Chapter 2 — Kehilangan
Pengejaran
dua kucing garong kelas satu karena melanggar perjanjian
belum terselesaikan bahkan setelah matahari terbenam.
“Haahhh…
hahhh… Kalian memang keras kepala, ya…”
“…Seharusnya....aku yang bilang begitu…kalian memang tidak tahu kapan menyerah....”
“Jadi....hahhh....hahhh....
sudah berapa kali aku bilang, ini bukan kesalahanku, tapi kesalahan Onii-sama!”
Ketiganya
melanggar perjanjian tepat setelah kami membuatnya, jadi tidak ada lagi rasa
saling percaya di antara kami, dan perjanjian itu hanya menjadi formalitas
belaka.
Setelah
berdiskusi, kami memutuskan untuk bermalam di rumah keluarga Shigen'in untuk
saling mengawasi satu sama lain malam ini.
Tentu
saja, Eito juga ikutan. Rupanya ada pembicaraan semacam itu yang
terjadi tanpa sepengetahuan kami. Meskipun itu
jelas-jelas melanggar perjanjian, aku merasa menginap tetap
melewati batas. Ketika aku mengatakannya, Miu dan Otoha mengarahkan tatapan
seolah berkata, “Mulut
siapa yang berbicara begitu?” Karena aku? Majikannya Eito? Oke?.
Nah, pokoknya, itulah sebabnya kami menginap
di rumah keluarga Shigenin.
“…Kenapa
kita bertiga harus satu kamar?”
Bukan
kamar pribadi, tetapi di ruang besar terdapat tiga kasur. Seolah-olah kami
sedang dalam perjalanan sekolah.
Sebenarnya,
dalam kasusku, perjalanan sekolah di SMP-ku ialah di
luar negeri, jadi aku belum pernah tidur seperti ini di ruang tatami. Aku hanya pernah melihatnya di manga, anime, atau
drama.
“Ya, mau
bagaimana lagi. Aku tidak bisa membiarkan binatang buas tanpa
kerah ini berkeliaran bebas.”
“…Apa boleh buat. Jika aku tidak
mengawasi, kalian berdua akan segera berbuat nakal.”
“Kalau
dipikir-pikir, justru kamulah
yang paling perlu diawasi, dalam arti tertentu.”
“Orang
yang tersesat di langit-langit rumah orang lain tidak bisa dibiarkan begitu
saja.”
“…Hehehe.
Kecemburuan Hoshine dan Miu terasa
menyenangkan.”
“Aku
tidak cemburu,” “Aku
juga tidak.”
Kami
sudah mandi, dan sekarang tinggal tidur.
Kami bertiga sudah mengenakan yukata yang
dipinjamkan sebagai pakaian tidur. Saat berganti pakaian, smartwatch dan
barang-barang lainnya harus dititipkan. Rasanya seperti diperlakukan seperti
tahanan yang menyembunyikan senjata rahasia. Apa yang telah kulakukan?
“Baiklah,
sudah saatnya kita tidur. Aku sih tidak masalah, tapi Eito-sama dan kalian perlu pulang untuk
bersiap-siap sekolah. Tentu saja, berpura-pura tidur dan semacamnya…"
“Itu
berarti tidak boleh menyusup, ‘kan?
Aku mengerti.”
“…Ngomong-ngomong,
apa yang dimaksud dengan menyusup dalam situasi ini?”
“Eh?
Itu… bukannya yang itu? Melakukan kunjungan di malam
hari…?”
“Jangan
khawatir. Aku tidak akan melakukan pendekatan tidak senonoh seperti seseorang.”
“Oh,
aku tidak tahu. Ternyata kamu bisa tidur sambil membuka mata. Ingat semua yang
terjadi selama liburan musim panas dalam mimpimu.”
“…Ringkasnya.
'Jika mau mengigau, mengigaulah saat tertidur pulas.'”
“Memangnya
ringkasan itu diperlukan?”
Saat aku
mengatakan ini, kami bertiga saling memandang dan menghela napas lelah.
“…Bagaimana kalau kita tidur?”
“…Tidak
ada keberatan.”
“…Baiklah.”
Kami
semua sudah sangat lelah. Menghadapi dua kucing
garong kelas satu ini benar-benar menguras saraf.
Sepertinya
Otoha dan Miu juga merasakan hal yang sama, karena setelah menyalakan lampu di
ruang besar, mereka mulai masuk ke dalam selimut. Sebagai catatan, urutan
tempat tidurnya disusun begini:
aku, Otoha, dan Miu. Ini disebut 'bentuk sungai'.
“……………………”
“……………………”
“……………………”
Rasanya
aneh. Sebelum masuk SMA, aku tidak pernah membayangkan akan tidur dalam posisi
seperti ini dengan bersama temanku.
Apalagi keduanya adalah kucing garong
kelas satu. Mereka adalah rival yang tidak bisa dianggap remeh. Bahkan sebelum
tidur, seharusnya kami mengikat tangan satu sama lain agar tidak ada yang
berani keluar, bukan? Sampai-sampai aku harus serius mengusulkan hal itu, tapi
tentu saja kedua orang itu menolak.
Namun, entah bagaimana aku merasa…
“…Jadi gelisah.”
“…Mendadak ada apaan, Otoha?”
Karena
aku mengungkapkan perasaanku begitu saja, aku diam-diam merasakan jantungku
berdegup kencang.
“…Aku merasa gelisah karena tidur di rumah
teman seperti ini.”
Otoha
pasti belum tidur sama sekali. Meskipun dia sudah berada di dalam selimut,
matanya mungkin terbuka.
Aku pun
sama seperti Otoha. Aku masuk ke dalam selimut dengan alasan tidur, tetapi
mataku terbuka memandang langit-langit.
Dan
mungkin Miu juga merasakan hal yang sama.
Kami
sekarang melihat langit-langit yang sama.
“…Sejak kecil, aku dikenal sebagai anak yangpendiam. Aku sering dibilang anak yang
membosankan. Jadi, aku tidak punya banyak teman… dan tidak pernah menginap di
rumah teman seperti ini.”
“Bukannya
kamu mempunyai teman yang seprofesi?”
“…Kalau boleh jujur, aku sering kali dianggap sebagai saingan. Selain itu… ada rasa hormat. Pokoknya, rasanya
ada garis pembatas. Rasanya berbeda dari berteman.”
“Yah, kurasa
memang begitu. Jika aku seorang penyanyi, kurasa aku juga akan merasakan hal yang
sama terhadap Habataki-san.”
“Apa iya begitu? Dalam kasusmu, Miu,
meskipun menganggapnya rival, kurasa kamu akan tetap melahapnya tanpa peduli
garis pemisah.”
“…Aku
juga berpikir begitu. Seandainya Miu menjadi seorang
penyanyi, rasanya pasti
akan menyenangkan.”
“Ara, ara.
Apa kamu yakin? Mau mengatakan hal seperti itu. Aku
bisa merebut posisi Diva darimu, tau.”
“…Itu
akan membuatku bersemangat dengan sendirinya.”
Otoha
terlihat senang dan tersenyum kecil. Miu pun ikut tertawa.
“…………Hah.
Mungkin kita bisa membentuk grup bertiga.”
“Jadi
maksudmu, kita akan debut sebagai idol?”
“…Eh?
Maksudnya, apa aku tiba-tiba dimasukkan ke dalam grup ini?”
“…Tentu
saja.”
“Kamu
tidak bisa melarikan diri begitu saja.”
“…Yah,
mungkin berdiri di tengah panggung juga bisa jadi pengalaman yang baik.”
“…Kamu punya kepercayaan diri yang
luar biasa.”
“Bagaimana kamu bisa berbicara seolah-olah menjadi
pusat perhatian di depan Diva itu sendiri?”
“Tidak
ada aturan yang mengatakan bahwa orang yang paling pandai bernyanyi harus
menjadi pusat, kan? Ngomong-ngomong, nama grupnya adalah 'Tendou Hoshine dan Para Kucing Garong
yang Menyenangkan'.”
“…Nama
yang sesuai dengan perkiraanku. Tidak ada kreativitas. Lima poin.”
“Kurasa
ujung-ujungnya pasti akan seperti itu jika Tendou Hoshine yang memberi nama. Tiga poin.”
“Miu
akan kutangani kamu nanti,
tapi Otoha. Aku tanya, ini lima poin penuh, ‘kan?”
“…Dua
poin dari seratus.”
“Kenapa
nilainya malah turun!?”
“Nitendou
Hoshine-san.”
“Apa
yang kamu katakan, dasar gadis
editan?”
“Aku
akan mengajarkanmu contoh pemberian nama. Lupakan saja tentang gambar editan.”
“Segera
tunjukkan. Nama unit yang bikin ngantuk.”
“Bagaimana
dengan 'Blue Feather'?”
“…Ternyata
itu lebih cocok dari yang kupikirkan.”
“Jika
diterjemahkan langsung… berarti 'Sayap Biru', ‘kan?”
“Biru yang dimaksud menggambarkan laut.”
“…Jika
diterjemahkan langsung, itu berarti 'Miu'.”
“Bukannya
cuma
ada namamu yang ada di situ!?”
“…Di
mana elemen namaku dan Hoshine?”
“Sudah
lenyap.”
“Jangan
dilenyapkan!”
“Itu
adalah pengorbanan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Sebagai
pemimpin, aku merasa berat.”
“…Ternyata
diam-diam kamu sudah mengambil peran sebagai
pemimpin.”
“Sebaliknya,
orang ini seharusnya tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin.”
“…Tidak ada keberatan.”
“Jadi,
Otoha, apa kamu punya ide?”
“…Tentu
saja. Aku ini profesional. Berbeda dari kalian berdua yang amatiran.”
“Kenapa ya.
Memang benar kalau Otoha
adalah seorang profesional dan kami amatiran,
tetapi perasaan jengkel yang aneh ini menggangguku.”
“Aku
menatap langit-langit sekarang, tetapi aku dapat dengan jelas membayangkan
Otoha-san mendengus
bangga, dan itu membuatku kesal.”
“…Kalau
begitu, aku akan memberitahu untuk
memenuhi harapan kalian.”
“Sebenarnya
aku tidak berharap.”
“Palingan
nama yang tidak berarti yang akan muncul.
Mengalir begitu saja."
“………………………………Nama
grupnya adalah 'Hiyoku Renri'.
Ya, nama itu menggambarkan ikatan kuat
antara aku dan Eito…”
“Uwahhh!
Setelah merasa bimbang, kamu memaksakan nama
itu!”
“Sebetulnya,
aku merasa nama yang terinspirasi dari berhubungan dengan seorang pria tidak cocok untuk nama grup idol
perempuan.”
“…Para
penggemar pasti akan menangis.”
“Kalau
kamu sudah tahu, hentikanlah…”
Seharusnya
sudah waktunya kami tidur, tapi kami bertiga sama sekali tidak ada
tanda-tanda mengantuk.
Kami
bertiga terus membuka mata dan menatap langit-langit yang sama sejak tadi. Dalam ruangan yang sama, melihat
pemandangan yang sama, sambil berbicara tentang hal-hal sepele.
“…………Aku tidak bisa tidur.”
“…………Yah, kurasa
wajar saja jika kita berdebat seperti ini.”
“…………Alih-alih
tidur, rasanya aku hanya menghabiskan banyak tenaga.”
“…Tapi,
cuma aku saja yang tidak membencinya?”
“Kurasa itu
tidak mungkin, kan…”
“Yah…
bukan berarti rasanya tidak menyenangkan sih.”
“……Kalian
berdua sama sekali tidak jujur.”
Otoha memang jujur. Secara tampilan, dia terlihat
kurang emosional, tetapi sebenarnya dia sangat terbuka.
“……Aku
itu, cukup menyukai kalian berdua.”
Dia bisa
mengungkapkan hal seperti ini dengan mudah, hal tersebut
menunjukkan seberapa jujurnya
dia.
“……Aku
menyukai kalian berdua, tanpa
mempedulikan label seperti penyanyi atau bakat. Saat bersama kalian atau Eito,
aku bisa menunjukkan semuanya. Tidak perlu ragu atau menahan diri. Jadi, aku menyukai kalian dan juga Eito.”
Meskipun
Otoha adalah artis terkenal di seluruh dunia, dia memiliki bakat yang membuatku
menyerah dalam hal bernyanyi. Karena itulah,
pasti ada saat-saat di mana dia merasa tertekan. Terutama di dunia
hiburan.
“……Hari
ini ada banyak hal yang terjadi, tapi rasanya menyenangkan. Bisa menginap
bersama teman. …Terima kasih.”
Dia bisa
menyampaikan dengan mudah hal yang biasanya sulit kuungkapkan. Itulah daya tarik Otoha.
Kadang-kadang, dia bersinar lebih terang dari bintang.
Sekarang
dia sedang memasuki masa hiatus,
tetapi ketika dia kembali beraktivitas, dia pasti
akan bersinar lebih terang
dari sebelumnya.
“Kamu tidak perlu berterima kasih padaku.
Itu hanya perkembangan alami.”
“Jadi,
lain kali, kamu bisa mengundang kami secara resmi. Misalnya… ke
rumahmu.”
“…Jika
aku mengirim undangan, apa kalian
akan datang?”
“…Jika
aku menerimanya, aku akan pergi.”
“Aku tidak
punya alasan untuk menolaknya.”
“Namun…
sepertinya itu tidak mungkin dalam waktu dekat.”
“…Ingatan Eito juga belum sepenuhnya
kembali.”
“…Rasanya
sepi.”
Suara gumaman Otoha membaur dalam udara yang suram.
“……Aku
merasa sangat bersenang-senang saat bersama Eito. Aku juga bersenang-senang saat
bersama Hoshine dan Miu.
Tapi sepertinya Eito melupakan semua
kenangannya bersamaku…”
“……Benar
juga. Meskipun ingatannya bakalan
kembali, tetapi rasanya masih cukup
menyedihkan.”
“……………………”
Aku
mengerti apa yang dikatakan mereka. Aku bisa memahaminya. Melupakan hal-hal yang
menyenangkan itu menyedihkan. Meskipun
hanya sementara, melupakan kenangan indah itu memang menyedihkan.
“…………Benar.
Melupakan kenangan menyenangkan itu sepi dan menyedihkan. Tapi…”
Eito telah kehilangan ingatannya.
Kenangan
tentang hari-hari yang kami
habiskan bersama. Tentang saat ia bekerja sebagai
pelayanku.
…Tentang
masa sebelum dia menjadi pelayanku.
“…………Melupakan
hal-hal yang tidak menyenangkan mungkin adalah hal
yang membahagiakan juga.”
Dan… apa
mengingatnya adalah kebahagiaan?
Aku tidak
tahu. Hanya saja....… aku
hanya bisa berdoa untuk
kebahagiaan Eito.
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
(Sudut
Pandang Eito)
Pada
akhirnya, kami menginap di rumah Keluarga Shigenin.
Tendou-san,
Habataki-san, dan Shigenin-san
tampaknya memutuskan untuk tidur di satu ruangan bertiga. Dengan ukuran rumah sebenar ini, pasti ada satu atau dua
kamar tamu.
Mungkin itu karena kedekatan antara ketiga
orang tersebut.
Akhirnya,
sepertinya aku tidak memiliki hubungan romantis dengan siapa pun, dan itu
membuatku lega.
Berteman dengan ketiga gadis cantik itu—lebih tepatnya dikelilingi oleh
mereka, apa aku tidak merasa canggung? Mungkin aku memiliki semacam mentalitas sebagai pelayan. Ya.
Aku
diberitahu bahwa mereka bisa menyiapkan kamar pribadi untukku, tetapi aku
menolaknya. Meskipun aku sedang dalam masa
pemulihan, aku masih tetap
pelayan keluagra Tendou. Rasanya tidak pantas jika aku
bersantai di kamar pribadi, sementara majikanku,
Tendou-san, ada di sana… lebih tepatnya,
hatiku menolak.
Di satu
sisi, aku berpikir untuk menerima kebaikan mereka, tetapi hatiku lebih dulu
menolak usulan itu. Sepertinya,
sebelum aku kehilangan ingatan, aku adalah pelayan yang sangat setia.
Tidak mengherankan jika Tendou-san sangat mempercayaiku.
“Hmm.
Jika kamu khawatir hanya tentang satu orang yang menggunakan kamar pribadi,
bagaimana jika kamu
menggunakan kamarku?”
“Eh?
Bukannya itu akan
mengganggu Ranzan-san?”
“Tidak
masalah. Justru sebaliknya,
aku ingin berbicara denganmu. Tentu saja, jika kamu setuju.”
“Kalau
begitu… aku akan menerima tawaran itu.”
Sebenarnya,
mungkin sebaiknya aku menggunakan kamar pribadi saja jika
harus menginap di kamar calon kepala keluarga. Namun, sepertinya itu aman dari
sudut pandangku sebelum kehilangan ingatan. Selain itu, ada tekanan dari Ranzan-san, jadi sulit untuk menolaknya.
Sambil
bercanda pada diriku sendiri seperti itu,
aku akhirnya tidur di kamar Ranzan-san.
Sepertinya
Ranzan-san tidak tidur di tempat tidur,
tetapi di futon yang diletakkan di lantai.
Aku
membentangkan futon di sampingnya dan memutuskan untuk tidur di sana.
“…………Yagiri Eito, apa kamu sudah mengingat sesuatu?”
“Tidak…
sebenarnya, aku tidak ingat banyak.”
“Begitu.
…Mungkin ada rasa cemas, tetapi tidak apa-apa. Dokter dari keluarga Tendou mengatakan
ingatanmu akan kembali. Jadi, ingatan itu akan kembali. Jangan terburu-buru.”
“……Ya.”
Ranzan-san
memang orang yang baik.
Dia
selalu memperhatikanku. Bahkan
sampai menyiapkan foto editan
untuk membuatku merasa nyaman, dia memiliki selera humor yang baik.
Shigenin-san
pasti sangat beruntung memiliki kakak
yang baik seperti ini.
“…………Ranzan-san dan Shigenin-san… oh, maksudnya adikmu,
sepertinya kalian berdua kelihatan akrab,
ya?”
“Jika
itu terlihat demikian, semuanya itu
berkat dirimu.”
“Eh?”
“Beberapa
waktu yang lalu, aku dan Miu tidak terlihat seperti saudara yang akur. Karena
kesalahan yang kubuat di masa lalu, aku menjadi canggung terhadap Miu… Namun,
berkat kesempatan yang kamu berikan, kami bisa berinteraksi hingga terlihat
seperti saudara yang akur.”
“Rasanya
tidak terlalu nyata…”
“Meski
kamu merasa begitu, tapi
kenyataan memang demikian. Kami
bisa menjadi keluarga berkatmu. Aku berterima kasih.”
“Keluarga…”
Kata itu
tiba-tiba membuat hatiku bergetar.
“Ada
apa?”
“…………Aku
ingin tahu orang macam apa keluargaku?”
Pertanyaan itu bukan ditujukan
kepada Aranzan-san.
Hanya
saja, kata-kata tersebut
melontar begitu saja.
“Aku
tahu kalau aku bekerja sebagai pelayan di keluarga Tendou. Tapi… kenapa hanya aku
yang bekerja di rumah Tendou… aku sama sekali tidak tahu tentang ayah atau
ibuku.”
“…………Memangnya kamu tidak bertanya pada Tendou
Hoshine?”
“Sebetulnya,
aku sudah mencoba bertanya padanya…
tapi dia menghindar. Dia bilang aku masih baru saja kehilangan ingatan dan
pasti sulit, jadi dia akan membicarakannya setelah aku tenang.”
“Begitu…
jika Tendou Hoshine menghindar, kurasa dia
punya alasannya sendiri untuk tidak menjawabnya.”
“…Iya,
benar.”
Dia pasti
punya alasannya sendiri mengapa dia mengelak pertanyaan itu.
Entah
bagaimana aku bisa menebak bahwa alasannya mungkin bukan alasan yang sangat
bagus.
Jika itu
adalah sesuatu yang baik, dia seharusnya tidak
perlu mengelak pertanyaan itu.
“…Tapi,
kamu masih penasaran?”
“…Iya.”
Karena
aku kehilangan ingatanku, aku jadi
melupakan semua kejadian di masa lalu. Aku
memiliki beberapa kenangan yang kuingat, tetapi masih ada banyak lagi yang telah hilang.
Rasanya
seperti aku sedang berpijak
di tempat yang tidak stabil dan aku merasa seperti
melayang tidak karuan. Angin dingin berhembus di ruang
kosong yang ada di dalam dadaku—aku merasa
sangat kesepian.
Aku
dikelilingi Tendou-san serta
yang lainnya yang selalu ceria dan menyenangkan. Namun, di dalam hatiku selalu ada
angin yang berhembus.
Celah
itu. Kekosongan itu. Ketiadaan itu tidak akan mengizinkanku untuk mengisinya.
Sesuatu
yang tidak bisa dipenuhi
oleh teman, kekasih, maupun majikan. Sesuatu yang tidak bisa terisi
meskipun aku sudah
berusaha semaksimal mungkin.
Apa pun
yang aku kubur, tidak akan pernah terpendam, ada sesuatu yang terletak di
dasar.
Sesuatu
yang lebih mendasar dan fundamental.
“Aku
mengalami kehilangan ingatan, dan ada banyak
pihak yang telah membantuku. Namun, entah kenapa... di dalam
diriku masih ada angin yang berhembus, dan aku merasa ada yang hilang... jika
yang hilang itu adalah 'keluarga', aku ingin mengetahuinya. Meskipun...
mungkin itu adalah kenangan yang tidak baik.”
“....Apa
kamu takkan menyampaikan perasaan itu kepada Tendou Hoshine?”
“Kurasa
dia menghindari pertanyaan itu karena dia
peduli padaku. Ada perasaan tidak ingin melakukan hal yang bertentangan dengan
itu secara terbuka...”
“Meskipun
begitu, kurasa lebih baik kalau kamu harus
menyampaikannya.”
Ranzan-san
menyatakannya dengan tegas. Suaranya sangat meyakinkan.
“Jika
itu hanya akan membuatmu menyesal kemudian, lebih baik kamu melangkah maju. Jika
itu Tendou Hoshine, dia tidak akan mengabaikan perasaan tulusmu. Nah, jika dia
tetap menghindar setelah itu...”
“Jika
iya begitu?"
“...Pada saat itu, aku akan membantumu.”
“Itu...
sangat menguatkan. Tapi, kenapa kamu bersedia melakukan itu untukku?”
“Seperti
yang pernah kukatakan sebelumnya, aku dan Miu
bisa menjadi 'keluarga' seperti sekarang ini berkat
bantuanmu. Jadi, ini adalah balasan untuk kebaikanmu.
Terutama tentang 'keluarga', itu semakin penting.”
“Ahaha...
aku sebenarnya tidak ingat tentang itu.”
“Selama
orang yang diselamatkan ingat, itu sudah cukup.”
“Begitukah?”
“Itulah
kenyataannya. Menjaga hubungan baik dan rasa kemanusiaan lebih sulit untuk
membuat musuh. Tentu saja, itu saja tidak
cukup.”
Ranzan-san
juga merupakan orang yang aktif sebagai calon kepala
keluarga berikutnya. Ucapannya
terasa berbobot karena dirinya
sudah memiliki pengalaman sebagai seorang profesional.
“...Baiklah.
Besok, aku akan bertanya lagi kepada Tendou-san.”
“Itu
bagus.”
Aku
merasa kalau beban di dadaku mulai terasa ringan. Saat aku memikirkan itu, kelopak
mataku mulai terasa berat...dan sebelum aku menyadarinya, aku tertidur.
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
Keesokan
paginya.
Kami
menyelesaikan persiapan dengan cepat, dan setelah sarapan, kami diantar pulang
oleh keluarga Shigenin. Aku, Tendou-san,
dan Habataki-san segera kembali ke rumah masing-masing.
Setelah itu, kami bersiap-siap dan langsung pergi ke sekolah. Di dalam mobil
antar-jemput, kecuali sopir, hanya ada aku dan Tendou-san.
(Jika aku
ingin bertanya, sekaranglah
saatnya...)
Meskipun
ada kesempatan untuk berbicara dengan tenang setelah kembali ke rumah, setelah
sampai di sekolah, mungkin tidak akan ada kesempatan seperti itu. Dan aku
merasa ini bukanlah percakapan yang seharusnya dilakukan di dalam sekolah...
“........”
Saat aku
berniat untuk bertanya, kata-kata itu terhenti
di tenggorokanku.
Mulutku
terbuka setengah, dan udara yang mengalir hanya bergetar.
“....Ada
apa?”
“Eh?”
“Sejak
tadi, sepertinya kamu ingin mengatakan sesuatu.”
“Ah,
tidak...”
Aku tidak
bisa mengajukan pertanyaan itu
dengan baik. Kenapa?
Seharusnya
aku sudah merapikan pikiranku setelah berbicara dengan Ranzan-san kemarin. Seolah-olah... seolah-olah tubuh
dan hatiku menolak untuk mengetahui.
Namun,
aku merasa gelisah. Kekosongan di dalam hatiku, entah bagaimana. Jadi...
“Tolong
beri tahu aku tentang keluargaku.”
Aku mencoba
menekan kekosongan yang menyakitkan, dan memutarbalikkan
pertanyaan itu dari mulutku.
“Aku
ingin tahu. Siapa keluargaku?”
Setelah
sekali mengucapkannya, kata-kata berikutnya mengalir dengan mudah.
“Kenapa
aku terpisah dari keluargaku dan tinggal di rumah Tendou?”
Meskipun
bibirku tidak terluka, Semakin banyak aku mengucapkan kata-kata itu, semakin
aku merasa seperti mengeluarkan
darah. Seolah-olah aku mengeluarkan rasa sakit yang hangat.
“........”
Saat aku
bertanya demikian, Tendou-san langsung
terdiam. Karena
sebelumnya dia menghindar, pasti ada hal yang membuatnya ragu. Karena aku menyadari hal itu, aku
tidak bertanya lebih lanjut.
“Aku…
tidak tahu banyak tentang keluargamu. Yang aku tahu hanya sedikit informasi
yang kamu ceritakan. Namun, kurasa itu adalah… kenangan yang tidak terlalu baik
untukmu.”
“Jadi kamu
memikirkan perasaanku. Terima kasih.”
“Itu
hanya keegoisanku. Jika kamu ingin mengingatnya,
aku harus memberitahumu. Hanya saja, Eito....
sebelum kamu kehilangan ingatan, kamu tidak
banyak berbicara tentang keluargamu.”
Tendou-san
kehilangan semangatnya yang biasanya dan
mulai memilih kata-kata.
Mata
birunya yang indah sedikit bergetar. Dia tampak bingung dan gelisah. Melihatnya
membuatku merasa bersalah. Hatiku terasa sakit. Aku merasa tidak berdaya karena
membuatmu menunjukkan ekspresi seperti itu.
“Aku
ragu untuk membicarakan hal yang ingin kamu sembunyikan… karena mungkin itu
bukan sesuatu yang diinginkanmu, Eito…”
Tendou-san
sebenarnya adalah orang yang cukup aneh.
Tapi,
kejujuran yang dia tunjukkan di momen seperti ini—
(—itulah salah satu daya tarik dari Ojou)
…………Eh?
(…Apa?
Apakah aku baru saja memikirkan Tendou-san sebagai… Ojou?)
“Eito?”
“…Eh?
Ah… a-apa!?”
“Aku
hanya khawatir dengan keadaanmu, jadi aku mencoba untuk berbicara…”
“Ak-Aku
baik-baik saja. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”
“…Begitu
ya. Maaf, aku tidak bisa langsung menjawab tentang keluargamu.”
“Jangan
khawatir. Aku mengerti bahwa Tendou-san melakukan ini karena memikirkanku.”
Itu
berbahaya. Saat Tendou-san mendekat dan melihatku dengan penuh perhatian,
napasku sejenak terhenti.
…Pelan-pelan aku sudah merasakannya dari tadi, tapi Tendou-san sangat tidak
terlindungi, ya?
Dia
adalah putri dari keluarga terhormat, seharusnya dia lebih berhati-hati.
Tidak…
jika aku berpikir secara egois, itu berarti dia sangat mempercayaiku. Terhadap
diriku sebelum kehilangan ingatan. Namun,
sungguh, aku merasa diriku yang sebelum kehilangan ingatan adalah orang yang
luar biasa.
Tendou-san,
Habataki-san, Shigenin-san. Dikelilingi
oleh gadis-gadis cantik seperti itu, apa aku tidak merasakan apa-apa? Sejujurnya, hanya dengan berada di dekat
mereka, jantungku sudah berdebar-debar.
Meskipun
aku merasa sedikit… tidak, cukup kecewa mengetahui bahwa aku tidak memiliki
hubungan romantis dengan salah satu dari mereka. Mungkin saja, di dalam hatiku, aku menyukai salah satu dari
mereka, atau bahkan semua.
Apa aku
menahan perasaan karena mempertimbangkan posisiku?
Aku harus
terus mengingat posisiku sebagai pelayan. Jika aku
bisa mengendalikan diriku seperti itu, wajar jika Tendou-san memberikan
kepercayaan yang begitu besar padaku.
(Tidak,
sungguh, diriku sebelum kehilangan ingatan itu, rasanya luar biasa… Mungkin
saja, mereka sebenarnya menyukaiku? Itu bisa saja terjadi.)
Jarak di
antara kami begitu dekat. Sampai-sampai aku bisa salah paham.
Yah,
meskipun sekarang aku kehilangan ingatan, aku tidak ingin melakukan sesuatu dengan mereka.
Jika aku
tetap kehilangan ingatan, mereka
pasti akan merasa khawatir dan mempertimbangkan banyak hal.
(Selain
itu… pertama-tama, aku harus menyelesaikan urusanku sendiri.)
Meskipun
aku menghadapi situasi dengan hati yang kosong, itu hanya akan membuat orang
lain menderita.
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
(Sudut
Pandang Tendou Hoshine)
Aku sudah
memperkirakan bahwa Eito ingin tahu tentang keluarganya. Aku pernah menghindarinya sekali, tetapi aku merasa itu hanya
akan menjadi alasan untuk mengulur waktu.
Itu hanya
firasatku. Firasatku yang biasanya tepat. Namun, kali ini aku tidak ingin
firasatku terbukti benar. Sayangnya, itu malah terjadi.
Seperti yang
kuduga itu hanya mengulur waktu, dan dia bertanya tentang
keluarganya. Tetapi
aku tidak bisa memberikan jawaban yang jelas.
Bagaimanapun juga, aku tidak tahu banyak tentang
keluarganya. Yang aku
tahu hanyalah bahwa keluarganya menghilang, dan hanya dirinya yang tersisa.
Dan pada
hari bersalju itu—aku yang menemukannya saat ia
berkeliaran di luar.
Apa seharusnya aku menceritakannya?
Tetapi sepertinya ia tidak ingin mengingat keluarganya. Jadi aku tidak pernah
membahas atau menyentuh topik itu di hadapannya.
(Tapi…
jika ia menginginkannya, aku seharusnya menceritakannya.)
Ya. Aku
seharusnya menceritakannya. Pasti.
Meskipun
begitu, aku masih ragu… karena Eito sebelum kehilangan ingatan tidak
menginginkannya.
(…Tidak.)
Itu
memang salah satu alasannya, tetapi bukan hanya itu saja.
Aku hanya
merasa takut.
(Aku
tidak ingin melukai Eito dengan tanganku sendiri…)
Jika ia
mengetahui bahwa dirinya
ditinggalkan oleh keluarganya, itu pasti akan menyakitinya. Aku tidak ingin memberikan luka
yang sama padanya setelah dirinya
sudah terluka sebelum kehilangan ingatan.
Karena
rasa takut, aku melarikan diri. Itu saja.
Yang aku
khawatirkan bukanlah Eito. Aku lebih mengkhawatirkan diriku sendiri.
(…Ah,
sudahlah!
Bodohnya aku!)
Aku
menampar pipiku dengan keras dan kuat.
Aku
menampar diriku yang penakut. Mendorong punggungku yang mundur. Melarikan diri demi keselamatan
diri sendiri, tetapi tidak bisa melangkah maju demi Eito. Dengan cara seperti itu, aku
tidak pantas menjadi majikannya.
(…Mari kita membicarakannya hari ini.
Segera setelah pulang dari sekolah.)
Aku akan
menyiapkan minuman hangat.
Seperti
pada hari bersalju itu, aku tidak ingin Eito membeku.
Aku segera
mengeluarkan ponsel untuk menghubungi orang di rumah, dan—begitu aku
mengeluarkannya, ada panggilan masuk. Yang menelepon adalah… Shigenin Miu.
Baru saja
aku merasa bersemangat untuk menguatkan diri,
aku malah mendapat panggilan dari kucing garong nomor 2.
Sejujurnya,
aku merasa sedikit tertekan, tetapi mau
bagaimana.
Tidak ada
alasan khusus untuk mengabaikannya… atau lebih tepatnya… entah kenapa, aku
merasa sebaiknya aku menjawabnya.
Ini juga
merupakan firasatku.
Firasatku
selalu benar. Entah menginginkannya atau tidak, itu tidak
bisa dipastikan. Setelah
menghela napas, aku menekan tombol panggilan yang muncul di layar.
“Apa
yang kamu inginkan, Miu? Baru kemarin… atau lebih tepatnya, siang ini.”
“Bahkan
aku juga tidak mau
repot-repot meneleponmu siang-siang begini.”
Itu
benar. Selain itu, jika bukan urusan mendesak, dia
bisa saja meninggalkan pesan. Namun, jika dia menelepon seperti
ini, pasti ada urusan penting.
“…Sebenarnya,
ada seorang kouhai dari SMA-ku
yang mendengar tentang diriku
dan datang berkunjung.”
“Kouhai
itu, apa kamu mengenalnya?”
“Tidak.
Baru pertama kalinya aku bertemu dengan gadis itu.”
Dia
datang jauh-jauh dari sekolah untuk menemui Miu…
Apa ada
rencana tertentu? Atau mungkin Miu memiliki ketertarikan terhadapnya? Atau
mungkin ada alasan yang sangat mendesak?
“Cerita
macam apa yang didengar anak itu sampai
membuatnya repot-repot datang
menemuimu?”
“Katanya
dia mendengar tentang pertemuanku dengan Eito-sama.”
“…………”
Tidak
boleh. Tahan dulu, Tendou
Hoshine.
Aku hampir
saja melontarkan kata-kata… ya, kata-kata yang sangat tidak
menguntungkan hampir keluar, tetapi tahanlah. Jika aku terus menginterupsi,
percakapan tidak akan maju. Meskipun kucing
garong ini menceritakan kebohongan yang sangat
menguntungkan dirinya.
“Sepertinya
dia pernah mendengar dari suatu tempat tentang bagaimana aku bertemu Eito-sama... dan bagaimana kami sekarang sampai pada titik di mana kami
berdua menikmati liburan musim panas bersama.”
“……………………Lalu?”
“Aku
memberitahunya tentang itu.”
“……………………Apa
yang kamu bicarakan?”
“Aku membicarakan tentang pertemuan manisku dengan Eito-sama.”
“Kasihan
sekali… kouhai itu sudah diberi kebohongan seperti
itu dan membuang-buang kapasitas otaknya.”
“Huh…
cemburu itu perilaku yang
sangat buruk tau.”
“Bagaimana
mungkin aku cemburu pada omong kosong yang 120% jelas-jelas bohong?”
Aku tidak
sanggup menahannya lagi. Tapi kamu benar-benar bertahan dengan
baik, Tendou Hoshine.
Atau
lebih tepatnya, aku bahkan berpikir untuk memutuskan panggilan ini.
“…Jadi?
Apa yang terjadi dengan kouhai yang
malang itu?”
“Nama gadis
itu adalah Asami-san…
Asami Hikari-san.”
Mungkin
dia bertanya apa aku mengenali nama itu.
“Asami
Hikari… aku belum pernah mendengar nama itu
sebelumnya. Lalu, ada apa dengan anak itu?”
“…Dia
memiliki seorang kakak laki-laki yang terpisah darinya saat kecil. Kakaknya
sekarang pasti sudah menjadi siswa kelas satu SMA.”
“Siswa
kelas satu SMA, kakak laki-laki…”
Keringat
mulai menetes perlahan. Tangan yang memegang ponsel
terasa semakin kuat.
“…Asami-san
tampaknya memiliki berbagai masalah. Orang tuanya pernah bercerai, dan
Asami-san diambil oleh ibunya. Kemudian, ibunya menikah lagi, dan nama belakang
Asami-san berubah menjadi yang sekarang.”
“…Jadi,
anak yang bernama Asami itu memiliki nama belakang lama?”
“Iya…”
Dengan
alur seperti ini, aku bisa merasakan apa yang dimaksud. Aku tidak sebodoh itu sampai tidak mengerti maksudnya. Namun, aku tidak bisa menahan
diri untuk bertanya. Aku harus memastikannya.
“Apa
nama belakang lama anak bernama Asami itu?”
“Nama belakang lama Asami-san adalah…”
Aku bisa
mendengar Miu sedikit mengatur napas melalui telepon. Mungkin dia juga menggenggam
ponsel dengan kuat sepertiku.
Dalam
sensasi waktu yang terasa panjang dan pendek, akhirnya Miu membuka
mulutnya.
“…Yagiri.”
Sebuah
nama yang sangat familiar. Dia mengatakannya.
“Nama belakang lama Asami-san adalah――――Yagiri Hikari.”
Aku tidak
tahu banyak tentang keluarga Eito.
“Dia
adalah adik perempuan Eito-sama.”
“Adik
perempuan…Eito....?”
Dan
sekarang, aku mungkin telah menyentuh sebagian dari Eito yang tidak
kuketahui.
“Jika anak
itu mendengar rumor bahwa kamu dan Eito saling mengenal, apa dia sengaja menemuimu karena dia ingin bertemu Eito?”
“…Ya.”
Jika dia mengetahui
bahwa kakak laki-laki yang
terpisah berada di
dekatnya, wajar saja jika dia ingin bertemu
dengannya.
Orang tua
yang meninggalkan Eito hanya karena keadaan, hal
itu pasti sesuatu yang tiba-tiba bagi adiknya.
“Namun,
perasaan Eito-sama
juga harus diperhatikan. Terlebih lagi, sekarang ia mengalami kehilangan
ingatan. Aku merasa ragu untuk memberitahu Eito-sama tanpa pertimbangan, jadi
aku menghubungimu.”
“Begitu….”
Apa ini
waktu yang tepat atau tidak?
Eito
sekarang ingin mengetahui tentang keluarganya.
…Tidak.
Bahkan jika itu Eito yang dulu, itu masih
tetap sama.
“…Pokoknya, kita tidak punya pilihan selain
bertanya langsung kepada Eito. Apa dia ingin bertemu keluarganya atau tidak.”
Apa pun
jawaban Eito, aku merasa kami tidak berhak memutuskannya. Kami tidak boleh menghilangkan kesempatan Eito untuk memutuskannya.
“Aku
akan berbicara dengan Eito.”

