Chapter 3 — Keretakan Antara Kakak Beradik
Bagian 1
Hari keempat
masa pemilihan.
“Ngantuk
banget…”
“Maaf ya,
Hinako. Hari ini juga harus bangun pagi.”
Selama masa
pemilihan OSIS, Hinako datang lebih awal ke sekolah untuk menyesuaikan dengan jadwalku.
Aku khawatir dia akan tertidur selama pelajaran, tetapi sepertinya dia bisa
menyesuaikan diri dengan tidur lebih awal.
Setelah
berpisah dengan Hinako di ruang kelas, aku segera mengambil selebaran yang
sudah kusiapkan di dalam tas dan keluar dari gedung sekolah.
Saat aku
berpikir kalau hari ini aku akan mulai dengan membagikan selebaran…
“Tomonari-san,
bisa kita berbicara sebentar?”
Ada seseorang
yang memanggilku dari belakang, jadi aku berbalik.
“Suminoe-san,
ada apa?”
Suminoe-san
yang baru saja tiba di sekolah mendekat dengan ekspresi serius.
“Tentang
pelaksanaan berbagai kursus yang terdapat dalam janji kampanye Tennouji-sama…
apakah benar ada biaya pendaftaran yang sangat tinggi?”
“… Hah?”
“Ada
beberapa rumor yang beredar sejak kemarin sore. Tadi aku juga melihat beberapa
siswa sedang membicarakan hal tersebut saat berjalan di koridor.”
Kami ingin
pelaksanaan kursus etika yang dijanjikan oleh Tennouji-san dapat dilakukan
tanpa membebani siswa. Namun, ada banyak hal yang tidak bisa diputuskan tanpa
berkonsultasi dengan pihak manajemen akademi, dan rincian lebih lanjut tidak
bisa dibahas sampai terpilih.
“Itu sama
sekali tidak benar. Melaksanakan kursus yang membatasi peserta jelas
bertentangan dengan janji kampanye Tennouji-san…”
“… Benar
juga.”
Menjadikan
akademi tempat di mana semua orang dapat hidup dengan mulia—itulah janji ideal
yang diusung oleh Tennouji-san. Jika pesertanya dibatasi, impian ideal tersebut
akan hancur. Lagipula, jika siswa di Akademi Kekaisaran ini mengatakan “mahal,” jumlah harganya pasti sangat tinggi. Aku
tidak percaya kursus etika akan semahal itu.
Rumor aneh
memang bisa muncul. Saat aku berpikir begitu—.
“Ah,
Tomonari-kun.”
Kali ini
namaku dipanggil oleh Kita.
Kita
mendekat dan melihat wajahku dan Suminoe-san.
“Maaf, apa
kalian sedang sibuk?”
“Tidak,
tidak masalah. Apa ada yang ingin kamu sampaikan?”
Ketika aku
bertanya, Kita menunjukkan ekspresi canggung.
“Jadi, mengenai
salon yang ada dalam janji kampanye Miyakojima-san… ada rumor yang mengatakan bahwa
itu bersifat undangan, dan hanya siswa dari keluarga tertentu yang dapat
masuk…”
Aku bertukar
tatapan dalam diam dengan Suminoe-san.
Apa? Apa ada
rumor aneh yang beredar di pihak Narika juga?
“… Tidak ada
fakta seperti itu.”
“Be-Begitu
ya. Aku juga berpikir begitu, tapi…”
Kita
menggerakkan bibirnya dengan ragu.
“… Rumor ini
sepertinya sudah menyebar cukup luas.”
◆◆◆◆
Istirahat makan
siang. Tanpa sempat menghabiskan makan siang, rapat darurat dimulai di koridor
lantai dua gedung sekolah.
“… Jadi
begitu ya, reputasi buruk kita sudah menyebar.”
Pagi ini aku
sudah menyampaikan informasi dasar,
tetapi aku menjelaskan situasi kepada semua orang sekali lagi. Tennouji-san,
Narika, Kita, dan Suminoe-san
masing-masing mengakui masalah ini.
“Ya. Itulah sebabnya, aku sudah memperbaiki
isi pidato. Tolong diperiksa sekali lagi.”
Aku
memberikan naskah pidato yang sudah
direvisi yang aku buat dengan susah payah selama waktu istirahat kepada
keduanya. Mungkin kami tidak akan bisa menyesuaikan dengan pidato siang yang
dijadwalkan dimulai dalam tiga puluh menit, tetapi aku ingin mereka bisa
menyelesaikannya untuk pidato sepulang
sekolah. Aku juga sudah meminimalkan perubahannya.
“Maafkan
aku karena harus meminta kalian berdua untuk
bertindak cepat.”
“Apa boleh buat.”
“Benar.
Ini bukan tanggung jawab Itsuki.”
Aku sudah
memperkirakan mereka akan mengatakan hal itu, tetapi…
“Jika aku
menjelaskan semuanya dari awal, mungkin rumor semacam
ini tidak akan muncul. Mungkin aku terlalu fokus pada dampak.”
“Jika ada satu hal diuntungkan, maka hal lain akan dirugikan. Jika
kita hanya memberikan penjelasan rinci dari awal, pasti semua orang akan merasa
bosan.”
Berbeda
denganku, mereka berdua sama sekali tidak
goyah.
Namun,
aku justru merasakan tekanan dari situasi ini. Menurut berita
pemilihan pagi ini, Tennouji-san dan Narika
masing-masing kehilangan dukungan sebesar 2%, sementara Jouto berhasil meningkatkan dukungan
sekitar 5%. Jika
dilihat dari angkanya saja, sepertinya aktivitas Joto lebih sukses dibandingkan
aktivitas Tennouji-san dan Narika yang bermasalah,
namun hubungan sebab akibat dengan rumor tersebut tidak bisa diabaikan.
“Di
pidato berikutnya, kita akan menghapus rumor, ‘kan?
Jika demikian, aku juga berpikir tidak masalah.”
Terlalu
banyak berpikir bisa mengganggu semangat positif keduanya, jadi aku harus
berhati-hati…
Namun,
seharusnya hari ini mereka
berbicara tentang janji kampanye yang telah direvisi. Kami terpaksa menurunkan ritme
karena dikejar oleh rumor yang tidak berdasar.
“Secara spesifiknya, rumor sepert apa yang beredar?”
“Rumor
yang sangat dangkal.”
Suminoe-san
menjawab pertanyaan Tennouji-san
dengan ekspresi menyesal.
Aku sudah
menjelaskan tentang rumor bahwa biaya kursus etika sangat tinggi. Selain itu…
“Misalnya,
ada juga rumor bahwa pengajar tamu yang
diundang adalah orang yang memiliki hubungan dengan Grup Tennouji, dan mereka
hanya ingin menguntungkan diri mereka sendiri…”
Itu
terlalu dangkal.
Mana mungkin
Tennouji-san berpikiran
seperti itu.
“Selain
itu, jika dipikirkan dengan tenang, ada rumor yang
mengatakan bahwa rambut pirangnya
itu bukan warna asli…”
“I-I-I-I-I-Itu sama sekali tidak
benar desuwa!?”
Itu
adalah rumor yang cukup peka.
Atau lebih
tepatnya, bukannya itu
sudah tidak ada hubungannya dengan pemilihan OSIS…
“Kita
harus makan siang, jadi mari kita bubar dulu
untuk sekarang. Kita melanjutkannya lagu setelah sekolah.”
Rapat
darurat ditutup di sini. Kami sudah menghabiskan cukup banyak waktu. Pidato
tinggal dua puluh menit lagi. Seberapa banyak naskah pidato yang telah direvisi
bisa mereka ingat sampai saat itu?
Setelah
masing-masing dari kami bubar, saat aku hendak kembali ke kelas, aku menyadari
bahwa Asahi-san sedang memperhatikanku.
“Asahi-san?
Ada apa?”
“Ah, ehm… tidak, bukan apa-apa.”
Dia
terlihat tidak baik-baik saja, tetapi Asahi-san mengalihkan pandangannya dan
keluar meninggalkan kelas.
Apa dia
khawatir karena kami berbicara dengan serius?
(… Kurasa aku juga
harus bergabung dengan Hinako.)
Hinako
seharusnya sudah menuju ke gedung bekas OSIS…
tetapi karena dia gampang sekali tersesat,
aku sudah bilang padanya untuk berhenti jika dia merasa bingung.
Saat aku
keluar dari gedung sambil membawa
bento di tangan, aku menemukan Hinako. Setelah
memastikan tidak ada orang di sekitarnya, aku memanggilnya dengan nada suara
yang biasa.
“Maaf,
Hinako. Aku membuatmu menunggu.”
“Hmm…”
Ekspresi
Hinako saat dia menoleh menunjukkan bahwa dia tampak lebih lelah dari
biasanya.
“…… Apa ada sesuatu yang terjadi?”
“…… Tidak
apa-apa.”
Apa ada sesuatu yang terjadi saat dia menungguku?
Untuk
sementara ini, aku mulai berjalan menuju tempat biasa
kami.
“Apa kalian akan makan siang sekarang?”
Aku
dihampiri oleh seorang siswa laki-laki dengan rambut acak-acakan, dan aku
menghentikan langkahku.
“Jouto-kun…”
“Senang
bertemu denganmu, Tomonari-kun.”
Sepertinya
ia juga mengenali wajahku. Jouto
menyapa kami dengan ramah.
Ketika
aku mendengarkan pidatonya, aku tidak bisa melihatnya dari jarak jauh, tetapi
saat ia berdiri di dekatku, tubuhnya
lebih tinggi dari yang aku bayangkan. Apa ia juga berolahraga? Meskipun
rambutnya terlihat acak-acakan, jika dilihat lebih dekat, rahangnya terlihat
tajam dan memiliki fitur wajah yang menonjol.
“Boleh
aku berbicara sedikit dengan Konohana-san?
Sambil makan siang. Tentu saja, kamu
juga bisa ikutan, Tomonari-kun.”
Sembari
mengatakan itu, Joto mengangkat bento yang dipegangnya dengan ringan.
Akademi
Kekaisaran seharusnya ada kantin dengan koki-koki terbaik,
tetapi sepertinya Jouto juga
memilih bento seperti kami.
Aku
melirik Hinako, dan dia tampak lelah. … Aku juga ingin merapikan pikiranku, dan
sepertinya tidak akan ada waktu untuk berbicara lama. Maaf, tapi aku akan
menghindar.
“Maaf.
Kami ingin beristirahat dengan tenang selama waktu istirahat.”
“……
Begitu ya. Kalau begitu, setidaknya
izinkan aku berbicara selama tiga menit di sini.”
Tiga menit
saja, ya… pikirku, mau tak mau
aku merasa bahwa waktu tiga menit saja tidak masalah tapi ini
tergantung pada Hinako.
Hinako
mengangguk pelan. Jika dia terlalu
keras kepala menolaknya, itu
akan terasa tidak wajar, jadi tidak ada pilihan lain.
“Aku rasa
kamu sudah ditanya berkali-kali, tapi… kenapa kamu tidak mencalonkan diri
sebagai ketua?”
Ekspresi
Hinako sedikit tegang. Dari situ, aku menyadari alasan mengapa Hinako tampak
lelah. Dia pasti sudah ditanya mengenai
itu terus-menerus. Tanpa sepengetahuanku,
Hinako telah ditanya oleh berbagai siswa mengapa dia tidak ingin menjadi ketua.
Tentu
saja dia merasa terbebani…
Namun,
sekarang dirinya sedang di depan
umum. Dia tidak bisa meruntuhkan citranya sebagai
Ojou-sama yang sempurna.
“Aku menjawab kepada semua orang
dengan cara yang sama, yaitu karena urusan
keluargaku sibuk. Tidak ada alasan lain.”
Hinako
menjawab dengan lembut. Namun, Jouto
tidak mundur.
“Tapi, aku meyakini kalau Konohana-san
pasti bisa memimpin akademi ini ke arah yang benar lebih datri siapa pun. … Bisakah kamu
memikirkannya kembali?
Meskipun mencalonkan diri pada waktu seperti ini mungkin belum pernah terjadi
sebelumnya, seharusnya tidak ada masalah menurut aturan. Jika Konohana-san mencalonkan diri
sekarang, kamu bisa mengumpulkan suara.”
Oi, oi,
oi…
Jangan-jangan,
ia benar-benar menyuruh Hinako untuk mencalonkan diri sekarang…?
Jika dilihat
dari raut wajah Jouto,
sepertinya ia memang
serius.
Hinako
yang biasanya berperilaku seperti Ojou-sama
pun tampak kebingungan dengan ini.
Sepertinya
aku perlu memberikan bantuan…
“Karena orang yang mencalonkan diri
sebagai ketua adalah kamu sendiri,
bukannya peran untuk memimpin akademi
seharusnya diambil oleh dirimu,
Jouto-kun?”
“Itu…”
Tentu
saja, aku ingin menyerahkan peran itu kepada Tennouji-san atau Narika…
Ekspresi Jouto tampak gelisah, ia mengalihkan pandangannya tanpa arah.
“…… Aku
tidak yakin bisa melakukannya sebaik Konohana-san.”
Jouto
mengatakan itu sambil menatap lantai.
Eh, apa
yang barusan ia katakan…
Pernyataan
itu seharusnya tidak diucapkan oleh seseorang yang mencalonkan diri sebagai
ketua OSIS.
Bagaimana
jika orang yang mendukung Jouto
mendengar kata-kata ini?
“Aku merasa sangat tersanjung bahwa kamu memiliki ekspektasi yang tinggi
terhadap diriku.”
Hinako
sedikit menundukkan kepalanya.
“Tapi, aku juga memiliki banyak hal yang
harus dilakukan. Aku tidak
akan membiarkan diriku malas,
jadi tolong percayalah pada itu.”
“…………
Mengerti.”
Mungkin
karena melihat sikap Hinako, Jouto
merasa bahwa mustahil untuk terus meyakinkannya,
jadi dirinya mengangguk sambil
menggigit bibirnya.
Setelah
itu, Jouto melihat ke arahku.
“Tomonari-kun.
Aku rasa sulit untuk mendukung dua orang sekaligus, tapi semoga kamu berhasil.”
“……
Terima kasih.”
“Sepertinya
ada rumor aneh yang beredar sekarang. Jika diperlukan, aku akan memperbaikinya dalam
pidato.”
“Memperbaiki?
Jouto-kun yang akan
melakukannya?”
Seharusnya
kami bersaing untuk merebut kursi
ketua OSIS yang sama.
Meskipun
kami menginginkan persaingan yang adil, bukanlah
tindakannya terlalu baik?
Seolah-olah bisa membaca keraguanku, Jouto tersenyum dengan ragu.
“…… Aku hanya berpikir bahwa selama
akademi ini bergerak ke arah yang lebih baik, siapa pun yang menjadi ketua OSIS sama sekali tidak masalah.”
Jouto
berkata demikian dengan suara yang tidak bersemangat dan sikap
yang agak lemah. Mungkin dirinya
berpikir bahwa karena ia sudah melihat
gambaran besarnya, tidak
perlu baginya untuk melakukannya. Meskipun aku merasakan ketidaknyamanan dari
sikapnya yang terkesan seolah-olah
itu bukan urusannya, aku merasa pernah mendengar pernyataan itu
sebelumnya.
“Rintarou
juga pernah mengatakan hal yang serupa.”
“…… Apa
kamu pernah berbicara dengan Rintarou? Ya, ia
juga memiliki pemikiran yang mirip denganku.”
Jouto menghela napas
dalam-dalam.
“Maaf
telah mengganggu waktumu.”
Jouto kembali ke arah gedung
sekolah.
Aku dan
Hinako mengantarnya dengan tatapan.
“…… Aku
pernah sekali direkrut ke pihak sana.”
“Eh, masa…?”
Aku mengangguk
kepada Hinako yang terkejut.
“Tapi,
meskipun begitu…”
“…… Hmm.
Ada yang aneh.”
Sepertinya
Hinako juga merasakan ketidaknyamanan. Meskipun
ia berusaha merekrut orang lain, sikapnya
tidak terlihat terlalu aktif dalam pemilihan.
Sebenarnya,
sampai saat ini, bukan hanya soal keaktifan saja…
“…… Apa
Jouto benar-benar ingin menjadi
ketua OSIS?”
◆◆◆◆
Pagi
hari, hari kelima masa pemilihan.
Hari ini,
sama seperti biasa, aku berangkat lebih awal ke sekolah dan
memeriksa perubahan tingkat dukungan melalui berita pemilihan.
(……
Hampir sama dengan kemarin)
Tidak ada
perubahan besar. Tennouji-san memiliki 39%, Narika 35%, dan Jouto 26%.
Tingkat
dukungan yang diumumkan dalam berita adalah hasil penghitungan dari hari
sebelumnya. Karena tidak ada perubahan besar dalam kegiatan pemilihan kami dan
Jouto kemarin serta hari sebelumnya, bisa jadi alasan
penurunan tingkat dukungan yang diumumkan sebelumnya adalah karena rumor
buruk.
Namun,
rumor buruk yang beredar di sekolah seharusnya sudah bisa diatasi melalui
pidato kemarin. Saat istirahat siang dan sepulang
sekolah, aku mendengarkan pidato keduanya, dan mereka bisa menjelaskan dengan
baik bahwa rumor itu salah. Tingkat dukungan yang turun akibat rumor buruk
seharusnya kembali normal begitu diketahui bahwa itu hanyalah kesalahpahaman. Mungkin
besok dukungan mereka akan kembali ke empat puluh persen masing-masing.
(Apa yang
membuatku khawatir adalah… Jouto.)
Aku mulai
memikirkan banyak hal setelah pulang ke rumah
kemarin.
Jouto mungkin
sudah menyerah pada pertandingan ini. Tennouji-san dan Narika, keduanya merupakan orang terkenal di akademi. Jadi akan sulit baginya untuk mengubah tingkat dukungan
mereka.
Saat ini,
meskipun jarak dukungan menyusut karena rumor buruk, ini sulit untuk dianggap
sebagai kekuatan Jouto.
Jika Jouto memiliki ambisi untuk menjadi
ketua dengan cara apa pun, dirinya
pasti akan melihat rumor buruk ini sebagai kesempatan dan berusaha untuk
mengumpulkan dukungan secara aktif. Namun, Jouto
kemarin justru tampak bersimpati mendengar rumor buruk tentang kami.
“Tomonari-kun!”
“……
Kita-kun?”
Saat aku sedang membagikan selebaran di lapangan
sekolah, Kita berlari mendekat dari arah gedung sekolah. Sepertinya ia berniat
untuk mulai membagikan selebaran juga. Di tangannya ada tumpukan
selebaran.
“Ada
apa?”
“Rumornya masih belum berhenti sama sekali! Malahan jadi semakin banyak!”
Kepalaku
menjadi kosong seketika.
Rumor buruk tidak berhenti sama sekali? Kenapa…?
“…… Rumor macam apa yang beredar?”
“Katanya,
demi bisa mewujudkan salon,
kafe akademi akan dihancurkan. Dan… ada rumor bahwa semua janji kampanye Miyakojiima dibuat oleh
Tomonari-kun.”
Apa-apaan itu…?
Kita
menjelaskan lebih lanjut tentang rumor buruk yang didengarnya. Semuanya adalah rumor yang sama
sekali tidak beredar sampai kemarin.
“Tomonari-san.”
Suminoe-san
datang dengan ekspresi serius.
Dari
wajahnya, aku bisa menebak keperluannya.
“…… Apa
rumornya masih belum berhenti?”
“Ya.
Kemarin, seharusnya kami telah menangani rumor tersebut, tetapi kini ada rumor
lain yang beredar.”
“Bisakah kamu memberitahuku rumor seperti apa yang beredar?”
Isi rumor
yang diceritakan Suminoe-san benar-benar berbeda dari kemarin, dan ada berbagai
jenisnya. Seperti Narika, rumor buruk tentang Tennouji-san juga tampaknya baru
menyebar.
Cara
penyebaran rumor ini terasa tidak wajar. Seolah-olah keraguan yang sudah ada
berkembang menjadi rumor baru, bukan hanya sekadar memperbesar yang sudah ada.
Arah rumor ini tampak liar, dan jika semua ini adalah suara siswa, maka terlalu
tidak terarah.
Apa
mungkin setelah kami menangani rumor sebelumnya, tiba-tiba muncul banyak rumor
baru sebagai penggantinya?
Kemarin,
kami telah menyelidiki semua rumor yang beredar di akademi dan memperbaikinya
satu per satu. Aku tidak berpikir bahwa setelah kami memperbaiki, semua rumor
buruk akan hilang dalam semalam. Namun, mengapa saat ini, pada waktu yang sama,
banyak rumor baru yang muncul yang tidak ada sebelumnya?
“Ini…………”
Akhirnya,
aku memahami situasi dengan benar.
Ada
perasaan bahwa rumor ini disebarkan sedikit demi sedikit. Hal ini membuat kami
terus-menerus dikejar untuk menyangkal rumor, sehingga kami tidak bisa fokus
untuk meningkatkan kualitas pidato.
Situasi
di mana kami terpaksa terjebak adalah sesuatu yang diciptakan secara
sengaja.
“………… Ini
adalah kampanye negatif.”
Kampanye
negatif.
Dengan
sengaja menyebarkan citra negatif kekuatan
lawan untuk meningkatkan citra mereka sendiri secara
relatif. … Ini adalah strategi klasik dalam pemilihan.
Tiba-tiba,
aku teringat percakapanku dengan Takuma-san.
——Ngomong-ngomong, Itsuki-kun. Ada sesuatu yang dihilangkan dalam permainan manajemen. Apa
kamu tahu apa itu?
Ah…
aku jadi mengerti sekarang.
Kini, aku
menyadari.
Jawabannya
adalah――――strategi licik.
Sebuah
taktik untuk menjatuhkan orang lain.
Permainan
manajemen adalah pertarungan angka. Sistem membedakan antara apa yang bisa dan
tidak bisa dilakukan, dan itu menjadi aturan yang ketat.
Masalah
ketika Suminoe-san berusaha mengakuisisi perusahaanku, jika dilihat dari sudut
pandang seorang pengusaha, itu adalah strategi yang memiliki peluang sukses.
Itu adalah rencana untuk memperluas perusahaannya, bukan sebuah
konspirasi.
Namun
sekarang, hal yang
kuhadapi saat ini ialah――tindakan
jahat yang bisa dibilang sangat keji.
Aku
mengira semua siswa dari Akademi Kekaisaran
adalah orang-orang yang berperilaku baik, tetapi… apa pemikiranku itu terlalu
naif?
(…… Apa
Jouto yang
menyebarkannya?)
Sekarang
setelah aku menyadari bahwa ini merupakan upaya
kampanye negatif, pelakunya pasti dari pihak Jouto.
Namun, di balik banyaknya data rumor yang beredar, aku tidak bisa melihat wajah
Jouto.
Sepertinya, dalangnya bukan Jouto.
Ia
adalah orang yang menyarankan untuk menyangkal rumor kami dalam pidatonya.
Mungkin karena ia tidak bersemangat dalam pemilihan ini, atau mungkin dirinya terlalu baik hati, bagaimanapun
juga, aku tidak bisa membayangkan dirinya
sebagai pelaku dari kampanye negatif ini.
“Tomonari-kun,
ada apa?”
Ketika namaku dipanggil, aku mengangkat wajahku
dan melihat Asahi-san yang tampak bingung menatapku.
Asahi-san
membawa tas. Sepertinya dia baru saja tiba di sekolah. Di tengah jalan menuju
gedung sekolah, dia melihat kami yang memancarkan suasana berat di sudut
lapangan, dan tampaknya dia peduli.
“Asahi-san,
sebenarnya…”
Karena dia
memiliki koneksi yang luas, mungkin Asahi-san bisa memberikan
pendapat yang baik tentang bagaimana menangani kampanye negatif ini. Dengan
pikiran itu, aku menjelaskan situasinya kepada Asahi-san.
Bahwa hari
ini, rumor buruk baru telah menyebar. Dari
situasi yang ada, kemungkinan besar kami sedang diserang dengan kampanye
negatif oleh pihak Joto.
Setelah
menjelaskan secara singkat…
“……!”
Wajah
Asahi-san berubah pucat karena terkejut.
Reaksi
itu membuat kami juga terkejut.
Seolah-olah
dia memiliki firasat tentang sesuatu――.
“…… Maafkan aku! Aku ada urusan mendadak!”
Asahi-san
melemparkan tasnya dan berlari menuju gedung sekolah.
“Asahi-san!?”
Urusan mendadak…? Dalam situasi seperti ini,
jelas-jelas bahwa dia berlari karena ada
hubungannya dengan kampanye negatif.
Aku
mengambil tas Asahi-san.
“Maaf!
Aku percayakan pembagian selebaran padamu!”
Aku
menyerahkan selebaran kepada Kita dan mengejar Asahi-san.
Setelah
masuk ke dalam gedung
sekolah, Asahi-san berlari lurus di koridor tanpa mengganti sepatunya. Untuk
mengejarnya, aku juga harus masuk ke gedung dengan sepatu kotor.
(Gedung
kelas satu…?)
Gedung
kelas satu di Akademi Kekaisaran
terletak terpisah dari gedung utama. Setelah melewati koridor dan menaiki
tangga, Asahi-san masuk ke gedung kelas satu dan langsung melangkah ke dalam
kelas.
“――Rintarou!”
Suara
marah Asahi-san menggema di sepenjuru ruang kelas.
Rintarou
yang berada di dalam kelas membuka matanya lebar-lebar karena kedatangan
mendadak kakak perempuannya.
“Nee-san, ada apa?”
“Padahal sudah kubilang kalau cara
seperti ini tidak boleh digunakan!”
Asahi-san
berteriak dengan
ekspresi marah.
Aku belum
pernah melihat Asahi-san seperti ini. Dia tipe orang
yang selalu ceria, periang,
dan optimis, dan jika dipikir-pikir, dia juga sangat peka terhadap suasana di
sekitarnya. Itulah sebabnya dia menjadi penghangat suasana di kelas 2A.
Namun
sekarang, dia mengabaikan semua tatapan orang di sekitarnya dan berteriak.
“Tenanglah.
Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan――”
“――Kampanye
negatif!”
Wajah Rintarou
seketika menegang.
Mata Rintarou
sejenak mengalihkan pandangannya ke arahku yang berdiri di belakang Asahi-san. Tatapannya terasa sangat dingin,
tetapi dalam sekejap kembali normal.
“……Apa
maksudmu?”
“Jangan
berpura-pura bodoh! Aku bisa mengetahuinya! Karena cara yang digunakan sama
persis!”
Suara
Asahi-san dipenuhi kemarahan sekaligus terdengar seperti ingin menangis.
Apa
maksudnya bahwa cara yang digunakan sama?
Tidak, yang lebih penting lagi, apakah
Asahi-san berpikir bahwa kampanye negatif ini merupakan
ulah Rintarou?
“Rintarou……
berhentilah melakukan hal seperti ini. Aku mengerti perasaanmu, tetapi……”
Asahi-san
menggigit bibirnya dengan ekspresi sedih.
Di dalam
kelas yang sunyi, Rintarou menghela napas.
“Kamu berisik sekali.”
Rintarou
menatap Asahi-san dengan tajam.
Tatapannya
tidak kalah dari Asahi-san sebelumnya…… menyala dengan kemarahan yang tak
terhingga.
“Apa yang ingin kamu ajarkan padaku, dasar pengkhianat yang sok hebat?”
“――”
Asahi-san
terdiam.
Kemudian Rintarou
mengalihkan pandangannya dari Asahi-san yang terdiam kepadaku dan menundukkan
kepalanya.
“Tomonari-senpai, maafkan aku karena sudah
melibatkanmu dalam hal aneh ini.”
“Tidak,
aku……”
“Jangan
khawatirkan itu. Ini hanya pertengkaran antara saudara, semuanya tidak ada hubungannya dengan
pemilihan kali ini.”
Setelah
mengatakan itu, Rintarou
juga menundukkan kepala kepada teman-teman sekelasnya.
Siswa-siswa
kelas satu yang kebingungan perlahan-lahan mulai kembali ke suasana damai dan
ceria.
Asahi-san
tidak berbicara. Sebagai gantinya, dia pergi meninggalkan gedung kelas satu dengan
langkah yang kuat, seolah-olah giginya menggeretak.
◆◆◆◆
Setelah
keluar dari gedung kelas satu, Asahi-san tampaknya sudah sedikit lebih tenang, dia melepas
sepatu luar yang masih dipakainya dan mulai berjalan dengan kaus kakinya. Aku
juga melepas sepatu dan berjalan satu langkah di belakang Asahi-san.
Aku pikir
Asahi-san akan mengambil sepatu dari kotak sepatu, tetapi dia justru mengenakan
kembali sepatunya di tengah koridor dan menuju ke arah taman.
Aku juga
melakukan hal yang sama, mengenakan sepatu dan mengikuti langkahnya.
“……Pelajaran
sudah mau mulai, lho?”
Tanpa
menoleh ke arahku, Asahi-san berhenti dan berkata.
“Aku tidak bisa membiarkan Asahi-san
sendirian dalam keadaan seperti ini.”
“……Kamu memang baik sekali ya, Tomonari-kun.”
Suara
Asahi-san terdengar sedikit
bergetar.
“Seandainya
aku bisa sebaik itu juga……”
Asahi-san
tertawa kering dengan nada mencela dirinya sendiri, lalu mendekati
meja di bagian dalam taman dan duduk di kursi yang kosong.
Asahi-san
mengulurkan kedua tangannya dan mendorongku untuk duduk di hadapannya.
Aku duduk
di depan Asahi-san. …Aku akan minta izin untuk tidak mengikuti pelajaran
pertama.
“Asahi-san.
Aku rasa belum tentu Rintarou adalah otak di balik kampanye negatif ini.
Mungkin Asahi-san hanya salah paham――”
“――Rintarou lah pelakunya.”
Asahi-san
menyatakan dengan tegas.
“Rintarou
melakukan hal yang sama di rumah, jadi aku bisa tahu.”
Asahi-san
mulai bercerita.
“Keadaan perusahaan kami, sebenarnya
sedikit rumit. Manajemennya memang bisa
berjalan baik, tetapi ada ketegangan antara karyawan……”
Mungkin
dia berbicara tentang perusaan
Jaze Holdings.
Aku
pernah mencari informasi tentang perusahaan itu saat permainan manajemen.
Seharusnya mereka adalah perusahaan yang baik dengan keuntungan yang terus
berlanjut selama bertahun-tahun……
“Papaku yang menjadi presiden perusahaan sebenarnya lulusan Akademi Kekaisaran. Tapi
sepertinya pandangannya terlalu sempit, sehingga karyawan tidak bisa mengikutinya. Kepekaannya
terhadap finansial dan ketidakberdayaan yang terlihat dari
kata-katanya merusak kepercayaan. …Sepertinya dia menghabiskan terlalu banyak
uang untuk makan malam dengan klien. Bagi Papa, itu adalah klien penting, jadi
dirinya hanya ingin bersikap
baik.”
Asahi-san
tersenyum kosong.
Kamu
tidak bisa tahu apa yang benar…… aku bisa mendengar suara hatinya.
“Karena
tidak ada masalah dalam manajemen, kurasa ia memiliki pemahaman yang benar
tentang pekerjaan. Namun, kesalahan terjadi dalam hubungan antar manusia. Hal semacam itu tidak diajarkan di
akademi, iya ‘kan? …Banyak
karyawan di perusahaanku adalah orang-orang biasa, jadi tipe orang seperti Papa dianggap sangat asing.”
Asahi-san
berkata dengan sedih.
“Aku dan Rintarou
melihat kesulitan Papa sejak masih kecil.
…Karena kami melihatnya secara langsung,
kami mulai merasa bahwa kami tidak boleh menjadi seperti itu.”
Sepertinya
Asahi-san sudah mengalami banyak kesulitan sejak kecil. Tentu saja itu bukan
perasaan yang baik. Ayahnya dianggap tidak diinginkan di perusahaan. Perasaan
Asahi-san ketika melihat punggung ayahnya sangat sulit untuk dibayangkan.
“Jadi, ketika kami masih kecil,
aku dan Rintarou berjanji. Kita akan membuat perusahaan yang benar-benar
menjadi sekutu masyarakat biasa.”
Setelah
mendengar masa lalu Asahi-san, titik-titik yang ada dalam pikiranku mulai
terhubung. Rintarou pernah mengatakan bahwa dia ingin berwirausaha di masa
depan. Dan…… Rintarou menyebut Asahi-san sebagai pengkhianat.
“……Kalian
berdua berjanji untuk berwirausaha bersama,
ya?”
“Ya.
Tapi, aku melanggar janji itu.”
Asahi-san
mengangguk pelan dan menancapkan kukunya di punggung tangannya di atas
meja.
Seolah-olah
itu adalah penebusan dosanya. Ada
rasa bersalah yang mendalam dalam diri Asahi-san, seolah-olah dia merasa harus
merasakan sakit saat menceritakan hal ini.
“Aku
memutuskan untuk mewarisi perusahaan keluarga. …Dan Rintarou yang merasa
dikhianati, tidak lagi memilih cara untuk mendirikan perusahaannya
sendiri.”
Aku
teringat pada tatapan dingin Rintarou yang membuat merinding sejenak.
“Rintarou
mulai memanfaatkan posisinya sebagai anak presiden untuk masuk dan keluar dari
perusahaan. Tak lama setelah itu, ketegangan antara karyawan semakin
parah.”
Mengapa
ketegangan itu memburuk?
Asahi-san
menceritakannya dengan ekspresi yang menyedihkan.
“Rintarou
menyebarkan rumor buruk tentang Papa. Pada saat yang sama, ia mengungkapkan
niatnya untuk berwirausaha dan mulai merekrut karyawan yang berbakat. …Rintarou
membentuk fraksi. Dia mengejek orang-orang yang mendukung Papa sebagai golongan
borjuis, dan menciptakan suasana bahwa
mereka adalah golongan rakyat. Rintarou berencana untuk menyatukan orang-orang
dari golongan rakyat biasa
dan akhirnya merekrut semuanya.”
Karena Rintarou
pernah melakukan hal semacam itu di masa lalu, Asahi-san tampaknya beranggapan
bahwa kampanye negatif kali ini juga dilakukan oleh Rintarou. Memang,
situasinya terasa
mirip.
“Ketika
aku menyadari tindakan Rintarou, semuanya sudah terlambat. …Pada saat itu,
seorang anak SMP dengan tenangnya masuk dan keluar dari perusahaan, bahkan
lebih dekat dengan Papa daripada aku. Rintarou memiliki bakat seperti itu. Ia menggunakan kecerdikan…… tidak,
siasat untuk mencapai tujuannya.”
Asahi-san
berbicara dengan suara yang lemah.
Kesedihan
Asahi-san ketika melihat bakat adiknya yang luar biasa dapat dirasakan dalam
suaranya.
“Tapi,
pada dasarnya semua ini bermula……
karena aku yang membuat Rintarou sendirian.”
Asahi-san
mengeluh bahwa dialah yang mendorong bakat itu.
“Aku yang
membuat Rintarou tertekan. …Bagaimana mungkin kata-kata itu bisa sampai, jika
aku yang mengatakan untuk berhenti?”
Asahi-san
berkata dengan pandangan yang tertunduk.
Jika
dilihat dari sudut pandang Rintarou, alasan kemarahannya sangat jelas. Mereka
berdua telah berjanji untuk berwirausaha bersama. Namun, kakaknya memilih untuk
mengkhianati dan mewarisi perusahaan. Ada ruang untuk bersimpati terhadap Rintarou
yang terpaksa berjuang sendirian, sehingga ia tidak lagi memilih cara dalam
keputusasaannya.
“……Maaf
ya! Padahal kamu sudah sibuk
dengan pemilihan OSIS, adikku justru malah merepotkanmu!”
Asahi-san
tiba-tiba mengangkat wajahnya dan berkata dengan nada ceria seperti biasa.
“Aku benar-benar minta maaf! Suasana jadi suram begini, dan aku sekarang paling keji, ‘kan!?
Maksudku, pelajaran pertama sudah dimulai! Ayo cepat ke ruanng kelas! Tomonari-kun, ini waktu
yang penting, jadi kamu pasti tidak ingin menarik perhatian guru, kan!?”
Asahi-san
meminta maaf dengan kedua tangan bersatu dan kepala
menunduk.
Dia tidak
lagi merasa terpuruk. Dia baik-baik saja. Dia sudah pulih sepenuhnya, jadi
tidak perlu khawatir.
Aku
menatap Asahi-san yang berusaha menunjukkan semangat dengan gerakan
tubuhnya.
“Kamu tidak perlu memaksakan diri.”
Senyum
Asahi-san seketika membeku.
“Orang yang paling terluka saat ini adalah Asahi-san. Jadi, kamu tidak perlu mengkhawatirkan
aku.”
Aku
mengerti bahwa dia berpura-pura ceria karena
mengkhawatirkanku.
Tapi……
itu juga menyakitkan bagiku.
Asahi-san
yang wajahnya serius mulai meneteskan air mata. Ini adalah pertama kalinya aku
melihat Asahi-san seperti ini, dan justru karena itu, aku merasa bisa melihat
wajah aslinya.
Asahi-san
merupakan orang yang selalu ceria dan menjadi
penggembira suasana. Namun,
Asahi-san juga adalah seorang manusia yang menyimpan sesuatu. Sama seperti
orang lain, dia juga bisa marah dan menangis.
“Maaf……
hanya sedikit, hanya sedikit saja……”
Butiran air mata Asahi-san semakin besar, dan dia mulai menangis seolah-olah bendungannya telah jebol.
“Aku akan
segera…… kembali seperti biasa……”
“……Ya.”
Mungkin itu sudah menjadi sifat Asahi-san karena meskipun
dirinya begitu terluka, dia masih
memikirkan orang di depannya. Aku ingin mengatakan bahwa dia tidak perlu kembali seperti
biasa, tetapi mungkin bagi Asahi-san, kembali seperti biasa merupakan semacam
pelindung. Sebuah perlindungan untuk melindungi hatinya.
Sejak
hari pemilihan dimulai, Asahi-san terkadang terlihat canggung.
Dia pasti
sudah lama berpikir sendirian tentang bagaimana harus menghadapi Rintarou.
Melihat
Asahi-san yang diam-diam menangis, aku merasa ada satu hal yang harus
kulakukan.
Pada jam istirahat
siang ini―― aku akan berbicara dengan Rintarou.
◆◆◆◆
Istirahat
siang. Saat aku
menuju gedung kelas satu, aku
melihat Rintarou berjalan di koridor dan memanggilnya.
“Rintarou,
ada sesuayu yang ingin kubicarakan denganmu.”
“Baiklah.”
Rintarou
tampaknya sudah berencana untuk membantu pidato Jouto, tetapi ia segera menerima
ajakanku. Kami berpindah ke meja yang afa di
taman. Rintarou yang menyadari bahwa percakapan yang akan berlangsung tidak
ingin didengar orang lain, sengaja berjalan ke tempat
yang lebih jauh ke dalam.
Secara
kebetulan, tempat yang diduduki Rintarou merupakan
tempat yang dipenuhi penyesalan Asahi-san.
“Apa yang
ingin kamu bicarakan? Apa kamu ingin bergabung dengan kami, Tomonari-senpai?”
“Tidak.”
“Sayang
sekali. Aku benar-benar berharap bahwa itulah yang ingin kamu bicarakan……”
Begitu kami berdua duduk, Rintarou menatapku
dengan harapan, tetapi aku menggelengkan kepala.
Kurasa ia
mungkin meninggalkan bantuan pidato untuk meluangkan waktu berbicara denganku karena ada harapan itu. Aku
merasa menyesal telah membuatnya berharap.
“Aku
ingin membahas tentang Asahi-san.”
Setelah
mengatakannya dengan jelas, Rintarou menghela napas kecil.
“Aku akan
mengatakannya lagi, itu hanya pertengkaran antar saudara. Tomonari-senpai tidak perlu mengkhawatirkan itu…… Pada dasarnya, kakakku
berpikir bahwa aku telah melakukan kampanye negatif terhadapmu, tetapi tidak
ada bukti――”
“――Dalangnya itu kamu, iya ‘kan? Rintarou.”
Aku
mengulangi pernyataanku kepada Rintarou yang terdiam.
“Yang
melakukan kampanye negatif adalah Rintarou.”
“……Bagaimana
kamu bisa begitu yakin?”
Aku
menjelaskan alasanku kepada Rintarou berusaha berbohong. Alasan mengapa firasat Asahi-san
benar.
“Saat
ini, ada beberapa rumor buruk tentang Tennouji-san yang beredar. Apa kamu tahu
isinya?”
“……Ya,
aku juga terlibat dalam pemilu, jadi aku mendapatkan beberapa informasinya.”
Kalau begitu,
pembicaraan ini akan cepat.
Korban
dari kampanye negatif bukan hanya Narika,
tetapi juga Tennouji-san. Aku menyebutkan satu rumor yang kudengar dari
Suminoe-san pagi ini.
“Pelajaran
etika berpakaian dibagi berdasarkan
tingkat sosial yang dihadiri siswa sehari-hari, sehingga perbedaan latar
belakang keluarga menjadi terlihat.…… Begitulah
rumor yang beredar.”
“Aku memang pernah mendengar rumor seperti
itu.”
Seolah-olah
bertanya, “Memangnya kenapa?” Rintarou
menatapku.
“Tennouji-san
tidak pernah mengatakan apa-apa tentang pelajaran etika berpakaian.”
Rintarou
terkejut.
“……Tetapi,
Tomonari-senpai pernah mengatakannya padaku, ‘kan? Dalam pidato berikutnya, dia
akan menjelaskan tentang tujuan mengadakan
pelajaran etika berpakaian.”
“Dia membatalkannya.
Dia berpikir bahwa jika dia membahas ini dalam pidato, itu akan menciptakan
kesalahpahaman seperti yang sedang dirumorkan sekarang.”
Aku
membicarakannya dengan Tennouji-san di menit-menit terakhir dan
memutuskan untuk membatalkan penjelasan tentang kursus
pelajaran etika berpakaian.
Kami
ingin menjadikan akademi ini tempat di mana semua orang bisa hidup dengan
mulia. Ketika melihat tujuan itu, dia
memutuskan untuk tidak melanjutkan janji yang sedikit memperlihatkan perbedaan
latar belakang keluarga.
Namun
entah mengapa, ada rumor yang menyebutkan bahwa Tennouji-san
akan melaksanakan kursus pelajaran etika
berpakaian, dan bahkan ada kampanye negatif
terhadapnya.
Seseorang
telah membocorkan rencana kami.
“Satu-satunya
yang tahu bahwa kami merencanakan pelajaran etika
berpakaian adalah…… hanyalah
kamu,
Rintarou.”
Rintarou
mengatupkan bibirnya dan terdiam.
Saat ini,
kampanye negatif yang beredar di akademi menguntungkan pihak Jouto. Pada titik ini, aku sudah
memperhatikan Jouto dan Rintarou.
Namun, jika ada alasan lain untuk meragukan Rintarou, itu adalah kecepatan
penyebaran rumor.
Siapa pun
yang mengenal Tennouji-san dan Narika
dengan baik pasti akan segera menyadari bahwa rumor tersebut sama sekali tidak
benar.
Kehidupan
mereka yang mulia terukir dalam ingatan banyak siswa, dan itulah sebabnya mereka terkenal di akademi, sehingga posisi mereka bisa sejajar
dengan Hinako. Siapa pun yang mengetahui tentang mereka tidak akan menyebarkan
rumor begitu saja, dan lebih memilih untuk tidak menghiraukannya.
Namun,
rumor itu menyebar.
Artinya,
orang-orang yang tidak mengenal Tennouji-san dan Narika dengan baik yang
menyebarkan rumor tersebut. Menyadari hal ini, aku berpikir bahwa sumber rumor
itu pasti bukan dari teman sekelas. Mungkin dari siswa kelas tiga atau kelas satu…… Siswa kelas 3 pasti sudah melihat Tennouji-san
ketika mereka masih di kelas 2,
jadi aku mencurigai bahwa pelakunya berasal dari
kelas satu.
Api rumor
itu menyebar di antara kalangan
siswa kelas satu.
Tempat
itu seperti panggung pribadi Rintarou, sebuah wilayah yang sulit dijangkau oleh
kami. Jadi ketika rumor itu sampai ke telinga kami, sudah terlalu terlambat
untuk menghentikannya.
Rintarou
menghela napas seolah menyerah dan menundukkan kepalanya.
“Aku
menyerah. Persis seperti
yang diduga Senpai,
akulah yang mendalangi kampanye negatif ini.”
“……Kamu mengakuinya begitu saja.”
“Terlepas dari situasi dan buktinya, aku tidak bisa membantah setelah mendengar penjelasan seperti itu.……
Ini benar-benar seperti pepatah, ‘strategi yang cerdik terjebak dalam
strateginya sendiri.’ Aku terdesak oleh penyebaran rumor dan tidak bisa
mendengarkan pidato Tennouji-san dengan baik.”
Rintarou
mengungkapkan penyesalannya.
Memang benar, jika ia mendengarkan pidato Tennouji-san
dengan baik, ia pasti akan menyadari bahwa kami membatalkan kursus pelajaran etika berpakaian.
“Sejujurnya,
aku berencana untuk memberitahu Tomonari-senpai
tentang kampanye negatif ini pada waktu yang tepat, jadi ini hanya masalah
waktu saja.”
……Apa ia berniat memberitahuku?
Mengapa
dia merasa itu baik-baik saja bagiku?
“………………Apa
kamu meremehkanku?”
Ketika
aku menunjukkan kejengkelanku,
Rintarou menatapku dengan ekspresi terkejut.
“……Tomonari-senpai juga bisa emosional, ya.
Aku pikir kamu adalah orang yang lebih rasional.”
“Aku
bukannya orang yang rasional. Hanya saja
di Akademi Kekaisaran, ada banyak hal tidak berjalan baik
hanya dengan berdasarkan emosi.”
Itulah
sebabnya, aku juga bisa marah.
Aku jadi teringat dengan
Asahi-san ketika kami mengobrol
pagi ini. Aku membayangkan bagaimana perasaan
Asahi-san saat dia menangis ketika dirinya yang
biasanya ceria.
Aku tidak
ingin melihat wajah seperti itu lagi pada Asahi-san.
“Aku
sudah mendengar dari Asahi-san. Setelah
Asahi-san memutuskan untuk
mewarisi bisnis keluarga, Rintarou
yang kini sendirian tertekan dan melakukan
segala cara demi tujuanmu.”
“……Aku
tidak menyangkalnya.”
Rintarou
mengangguk.
“Sejujurnya,
aku merasa bersimpati padamu.…… Namun, cara seperti ini tidak
baik.”
Rintarou
yang terasing pasti sangat terluka.
Demi bisa
memulai bisnis di kehidupan
nyata, dirinya harus
melewati rintangan yang jauh lebih berat daripada permainan manajemen. Apalagi Rintarou pasti mengejar bisnis yang mungkin
cukup besar. Sulit bagi seseorang untuk mencapai segalanya sendirian.
Aku tidak
bisa membayangkan seberapa dalam terpuruknya
Rintarou dalam tekanan itu.
Namun――――.
“Tolong, aku mohon padamu. Tolong
berhenti menyebarkan rumor lebih jauh lagi. Asahi-san merasa bertanggung jawab
dan menderita.”
Aku
menundukkan kepalaku kepada Rintarou.
Tennouji-san
dan Narika juga pasti terluka di dalam hati karena reputasi buruk yang tidak
berdasar.
Ini sama sekali bukan strategi. Melainkan hanya konspirasi. Mungkin
ini adalah taktik yang masuk akal bagi Rintarou dan yang lainnya untuk menang
dalam pemilihan, tapi ada orang-orang yang terluka karena tindakannya.
Ada orang
yang diam-diam menangis.
“……Tolong
angkat kepalamu.”
Ketika
aku perlahan mengangkat kepala, Rintarou menatapku dengan tenang.
“Begitu……”
Setelah
berpikir sejenak, Rintarou membuka mulutnya.
“Kalau
begitu, jika Senpai mau
bergabung dengan pihak kami, aku akan menghentikannya.”
“Kamu…….!!”
“Jangan
salah paham dulu. Aku tidak mengejekmu, Senpai.”
Ketika
aku berdiri karena mengira dirinya sedang
bercanda, Rintarou mengatakannya dengan serius.
Tatapan
matanya serius. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dipikirkan Rintarou,
tetapi tatapan serius itu menusukku dan membuat kemarahan di dalam diriku tidak
memiliki tempat untuk dijadikan pelampiasan.
“Sekarang,
kamu sedang berusaha menyerap
simpatisan Konohana-senpai, iya ‘kan?”
“Bagaimana
kamu bisa
mengetahui itu……?”
“Sepertinya
kamu sudah membagikan suvei. Pertanyaan tentang apa yang
diinginkan orang-orang jika Konohana-senpai
menjadi ketua OSIS.
Kuesioner itu juga sampai dikirimkan padaku.”
Hal tersebut
merupakan usulan yang diminta Tennouji-san untuk mengetahui
apa yang diinginkan orang-orang yang ingin mendukung Hinako. Ternyata kuesioner
itu telah sampai ke tangan Rintarou
juga.
Ada banyak
hasil yang didapat. Ternyata kuesioner itu sudah sampai ke siswa kelas satu dalam setengah hari.
“Ide ini sungguh luar biasa, tapi yang paling
mengejutkan adalah Tennouji-senpai
yang biasanya bersaing dengan Konohana-senpai,
bersedia menerima hal ini.…… semuanya itu pasti karena
pengaruhmu. Kekuatan Tomonari-senpai
yang sangat berbeda dari Akademi Kekaisaran
mempengaruhi orang-orang di sekitarmu.”
Rintarou
menundukkan kepala.
“Tomonari-senpai, tolong bergabunglah dengan kami. Kami
membutuhkanmu.”
Posisinya telah terbalik.
Namun,
aku tidak mengerti.
Aku sama
sekali tidak tahu apa yang diinginkan Rintarou.
Rasa
hormat Rintarou padaku tidak terasa seperti kepura-puraan. Aku tidak berpikir bahwa ia hanya ingin memperbaiki situasi
ini.
Meski
begitu…… tidak peduli apapun
tujuan Rintarou, keinginanku masih tidak
akan berubah.
“Ada
orang lain yang ingin aku jadikan ketua.”
Rintarou
tidak mengangkat kepalanya yang menunduk.
Aku tidak
mengerti bagaimana perasaan Rintarou yang begitu tertekan saat ini.
