Otonari no Tenshi-sama Volume 11.5 Chapter 3 Bahasa Indonesia


Chapter 3 — Suka Berbagi Hal-Hal Yang Disukai

 

Bukannya berarti Amane tidak mempunyai hobi, tapi dirinya tidak pernah terlalu condong pada satu hal secara ekstrem. Ia sangat menyukai Mahiru, sampai-sampai bisa dibilang ia mencintainya dengan sepenuh hati, tetapi jika dirinya mengklaim itu sebagai hobi, orang lain pasti akan terkejut, dan AAmane juga akan merasa malu dan ingin menghindar. Jadi, ada banyak hal yang membuatnya merasa hobi itu memiliki semangat yang berbeda.

Oleh karena itu, meskipun Amane tidak mempunyai hobi yang, tapi baru-baru ini ada satu hal yang menjadi tren baginya. Yaitu membuat telur bumbu. Jangan anggap itu hanya sekadar merendam telur rebus dalam bumbu. Waktu merebus telur tentu saja berpengaruh, dan juga tergantung pada jenis bumbu yang digunakan. Meskipun menggunakan dasar rasa yang sama, konsentrasi bumbu, jumlah garam, ada atau tidaknya kaldu, dan waktu merendam semuanya mempengaruhi hasilnya, sehingga sangat mendalam.

Itulah sebabnya, Amane yang sebelumnya tidak suka berlebihan dalam hal yang disukainya, dan kecintaannya yang tak terbantahkan pada telur telah mendorongnya untuk mendedikasikan dirinya dalam membuat telur berbumbu. Tentu saja, jika Amane membuatnya dalam jumlah besar setiap hari, ia bisa menghabiskan semuanya, tetapi dirinya bisa melihat masa depan di mana Mahiru hari akan mengatakan, “Nutrisimu tidak seimbang, jadi makanlah dengan secukupnya.” Oleh karena itu, Amane terus membuatnya sedikit demi sedikit untuk konsumsi pribadi.

Akhir-akhir ini, Amane sedang mencoba tantangan untuk melihat seberapa jauh dirinya bisa merendam dengan bumbu yang disukainya, dan merasa senang menemukan campuran favoritnya. Tampaknya kebahagiaan itu terlihat di wajahnya karena ketika kembali ke sofa setelah mencuci piring, Amane disambut oleh Mahiru yang tampak sedikit keheranan, meskipun tidak sampai curiga.

“…Amane-kun, kamu terlihat sedikit terlalu senang, ya?”

“Eh. …Tidak, aku tidak merasa begitu kok?”

Sebenarnya, itu bukan sesuatu yang perlu disembunyikan, tetapi juga bukan sesuatu yang perlu ia katakan, dan Amane merasa bahwa bersemangat tentang telur bumbu terasa kekanak-kanakan dan memalukan. Namun, tampaknya ini justru menimbulkan kecurigaan dalam diri Mahiru.

Meskipun tidak terlihat seperti sedang menuduh, Mahiru menatapnya dengan serius dan bertanya lagi dengan lembut, Apa beneran begitu? 

Tidak, seriusan. Kurasa tidak seperti itu.

…Begitu ya?

…Bukan begitu, sebenarnya aku tidak menyembunyikan apa pun darimu, Mahiru.

Amane merasa bahwa terus berusaha mengelak hanya akan membuat keadaan semakin buruk, jadi dirinya memutuskan untuk menyerah. 

Jadi, sebenarnya apa?

Eh, yah, tidak, sebenarnya ini hanya perkara sepele. 

Ya.

Belakangan ini, aku sangat tertarik membuat telur bumbu.

Ya, aku tahu. Ada wadah di kulkas yang tampaknya berisi itu.

Jadi, aku menemukan rasio bumbu favorit untuk telur bumbu. Saat ini aku sedang merendamnya. Aku membayangkan menikmati telur bumbu yang penuh rasa dan lembut dengan nasi yang baru dimasak, dan aku sangat menantikan itu untuk besok pagi.

Saat Amane mengatakan itu, dirinya merasa malu karena perkara sepele itu, tapi dirinya pikir lebih baik jujur daripada mengelak. Telur bumbu yang dinantikannya sudah direndam sebelum Mahiru datang, jadi waktu terbaik untuk memakannya adalah setelah pagi hari berikutnya.

Telur bumbu yang dibuat sebelumnya sudah siap dimakan setelah sehari dimarinasi, jadi Amane berencana untuk menikmati campuran yang dicobanya kali ini pada waktu yang sama. Semakin lama direndam, semakin meresap rasa bumbunya, dan kuning telurnya juga akan menjadi lebih padat dan kenyal, yang juga enak, tetapi Amane lebih suka kuning telur yang lembut dan menikmati rasanya, jadi dirinya ingin menikmati kuning telur yang lembut terlebih dahulu.

Kalau bicara tentang telur bumbu, ramen juga enak, tapi tetap saja nasi putih yang utama, kan? Boleh aku menggunakan nasi bagus yang kita simpan?

Nasi yang biasanya mereka gunakan sebagai makanan pokok bukanlah nasi dari beras berkualitas jelek, malahan cukup mahal dan lezat, tetapi itu bukanlah yang super mahal. Mahiru memilih dengan cermat nasi yang seimbang antara rasa dan harga.

Meskipun rasanya enak, tapi Amane merasa sungkan jika menyajikan telur bumbu terbaik dengan nasi yang biasa-biasa saja. Oleh karena itu, dirinya berpikir untuk menggunakan nasi mahal yang disimpan dalam jumlah kiloan dan harganya ribuan yen. 

“Boleh enggak?

Tidak, itu tidak masalah. 

“Horee! Oh, aku mungkin akan bangun pagi dan memasaknya dalam panci tanah liat. Memasak dengan rice cooker juga enak, tetapi panci tanah liat memberikan rasa yang berbeda.

Dengan panci tanah liat, cara nasi berdiri dan rasa manisnya berbeda. Memang, memasak dengan api langsung memberikan hasil yang berbeda dibandingkan rice cooker, di mana setiap butir nasi terjaga kelembapannya dan menghasilkan penampilan yang mengembang dan berkilau.

Amane tidak bermaksud merendahkan rice cooker, tetapi dalam hal mengeluarkan aroma, rasa manis, dan umami, panci tanah liat memang sedikit lebih unggul. Di sisi lain, ia tidak bisa membiarkannya sepenuhnya tanpa pengawasan, dan harus mengatur suhu dan jumlah air dengan tepat agar nasi tidak menjadi gagal, jadi ada kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Karena Amane belajar cara memasak nasi dengan panci tanah liat dari Mahiru dan ia sudah bisa memasak dengan cukup baik, meskipun biasanya dirinya sangat bergantung pada rice cooker. Setelah mendapatkan izin dari Mahiru, Amane memutuskan untuk memasak nasi sendiri besok. Ketika ia menatap Mahiru, dia tampak membuka dan menutup matanya beberapa kali, lalu perlahan menghela napas.

…Sekarang aku merasa sangat lega.

Eh, kenapa? Apa aku dicurigai dengan hal-hal aneh?

Tidak, bukan kecurigaan seperti itu, tetapi, ya, aku merasa ini sangat khas darimu, Amane-kun, dengan senyuman yang menghangatkan hati dan rasa lega.

“Bukannya kamu sedang meledekku?

Tidak, sama sekali tidak.

“Hmm.

Mahiru mungkin tidak sedang meledeknya, tapi sepertinya dia berpikir bahwa hal itu menggemaskan dan lucu (dari sudut pandang Mahiru), jadi Amane tidak mengambilnya terlalu serius dan hanya menerima apa yang dia katakan. Namun, kali ini Mahiru tampak sedikit gelisah.

Kenapa malah aku yang dicurigai di sini?

Karena kamu selalu melihatku dengan senyuman.

Itu karena aku selalu merasa kamu sangat menggemaskan, Amane-kun. 

Hmm. …Kalau begitu, mau bagaimana lagi. Aku juga melihatmu dengan cara yang sama.

Setelah Mahiru mengatakan bahwa dirinya menggemaskan, mana mungkin Amane membantahnya. Dirinya juga selalu merasa Mahiru sangat menggemaskan dan memperhatikannya dengan penuh kasih, jadi mereka berdua saling berbagi perasaan itu. Selain itu, hanya dengan mengetahui bahwa Mahiru merasa seperti itu kepadanya sudah cukup membuatnya bahagia, jadi Amane memilih mundur dengan tenang.

Melihat Amane mengangguk sebagai jawaban, pipi Mahiru sedikit memerah dan menundukkan pandangannya. Ketika Mahiru merasa malu, dia biasanya melakukan sesuatu menyundul Amane dengan lembut atau mengguncang-guncang tubuhnya karena malu, tetapi kali ini tampaknya dia lebih memilih yang terakhir.

Jadi kamu malah merasa malu.”

“Habisnya

Aku selalu melihatmu dan berpikir bahwa aku menyukaimu, Mahiru.

Ak-Aku… tahu itu. 

Benarkah? Apa kamu benar-benar merasakannya? 

Kata-kata dan tindakan sama-sama penting, sesuatu yang diajarkan dan ditanamkan oleh orang tua Amane di dalam hatinya. Karena itulah, ia berusaha sebisa mungkin berkomunikasi melalui kata-kata dan tindakannya agar tidak membuat Mahiru cemas. Namun, Amane penasaran, apa perasaannya tersampaikan kepadanya?

Meskipun begitu, Amane bisa tahu dari sikapnya bahwa Mahiru memahami dan menerimanya, jadi ia tidak terlalu meragukannya. 

“Aku benar-benar merasakannya, terlalu banyak malah.”

“Baguslah kalau begitu.

Ketika Mahiru mengangguk dengan semangat, Amane menganggap dia sangat menggemaskan, jadi dirinya dengan lembut mengelus kepala Mahiru. Meskipun dia menerimanya, tapi sepertinya Mahiru ingin mengatakan sesuatu dan menggerakkan bibirnya.

…Uhm.

Ada apa? 

Aku hanya merasakan bahwa aku sangat dicintai.

Begitu, senang kamu merasakannya.

Mendengar kata-kata itu dari mulut Mahiru saja sudah memuaskan Amane, tetapi entah karena merasa tidak suka dengan anggukan yang terlalu cepat atau karena malu, Mahiru mulai menggerakkan tangannya kecil-kecil dan menepuk-nepuk paha Amane.

Seandainya saja Amane mengatakan kalau Mahiru sudah mahir menyembunyikan rasa malunya, ia sudah bisa membayangkan wajah Mahiru yang memerah seperti balon merah muda. Amane kemudian mengambil tangan yang menyentuh pahanya dan membungkusnya dengan lembut.

“Ayo, jangan cemberut begitu. Besok pagi kita makan telur bumbu bersama.

Kamu yakin? 

Apa maksudmu?

Yah, kupikir itu adalah makanan favorit Amane-kun yang sangat berhasil, bukan?

Ya. Itulah sebabnya aku mengajakmu untuk memakannya, oke? Makanan enak sebaiknya dibagikan, kan?

Amane bukan tipe orang yang ingin menguasai apa yang disukainya. Tentu saja, Amane ingin memiliki Mahiru untuk dirinya sendiri dan tidak ingin ada orang lain yang mendekatinya, tetapi untuk hal-hal yang disukai lainnya, Amane lebih suka membagikannya dengan orang-orang terdekat.

Apalagi kalau itu dengan orang yang dicintainya. Amane ingin orang yang dicintainya mengetahui hal-hal yang disukainya dan bisa menikmatinya bersama merupakan hal yang sangat membahagiakan.

Selain itu, mempertimbangkan keterampilan memasak, kepekaan rasa, dan pengetahuan Mahiru, kritiknya pasti akan membantu Amane berkembang ke depannya. Tidak ada alasan untuk tidak makan bersama.

Jangan khawatir, aku sudah mencatat resepnya, jadi aku bisa membuatnya lagi nanti.

…Aku juga menyukai bagian itu darimu.

Benarkah? Terima kasih.

Aku sangat menyukaimu, Amane-kun.

…Apa ada yang salah hari ini? Apa ada sesuatu yang terjadi?

Pernyataan cinta dan curahan kasih sayang dari Mahiru mulai membuat Amane khawatir apakah dirinya membuatnya merasa tidak nyaman, tetapi Mahiru hanya menggerakkan rambut pirangnya yang berwarna coklat keemasan dengan santai.

Aku hanya berpikir betapa beruntungnya diriku memiliki orang yang aku suka seperti Amane-kun." 

Aku senang mendengarnya. Aku juga merasa beruntung bisa disukai oleh Mahiru.

Amane sendiri sedikit meragukan apa dirinya memiliki elemen yang cukup untuk disukai Mahiru, tetapi jika ia mengatakannya secara lantang, Mahiru pasti akan memelototinya dan memberikan ceramah panjang yang penuh pujian, jadi Amane memilih untuk menahan diri.

Memang benar bahwa Mahiru menyukainya, dan Amane ingin bersikap jujur tidak hanya kepada Mahiru tetapi juga kepada orang lain, yang mungkin menjadi salah satu alasan mengapa Mahiru menyukainya.

…Amane-kun tuh kadang-kadang tidak menyadariinya, ya? Tidak, bukan kadang-kadang, tetapi cukup sering.

Apa maksudmu?

Segala macam hal.

Saat Mahiru berpaling dengan cemberut, Amane tahu jika dirinya terlalu memaksakan untuk menggali informasi, dia akan merasa malu dan menghindar, jadi Amane membiarkannya sambil mengelus lembut tangan kecilnya untuk merasakan kehangatannya.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama