, Shizune. Bisa minta
waktumu sebentar?”
“Tidak
bisa. Berbeda dengan seseorang, aku
sangat sibuk.”
“Mengontrol
kesibukan juga termasuk pekerjaan, lho. Sebagai kepala pelayan, kamu harus lebih pintar
mendelegasikan tugas.”
Meskipun Shizune mengatakannnya dengan niat sindiran,
tapi Takuma malah
menanggapinya dengan serius.
Dasar pria
yang menyebalkan.
“Aku
membutuhkan data tertentu untuk pekerjaan,
tapi aku sedang di luar dan tidak bisa mengakses server pusat. Apa kamu bisa
mengirimkan daftar pelanggan dari D7 hingga D9 ke komputerku?”
“...
Baiklah.”
Jika dia
menolak, pria ini pasti akan meminta orang lain. Itu akan menambah beban
pekerjaan orang lain, jadi Shizune terpaksa menerima permintaan itu.
“Takuma-sama. Apa yang Anda rencanakan terhadap
Itsuki-san?”
“Pertanyaan
itu juga pernah ditanyakan Hinako sebelumnya.”
Setelah
menyadari bahwa Takuma adalah
pengamat Itsuki, Hinako curiga jangan-jangan kakaknya merencanakan sesuatu yang
tidak baik, dan dia pernah menghubungi Takuma
tentang hal itu.
“Itsuki-san
memainkan permainannya dengan baik....Jujur saja, ia berkembang lebih
cepat dari perkiraan. Oleh karena
itu, aku ingin tahu apa yang akan ia
capai selanjutnya.”
“Tapi,
game-nya akan berakhir dalam
sekitar tiga minggu lagi, kan? Meskipun laju pertumbuhannya luar biasa, hasil
akhirnya mungkin akan berakhir cukup biasa.”
“Aku tidak
sedang membahas soal game
manajemen saja.”
Ditambah
lagi, sepertinya hasil akhir dalam permainan pun tidak akan berakhir biasa-biasa saja.
Takuma pasti
memiliki firasat yang serupa,
sehingga ia sengaja menjawab dengan ambigu.
“Pada
akhirnya, kamu ingin menjadikan
Itsuki-san orang seperti apa?”
Setelah mendengar
pertanyaan itu, Takuma terdiam
sejenak.
Tumben
sekali. Orang ini terlihat kesulitan menjawab.
“...
Awalnya, aku berniat menjadikannya seorang serial entrepreneur.”
Serial
entrepreneur adalah istilah untuk pengusaha yang terus-menerus mendirikan
perusahaan baru. Mereka akan mendirikan perusahaan, lalu menjualnya setelah
mapan, kemudian menggunakan hasil penjualan untuk mendirikan perusahaan baru
lagi, dan terus begitu.
“Tapi
ternyata dia memiliki bakat berbisnis yang melebihi dugaanku. Jadi kupikir lebih
baik kalau tidak
usah mengambil cara yang berbelit-belit lagi.”
“Jadi
menjadi serial entrepreneur itu hanya salah satu
cara saja?”
“Ya.
Sebenarnya itu hanyalah
anak tangga untuk membuatnya belajar manajemen.”
Ah,
begitu rupanya. Memang, jika seseorang
mengalami pendirian dan penjualan beberapa perusahaan, kemampuan manajemennya
pasti akan terasah dengan baik.
Tapi
menyebutnya sebagai cara berbelit-belit
berarti...
Hal yang
diinginkan Takuma dari Itsuki bukanlah sekedar
membekalinya dengan pengetahuan manajemen yang luas.
“Jadi,
pada akhirnya, apa yang kamu inginkan
dari Itsuki-san ialah...”
“Ya....Aku ingin ia menjadi diriku.”
Kali ini Shizune mulai memahami sepenuhnya apa yang diinginkan Takuma dari Itsuki.
Itu bukan hal yang mustahil. Bahkan.... mungkin itu yang paling tepat.
Tanpa diragukan lagi Itsuki memang
cocok untuk bidang itu. Ia
pasti akan dapat berkembang dengan baik di sana.
“Bukannya itu rencana yang bagus?”
Takuma berkata dengan nada yang gembira.
“...
Apa kamu berencana
membuat duplikat dirimu sendiri?”
“Ya.
Bukankah itu ideal? Jika ada duplikat diriku di dunia ini, aku bisa mengerjakan
dua kali lipat pekerjaan. Mungkin aku bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya
kupikir tidak bisa kulakukan.”
“Itsuki-san
tidak akan menjadi seperti dirimu.”
“Hinako juga pernah mengatakan hal yang sama
padaku.”
Shizune mendengar
tawa kecil Takuma dari seberang telepon.
“Oleh karena
itu, Shizune. Bisakah aku meminjam Itsuki-kun pada
hari Jumat nanti?”
“Apa
yang ingin kamu lakukan?”
Takuma
menjawab kepada Shizune bertanya
dengan nada curiga.
“Kunjungan
sosial.”
◆◆◆◆
(Sudut
Pandang Itsuki)
Tiga hari
kemudian, hari Jumat.
Karena
hari Jumat adalah hari libur saat bermain game manajemen, jadi aku berencana untuk belajar di
kamarku di rumah. Namun, setelah sarapan, Shizune-san
memanggilku ke ruang kantor.
Dan di ruang
kantor sudah ada Takuma-san.
Tanpa
basa-basi lagi, Takuma-san langsung memberitahuku
bahwa ia ada urusan denganku.
Urusan
itu adalah...
“Kunjungan
sosial?”
“Ya.”
Takuma-san balas mengangguk.
“Aku
akan menghadiri rapat umum pemegang saham
untuk urusan pekerjaan, jadi kamu juga harus ikut.”
“...
Memangnya bisa semudah itu bisa
berpartisipasi dalam rapat umum pemegang saham? Jangan-jangan
kamu menggunakan koneksi aneh lagi?”
“Haha,
apa yang kamu
bicarakan. Kamu adalah
calon notaris, jadi kamu akan
mengikuti pelatihan di rapat umum pemegang saham, bukan? Kebetulan sekali trainee sepertimu memiliki
koneksi dengan perusahaan itu.”
Tampaknya
ia memang menggunakan koneksi anehnya lagi.
Akhirnya
aku juga akan memanfaatkan jaringan Takuma-san
yang luar biasa. ...Aku benar-benar minta maaf
jika ada orang yang merasa terganggu.
“Tolong
izinkan aku untuk bisa ikut
berpartisipasi.”
“Aku
sudah menduga kamu akan
mengatakan itu.”
Tidak ada
alasan bagiku untuk menolak tawaran ini, karena aku merasa kalau aku masih perlu belajar lebih banyak lagi.
“Jadi,
Hinako. Bisakah kamu berhenti
memelototiku terus?”
“...”
Hinako,
yang sedari tadi berada di belakangku,
terus menatap Takuma-san dengan
tajam.
Aku
datang ke ruang kantor bersama Hinako karena Takuma-san meminta kami untuk pergi
bersama, tapi Hinako tidak mengucapkan sepatah kata pun sejak tiba. Sebaliknya, dia terus menatap Takuma-san dengan pandangan yang tajam dan
menusuk.
“...
Jika kamu melakukan sesuatu yang aneh
pada Itsuki, aku tidak akan memaafkanmu.”
“Aku
tidak akan melakukan apa-apa. Karena aku berbeda
dengan Hinako.”
“A-Apa?!”
“Oh,
apa kamu benar-benar melakukan sesuatu?
Dari reaksimu, sepertinya itu terjadi baru-baru ini. Kemarin, dua hari lalu, tidak... jadi tiga hari yang lalu, ya?”
“A-A-Apa?!”
Takuma-san menebak-nebak sambil mengamati
reaksi Hinako.
Wajah
Hinako memerah seperti apel, dan dia membuka-tutup mulutnya.
Sepertinya
dia kembali mengingat kejadian di kamar mandi
tiga hari yang lalu. ... Aku juga merasa canggung.
“Bo-Bo...
Dasar bodoh...!”
Hinako,
yang kehilangan kendali emosinya, bergegas keluar
dari ruangan.
Khawatir
dengan keadaan Hinako, Shizune-san juga segera meninggalkan ruang
kantor.
“Kalau
begitu, ayo kita pergi.”
“...
Baik."
Seolah-olah
tidak terjadi apa-apa...
... Apa aku akan baik-baik saja? Apa aku mampu mengikutinya?
Dengan
perasaan cemas seperti itu, aku meninggalkan mansion
keluarga Konohana.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya