Gimai Seikatsu Volume 14 Chapter 12 Bahasa Indonesia

 

Chapter 12 — 12 April (Selasa) Ayase Saki

 

Aku menatap tajam ginger ale yang diletakkan di depanku. Acara penyambutan mahasiswa baru. Meskipun aku ikut serta, tapi aku bingung bagaimana caranya berinteraksi dengan mahasiswi baru lainnya dari sini. Aku benar-benar tidak cocok dengan acara semacam ini.

Di atas meja kayu panjang di izakaya, tersusun rapi piring-piring yang dipesan untuk makan dan minum sepuasnya. Untuk mahasiswa baru yang tidak bisa minum alkohol, ada satu teko teh oolong untuk setiap empat orang. Mungkin karena sebagian besar adalah perempuan yang baru lulus SMA, minuman selain teh oolong seperti jus jeruk dan ginger ale juga banyak. Sementara itu, para perempuan yang sudah lebih dari 20 tahun dengan santainya mulai dengan bir, lalu dengan cepat beralih ke koktail dan sour. Namun, aku tetap dengan minuman ginger ale yang kupesan di awal.

Ketika aku mengangkat wajahku dan melihat kursi kosong di hadapanku. Sejak awal, aku tidak mempunyai teman bicara. Aku tidak suka dikelilingi orang-orang yang tidak kukenal, jadi aku duduk diam di sudut meja, tetapi mungkin terlalu diam, sehingga dua kursi di depanku tetap kosong. Sementara itu, teman di sebelah kiriku terus terlibat percakapan hangat tentang lagu-lagu hits dengan teman di sampingnya, dan aku tidak bisa ikut mengobrol dengan mereka. Karena merasa tidak enak untuk mengganggu, aku hanya perlahan-lahan menikmati ginger ale.

Setelah menghabiskan minuman ini, aku harus memesan minuman baru. Tablet untuk pemesanan terletak di sisi meja yang jauh, dan aku tidak bisa mengambilnya tanpa meminta seseorang, tapi untuk meminta itu, aku harus bersuara keras, dan membayangkan akan menarik perhatian membuatku takut untuk berperilaku.

……Apa-apaan ini? Eh, emangnya aku punya sifat seperti ini ya?

Aku memikirkan hal ini sejenak. Dari mana perasaan takut ini berasal?

Dan aku menyadari. Itu karena aku berharap──.

Rasanya sedikit mengejutkan. Aku sebenarnya tidak berniat berharap pada siapa pun. Jadi, aku tidak peduli jika tidak ada yang berharap padaku. Namun, entah bagaimana itu telah berubah.

Di dunia ini ada orang-orang yang pantas untuk diharapkan. Meskipun tidak banyak yang akan membalas kebaikanmu dengan kebaikan lagi, tapi kemungkinan untuk bertemu dengan seseorang tidaklah nol. Setelah menyadari hal itu, duniaku menjadi lebih rumit.

Dulu semuanya jadi lebih sederhana. Aku berpikir bahwa jika aku bisa mendapatkan hasil, orang-orang akan diam. Dan demi mencapai hasil itu, yang dibutuhkan hanyalah usaha, bukan teman.

Saat aku sedang berpikir seperti itu,

“Aduh, maaf, aku terlambat! Terlambat!”

Suara ceria terdengar, dan dua mahasiswa baru muncul.

“Afma, afma! Oh, semua orang sudah mulai ya!”

Gadis yang berjalan di depan melambaikan tangan di depan wajahnya sambil mencari kursi kosong di depanku. Gadis yang mengikutinya di belakang tersenyum sambil menyentuh pinggang gadis yang meminta maaf itu dengan jarinya.

“Bukannya ucapan afma itu agak kuno, ya? Sebenarnya kamu lahir di era Showa, ya?”

Mereka sepertinya teman, berbicara santai saat mendekat.

“Eh, biasa saja kan. Keluargaku semua mengucapkannya!”

“Jadi semua orang di keluargamu dari era Showa, ya?”

“Eh? Mau berkelahi? Aku bisa meladenimu jika mau?”

Dia mengayunkan tinjunya maju mundur seperti petinju, tetapi bagaimanapun aku melihatnnya, dia terlihat seperti anak kecil. Memangnya dia bocil, ya?

“Lagian, Kyouka! Duduk lebih rapat, dong. Kalau tidak, aku tidak bisa duduk tau!”

Ditepuk dari belakang, gadis yang berjalan di depan akhirnya duduk di bagian paling belakang, tepat di depanku. Teman yang datang bersamanya juga duduk di sebelahnya.

Gadis yang duduk di depanku memiliki rambut oranye keabu-abuan.

“Ah…”

“Hmm?”

Gadis berambut oranye keabu-abuan—yang panggil Kyouka—menanggapi suaraku yang keluar tanpa sengaja dan mengangkat wajahnya. Pandangan kami bertemu.

“Ah, bukannya kamu gadis yang punya Mac!”

Eh. Jadi begitu caranya mengingatku?

“Ummm, iya. Itu… Aya, bukan, namaku Asamura Saki.”

“Saki-chan, ya. Kalau aku sih Kyouka. Ditulis dengan kanji bunga cermin, Kyouka. Kyouka dari cermin air. Panggil aku dengan namaku, ya.”

Dia berkata demikian dengan senyum lebar. Senyumnya yang tulus membuat hatiku hangat. Gadis yang duduk di sebelah Kyouka berkata,

“Wahh, gadis yang punya laptop Mac~ Baguslah, Kyouka sudah lama ingin bertemu denganmu, lho?”

Bukan hanya sekedar cara mengingat, tapi itu sudah menjadi sebutan.

“Oi, Mayu! Dibilangin jangan mengatakannya! Ah, maaf. Waktu itu aku jadi senang, ya. Karena kamu mahasiswa baru, aku pikir kita bisa bertemu lagi segera, tapi entah kenapa tidak bisa. Jadi, aku merasa aneh.”

“Senang?”

“Gadis ini menganggap Asamura-san sebagai master gyaru dan sembarangan mengagumimu.”

“Hei, hei, heu, Mayu! Bukannya kita sudah berjanji buat jangan mengatakannya!”

…Apanya yang master gyaru?

“Ehmmm, maksudnya apa?”

Kyouka-san mengalihkan perhatiannya dari gadis yang dipanggilnya ‘Mayu’ ke arahku. Dia mengangkat ibu jarinya dan mengulurkan tinjunya ke depanku.

“Hehehe. Yeay!”

“...Y-Yeay?”

Aku juga mengangkat tinjuku ke depan dengan ragu-ragu. Tinjuku bertabrakan dengan tinju Kyouka-san. Budaya macam apa ini? Aku tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Apa ini yang disebut benturan budaya?

“Rambut pirang Saki-chan tuh cantik banget, ya.”

“Ah... terima kasih?”

“Kenapa malah jadi pertanyaan?”

“Karena aku belum pernah mendengar itu sebelumnya.”

“Seriusan?”

Itu benar.

Karena SMA Suisei merupakan sekolah unggulan, jadi cuma ada sedikit gadis yang mewarnai rambut mereka dengan jelas sepertiku, dan banyak yang merapikan alis atau melakukan gaya rambut keriting yang mudah hilang dalam sehari, tetapi aku tidak pernah bergaul dengan orang-orang yang suka berpakaian modis seperti itu.

Aku selalu berusaha untuk dihargai sesuai dengan seleraku dalam berpakaian. Namun, jika diingat-ingat, pengalaman didengar secara langsung “cantik”...

“Kirasa tidak, sih.”

Mungkin Maaya atau.... Ryochin, Satou Ryouko, pernah mengatakannya. Tapi itu saja. Aku tidak ingat ada yang mengatakannya dengan begitu terbuka saat pertama kali bertemu. Tiba-tiba, aku teringat wajah teman-temanku dari masa SMA dan merasakan kerinduan.

Di sana adalah rumah. Izakaya ini adalah tempat asing.

“Tidak, tidak, tidak. Kamu keren banget tau! Mau dilihat dari mana pun, kamu adalah gyaru yang luar biasa!”

Aku tidak menyangka ada kata “luar biasa” yang disematkan pada gal.

“Begitu, ya?”

“Ya! Rambut pirang yang cantik, anting yang sesekali berkilau dari rambutmu. Bibirmu tidak terlalu mencolok, tapi terlihat lembap dan menggoda untuk dicium—”

Cium—. Aku merasa ungkapan itu tidak pantas keluar dari mulut sesama perempuan, jadi aku sedikit panik. Aku tidak pernah menilai penampilanku dari sudut pandang seperti itu.

“Dan, atasanmu yang satu bahu dengan banyak eksposur, ditambah dengan aksesoris rantai tipis yang menjuntai di dadamu itu sangat menarik perhatian! Keren banget! Cincin di pergelangan tanganmu seperti hiasan perak tipis yang dibuat oleh peri. Kuku-kukumu dicat dengan warna laut yang rapi, sudah pasti kamu adalah gal yang tidak akan malu ditampilkan di mana pun! Dan tetap memiliki kesan anggun dan intelektualitas yang mendasarinya. Ini adalah gyaru modern yang sedikit berbeda dari yang dulu. Saki-chan, kamu sempurna!”

Aku tak menyangka dia akan menggambarkan pakaianku dengan banyak ungkapan sastra. Mungkin seperti yang diharapkan dari Mahasiswi kampus Tsukinomiya.....?

Atau lebih tepatnya, jika dia sampai mengungkapkannya seperti itu, aku merasa bagaimana ini bisa menjadi alat pertahanan?

“...Terima kasih.”

Dari sudut pandangku, Kyouka-san lah yang terlihat lebih berani karena dia mengenakan pakaian yang menunjukkan kedua bahunya meskipun masih ada sisa-sisa suhu dingin di musim ini.

“Sepertinya gaya berpakaian Asamura-san berdampak besar baginya, jadi dia sudah lama ingin mengenalmu~!”

Teman di sebelahnya mengatakan itu dengan senyuman yang cocok dengan kata ‘anggun’, dan Kyouka-san jadi malu.

“Sudah dibilangin jangan dikatakan!?”

“Kamu tidak perlu menyembunyikan ketertarikanmu, oke~? Lagian, biasanya kamu lebih blak-blakkan, bukan?”

Aku juga sependapat. Aku teringat saat kami pertama kali bertemu dan dia tiba-tiba berkata, “Kamu aneh, ya?”. Saat menggunakan kata itu, orang-orang di sekelilingku biasanya mengatakannya setelah sedikit menjauh. Gadis itu aneh ya, kata mereka. Ya, orang-orang seperti itu sudah kutinggalkan.

Sebaliknya, sewaktu Kyouka-san bilang, “Kamu itu aneh, ya” aku merasa dia cuma bilang apa yang ada di pikirannya.

“Kamu ingin... mengenaliku?”

“Habisnya, baru pertama kalinya ada orang yang menyebutku keren!”

“Apa Kyouka sering disebut ‘imut dan seksi’?”

“Ya, benar. Itulah sebabnya aku jadi senang! Apalagi, orang yang mengatakannya jauh lebih keren dariku.”

“Arara~, kamu benar-benar terpikat, ya?”

“Hei, Saki-chan...”

Dia mengalihkan pandangannya dari temannya ke arahku dan mulai berbicara.

“Ayo berteman? Tidak, jadilah temanku!”

“Eh...”

Aku melihat Kyouka-san sekali lagi.

Aku sudah memikirkannya saat kami pertama kali bertemu, tapi menurutku gaya berpakaiannya itu cukup keren. Kesanku itu tidak berubah hingga hari ini.

Rambut panjang berwarna oranye keabu-abuan. Ujung-ujungnya sedikit keriting dan beberapa helai rambutnya dibiarkan menjuntai di depan tubuhnya. Anting-anting berbentuk bulan sabit berwarna emas yang agak besar. Ukuran yang asimetris di kedua sisi membuatnya menarik. Atasan yang dia pakai adalah baju model bahu terbuka yang memperlihatkan pundaknya yang kecokelatan. Pinggang gaunnya yang berpinggang tinggi diikat erat dengan ikat pinggang tipis. Bagiku, ini adalah “keren.”

“Berteman, maksudmu denganku?”

“Aku ‘kan sudah mengatakannya langsung di depanmu. Tentu sajalah!”

Aku perlu memastikannya lagi karena ini bukan kata yang biasa kudengar. Namun, aku merasa ini mungkin kesempatan yang bagus. Di kampus, kesempatan bertemu orang lebih terbatas daripada di SMA.

“Jika kamu tidak keberatan denganku...”

“Horee~!”

“Syukurlah untukmu, Kyouka.”

Teman yang duduk di sebelahnya berkata dengan nada santai dan lembut.

“Kamu ngomong apaan? Teman dari teman adalah teman. Saki-chan, gadis ini namanya Mayu. Ayo, perkenalkan dirimu!”

“Namaku Kaneko Mayu~. Panggil saja aku Mayu~, Asamura-san, boleh aku memanggilmu dengan panggilan Saki?”

“Ah, iya. Kamu bebas memanggilku sesuka hati.”

Kali ini aku melihat Mayu dengan serius. Kesan pertamaku padanya masih tetap sama, dia terlihat lembut dan anggun.

Aku masih tidak mempercayai kalau dia seumuran denganku. Dia memiliki aura yang lebih dewasa dan cara bicara yang tenang, suaranya yang alto sangat menyenangkan di telinga. Rasanya ada orang yang bisa jatuh cinta hanya dari suaranya. Dia mengenakan cardigan tipis berwarna biru langit (sekarang dilipat dan diletakkan di belakang), dan jika dibandingkan dengan Kyouka-san, dia tidak terlalu banyak menunjukkan kulit. Namun, ketika dia melepas pakaian luarannya, aku menyadari ukuran payudaranya yang menonjol di balik blusnya.

“Ehmm... baiklah. Senang bertemu denganmu, Mayu.”

“Mayu juga bertemu Saki-chan pada hari yang sama, ‘kan? Kami langsung cocok!”

Saat aku memahami kata-kata yang dia ucapkan dengan santai itu, suara aneh keluar dari tenggorokanku.

“Eh? Jadi.... kalian bukan teman lama?”

“Eh? Mana mungkinlah! Aku baru saja pindah ke Tokyo dari Fukuoka saat musim semi ini. Mayu tinggal di sini, jadi mana mungkin kami sudah saling kenal sebelumnya. Mustahil lah!”

Meskipun dia bilang mustahil, aku sama sekali tidak mengetahuinya. Tapi, aku tidak pernah menyangka mereka berdua bisa sampai sedekat ini setelah bertemu pada hari pendaftaran mata kuliah.

“Begitu...rupanya.”

“Mayu itu otaku, tapi kami klop banget!”

“Eh~ aku hanya maniak, bukan otaku kok~?”

Aku tidak mengerti perbedaannya.

Meski begitu, mereka berdua tampak baik, dan karena aku bisa terbebas dari situasi menyendiri, kami mulai membicarakan kehidupan kampus kami.

Sampai di situ semuanya baik-baik saja, tetapi suasana percakapan mulai mengarah ke arah yang aneh ketika Kyouka-san tiba-tiba bertanya di tengah makan, “Apa kamu punya pacar?”

“Eh?”

“Pacar maksudku. Atau bisa juga Sugar Daddy, deh. Intinya, apa kamu punya pasangan seksual?”

Aku sedikit bingung.

Tentu saja, sudah menjadi rahasia umum ketika para wanita berkumpul, pembicaraan tentang cinta biasanya dimulai. Terutama Ryochin sangat menyukainya. Sorot matanya berbeda. Tapi, gimana ya, baru pertama kalinya ada orang yang menanyakan begitu padaku.

“Kyouka, itu tidak sopan. Pasangan seksual itu bisa saja pacarnya atau Sugar Mommy. Kamu kurang pertimbangan~!”

“Repot banget! Tapi ya, itu tetap oke!”

Apanya yang oke? Apa maksudnya?

“Umm...”

“Ah. Maaf.”

Dia tiba-tiba meminta maaf. Kupikir dia menyadari bahwa itu bukan percakapan yang pantas dilakukan dengan seseorang yang baru saja dikenalnya.

“Jika kamu ingin bertanya kepada orang lain, seharusnya aku mulai dari diri sendiri, ‘kan? Karena itu bakalan tidak adil!”

“Benar juga. Kamu harus merenungkan itu, Kyouka.”

“Yah, maaf, maaf. Karena aku sudah jomblo sekitar tiga bulan. Aku kepengen banget punya pacar sejak datang ke sini. Meski sudah ngewe, tapi aku masih belum sampai ke tahap pacaran.”

“Hah?”

Bukannya urutannya terbalik?

“Sayang banget aku meninggalkan Yuuta di Fukuoka~. Tapi, mana mungkin aku meminta pemuda yang menjanjikan untuk datang mengejarku~. Senang rasanya melihat anak muda berusaha sebaik mungkin meskipun dirinya tidak terlalu mahir. Yuuta tuh imut banget~.”

Nama Yuuta membuatku terkejut. Tidak, tidak, tidak. Yuuta yang dimaksud bukan Yuuta itu.

“Begitu ya, jadi Saki-chan tidak suka cowok yang lebih muda ya?”

Bukan begitu maksudku.

Selanjutnya, Mayu-san mulai berbicara dengan santai. 

“Rasanya lebih mudah mempercayakan pada orang yang lebih tua dan berpengalaman~. Meskipun ada beberapa orang dewasa yang tidak tenang juga. Aku mendengar bahwa semuanya jadi lebih mudah jika pasangan kita, baik pria maupun wanita, lebih berpengalaman. Jika lebih tua, mereka akan membeli kondom tanpa merasa malu dan melakukannya dengan benar.” 

“Kalau dipikir-pikir lagi, dulu aku sering membelikannya waktu aku masih di sana. Kalau tidak kuberitahu, ia pasti langsung main genjot. Rasanya sulit banget mengajarkannya untuk menunggu. Setelah susah payah mengajarkannya, sayang sekali kalau harus melepaskannya. Tapi, aku benar-benar ingin bekerja di bidang hiburan. Jadi aku berpikir, ‘Kalau begitu, ke Tokyo saja.’” 

Dia mulai mengkhawatirkan sesuatu sendiri. 

Namun, berdasarkan apa yang kudengar, sepertinya mereka berdua sudah punya pengalaman saat SMA. Teman-temanku semasa SMA seperti Maaya tidak ada yang seperti ini. Aku bahkan tidak pernah melihat orang seperti ini di SMA Suisei. Hari ini adalah 12 April. Belum genap dua minggu sejak kami menjadi mahasiswa. Namun, tiba-tiba kedua orang ini sudah mengalami hal yang berbeda. 

Jangan-jangan... mungkin sebenarnya ada banyak gadis yang memiliki pengalaman seperti ini di SMA, tapi mereka semua hanya menyembunyikannya? 

“Jadi, apa kamu punya pacar?” 

Ugh....

“Punya, sih....” 

“Tuh, ‘kan! Aku sudah menduganya! Aku yakin dia punya. Dengerin tuh, Mayu, sudah kubilang, ‘kan!” 

Di samping Kyouka-san yang terlihat bangga mengatakan itu, Mayu-san bergumam pelan, “Memiliki pacar dan memiliki pasangan seksual itu dua hal yang berbeda, sih...” Jantungku berdebar kencang. Mayu-san melihat ke arahku dengan sedikit senyuman misterius... atau tidak? Sepertinya Kyouka-san yang sedang bersemangat tidak menyadarinya. (TN: Wkwkwkwk moralnya kagak ada yang bener teman barunya Saki ini :v) 

“Master gyaru memang hebat!” 

“Jangan panggil aku dengan nama julukan itu, tolong.” 

“Bos gyaru?” 

Aku semakin tidak menyukainya. 

Aku menggelengkan kepalaku. Jika aku menjawab setuju di sini, aku yakin kalau selama empat tahun ke depan mereka akan memanggilku dengan julukan Bos gyaru. 

Setelah itu, aku tidak bisa mengatakan bahwa aku bukan gadis berpengalaman, jadi aku terpaksa menyesuaikan pembicaraanku dengan Kyouka-san yang salah paham. Seharusnya aku jujur dan mengaku bahwa aku belum berpengalaman. Seharusnya aku mengakuinya saja bahkan jika harus melepaskan gelar master gyaru. Sebenarnya, aku bahkan tidak menginginkan gelar itu sama sekali.

Dan kemudian, meskipun belum berpengalaman, aku menghabiskan dua jam mendengarkan tanpa henti cerita 'pengalaman' dari dua teman yang baru saja kutemui.

Aku akhirnya sampai di rumah dalam keadaan kelelahan mental yang luar biasa dan berencana untuk segera tidur. Saat aku naik ke lorong di depan pintu masuk, Asamura-kun pulang dengan suara yang mengatakan, “aku pulang”

Aku begitu terkejut sampai-sampai jantungku rasanya mau copot. Reaksiku terlalu berlebihan. 

“Bikin aku kaget saja. Ternyata kita pulang hampir bersamaan, ya?” 

“Selamat datang kembali. Ummmm… Saki.” 

Sebelum aku sempat mengucapkan selamat datang kembali, dia sudah menyapaku lebih dulu, jadi aku buru-buru mengatakannya juga. 

“Ah, aku pulang──” 

Tepat saat aku akan menyebut namanya, perkataan Kyouka sebelumnya muncul dalam benakku, “Senang rasanya melihat anak muda berusaha sebaik mungkin meskipun dirinya tidak terlalu mahir. Yuuta tuh imut banget~.” Tidak, tidak, tidak. Yuuta yang itu bukan Yuuta yang ini. 

“Yuuta..... niisan.” 

Benar, Yuuta yang ini adalah Asamura-kun, kakak laki-lakiku. Berkat tambahan kata 'Nii-san' yang terburu-buru itu, entah bagaimana aku berhasil menenangkan jantungku yang berdebar kencang. Tidak, tidak, tidak. Yuuta yang ini adalah Yuuta yang belum berpengalaman. Ia juga bukan yang lebih muda. Meskipun hanya seminggu, ia jauh lebih tua dariku. 

Aku tidak pernah menyangka bahwa posisi sebagai kakak yang hanya berbeda seminggu ini akan menjadi pegangan kewarasanku. 

Aku pun segera menuju kamarku seolah-olah mencoba melarikan diri. 

Usia 18 tahun merupakan masa untuk mulai mempersiapkan diri menjadi dewasa. 

Menjadi dewasa berarti 'hal-hal seperti itu' juga semakin mendekat.

 


 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama