Otonari no Tenshi-sama Volume 11.5 Chapter 4 Bahasa Indonesia

 

Chapter 4 — Tipe yang Tidak Disukai Masing-Masing Orang

 

Amane memiliki pacar yang bernama Mahiru, tapi bukannya berarti dirinya selalu menghabiskan seluruh waktunya dengan Mahiru.

Mahiru juga pasti memiliki urusannya sendiri dan memiliki hubungan sosialnya sendiri. Hal ini juga berlaku untuk Amane; pada hari-hari tanpa kerja paruh waktu, mereka sering pulang bersama, tapi itu tidak terjadi setiap kali. Hari ini adalah hari tanpa adanya kerja paruh waktu, dan Amane berencana untuk bermain bersama Itsuki dan Yuuta sepulang sekolah.

Walau demikian, mereka tidak bisa menghabiskan terlalu banyak uang untuk bersenang-senang, dan karena waktunya sehabis sekolah, mereka juga tidak bisa bermain terlalu lama. Oleh karena itu, mereka sering pergi ke karaoke, di mana mereka bisa mendapatkan tempat yang nyaman dan minuman dengan harga tetap tanpa gangguan dari orang lain. Meskipun disebut berkaraoke, tujuan mereka lebih kepada mengobrol santai daripada bernyanyi, jadi setelah beberapa lagu dinyanyikan, mereka mengadakan pertemuan untuk saling memberi kabar.

Meskipun disebut sebagai memberi kabar terkini, karena mereka berada di sekolah dan kelas yang sama, topik besar biasanya terulang, jadi mereka sering membicarakan hal-hal yang cukup sepele atau berbagi tentang apa yang sedang mereka sukai saat ini, dengan percakapan yang cukup santai.

“Oh ya, sewaktu ketika jalan-jalan dengan Yuuta, ia benar-benar didekati oleh banyak cewek, dan itu benar-benar membuatku sadar betapa populernya Yuuta.”

Topik hari ini tampaknya dimulai dari kejadian saat mereka pergi baru-baru ini, dan Itsuki mengangguk sambil menyilangkan tangan, “Wah, waktu itu luar biasa banget.”

Dengan wajah, postur, dan suara yang baik, ditambah lagi cerdas dan memiliki kepribadian yang tenang serta jujur, tidak mengherankan jika Yuuta menarik perhatian banyak orang, dan Amane pun mengangguk setuju. Namun, Yuuta tampaknya tidak terlalu senang dengan perhatian tersebut.

“Sejujurnya, aku tidak merasa senang meskipun banyak yang menyukaiku.”

“Kalau cowok-cowok lain mendengarnya, mereka pasti akan mencengkeram bahumu dan mengutukmu sambil menangis darah.”

Mungkin itu masalah yang cukup merepotkan bagi mereka yang populer, tetapi jika para cowok yang tidak memiliki hubungan dengan lawan jenis mendengar ini, mereka mungkin akan merasa iri, ata bahkan membencinya. Mungkin karena mereka berada di ruang pribadi tanpa telinga atau mata orang lain, jadi mereka bisa mengatakan hal-hal seperti ini, meskipun kata-kata tersebut memiliki dampak yang serius.

“Jadi, keinginan untuk disukai itu, pasti ada perasaan ingin dipuja oleh gadis-gadis atau pada akhirnya, berharap bisa menjalin hubungan fisik, kan? Aku tidak memiliki perasaan seperti itu, jadi yah....”

“Itu juga bisa diperdebatkan.”

“Aku tidak ingin mendengar hal itu dari Fujimiya.”

“Ada benarnya juga.”

“Oi!”

Amane menatap tajam pada kedua orang yang entah mengapa tiba-tiba menyerangnya, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa mereka terpengaruh.

“Yah, Fujimiya juga tipe cuek, iya ;kan? Kamu bukannya mau disukai banyak gadis, tapi lebih ingin berpacaran dengan orang yang disukai.”

“... Itu benar, sih.”

“Aku tidak ingin mengundang perhatian banyak orang. Menjadi populer itu tidak selalu baik, karena bukan hanya gadis-gadis, tapi juga masalah-masalah aneh yang datang menyertainya. Kerugian lebih banyak daripada keuntungan, seriusan.”

Pandangan mata Yuuta yang memandang kejauhan seolah-olah menyiratkan bahwa dirinya sudah mengalami banyak kesulitan yang tidak bisa dipahami Amane, hanya membuat Amane bisa mengirimkan tatapan penuh empati, seolah mengatakan bahwa Yuuta benar-benar telah berjuang keras.

“Ngomong-ngomong, apa kamu benar-benar senang kalau banyak yang mengajak bicara?”

“Mau dengar pendapat umum atau pandangan pribadi kita?”

“Pendapat umum. Kalian punya pasangan masing-masing, jadi pasti jawabannya tidak senang.”

“Kalau begitu, sebagai pendapat umum, meskipun tergantung orangnya, kurasa banyak orang pasti merasa senang. Bagi mereka yang ingin populer, hal tersebut pasti menyenangkan. Setidaknya, jika mereka diperhatikan oleh gadis-gadis, itu berarti mereka memiliki nilai di mata lawan jenis, dan itu bisa menjadi bukti kepercayaan diri dan kebanggaan. Jika itu berkembang menjadi hubungan pribadi, itu pasti menjadi kemenangan besar.”

“Aku sih kurang menyukai suasana yang terlalu ringan seperti itu…”

“Yah, kamu memang tidak pernah merasa senang dengan itu, Yuuta.”

“Tentu saja aku sangat menghargai jika ada yang menyukaiku. Tapi, entah kenapa... jika ada yang terlalu maksa mendekat, aku jadi mundur. Rasanya lebih kuat untuk tidak ingin diganggu saat aku sedang bersenang-senang. Jadi, aku termasuk tipe yang tidak suka dengan hal-hal seperti itu.”

“Di sini, tidak suka tetapi merasa tidak nyaman adalah bentuk kebaikan, ya.”

Jika mempertimbangkan semua kejadian yang telah dialami Yuuta, rasanya tidak mengherankan jika dirinya membenci tipe orang yang terlalu memaksa, tapi ia tetap menyebutnya “tidak suka” karena sifatnya yang begitu pengertian dan lembut.

“Aku tidak bisa membayangkan Yuuta yang mengatakan bahwa da membenci seseorang.”

“Setuju.”

“Kalau menurutku, itu juga berlaku untukmu.”

“Aku?”

Tiba-tiba arah pembicaraan berubah, dan Amane menyipitkan mata dengan curiga, tetapi Itsuki juga membalas dengan tatapan yang sama.

“Lagian juga, apa kamu punya tipe yang tidak kamu sukai, Amane?”

“Apa maksudnya?”

“Maksudku, dalam konteks hubungan manusia tanpa memandang jenis kelamin. Sepertinya kamu tidak sering mengungkapkan kebencian, ‘kan? Apa ada yang benar-benar kamu benci atau tidak sukai?”

“Memangnya aku dianggap bagaimana sih…”

Kedengarannya seperti pertanyaan yang ditujukkan untuk robot atau semacamnya.

Amane sebenarnya tidak memiliki perubahan emosi yang ekstrem, tapi dirinya juga memiliki preferensi dan perasaan senang atau tidak senang. Hanya saja, apa dirinya akan mengekspresikannya atau tidak merupakan dua hal yang berbeda.

“Ah, tapi aku mengerti. Fujimiya tuh rasanya seperti memiliki batasan yang jelas. Ia tidak tertarik pada hal-hal tertentu dan tidak ikut campur dalam hal-hal yang bukan urusannya. Ia menganggap ‘itu di sana, ini di sini’.”

“Ya, selama itu tidak berhubungan denganku, aku merasa tidal perlu untuk mengekspresikan emosiku.”

“Iya sih, makanya aku penasara, apa ada tipe orang yang kamu benci sampai-sampai melampaui batasan itu?”

Amane berpikir tentang seseorang yang benar-benar dibencinya.

“... Orang yang mengganggu orang lain, mungkin?”

“Menurutku, itu berlaku untuk semua orang. Justru sebaliknya, memangnya ada orang yang benar-benar menyukai orang yang seperti itu?”

“Kurasa ada cukup banyak orang yang menyukai pembuat masalah.”

“Mungkin orang yang disukai adalah orang yang bisa meminta maaf… Seseorang yang hanya mengacau tanpa rasa bersalah dan tidak mau bertanggung jawab, rasanya tidak mungkin untuk disukai. Kecuali mereka membawa keuntungan besar meskipun sering membuat masalah, atau mungkin hanya ada dalam fiksi.”

Chitose memang memiliki sedikit sifat pembuat masalah, tetapi biasanya hanya hal-hal kecil yang dia lakukan, dan jika dia melakukan kesalahan, dia akan segera meminta maaf dan berusaha memperbaiki keadaan. Sifat ceroboh dan ketulusan seperti itu dianggap baik, dan karena dia memiliki daya tarik, Amane bisa memaafkan sedikit gangguan dengan mudah.

Entah kenapa, saat melihat Chitose, dirinya berpikir bahwa cara seseorang menangani pemulihan atau sikap mereka saat terjadi suatu insiden sangat berarti.

“Amane, apa kamu tidak pernah merasa seperti ‘aku benci pada orang ini’?”

Pertanyaan yang sedikit mengejutkan ditujukan pada Amane yang tampaknya tidak terlalu paham, dan dirinya merenungkan kata “benci” dalam pikirannya.

Amane jarang merasakan ketidaknyamanan atau penolakan yang kuat terhadap orang lain. Dalam kehidupannya sejauh ini, satu-satunya penyebab yang membuatnya merasa demikian adalah Toujo.

(Tapi, bukannya berarti aku membenci orang itu…)

Memang saat itu dirinya merasa sangat kecewa, sakit hati, dan sedih. Perasaan cemas dan ketakutan yang kuat seolah membungkusku dalam kegelapan, membuat tubuhnya tegang dan terikat. Amane telah bertanya pada dirinya sendiri berkali-kali.

Tapi jika dirinya harus memberi nama pada apa yang dirasakannya terhadap Toujo saat itu, itu bukan kebencian atau rasa jijik.

“... Daripada membencinya, kurasa lebih tepatnya aku merasa tidak suka dengan apa yang sudah dilakukannya, dan itu membuatku sangat sedih. Tidak ada rasa jijik atau apapun.”

Mungkin hatinya akan merasa sedikit lebih lega jika Amane benar-benar bisa membenci atau merasa dendam padanya. Namun, apa yang dirasakannya saat itu, meskipun sulit untuk diungkapkan, ialah penghinaan dan kesedihan yang mendalam.

Dikhianati oleh seseorang yang ia percayai, dimanfaatkan, dan diolok-olok benar-benar membuatnya frustrasi, sedih, dan menyakitkan.

Namun, alasan mengapa ia tidak jelas-jelas merasa benci mungkin karena Amane secara tidak sadar menolak untuk mengarahkan perasaannya lebih lanjut terhadap Toujo.

“Hmm. Bagaimana perasaanmu tentangnya sekarang?"

“Aku tidak peduli.”

“Oh, tegas sekali.”

“Ah, tidak, jika aku bilang tidak peduli, itu bisa disalahartikan. Karena ia bukanlah orang yang akan berhubungan denganku lagi, entah dirinya bahagia atau tidak di masa depan, itu sudah tidak ada hubungannya lagi denganku. Aku hanya berharap dia bisa menjalani hidupnya sendiri selama dirinya tidak mengganggu orang lain.”

Hubungannya dengan Toujo sudah putus. Setidaknya, dari sudut pandang Amane.

Dirinya berencana untuk melanjutkan pendidikan dan pekerjaan di sini, dan selama tidak kembali ke kampung halamannya, kemungkinan besar dirinya takkan bertemu Toujo lagi. Jika Toujo tidak memiliki alasan untuk datang ke sini, mereka tidak akan bertemu sama sekali. Dan ia mungkin tidak akan menganggap siapa pun di sekitarnya pantas untuk diperjuangkan..

Amane benar-benar tidak peduli apa yang terjadi pada orang yang tidak berhubungan dengannya di luar kendalinya. Jika seandainya Toujo muncul di hadapannya, mungkin dirinya akan memiliki beberapa pendapat, tapi hanya sekedar itu saja.

(Sebenarnya, tidak ada yang perlu kupikirkan lagi tentang hal itu. Lagipula, ia sudah menjadi orang asing bagiku.)

Ini bukan sekadar berpura-pura, Amane benar-benar merasa demikian.

Perasaan ini bisa muncul berkat pertemuannya ketika pulang ke rumah orang tuanya selama musim panas. Amane bisa mengatasi apa yang terjadi saat itu karena ia bisa berbicara langsung dengannya. Jika tidak ada kesempatan itu, mungkin perasaan tidak nyaman masih tersisa hingga sekarang.

“Aku hanya ingin bilang, aku merasa bersyukur. Ia sudah membantuku untuk datang ke sini, dan sekarang aku merasa bahagia. Meskipun ada hal yang kupikirkan tentang apa yang terjadi, tidak ada perasaan negatif yang menyertainya. Rasanya seperti, aku benar-benar tidak tertarik.”

“Apa aku telah menyentuh sesuatu yang seharusnya tidak kusentuh?”

“Itsuki, kamu memang parah banget.”

“Kenapa begitu?!”

Mereka berdua yang dengan sengaja mengubah pembicaraan serius menjadi lelucon membuat Amane merasa terhibur dan tertawa, sambil mengibaskan tangan untuk mengusir kekhawatiran yang menimpa mereka.

“Tidak, aku benar-benar tidak merasakan apa pun saat ini. Sekarang aku merasa cukup puas dan berpikir bahwa datang ke sini adalah keputusan yang baik.”

“Dan kamu juga bertemu dengan orang yang paling kamu cintai?”

“Ya, benar.”

Pada akhirnya, berkat insiden dengan Toujo, Amane bisa bertemu dan menjalin hubungan dengan Mahiru, jadi mungkin seharusnya dirinya mengadakan festival besar sebagai ungkapan terima kasih. Namun, jika Toujo mendengarnya, dia mungkin akan marah, jadi Amane tidak mengatakannya keras-keras. Namun, dirinya memang bersyukur. Hanya sebatas itu meskipun dirinya tidak ada niat untuk membalas budi.

“... Kamu bisa mengangguk di situ, itu menunjukkan betapa beraninya kamu.”

“Menurutku Fujimiya adalah orang yang jujur selama Itsuki tidak meledeknya.”

“Tapi kalau aku tidak mengolok-oloknya, anak ini mungkin akan terus membanggakan hubungannya dengan Shiina-san.”

“Hal itu mungkin ada benarnya.”

“Tidak ada benarnya.”

Ketika ia mendesak mereka tentang apa yang sedang mereka bicarakan, mereka hanya terang-terangan memalingkan muka, jadi Amane menghela napas dalam-dalam dan menyegarkan mulutnya dengan segelas soda melonnya.

“Jadi, intinya, kamu benar-benar tidak memiliki tipe yang kamu benci?”

“Tidak, karena orang-orang di sekitarku umumnya baik, jadi tidak ada yang benar-benar kubenci.”

“Ya ampun, kamu terus-menerus memujiku, aku jadi malu nih.”

“Uwahh menjengkelkan banget.”

“Kejam banget oi.”

Sambil mengarahkan tatapan datar kepada Itsuki yang menggeliat dan sengaja memegangi pipinya dengan kedua tangan, Amane sekali lagi memikirkan tipe orang yang tidak disukainya.

Pada umumnya, Amane tidak terlalu peduli jika mereka tidak ada di dekatnya, tetapi ada juga orang yang hanya dengan melihatnya saja sudah membuatnya merasa tidak suka. Jika dipikir-pikir, satu-satunya alasan dirinya tidak menyukai seseorang selain aktivitas kriminal.

“Yah, meskipun tidak ada orang semacam itu di sekitarku, tapi ada tipe orang yang benar-benar tidak bisa kuterima.”

“Hoo~hoo~. Kira-kira orang yang seperti apa?”

“Orang yang menjadikan tujuan hidupnya dengan merusak hubungan orang lain dan merenggutnya.”

“Ah.”

Amane pernah membicarakan hal serupa dengan Mahiru, tapi dirinya memang tidak suka dengan orang yang memiliki niat jelas untuk merebut sesuatu dari orang lain dan mendekati mereka dengan cara itu.

“Secara logis dan etis, itu tidak bisa diterima. Aku ingin mereka menjauh dariku, dan jika mereka mendekatiku dan menunjukkan tanda-tanda itu, aku pasti akan berusaha menyingkirkan mereka dari lingkaran pertemananku.”

Amane sendiri sadar bahwa ia mungkin sedikit terobsesi kebersihan, tetapi ia tetap merasakan perasaan jijik yang tak tertahankan.

Kejadian serupa terjadi di dekat rumah orang tuanya, dan sepasang suami istri akhirnya berpisah. Amane yang saat itu masih duduk di bangku SD, dibuat terkejut saat mendengar kabar itu.

Pada akhirnya, si suami yang berpaling dari istrinya pergi meninggalkan kota itu, tapi tampaknya selingkuhannya kehilangan minat dan membuangnya begitu saja, yang mengakibatkan kehancuran sebuah keluarga.

Tentu saja, tampaknya mereka telah mengajukan tuntutan untuk uang kompensasi dan biaya pengasuhan dengan benar, tapi itu masih menjadi beban yang sangat berat bagi seorang ibu yang masih mengurus anak kecil. Amane masih mengingat bagaimana Shihoko dan tetangga-tetangga lainnya sangat peduli dan memperhatikan situasi tersebut. Ngomong-ngomong, sekarang anak dari kejadian itu sudah menjadi siswa SD, dan menurut Ibunya, anak itu tampaknya tidak mengingat sedikit pun tentang ayahnya dan terlihat baik-baik saja.

Mungkin karena ada kejadian seperti itu di sekitarnya, atau karena orang tuamua terlalu harmonis sehingga dirinya menganggap itu sebagai standar sejak kecil, atau mungkin karena sifat perfeksionis yang berlebihan di masa remaja, yang jelas, Amane mulai merasa jijik terhadap orang-orang yang tidak jujur seperti itu.

“Ya, tentu saja kamu ingin mengusir mereka sebelum terjadi apa-apa... Tidak, kurasa Shiina-san tidak akan tergoda.”

“Aku yakin dia tidak akan tergoda, dan aku tidak khawatir tentang itu, tetapi baik Mahiru maupun aku tidak ingin membuat kami merasa tidak nyaman satu sama lain, jadi jika kami bisa menghilangkan penyebabnya, kami akan melakukannya. Aku tidak suka jika waktu dan perhatian ku teralihkan. Aku yakin kalau Mahiru takkan berpaling pada orang lain.”

Amane yakin bahwa Mahiru takkan berpaling dengan orang lain, atau lebih tepatnya, dirinya meyakini begitu. Namun, terlepas dari itu, jika perwujudan ketidakjujuran seperti itu mendekati mereka berdua, itu akan membuat stres dan mengganggu, jadi Amane hanya ingin menyingkirkan mereka dari pandangannya sebelum sampai pada titik itu.

“Wah, kamu lagi-lagi memamerkan kemesraanmu.”

“Aku bukannya sedang pamer atau semacamnya, karena faktanya memang demikian. Aku sudah berusaha dengan baik.”

“Bagian yang tidak bohong dan tidak merayu itulah yang membuatnya terlihat khas Fujimiya banget.”

Amane tidak berniat bersikap santai atau merasa bangga karena disukai, tetapi kenyataannya dirinya memang disukai, dan ia selalu berusaha untuk membuat Mahiru tetap menyukainya dengan banyak usaha, perhatian, dan rasa syukur.

Amame tidak menganggap disukai sebagai hal yang biasa, ia menghargainya dan menunjukkan dengan kata-kata serta sikapnya, dan tidak menganggap usaha untuk menghabiskan waktu bersama dengan nyaman sebagai beban.

Dirinya bisa mengatakannya tanpa rasa malu, dan Itsuki serta Yuuta saling memandang dan mengangkat bahu.

“Bagaimana dengan Kadowaki yang cukup ramah kepada semua orang? Dari sudut pandangku, jarang sekali ada orang yang dibenci Kadowaki.”

“Aku? Tentu saja aku juga punya tipe orang yang tidak kusuka.”

“Eh, Yuuta juga? Rasanya mengejutkan.”

Itsuki yang sudah dekat sejak masa SMP tampaknya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya dengan mata yang terbuka lebar.

“Kalian berdua mengira aku ini siapa... Aku juga manusia, jadi pasti ada yang kusuka dan tidak suka.”

“Tapi aku belum pernah melihatmu bersikap seperti itu. Setidaknya, aku tidak tahu siapa yang kamu maksud.”

“... Ah, tidak.”

“Eh, kenapa kamu ragu-ragu?”

“... Bukan berarti Itsuki tidak mengenalnya, dan jika dibilang ada orang yang aku benci, memang ada, tapi lebih tepatnya ada atau pernah ada, dan, entahlah, aku tidak ingin mengatakannya.”

“Jangan-jangan yang dimaksud itu... aku!?”

“Ya enggaklah. Kalau begitu, kita tidak akan bermain dan mengobrol seperti ini.”

“Aku merasakan cinta dari Yuuta. Ah, aku jadi malu.”

Bisa kelihatan jelas kalau Yuuta merasa kesal dari cara alisnya berkerut, tetapi dirinya segera beralih menjadi senyuman masam sambil mengaduk kopi di cangkirnya dengan sendok.

Tindakannya terlihat seperti dirinya merasa ragu-ragu untuk berbicara karena apa yang ia katakan sebelumnya, tetapi sepertinya ia tidak terlalu keberatan. Malahan, ia tampak mengkhawatirkan Itsuki.

“Bukan begitu. Ingat, senior yang itu dari masa SMP.”

“... Ah, orang yang itu ya.”

Amane tidak tahu siapa yang dimaksud dengan ‘senior itu’, tetapi Itsuki tampaknya langsung mengerti dan wajahnya langsung berubah muram.

“Bagiku, Itsuki dan Shirakawa-san adalah teman baikku. Tentu saja aku tidak senang mengenai kejadian itu, dan sebagai seorang atlet, itu sangat tidak bisa diterima. Aku tidak akan memaafkannya. Sebagai manusia dan sebagai seorang atlet, perbuatan mereka sudah di luar batas. Aku ingin mereka mulai dengan membangun mental yang sehat.”

“Begitu ya, benar juga.”

“Apa ini sesuatu yang boleh kudengar? Aku sudah sedikit bertanya pada Itsuki sebelumnya.”

Meskipun dia tahu gambaran umumnya, sifat orang yang disebut senior itu dan apa yang dipikirkan oleh para pihak yang terlibat hanya bisa diketahui oleh mereka sendiri, jadi bagi Amane yang berada di luar situasi tersebut, dirinya merasa ragu apa seharusnya ia mendengarnya.

Ketika Amane menatap mereka apa dirinya harus pindah, Itsuki dan Yuuta menggelengkan kepala.

“Kurasa tidak ada yang perlu disembunyikan sekarang. Tapi kurasa itu pasti masalah yang cukup besar dari sudut pandang orang lain.”

“Ngomong-ngomong, apa senior yang dimaksud itu ada di sekolah kita?”

“Tidak ada. Aku sudah memeriksanya saat masuk sekolah dan sudah dipastikan bahwa dia pergi ke daerah lain karena merasa tidak nyaman. Lagipula, sekolah ini mempunyai predikat yang cukup baik, jadi jika dia mencoba masuk, kurasa dia akan tersisih saat wawancara. Apa yang dia lakukan adalah hal yang sangat buruk, dan apalagi itu terjadi di masa kelas tiganya.”

“Seberapa parah sih kejadian tersebut...”

Amane pernah mendengar tentang masalah yang dihadapi Itsuki dan Chitose saat mereka berpacaran, tetapi karena Itsuki tidak menjelaskan detailnya, dirinya jadi tidak mengetahuinya secara jelas.

Tapi bisa ditebak bahwa itu pasti menjadi masalah yang cukup besar. Setidaknya, menurut cara Itsuki berbicara, sepertinya itu masalah yang berdampak pada ujian masuk, jadi mungkin memang cukup serius.

“Hmm, bagaimana ya bilangnya...”

“... Singkatnya, itu insiden kekerasan...?”

“Kejadian itu bisa mengancam nyawa seseorang, jadi ya...”

“Intinya sih, kejadian waktu itu cukup parah.”

Amane tidak mengira kejadiannya akan seburuk itu, jadi ia tak kuasa menahan diri untuk berkomentar, tetapi Itsuki tetap menunjukkan ekspresi yang sama.

“Baik aku maupun Chii tidak terkena dampaknya, jadi jangan terlalu khawatir.”

“Tentu saja aku khawatir! Kamu bilang itu bukan cedera serius, ‘kan!?”

“Sebetulnya hanya sedikit patah tulang saja. Sementara Chii tidak terluka sama sekali.”

“Itu sudah cukup cedera serius, dasar bodoh!”

Amane terkejut karena kejadian itu rupanya lebih mengerikan daripada yang pernah didengarnya, tetapi Amane ingin mengungkapkan pendapatnya kepada Itsuki yang tampak menganggapnya sepele.

Amane merasa temannya berhak marah. Karena itu berkaitan dengan kesehatan mental dan fisik Itsuki dan Chitose.

“Tidak bisa diterima. Melampiaskan kecemburuan sampai menyakiti seseorang itu saja sudah salah. Bahkan jika tidak ada yang terluka, mencoba menggunakan kekerasan itu tetap tidak dapat dibenarkan.”

Bahkan Toujo pun tidak pernah sampai melakukan kekerasan fisik seperti itu. Pria seperti dirinya saja tahu ada batasan yang tidak boleh dilanggar.

Tapi Senior yang dimaksud begitu mudahnya melanggar batas itu dan melakukannya kepada Itsuki dan Chitose, itu pasti menjadi masalah besar. Itsuki terlihat tenang, apa dirinya tidak merasa marah?

“Kamu seriusan tidak mengalami efek samping dari cederamu?”

“Tidak ada~, tidak ada~. Lihat saja, aku baik-baik saja. Sehat walafiat begini. Amane juga tahu bahwa aku berpartisipasi dalam olahraga dengan baik. Lagipula, kejadiannya sudah tiga tahun yang lalu.”

“... Meskipun sudah tiga tahun, aku baru mendengar tentang cedera seperti itu, jadi wajar saja jika aku khawatir.”

Karena Itsuki terlalu santai dan cuek, Amane tidak bisa mendalami lebih jauh, tetapi hanya mendengar bahwa hal seperti itu terjadi sudah cukup membuatnya khawatir. Terlebih lagi, hal itu melibatkan Itsuki dan Chitose.

Melihat Itsuki yang bersikap tenang dan tidak ingin berbagi, Amane merasa sedikit kesal.

Merengek karena sesuatu yang dirahasiakan itu kekanak-kanakan, jadi Amane tidak tega mengatakannya, tapi Itsuki justru tertawa riang, mengisi ruangan dengan suara tawa yang ceria.

“Inilah salah satu hal baik darimu, Amane.”

“Benar.”

“Kalian berdua sedang berusaha mengalihkan pembicaraan, ya?”

Amane melihat mereka dengan tatapan skeptis karena dia tahu mereka berusaha menghindar, tetapi mereka tetap tidak ingin membicarakannya lebih jauh. Jika mereka tidak ingin berbicara, seharusnya tidak perlu mengalihkan pembicaraan, tetapi Itsuki tampaknya tidak menyadari hal itu. Atau mungkin dia menyadari tapi tetap melakukannya.

“Yah, meskipun aku tidak suka senior itu, aku merasa kami, sama seperti Amane, telah diberikan kesempatan untuk berubah. Ya, itu memang menyakitkan dan aku berutang budi kepada ayahku.”

“... Jadi kamu tidak membencinya?”

“Aku memang membenci fakta bahwa itu menjadi alasan Chitose berhenti dari klub atletik, tetapi hukuman sudah dijatuhkan, dan karena itu kesalahan yang dibuat semasih muda, jadi aku berusaha untuk tidak terlalu mengeluh. Lagipula, aku takkan bertemu dengannya lagi, kan?”

Begitu Itsuki berkata demikian seolah menyiratkan ‘sama sepertimu’ sambil mengedipkan mata, Amane tidak bisa lagi bertanya atau mendesak lebih jauh. Jadi setelah mengatupkan bibirnya, dirinya menghela napas.

“Tidak apa-apa sih, tapi kamu terlalu merahasiakannya. Kalau ada masalah atau hal sulit, bilang saja lebih awal. Jangan lupakan tentang keributan saat akhir tahun tempo hari.” 

“Aku akan mengingatnya. Terima kasih atas bantuanmu saat itu.” 

“Eh, memangnya ada sesuatu yang terjadi, Itsuki?” 

“Kamu bahkan tidak memberitahu Kadowaki?” 

“Tidak, aku tidak punya kesempatan untuk itu. Aku hanya bertengar biasa dengan ayahku.” 

“Kedengarannya mungkin itu hal yang biasa, tapi dari apa yang dikatakan Fujimiya, sepertinya itu cukup serius. Kamu pasti sudah menahan diri sampai batasnya dan meledak, atau mungkin kamu tetap bersikap rahasia dan membuat Shirakawa marah, kan?” 

“Eh, bagaimana kamu bisa tahu sampai segitu, menakutkan…” 

Yuuta tampaknya sangat mengenal sifat Itsuki dan memberikan jawaban yang hampir tepat. Dirinya juga tampaknya tahu banyak tentang ayah Itsuki, Daiki, dan terlihat mengangguk setuju sambil berkata, “Ayahmu memang seperti itu, ya.” 

“Ngomong-ngomong, bagaimana denganmu, Itsuki? Tipe yang kamu tidak suka?” 

Yuuta tampaknya tidak ingin membahas lebih jauh tentang masalah keluarga temannya, jadi ia dengan cepat mengubah topik, tapi menanyakannya saat ini membuat Amane merasa jawabannya sudah pasti. 

“Ya, ayahku.” 

Seperti dugaannya, atau bisa dibilang sudah diperkirakan Amane. 

“Bukan tipe, tapi itu sih langsung menyebut namanya.” 

“Jangan bikin lelucon seperti itu!” 

“Daiki-san kasihan banget, ya.” 

“Akulah yang seharusnya dikasihani dalam hal ini! Tidak ada satu pun yang mendukungku! Jika kamu bilang begitu, itu juga berlaku untuk Yuuta!” 

“Aku tadi bilang bukan tipe yang tidak suka, tapi orang yang tidak kusuka.” 

Itsuki menggebrak meja dengan telapak tangannya sebagai protes, sehingga semua gelas bergetar. Amane dan Yuuta pun bercanda, “Jangan kasar!” dan “Ayo, berhenti sebentar,” sambil mengangkat gelas mereka. 

“Aku benar-benar tidak sreg dengan ayahku. Mungkin aku sudah pernah mengatakannya, tapi aku sangat iri dengan orang tua Amane. Berikan mereka padaku.” 

“Aku tidak akan memberikannya. Meskipun orang tuaku cukup membiarkan, aku mengerti apa yang mereka coba lakukan.” 

Baik Mahiru maupun Itsuki sering merasa iri padanya, tetapi bagi seseorang yang memiliki orang tua yang sangat acuh tak acuh atau terlalu ikut campur, jarak yang tepat antara Shihoko dan yang lainnya mungkin ideal. 

Secara pribadi, orang tua Amane memang membiarkannya melakukan apa yang disukainya, tetapi mereka juga khawatir. Mereka kadang-kadang memberikan perhatian yang cukup berlebihan. Karena mereka memahami dan menghormati bahwa dirinya memiliki kehidupan dan kepribadian masing-masing, maka Itsuki merasa bisa meminta perubahan seperti ini. 

“Lebih dari sekadar membiarkan, mereka justru orang tua yang sangat menghargai keinginan anak. Aku benar-benar berpikir itu sangat baik. Tolong adopsi aku.” 

“Jangan bicara seperti itu, meskipun hanya bercanda.” 

“Yah, aku sudah sadar bahwa itu mustahil karena ada keberadaan Shiina-san.” 

“Kamu ini…”

“Aku yakin bahwa arti dari adopsi dan kata yang kamu bayangkan pasti berbeda,” piki Amane, tetapi jika dirinya menginterupsi di sini, sepertinya dirinya akan digoda habis-habisan, jadi ia memilih untuk menahan diri. 

“Mereka berdua tampak begitu harmonis, dan bahkan aku bisa tahu dari sekadar mengobrol sebentar dengan mereka bahwa mereka sangat menyayangi Fujimiya. Pantas saja Itsuki cemburu.” 

“Rasanya sangat memalukan.” 

“Tapi kamu tidak membantahnya, ya.” 

“Yah, aku menyayangi orang tuaku dan menghormati mereka baik sebagai orang tua maupun sebagai manusia, jadi aku merasa senang mereka dipuji sebagai anaknya, tetapi ketika dipuji langsung di hadapanku, itu membuatku merasa canggung.” 

Amane tidak sering mengatakan hal seperti itu langsung kepada orang tuanya, tapi dirinya menghormati mereka baik sebagai anak maupun sebagai pribadi. 

Sejak kecil, ia ingat mereka sangat menyayanginya, dan meskipun mereka sibuk dengan pekerjaan, mereka tidak pernah ragu untuk menginvestasikan waktu, uang, dan kasih sayang mereka. Jika Amane berbuat salah, mereka akan menjelaskan dan memarahi, dan jika dirinya melakukan hal yang baik, ia akan mendapatkan banyak pengakuan dan pujian. Mereka tidak memperlakukan Amane sebagai boneka, tetapi sebagai individu yang berharga. 

Hubungan orang tua dan anak yang tampaknya biasa ini sebenarnya sangat berharga, dan melihat lingkungan keluarga orang-orang yang telah dikenalnya membuat Amane mulai menyadari betapa beruntung dirinya. Amane menyadari bahwa dirinya merupakan orang yang beruntung dalam lingkungan sekitarnya. 

Amane sangat menyadari kasih sayang yang ia terima dari orang tuanya sejak kecil, dan mengerti bahwa itu adalah anugerah. Memahami hal itu, dirinya sama sekali tidak bisa menyangkal tentang orang tuanya. 

“Kejujuranmu yang seperti itu pasti hasil didikan orang tuamu dan juga sifatmu sendiri.” 

“Mungkin sebaiknya kamu bisa membagikan secuil kasih sayang mereka.” 

“Aku sudah bilang sebelumnya, itu ditolak.” 

“Cih. Yah, kurasa kepribadian ayahku tak akan berubah dalam waktu dekat. Tapi, sepertinya ada bagian di mana dia terlalu mengekang sebelum mendengarkan.” 

Setelah keributan akhir tahun, sikap Itsuki terhadap Daiki tampaknya sedikit melunak, tetapi kelihatannya dia masih memiliki ketidakpuasan, mengeluarkan helaan napas yang begitu jelas. 

Meskipun begitu, Itsuki tidak terlihat benar-benar membencinya, jadi dirinya mungkin sedang mengatasi berbagai konflik dan berusaha menjauhkan jarak emosional antara dirinya dan ayahnya. 

“Daripada mencoba mengubah orang lain, lebih baik kamu yang mengubah dirimu sendiri, itu lebih mudah.” 

“Itu benar. Jadi aku berusaha untuk berubah.” 

“Aku tahu karena aku melihatnya.” 

“Ya, ya, lihatlah, aku akan berubah.” 

“Iya, iya, aku melihatnya.” 

Bahkan tanpa diberi tahu, Amane bisa melihat dengan jelas kalau Itsuki sedang berusaha berubah, dan menurutku usahanya patut dikagumi. 

Secara esensial, Itsuki jauh lebih serius dibandingkan dengannya, jadi Amane berharap temannya tidak melakukan hal-hal yang terlalu ekstrem. Sambil berharap dalam hati, ia memilih untuk tidak mengomentari dan membiarkannya berlalu. Yuuta melihat dengan senyuman yang hangat. 

“Kalian berdua sangat akur, ya?” 

“Hohoho, kamu juga termasuk di dalamnya loh.” 

“Apa-apaan dengan karaktermu itu?” 

“Saking enggak cocoknya sampai-sampai bisa bikin ngakak.” 

“Jahat banget! Ternyata kalian tidak akur!” 

“Yang benar saja....kejam banget, aku sakit hati loh. Sedih banget.”

“Itsuki yang paling parah.” 

“Justru akulah yang paling terluka di sini!? Lagipula, kita sudah melakukan bagian ini sebelumnya! Apa ini semacam pengulangan!?” 

Entah karena ingin menghindari suasana yang canggung atau memang sifat aslinya, Itsuki berusaha berperilaku marah di dalam ruang karaoke, sementara Amane berpura-pura tidak tahu dan berdiskusi dengan Yuuta tentang lagu apa yang akan dinyanyikan sambil melihat daftar lagu elektronik.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama