Chapter 1 — Fraksi
Bagian 1
Masa
pemilihan Ketua OSIS di Akademi Kekaisaran telah dimulai. Karena aku juga
terlibat dalam pemilihan, aku sudah mempelajari aturan pemilihan dengan baik.
Pertama-tama,
masa pemilihan berlangsung selama tiga belas hari, kecuali akhir pekan.
Meskipun berlangsung selama tiga minggu, sehingga bisa dibilang waktunya cukup
lama, jika dipikirkan sebagai periode untuk menentukan anggota OSIS yang akan
memimpin calon pengusaha dan politisi masa depan, mungkin ini wajar. Calon
ketua dapat melakukan kampanye pemilihan secara bebas selama tiga belas hari
ini dan bersaing untuk mendapatkan suara dari seluruh siswa.
Pada hari
pertama, setiap calon ketua OSIS biasanya memamerkan poster yang mereka buat
sendiri dan mengumumkan janji-janji mereka. Sepertinya sering juga menggunakan
selebaran. Lokasi pameran poster dan tempat untuk membagikan selebaran sudah
ditentukan sebelumnya.
Hari ini,
ketika aku masuk ke akademi seperti biasa, ada banyak siswa yang berkumpul di lantai
satu gedung sekolah. Semua orang jelas menunggu poster yang dipamerkan oleh para
calon ketua.
“Oh,
Tomonari dan Konohana-san.”
“Kalian
berdua, selamat pagi!”
Taisho dan
Asahi-san menyapa kami ketika mereka menyadari keberadaan kami. Aku dan Hinako
menjawab, “Selamat pagi,” dan mendekati mereka.
“Ada banyak
sekali orang yang berkumpul ya.”
“Yah, karena
tahun ini para calonnya sangat menarik sih.”
Ujar Taisho
sambil mengarahkan pandangannya ke papan poster.
Ada tiga
calon ketua OSIS. Dari ketiga calon tersebut, dua di antaranya adalah Tennouji
Mirei dan Miyakojima Narika. Keduanya adalah tokoh terkenal di Akademi Kekaisaran
yang setara dengan Hinako. Tennouji-san berasal dari keluarga yang sangat
berpengaruh dan sebanding dengan Grup Konohana, sedangkan keluarga Narika juga
merupakan salah satu yang terbesar di industri ini, ditambah lagi, baru-baru
ini mereka sangat aktif di sekolah.
Karena aku
telah menerima konsultasi tentang isi poster dari keduanya, jadi tidak ada
gunanya untuk melihat poster tersebut lagi di sini, tetapi melihat pemandangan ada
banyak orang yang memperhatikan poster yang mereka buat dengan sebagus mungkin
merupakan sesuatu yang mengesankan.
(...
Keduanya sudah jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali membuatnya.)
Aku merasa
senang bahwa usaha mereka terbayar. Poster yang pertama kali dibuat oleh Tennouji-san
terlihat sangat mencolok dan berlebihan, mirip seperti brosur diskon
supermarket.... Aku senang dia mau mengubahnya.
Poster
pertama yang dibuat oleh Narika terlalu banyak penjelasan, mencerminkan
sifatnya yang terlalu khawatir, dan dan informasi tambahannya lebih banyak daripada
isi utama. ... Aku juga senang dia sudah memperbaikinya.
Karena aku
pernah bekerja di bidang konsultasi dalam permainan manajemen, sepertinya
mereka berdua berkonsultasi denganku, tetapi jujur saja, aku juga tidak terlalu
paham tentang kegiatan pemilihan begini. Jadi, aku berusaha mencari informasi
dan memberikan saran secara objektif, tetapi ... yah, mungkin rasanya tidak buruk.
Saat aku
mengangguk dengan tangan disilangkan di belakang kerumunan orang-orang,
tiba-tiba....
“Tomonari-san!”
Tennouji-san
berjalan mendekat sambil memanggilku dengan suara keras.
“Berkat dirimu,
aku bisa membuat poster yang luar biasa!”
“Tidak, aku
tidak melakukan sesuatu yang istimewa ...”
“Tolong jangan
merendah begitu! Poster yang indah dan anggun ini benar-benar mencerminkan
kepribadianku yang bersinar!”
Tennouji-san
berkata demikian sambil melihat poster miliknya dengan senang hati.
Hinako dikenal
sebagai Ojou-sama yang sempurna, tetapi Tennouji-san
juga tak kalah sempurnanya. Tapi, hanya ada satu hal...
keinginannya untuk menjadi seorang gadis terhormat tidak bisa ditahan. Rambut
pirangnya dan cara bicaranya merupakan
akibat dari itu.
Oleh
karena itu, desain pertama posternya terlihat sangat
mencolok, tapi aku merasa tidak baik jika menghilangkan kepribadiannya, jadi
aku berusaha membuat suasana poster seanggun mungkin. Di paruh pertama
permainan manajemen, aku pergi mengunjungi
kedai teh yang elegan bersama Tennouji-san, jadi aku berusaha membuatnya
terlihat seperti sesuatu yang bisa dipajang di tempat seperti itu.
“Umm, Tennouji-san! Semangat ya!”
“Aku
akan memberikan suaraku untuk
Tennouji-san!”
Siswa-siswa
di sekitarnya menyuarakan dukungan mereka
kepada Tennouji-san.
“Terima
kasih. Mulai besok aku akan
melakukan pidato, jadi silakan dan mohon
dengarkan!”
Setelah
mengucapkan terima kasih dengan baik, Tennouji-san pergi. Gulungan vertikal rambut
pirangnya yang tergerai berkilau di bawah sinar matahari pagi, dan siswa-siswa
terpesona melihatnya tanpa berkata-kata.
“Itsuki!”
Aku berbalik
ketika namaku dipanggil lagi.
Narika mendekat ke arahku.
“Terima
kasih telah membantu hingga larut malam kemarin! Berkatmu, baik poster dan selebaranku mendapat tanggapan yang baik!”
“Begitu
ya, syukurlah kalau begitu.”
“Sama
seperti saat permainan manajemen, aku terkesan dengan ide-idemu, Itsuki.
Tidak kusangka kemampuan kaligrafi bisa berguna di sini.”
Narika melihat poster miliknya dengan
penuh kekaguman.
Karena
poster Tennouji-san dirancang untuk menonjolkan
kepribadian, aku berpikir tentang bagaimana Narika
juga bisa menunjukkan kepribadiannya. Kemudian aku
mengingat bahwa Narika
ahli dalam kaligrafi. Setelah berkonsultasi dengan guru wali kelasku, Fukushima-sensei, dia
mengatakan bahwa poster bisa ditulis dengan cara apa pun, jadi aku menyarankan
Narika untuk mencobanya dengan kuas.
Hasilnya,
poster yang sangat mencolok pun selesai.
Janji-janji
yang ditulis dengan indah membuat para siswa
terpaku.
“Miyakojima-san! Aku mendukungmu!”
“Onee-sama!
Aku pasti akan memberikan suaraku!”
Siswa-siswa
mendukung Narika.
“Terima
kasih. Umm, baiklah... aku akan berusaha untuk
memenuhi harapan kalian!”
Meskipun dia sedikit tertegun, Narika tidak merasa canggung meskipun
terpapar di depan umum seperti sebelumnya.
Setelah
Narika pergi, suasana di sekitar kami mulai sedikit
tenang.
Dan
kemudian—tatapan orang-orang di
sekelilingku secara serentak
tertuju padaku.
“Ugh.”
Aku
mengerti. Apa yang ingin dikatakan semua orang sudah
tersampaikan dengan jelas
melalui tatapan mereka.
—Kamu berada di pihak yang mana?
Aku belum
bisa menemukan jawabannya.
Aku
menuju ke dalam kelas
sambil memegangi perutku karena sedikit nyeri.
◆◆◆◆
“Haahhhhhh~~~~~~”
“Kamu
jelas-jelas kelihatan sedang bimbang ya, Tomonari.”
Saat aku menghela napas di dalam ruang kelas, Taisho dan Asahi-san datang menghampiriku.
“Calon
wakil ketuanya ada dua
orang termasuk kamu, ‘kan?”
“Sepertinya
begitu. Karena belum ada informasi, jadi
aku masih belum mengetahui tentang calon
yang satunya lagi.”
“Aku
mendengar ada beberapa
sedikit desas-desus. Aku
mendengar kalau calon wakil lainnya berasal dari kelas satu?”
“Eh,
masa?”
Desas-desus
itu belum sampai ke telingaku.
Siswa kelas satu mencalonkan diri sebagai wakil
ketua... itu cukup
ambisius.
Tai aku
tidak bisa meremehkan hanya karena dirinya lebih muda. Justru, siswa kelas satu itu pasti memasuki akademi ini dengan cara yang
sah, berbeda denganku. Secara jujur, aku pikir dia lebih unggul dariku.
“Bagaimanapun
juga, karena calonnya ada dua
orang, Tomonari juga perlu memenangkan pemilihan, jadi penting juga untuk menentukan di pihak mana
kamu berada.”
“…Ya.”
Aku
sedang bimbang menentukan hal itu.
Yang mencalonkan
diri bukan hanya calon ketua. Posisi dalam OSIS
terdiri dari ketua, wakil ketua, bendahara, sekretaris, dan urusan umum, dan
jika ada beberapa kandidat untuk masing-masing posisi, mereka akan menjadi
objek pemilihan.
Karena
ada dua calon wakil ketua, termasuk aku, sepertinya aku juga harus aktif untuk
meraih suara. Kali ini, aku juga terlibat secara langsung dalam pemilihan.
Kegiatan kampanye utama calon wakil ketua adalah
mendukung calon ketua. Artinya, bergabung dengan orang yang kamu anggap akan
menjadi ketua dan mendukungnya sebagai bawahan, tapi... alasan mengapa kegiatan
ini seperti itu berkaitan dengan aturan pemilihan.
Pemilihan
OSIS di Akademi Kekaisaran memberikan hak suara
kepada seluruh siswa, tetapi ketua yang terpilih mendapatkan suara khusus yang
disebut suara ketua. Suara ketua ini bernilai sepertiga dari total suara siswa.
Dengan
kata lain, ketua yang terpilih lebih mudah memilih anggota OSIS.
Dan di Akademi Kekaisaran, ada kebiasaan di mana
ketua yang terpilih memberikan suara ketuanya kepada calon wakil ketua yang
telah membantunya.
Oleh
karena itu, penting bagi calon wakil ketua untuk menentukan di pihak mana
mereka berada.
Pemilihan
OSIS di Akademi
Kekaisaran tahun ini memiliki
tiga kubu. Kubu Tennouji-san, kubu Narika, dan satu kubu orang ketiga yang belum pernah kulihat.
Singkatnya,
kegiatan kampanye calon wakil ketua adalah—menemukan calon pemenang dari ketiga kubu tersebut dan
mendukungnya.
Dengan
memberikan dukungan, sebagai imbalannya, mereka akan mendapatkan suara ketua.
Tentu
saja, hanya mengandalkan suara ketua saja tidak cukup, karena itu hanya
sepertiga dari total suara, sehingga dua pertiga sisanya akan mengalir ke
kandidat lain dan menyebabkan kekalahan. Oleh karena itu, aku harus menunjukkan
banyak kontribusi sebagai pendukung kepada banyak siswa dan mendapatkan
kepercayaan sebagai wakil ketua.
“Aku
mendukungmu. Aku akan memberikan suaraku padamu,
Tomonari.”
“Terima
kasih.”
Aku merasa
sangat berterima kasih atas dukungan tulus Taisho di tengah ketidakpastian
ini.
“Kamu juga
sama ‘kan, Asahi?”
Taisho
melihat ke arah Asahi yang berada di sebelahnya.
Namun,
Asahi tampak berpikir dengan ekspresi yang agak rumit.
“Asahi?”
“Eh?
Ah, iya! Tentu saja, aku juga... lebih memilih
Tomonari-kun.”
Melihat sikap
Asahi yang agak canggung, aku menghela napas pelan.
“Umm...
kamu tidak perlu memaksakan diri untuk
mendukungku, oke?”
“Ti-Tidak,
tidak! Aku benar-benar ingin mendukungmu! Aku juga akan memberikan
suaraku untuk Tomonari-kun!”
Meskipun
begitu, sikapnya terlihat aneh...
Namun, pada saat aku berpikir mungkin Asahi-san tidak akan memberiku suaranya,
aku tanpa sadar merasa bahwa aku bisa mendapatkan suara dari semua orang yang
biasanya selalu bersamaku. ...Aku harus merenungkan hal ini. Mengandalkan
kelemahan dan persahabatan adalah hal yang berbeda.
Pemilihan OSIS baru saja dimulai. Yang penting
adalah apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun, demi bisa melangkah maju... aku harus
memutuskan kubu mana yang akan aku pilih.
Apa aku
akan mendukung Tennouji-san atau Narika?
Aku masih
merasa gndah tentang pilihan ini...
“…Karena
kepalaku tidak bisa berpikir jernih, kurasa aku akan berjalan-jalan
sebentar.”
Masih ada
sedikit waktu sebelum pelajaran dimulai.
Aku
keluar dari ruang kelas dan
berjalan-jalan di koridor.
“Ara,
Tomonari-san.”
“…Suminoe-san.”
Saat aku berjalan menyusuri koridor, aku bertemu dengan
Suminoe-san yang baru saja tiba di sekolah.
“Periode
pemilihan dimulai hari ini, ya?”
“Be-Benar
sekali.”
Ketika aku melihat
senyumannya yang anggun dan mempesona, aku
bisa merasakan keringat dingin mengalir di punggungku.
Suminoe-san
terus tersenyum sambil bertanya.
“Tomonari-san,
kamu berencana untuk bergabung dengan kubu mana?”
“Itu...”
Aku
terdiam.
Melihatku yang terdiam, Suminoe-san menyipitkan tatapan matanya.
“Jangan bilang, kamu tidak berniat mengkhianati
Tennouji-sama, iya ‘kan?”
Tekanan
yang luar biasa.
Suminoe-san
terus-menerus menatapku hingga dia masuk ke ruang kelas.
Saat aku
menghela napas dalam-dalam sambil
memegangi perutku...
“Ah,
Tomonari-kun.”
Kita
mendekat dengan wajah khawatir.
“Kamu kenapa?
Sepertinya kamu sedang tidak
enak badan.”
“...Tidak,
aku baik-baik saja.”
“Syukurlah kalau
begitu. ...Kamu sedang berusaha menjadi wakil ketua, kan? Aku mendukungmu.”
“Terima
kasih.”
Sepertinya
semua usaha yang telah kulakukan selama ini membuahkan
hasil, karena ada banyak
orang yang mendukungku.
Namun,
Kita tidak kembali ke dalam kelas
dan menunjukkan sikap berpikir sejenak. Ia
kelihatannya ragu-ragu untuk berbicara.
Akhirnya,
setelah merasa ragu beberapa saat, dia
membuka mulutnya.
“Tomonari-kun,
kamu akan bergabung dengan kubu yang mana?”
“...Eh,
um.”
“Aku
tidak bermaksud memberi tekanan, tapi menurutku
Miyakojima-san adalah seseorang yang perlu didukung.”
“...Iya,
benar.”
Aku juga
berpikir begitu.
Aku memang berpikir begitu, tetapi...
◆◆◆◆
Saat jam istirahat makan siang.
Setelah aku selesai makan siang berdua bersama Hinako seperti biasa, Hinako menepuk-nepuk lututku.
“Kamu
mau tidur?”
“Mm.”
Aku langsung duduk bersila supaya Hinako bisa bersandar dengan
nyaman.
“Sshhh...”
Hinako
yang meletakkan kepalanya di atas lututku
segera tertidur dengan suara napasnya yang lembut. Meskipun suhu mulai dingin saat
senja tiba, suhu siang hari sangat nyaman. Jika tidak ada pikiran yang
mengganggu, aku juga ingin tidur siang bersamanya.
(...Haruskah
aku berkonsultasi?)
Aku
mengeluarkan smartphone dan melakukan panggilan. Aku tidak tahu apa dia akan
menjawab panggilanku pada
waktu seperti ini, tetapi panggilan segera tersambung.
“Ada
apa, Itsuki? Tumben sekali kamu meneleponku di jam-jam segini.”
“Maaf,
Yuri. Apa kamu punya waktu sebentar?”
“Ada sih, tapi apa ini pembicaraan yang penting?”
“...Iya.”
“Tunggu
sebentar. Aku akan pindah tempat.”
Bersamaan
dengan suara Yuri, terdengar keramaian dan suara orang berbicara. Sepertinya
Yuri juga sedang istirahat makan siang
di sekolahnya. Aku merasa sedikit rindu saat
mengingat suasana sekolahku yang dulu.
“Jadi?
Apa yang ingin kamu bicarakan?”
Suara
Yuri terdengar setelah dia
berpindah tempat. Suara ramai sebelumnya sudah tidak terdengar lagi.
“Aku
ingin berkonsultasi tentang sesuatu. Sekarang, kegiatan pemilihan OSIS di akademi ini sudah dimulai—”
Aku
menjelaskan situasi yang kuhadapi kepada Yuri.
Bahwa aku
menjadi kandidat wakil ketua OSIS. Demi
bisa menang dalam pemilihan, aku harus mendukung
seseorang dan berkontribusi. Namun, untuk melakukan
hal tersebut, aku perlu menentukan kubu mana yang kupilih...
“Uwahhhh~...
itu masalah yang terlalu mewah, ya.”
“Mewah, ya?”
“Karena maksudku, jika kamu mau, kamu bisa
bergabung dengan kubu mana saja iya,
‘kan? Biasanya yang terjadi justru sebaliknya, masuk
ke satu kubu saja sudah merupakan perjuangan.”
Setelah
mendengar hal itu, aku
memang merasa demikian...
“Maksudku,
kamu seriusan mau berkonsultasi mengenai hal itu padaku?”
"Tidak,
aku sudah memutuskan bahwa aku
akan berkonsultasi denganmu tentang
hal-hal penting dalam hidupku.”
“Apa-apaan itu?”
Yuri
tertawa kecil.
Sebenarnya
aku ingin berbicara langsung secara langsung
dengannya karena ini hal yang penting, tapi waktu yang kumiliki sangat terbatas.
Tentu
saja, semua itu salahku sendiri karena merasa bimbang ...
(...Jika
mengikuti cara seperti tahun-tahun sebelumnya, satu kandidat ketua akan
terisolasi.)
Ada tiga
kandidat ketua OSIS dan dua
kandidat wakil ketua OSIS. Ketika
masing-masing kandidat wakil ketua menemukan kubu mereka, salah satu kandidat
ketua akan terisolasi tanpa mendapat dukungan
dari siapa pun.
Aku tidak
ingin Tennouji-san
atau Narika diasingkan begitu.
Bukan
karena aku tidak ingin membuat mereka sedih, tetapi karena aku merasa bahwa mereka berdua tidak
seharusnya terisolasi. Baik Tennouji-san dan Narika adalah orang-orang yang luar
biasa. Karena keduanya terlibat dalam kegiatan pemilihan, aku ingin mereka
menunjukkan performa terbaik. Secara
pribadi, aku tidak ingin kegiatan mereka
terhambat karena kurangnya dukungan.
Walaupun
ada kemungkinan kandidat wakil ketua lainnya akan mencoba mendukung Tennoji-san
atau Narika, tetapi saat ini aku tidak mendengar pembicaraan seperti itu dari
keduanya, jadi kemungkinannya lumayan kecil.
Sudah
kuduga, apa ini pemikiran yang egois...?
“Bukankah
sebaiknya kamu
mengutamakan apa yang ingin kamu lakukan?”
Yuri
berkata dengan santai.
“Selama
itu masuk akal bagimu, tidak apa-apa. Aku sendiri selalu memikirkan tentang
diriku.”
“...Begitu
ya?”
“Ya.
Dalam kasusku, aku biasanya mengutamakan memasak.”
Bagi
Yuri, apa yang ingin dia lakukan adalah mengubah bisnis
restoran keluarganya menjadi jaringan waralaba.
Aku
mungkin perlu melihat diriku dari sudut pandang yang lebih
luas, bukan hanya fokus pada pemilihan OSIS
yang sudah dekat.
Tujuan yang
ingin kucapai dalam hidupku adalah—melindungi Hinako.
Menjadi
seseorang yang bisa mendukung para Ojou-sama
seperti Hinako, Tennouji-san,
dan Narika. Dengan kata lain, aku ingin menjadi sukses sebagai konsultan.
Dan suatu
hari nanti, aku
akan menjadi orang yang bisa berinteraksi dengan semua orang tanpa perlu
menyembunyikan identitasku.
Hal itu
mungkin juga pemikiran yang egois...
(...Jika
dipikir-pikir lagi,
semua orang memiliki alasan mereka
masing-masing untuk terlibat dalam pemilihan.)
Tennouji-san ingin melampaui Hinako.
Sedangkan Narika
ingin mengubah dirinya.
“Mungkin
pengabdian yang berlebihan bisa menjadi
baik, tapi dalam kasusmu, itu malah akan membuatmu terkurung dalam cangkang, ‘kan?”
Karena,
selama ini aku selalu begitu—.
Sejak aku menjadi pelajar SMA, aku
tidak pernah memikirkan apa yang ingin kulakukan. Selama liburan musim panas, Yuri pernah
menegurku. Aku memang tidak pandai menggunakan waktu untuk diriku sendiri.
Namun,
aku tahu bahwa jika terus seperti ini, aku takkan bisa melangkkah maju.
Jika aku
tidak secara aktif mendekati tujuan dengan kehendakku sendiri, aku akan tertinggal
oleh semua orang.
Dunia
yang kupilih adalah tempat yang keras seperti itu.
(...Aku sudah melupakan niat
awalku.)
Sama seperti Tennouji-san yang memiliki alasannya, dan Narika juga memiliki alasannya, aku juga memiliki alasanku sendiri untuk mengikuti pemilihan OSIS.
Di penghujung liburan musim panas, Takuma-san sudah mengatakannya padaku. Jika aku ingin menjadi
eksekutif di Grup Konohana di masa depan, aku harus
bergabung dengan OSIS di Akademi Kekaisaran—.
Sejak
saat itu, ada banyak
situasi yang berubah. Dalam permainan manajemen, aku membuka karierku sebagai konsultan, dan
menunjukkan kemampuan di bidang itu, mungkin ini sedikit di luar ekspektasi
Takuma-san.
Meskipun
rencana hidup yang kubayangkan saat liburan musim panas sedikit melenceng, tapi keinginanku masih tidak berubah.
Berdiri
di samping Hinako—.
Hanya itu,
cuma itu
satu-satunya mimpiku yang tidak akan goyah.
“......Terima
kasih. Aku merasa bisa melihat apa yang harus kulakukan.”
“Syukurlah
kalau begitu.”
Kami
berdua sama-sama terdiam.
Saat itu,
aku memiringkan kepalaku sambil bertanya, “Eh?”.
“Kamu
tidak akan mengatakan kalimat yang biasanya? Karena aku adalah kakak perempuanmu kalimat yang begitu...”
“......Aku
tidak akan mengatakannya.”
Yuri
menjawab sambil menghela dengan
napas berat.
“Aku
tidak akan kalah darimu... maupun bahkan dari
Konohana-san dan yang lainnya!”
Panggilan telepon kami pun terputus.
Aku penasaran, apa ada
perubahan dalam diri Yuri?
Namun,
ketika tidak ada lagi kalinat “Karena aku adalah kakak perempuanmu!” yang biasa dia ucapkan...
hal itu membuatku merasa sedikit kesepian.
Ini adalah perasaan egois dari diriku.
“......Ei~.”
“Uwah!?”
Tiba-tiba,
aku merasa kalau perutku
dicolek, dan suara aneh keluar dari mulutku.
“H-Hinako.
Kamu sudah bangun?”
“Sejak
tadi. ...aku tidak
mengganggu, ‘kan? Apa aku hebat?”
“......Iya, kamu hebat.”
“Nghehe...”
Karena sepertinya dia ingin dipuji, jadi aku mengelus-ngelus kepala Hinako, dan dia tersenyum
bahagia. Rasanya
seperti sedang mengelus kucing.
“......Pemilihan
OSIS itu berbeda dengan permainan manajemen.”
Hinako
berkata demikian sambil berguling-guling di pangkuanku.
“Jika
dalam manajemen, penting untuk meningkatkan kinerja beberapa perusahaan... namun cuma ada satu pemenang dalam pemilihan.”
Ketika
Hinako yang telah mengembangkan banyak usaha dalam permainan manajemen
mengatakan itu, entah kenapa kedengarannya
sangat meyakinkan.
Pemenang dalam pemilihan hanya ada satu. Jadi, secara logis, sulit
untuk menyeimbangkan keduanya
secara bersamaan—.
“Tapi...
semuanya itu tergantung pada cara berpikir
Itsuki.”
Tataan mata
Hinako menatapku dengan serius.
“Entah acara
apa yang akan diadakan mulai sekarang.....menurutku semuanya itu terserah
padamu, Itsuki.”
“......Benar
juga. Seperti yang kamu katakan, Hinako.”
Hinako balas mengangguk dengan “hm”.
“Ngomong-ngomong,
apa arti pemilihan OSIS bagimu, Hinako?”
“Mm...
festival yang santai?”
Hinako menanggapi sambil memiringkan kepalanya. Pada
dasarnya, Hinako selalu menjadi pusat perhatian dalam
setiap acara. Oleh karena
itu, mungkin dia merasa senang karena memiliki posisi yang lebih
santai dalam pemilihan kali ini.
“Tapi,
aku benar-benar akan mendukung.”
Hinako
menegaskan bahwa dia bukan sekadar penonton.
“Baik
Itsuki, Tennouji-san,
dan Miyakojima-san....aku berharap kalau kalian
semua bisa mendapatkan hasil yang baik.”
Setelah mendengar
perasaan tulus Hinako, aku tidak bisa menahan senyumku.
Benar...
itu sangat benar sekali. Aku juga berpikir begitu.
Tanpa
sadar, aku mengelus kepala Hinako yang ada di pangkuanku.
“Hm?
Hm, hm... ngehehe...”
Setiap kali aku mengelusnya, senyuman Hinako semakin lebar dan santai.
