Chapter 5 — Terima Kasih....
Aku, 【Sano Yuuto】, memiliki empat orang yang ditakdirkan sebagai
pasanganku──
Perkataanku ini mungkin terdengar seperti pemikiran halu
ala remaja chuunibyou yang bakal membuat beberapa orang tertawa dan
menganggapku gila, tapi aku memiliki perasaan samar seperti itu sejak aku cukup
dewasa untuk memahaminya.
Meskipun aku tidak mengetahui wajah dan nama mereka, aku
merasa seolah aku mengetahui segalanya──
Perasaan seperti itu mulai muncul sedikit demi sedikit
menjadi kenyataan setelah aku bertemu dengan teman masa kecilku, Satsuki.
Saat aku di sekolah dasar, aku secara misterius bisa
melihat sosok Satsuki Satsuki ketika dia tumbuh menjadi seorang siswi SMA.
Rambut pendeknya yang berwarna merah muda itu, saat
tumbuh, menjadi rambut panjang yang indah bak kelopak bunga sakura, dan dia
memandangku dengan senyuman yang bisa memikat siapa saja. Dan yang terpenting,
tubuhnya yang menawan membuatku merasa bahwa dia adalah wanita yang sangat
istimewa meskipun masih muda.
Saat itulah, takdir pertamaku yang selama ini samar mulai
jelas.
Aku tidak boleh melepaskannya──sebuah dorongan yang
mirip dengan insting bertahan hidup mendorongku untuk bertindak.
Dan, roda takdir pun mulai berputar ketika aku masuk SMA.
Kitagawa Reine, Nanjou Shuna, dan Shinonome Shino──pada
saat itulah semua wanita yang ditakdirkan untukku berkumpul.
Selama kelas satu SMA, aku mulai bergerak untuk
mendapatkan semua wanita ini, tetapi meskipun aku bertindak langsung, mereka
mengabaikan niat baikku.
Karena itu, aku memutuskan untuk fokus pada Satsuki. Seperti
kata pepatah, “Mereka yang mengejar dua kelinci tidak mendapatkan satu pun,”
tetapi pertama-tama aku ingin menjadikan Satsuki milikku. Setelah itu, aku baru
memikirkan langkah selanjutnya. Aku ingat dia mengatakan sesuatu tentang ingin
menjadi idola gravure, tetapi sejujurnya, aku merasa itu semua terserah
padanya.
Jika dia ingin melakukannya, tinggal lakukan saja. Tidak
ada yang membatasinya.
Selain itu, aku sudah merasakan bahwa titik balik dalam kehidupanku
akan datang pada 'kelas dua SMA'.
Namun, begitu aku memasuki kelas 2 dan mencoba
mengembangkan hubunganku dengan keempat wanita itu, tidak ada perubahan sama
sekali.
Niat baikku kembali diabaikan. Mengenang saat itu masih
membuatku marah hingga sekarang.
“.....Ngomong-ngomong, ada orang tak tahu malu yang
berusaha akrab dengan keempat wanita itu ya~”
Lucunya, keesokan harinya, keberadaannya langsung terlupakan
hingga setidak ada yang mengingatnya terasa konyol. Sayangnya, aku tidak ingat
wajahnya, tetapi mengingat sosok menyedihkan itu sedikit mengurangi rasa
kesalku.
Kurasa hubunganku dengan mereka mulai berubah ketika
keempat wanita itu mulai disebut sebagai 【Gadis Elok Empat Arah】.
Dan kemudian, entah kenapa, tingkat kesukaan 【Gadis Elok Empat Arah】padaku mendadak meningkat, dan mereka mulai sering
berbicara denganku dengan cara yang lebih ramah. Ada hal-hal aneh yang terjadi,
seperti aku mendapat ucapan terima kasih untuk sesuatu yang tidak aku ingat,
dan sejumlah uang besar tiba-tiba masuk ke dalam rekeningku, tapi aku meyakini
hal itu.
Dunia ini berputar di sekitarku──
Dan, sepertinya Tuhan berusaha menghubungkanku dengan 【Gadis Elok Empat Arah】. Aku menyadari bahwa wakilku meningkatkan tingkat
kesukaan mereka padaku. Lebih tepatnya, ia menciptakan situasi yang
menguntungkanku. Dan dugaan itu benar, dan tanpa melakukan apa-apa, aku sudah
menaklukkan semua 【Gadis Elok Empat Arah】saat aku menginjak kelas tiga.
Ngomong-ngomong, aku menyebut wakilku itu 【Sinterklas】.
Aku tidak tahu bagaimana penampilannya atau suaranya,
tetapi kurasa itu nama yang cocok.
Namun, ada satu masalah. Semua 【Gadis Elok Empat Arah】tidak akur satu sama lain. Inilah wujud dari keinginan mereka
untuk memiliki diriku sepenuhnya, dan itu sangat merepotkan.
Aku mengabaikan semua konsultasi dan pembicaraan serius mereka,
dan menyerahkannya kepada 【Sinterklas】.
“Namun, ia benar-benar tidak bisa diandalkan di saat-saat
penting.”
Ketika aku 'menunda' pengakuan dari【Gadis Elok Empat Arah】, aku bermaksud memberikan mereka waktu untuk saling
mengenal satu sama lain.
Jika ada waktu sampai upacara kelulusan, biasanya mereka
akan akur, ‘kan? Meskipun 【Gadis Elok Empat Arah】tidak bisa melakukannya sendiri, aku berpikir 【Sinterklas】 pasti bisa mengatasi
semuanya.
Namun, ketika hari kelulusan tiba, Satsuki malah meminta supaya
aku memilih satu orang di antara mereka berempat. Meskipun aku sudah memberikan
mereka waktu, aku merasa frustrasi dengan Satsuki yang tidak bisa memahami
maksudku. Jadi, aku mengusulkan agar kami menjadi teman seks untuk saling
mengenal. Namun, dia malah berpaling dariku di tengah pembicaraan.
Aku tidak pernah menyangka dia akan menolakku, jadi aku
tertegun, tapi aku berniat untuk segera mendekatinya.
Namun, seorang siswa di sekolah kami tertabrak di depan Satsuki,
dan situasinya jadi tidak memungkinkan.
“Kalau ia mau terlibat kecelakaan, jangan merepotkanku
sih……”
Meskipun ada kejadian semacam itu yang menjadi halangan,
tapi sudah dipastikan bahwa semua 【Gadis Elok Empat Arah】akan melanjutkan ke universitas yang sama. Menaklukkan
keempatnya hanya masalah waktu saja.
Hanya saja, ada sesuatu yang menggangguku.
“Reine juga, entah kenapa dia mendadak menghubungiku dan
menanyakan hal yang aneh…… seriusan.”
Aku berpikir dia akan menyetujui usulanku dan
menantikannya, tapi yang ada hanya konfirmasi yang tidak penting.
Biasanya, aku akan mengangguk dan menyesuaikan
pembicaraan, tapi aku ingin segera menyelesaikan percakapan dan melanjutkan
permainan, jadi aku hanya menyampaikan fakta apa adanya.
Lagipula, 【Sinterklas】 pasti bisa mengatasi semuanya──
“Hanya saja, anehnya mereka bahkan tidak membaca pesanku.……”
Saat aku berpikir seperti itu, akhirnya upacara
penerimaan mahasiswa baru pun dimulai. Sejak hari itu, aku tidak menerima kabar
dari keempat wanita itu, jadi aku berusaha menghubungi mereka, tetapi tidak ada
yang membaca pesanku.
Mau tak mau aku berniat berangkat ke kampus bersama Satsuki,
jadi aku pergi menjemputnya, tapi tidak ada seorang pun di rumah.
Di langit, biru pucat membentang, dan dengan lembutnya
angin berhembus, kelopak bunga sakura berterbangan. Upacara penerimaan mahasiswa
baru ini merupakan upacara yang kelima sejak aku di taman kanak-kanak. Angka
itu tidak memiliki makna khusus, tetapi Satsuki selalu ada di sampingku.
“Aku penasaran, apa sih yang sedang mereka lakukan……”
Upacara penerimaan mahasiswa baru di universitas liberal
diadakan per fakultas. Acara ini berlangsung di gedung peringatan seratus tahun
pendirian universitas. Karena aku tidak bisa menghadiri upacara tersebut
bersama keempat wanita itu, ya sudah, mau bagaimana lagi, tetapi ada rasa tidak
nyaman di dalam diriku.
Setelah memasuki gedung peringatan dan membuka pintu
besar, aku menemukan ruang yang luas. Aula yang memiliki beberapa tingkat ini
dirancang dengan kedalaman dan gerakan yang unik. Di tengahnya terdapat
panggung, dengan tempat duduk yang menyerupai kursi penonton. Saat berada di
tempat seperti ini, aku merasa benar-benar telah menjadi mahasiswa.
Setelah masuk, aku diminta untuk mengisi tempat duduk
dari depan, jadi aku duduk. Sembari melihat sekeliling, para mahasiswa baru
yang mengenakan jas terlihat bercengkerama dengan teman duduk mereka.
Mungkin aku harus mulai mencari teman di fakultas. Aku
tidak memiliki teman yang benar-benar bisa disebut teman di SMA.
Karena aku selalu dikelilingi oleh 【Gadis Elok Empat Arah】, aku jadi sasaran kecemburuan dari pria-pria lainnya.
Itu menjadi bumerang, sehingga aku tidak punya teman. Kecemburuan orang-orang
yang tidak laku itu sangat jelek, jadi aku sebenarnya senang bisa menyingkirkan
orang-orang seperti itu.
Untungnya, universitas liberal ini adalah universitas
yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang berada di jajaran peringkat atas
SMA-ku. Seharusnya ada orang-orang yang bisa belajar dariku dengan kedudukan
yang setara.
Untuk saat ini, aku akan mencoba berbicara dengan orang
yang tampak introvert di sebelahku yang memakai kacamata. Saat aku hendak
menyapanya──
“Aku mohon pada kalian! Biarkan aku menghadiri upacara
penerimaan mahasiswa baru sendirian!”
Suara seruan yang mirip teriakan menggema di aula. Karena
tempat ini juga biasanya digunakan untuk konser dan paduan suara, jadi suaranya
terdengar sangat jelas.
◇◇◇◇
“Mana mungkin kamu bisa menggunakan kursi roda sendirian~!
Lagipula, tangan kananmu tidak berfungsi dengan baik, jadi kamu tidak bisa bergerak
tanpa bantuan kami~!”
“Tidak, aku seriusan baik-baik saja…… Jika hanya perlu
bergerak di dalam gedung, karena fasilitas ramah disabilitasnya sudah membaik,
jadi tidak terlalu merepotkan. Kalau kesusahan, aku akan meminta bantuan
petugas administrasi……”
“Hei…… Kenapa kamu lebih memilih meminta bantuan petugas
administrasi daripada kami? Kenapa? Mungkin, kami sudah tidak diperlukan lagi?
Jika ada yang kurang, kami akan memperbaiki, jadi jangan buang kami──”
“Ah! Sudah kubilang bukang begitu! Sederhananya, jika aku
bersama kalian para waita cantik, aku cuma bakal jadi pusat perhatian! Aku
ingin menjalani kehidupan kampus yang damai dan tenang.”
“……Jadi, dalam gambaran kehidupan kampus yang diinginkan
Satoshi-kun, keberadaan kami tidak ada, ya. Hei, semuanya. Tadi aku melihat di
papan pengumuman, ada tempat yang disebut 'Kolam Pencucian Darah'.
Sepertinya tempat itu cocok untuk melompat.”
“Sudah dibilangin berkali-jali! Jangan gampang terjatuh
ke dalam kegelapan~! Baiklah, baiklah! Temani aku sampai kalian puas!”
“Jangan memaksakan diri. Ayo, kita pergi.”
“Tunggu sebentar~~~~! Ehm, aku baru sadar bahwa aku ini
pemalu dan tidak punya teman selama tiga tahun, jadi berbicara dengan petugas
administrasi itu mustahil! Aku benar-benar kesulitan tanpa kalian yang sudah
akrab!”
“……Benarkah?”
“Aku tidak berbohong! Lihat mataku. Apa aku terlihat
seperti orang yang berbohong?”
“……Memang benar kalau Satoshi-kun tidak punya teman, ya……
Maaf, aku terburu-buru menilai……”
“Eh? Bagian itu yang jadi masalah!?”
◇◇◇◇
Sepertinya ia tidak menyadari, tapi suara pria itu
menggema di aula. Sayangnya, kabar bahwa dirinya seorang penyendiri mulai
menyebar di fakultas, dan aku hanya bisa tertawa konyol. Hanya saja, sepertinya
ia sedang berbicara dengan seseorang, tapi aku tidak bisa mendengar suaranya. Sejujurnya,
aku tidak tertarik. Sebaliknya, aku harus menilai apakah orang di sebelahku ini
layak untuk dijadikan teman.
……Atau begitulah yang kupikirkan, tapi ia ternyata sedang
mengalihkan pandangannya. Jika diperhatikan baik-baik, aku melihat mahasiswa
dari fakultas lain juga melakukan hal yang sama. Ketika aku ikut menoleh, aku
melihat di dekat pintu masuk aula, seorang pria di kursi roda dikelilingi oleh
empat wanita yang memeluk dan merangkulnya.
……Sungguh pemandangan yang menjengkelkan. Biasanya,
akulah orang yang berada di posisi membuat harem, jadi aku tidak terlalu menyadarinya,
tetapi ketika orang asing melakukannya, itu cukup membuatku kesal. Mulai
sekarang, jika mereka ingin bermesra-mesraan, seharusnya mereka memperhatikan
situasi dan kondisi.
Karena aku berbeda dari orang-orang biasa, aku kembali
menghadap ke panggung. Namun──
“Jangan dekat-dekat, Satsuki! Reine dan Shuna terlalu
melekat! Dan kamu, Shino! Jangan membenamkan wajahmu di pangkuanku!”
Ketika aku secara refleks menoleh karena nama mereka
disebut, pemandangan yang seharusnya tidak ada di sana terbentang di hadapanku.
“Hah──?”
Keempat 【Gadis Elok Empat Arah】ku tampak dengan penuh perhatian merawat pria penyendiri
di kursi roda itu. Mereka berempat tampak sangat senang, tertawa dengan tulus
mendengarkan kata-kata pria itu. Jantungku berdegup kencang.
Hentikan──
Aku secara refleks berdiri dan berusaha mendekat, tetapi
aula tiba-tiba menjadi gelap. Upacara penerimaan mahasiswa baru akan dimulai,
dan aku tidak bisa membuat kehidupan kampusku menjadi kelam seperti pria itu. Aku
duduk kembali di kursi dengan enggan, tetapi tanpa sadar aku mengepal tangank,
dan kuku-kuku jari tanganku menancap ke telapak tangan.
“Apa yang sedang terjadi……!?”
Mereka tidak menjawab teleponku, dan selama liburan musim
semi, mereka tidak muncul.
Yang paling membuatku bingung, siapa orang itu──?
◇◇◇◇
“Hei, minggir!”
“Whoa!”
Setelah upacara penerimaan mahasiswa baru selesai, aku
tidak bisa tinggal diam dan segera berlari ke belakang aula. Namun, dirinya
sudah tidak ada, jadi aku membuka pintu keluar aula dengan kasar dan melangkah
keluar dari gedung peringatan.
“Sialan…… mereka pergi ke mana sih?”
Tidak ada jejak atau tanda-tanda keberadaannya.
“Ah, benar juga! Telepon……!”
Seharusnya mereka membawa ponsel. Ketika aku memasukkan
kedua tanganku ke dalam saku, ponsel terjebak di dalam, tetapi aku menariknya
paksa.
“Satsuki…… sinyalnya tidak terhubung……? Shuna tidak
membawa ponsel, ‘kan…… Reine? Shino!? Apa yang terjadi, sialan!”
Saat aku menendang tempat sampah di dekat mesin penjual
otomatis, botol plastik tumpah keluar.
“Pada saat-saat seperti inilah seharusnya 【Sinterklas】 perlu turun tangan!
Kenapa dirinya tidak ada di saat-saat penting seperti ini!?”
Aku mencoba menenangkan diri dengan menarik napas
dalam-dalam, tetapi itu justru berdampak sebaliknya. Setiap kali aku menarik
napas, yang muncul di dalam dadaku hanyalah rasa gelisah dan kemarahan terhadap
keberadaan yang tidak diketahui.
“Apa sebenarnya yang sedang terjadi!?”
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Iriya Satoshi)
“Fyuh~, membosankan sekali ya~”
“Hehe, memang begitulah acara resmi.”
Kalau begitu, seharusnya mereka tidak perlu
mengikutiku…….
Aku ingin mengatakannya demikian, tapi itu akan membuatku
semakin terpuruk, jadi aku pasti tidak akan mengatakannya, meskipun hatiku
menggerutu.
Meskipun begitu, ketika aku mengingat upacara penerimaan
mahasiswa baru tadi, aku merasa benar-benar enggan untuk pergi ke kampus mulai
besok.
Padahal aku hanya ingin waktu sendirian, tapi mengapa aku
harus mengalami hal yang seburuk ini? Setelah menenangkan Satsuki dan yang
lainnya, ketika aku melihat dengan tenang, aku menyadari bahwa rekan-rekan
mahasiswa baru semuanya menatapku. Tatapan mereka dipenuhi dengan rasa kasihan
dan kecemburuan terhadapku yang dipeluk oleh 【Gadis Elok Empat Arah】. Saat itulah, aku menyadari posisiku saat ini.
Dengan kata lain, aku telah dicap sebagai pria brengsek
yang membuat gadis-gadis cantik yang mengaku sebagai mahasiswa penyendiri di
SMA menangis. Kehidupan kampusku sudah berakhir…….
Setidaknya, itu masih berarti aku memulai dengan buruk.
Aku ingin menebus diriku dengan ikut serta dalam makanan dan permainan yang
akan diadakan setelah upacara penerimaan, tetapi tubuhku dalam kondisi
sedemikian rupa sehingga aku akan membuat mereka khawatir, dan yang lebih
penting, keempat orang di belakangku sangat menakutkan.
“Uwhhh, sudah ada pencari jodoh baru nih…… tapi karena
aku harus merawat Satoshi-kun, jadi kami menolak hal-hal seperti itu…… dari
mana nomor kontaknya bocor, ya?”
“Ugh…… di pihakku juga sama. Aku tidak mau berurusam dengan
monyet yang sedang birahi……”
Seperti yang diharapkan dari Satsuki dan Reine. Shuna dan
Shino juga melihat ponsel mereka dengan ekspresi jijik. Terutama Shuna yang
baru saja memulai menggunakan ponsel, sekarang dia kelihatan sudah ingin
membuang ponselnya.
Seharusnya ini menjadi acara yang membahagiakan, tetapi
percakapan mereka justru suram. Alur ini tidak baik, jadi aku memutuskan untuk
mengajukan sebuah usulan.
“Yah, lupakan pembicaraan itu, bagaimana kalau kita
merayakan pesta pasca upacara penerimaan di rumahku? Kita bisa memesan makanan.”
Maksudku, keempat orang itu baru saja pindah ke apartemen
sebelahku. Sangat kebetulan ada empat kamar kosong di sebelah.
Kemudian, suasana mendadak menjadi cerah.
“Kedengarannya bagus! Mari kita lakukan itu!”
“Kalau begitu, apa kita perlu mengambil sesuatu dari
rumah?"
“Jika kita memakan itu setiap hari, indra perasa kita
akan jadi aneh……”
“Benar juga~ kita seharusnya menggunakan uang saku kita
untuk melakukan hal-hal biasa yang dilakukan mahasiswa~”
“Persis seperti yang dikatakan Shuna. Lebih baik kita
patungan supaya bisa merasakan suasana mahasiswa yang sesungguhnya, iya ‘kan?”
“Itu juga benar. Aku sudah lama ingin mencoba
'patungan', jadi waktunya pas banget.”
“Jadi, itulah yang ingin kamu lakukan……”
Shino terlihat bersemangat, tetapi memang orang kaya
sering kali memiliki pandangan yang berbeda. Yah, setidaknya suasana gelap
sudah menghilang, jadi itu bagus.
Ngomong-ngomong, di mana 【Buku Harian】ku?
Buku itu tidak ada di kamarku…….
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Saionji Satsuki)
Ketika aku melihar dari belakang sambil mendengarkan
sambutan membosankan dari rektor dan dekan, tampaknya hanya setengah dari
mahasiswa yang mendengarkan dengan serius. Satoshi-kun mendengarkannya dengan
serius, dan kami mengintip wajahnya agar tidak ketahuan.
Kupikir bagian itu dari dirinnya juga sangat bagus──
“Hehe.”
Tiba-tiba, empat cahaya kecil muncul di tengah keheningan
dan kegelapan.
【Grup Empat Arah】
Shuna
『Rasanya bikin eneg banget~ kita ketahuan oleh si brengsek itu~』
Shino
『Bener banget…… aku merasa ingin pulang ke
rumah Satoshi-san
dan menangis……』
Satsuki
『Ngomong-ngomong, apa kalian melihat wajahnya?』
Reine
『Hahaha, Satsuki, hentikan (wkwkwk) Aku jadi kesulitan menahan
tawa karena selalu mengingatnya (wkwkkw)』
Shino
『Iya, wkwkwk』
Shuna
『Aku sih merasa jijik, ya~ Sampai kapan
dia menganggap kita miliknya?』
Satsuki
『Shuna, tahan niat membunuhmu…… kursi roda itu
berteriak, loh?』
Shuna
『Ah, maaf ya~』
Shino
『Sepertinya kita harus masuk ke inti pembicaraan. Sekarang, kelihatannya kita ketahuan sedamg bersama dengan Satoshi-san』
Reine
『Pertama-tama, ia pasti akan berusaha menghubungi Satoshi dari sana……』
Shuna
『Kalau begitu, sebisa mungkin kita tetap bersama dengannya~ Untungnya, fakultas Satoshi-kun lumayan besar, jadi kalau kita
menyelinap, seharusnya tidak ketahuan, ‘kan?』
Satsuki
『Tapi, mengingat ia orang yang seperti itu, pria itu pasti berusaha mencari celah untuk mendekat,
kan?』
Shino
『Iya, malah bisa jadi keberadaan kita di sana lah yang membuatnya mendekat.』
Shuna
『Sungguh merepotkan~ Apa perlu aku menyemprotkan obat nyamuk?』
Reine
『Hentikan…… itu akan mengganggu orang lain……』
Shuna
『Baiklah~』
Satsuki
『Untuk saat ini, kita hanya bisa melihat bagaimana
situasinya.』
Shino
『Iya. Jika ia berniat melakukan sesuatu yang
buruk……』
Satsuki
『Shino, tolong yang sabar ya?』
Karena
kami sudah memutuskan cara untuk membunuhnya──
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Iriya Satoshi)
Aku
terdaftar di fakultas ekonomi di Universitas
Seni
Liberal. Alasanku memilih fakultas ekonomi adalah karena sejak
kehidupan sebelumnya, aku selalu mengagumi ilmu ekonomi. Apa karena bidang ini
kuat dalam pekerjaan, atau mungkin karena ada kesan keren saat mempelajari
ekonomi. Atau mungkin keduanya.
Pokoknya
yang jelas,
fakultas ekonomi adalah fakultas yang sangat berorientasi pada
perhitungan.
Meskipun tidak mungkin bagi mahasiswa jurusan sosial di universitas swasta
untuk mempelajari kalkulus III, sayangnya para professor awalnya ekonom yang berasal dari bidang
teknik, jadi mereka menganggap mahasiswa yang masuk adalah mahasiswa teknik.
Sebagian
besar mata kuliahnya adalah matematika. Seriusan, bagaimana mahasiswa murni
jurusan sosial bisa bertahan hidup?
Walaupun rasa penasaranku tak terbendung, tapi saat ini
aku lebih memikirkan diriku sendiri.
Di
ruang kelas 201 gedung barat 5.
Fakultas ekonomi adalah fakultas terbesar dengan jumlah mahasiswa terbanyak. Mahasiswa semester pertama sering menghadiri kelas
dalam kelompok besar, sehingga wajar saja jika banyak perkuliahan mereka
diadakan di ruang kelas yang besar.
Saat
memasuki aula yang luas seperti saat
upacara penerimaan mahasiswa baru, aku langsung terkesan dengan ukurannya yang
megah. Langit-langitnya tinggi dengan pencahayaan yang rumit, cahaya lembut
menyelimuti seluruh aula. Di tengah aula, kursi-kursi disusun bertingkat,
dengan meja panjang di setiap tingkat. Serat kayu meja yang sudah tua
menceritakan sejarah puluhan tahun.
Di
atas podium, terdapat pengeras suara dan proyektor, dan layar dipasang dekat
langit-langit, seolah-olah mengawasi para mahasiswa.
Aku
ingin terkesan dengan suasana kelas yang berbeda dari masa SMA, tetapi tempat
dudukku ada di paling depan. Aku ingin melihat dari kursi paling belakang,
tetapi karena sulit bergerak dengan kursi roda, aku langsung menyerah.
Lebih
dari itu──
“"Serius,
apa yang harus kulakukan..."
Sumber
kekhawatiranku tak ada habisnya. Tentu saja, aku sedang membicarakan【Gadis Elok Empat Arah】.
Jika
aku bilang ingin bertindak sendiri, mereka akan langsung jatuh ke dalam kegelapan, jadi
aku tidak bisa mengatakannya. Namun, jika aku membiarkan mereka bertindak
sesuka hati, itu juga akan menjadi masalah. Terutama baru-baru ini, setelah
upacara penerimaan mahasiswa baru.
Kami
sangat menikmati suasana kuliah dengan minum-minum bersama seperti anak mahasiswa
pada umumnya.
Namun,
membujuk mereka kembali ke kamar mereka setelahnya
benar-benar
sulit……
Mereka selalu menawari bantuan untuk mandi dan tidur
bersamaku,
dan akal sehat serta hasratku berperang. Akhirnya, akal sehat menang, dan aku
memaksa mereka kembali ke kamar mereka masing-masing.
Jika
cuma hari itu saja yang bisa dianggap sebagai hari yang paling melelahkan, aku
bisa mengenangnya sebagai kenangan yang baik, tetapi setiap hari terasa seperti
itu dan aku tidak bisa bersantai.
Misalnya,
saat berpindah kelas di kampus.
Di
universitas, tidak ada yang namanya ruang kelas tetap, jadi setiap kali
istirahat, kami harus berpindah kelas. Kami memang pernah pindah kelas selama SMA,
tetapi hanya untuk pelajaran praktik atau eksperimen sains ke laboratorium.
Sebagian besar waktu, kami berada di kelas sendiri.
Itulah sebabnya aku meremehkannya, tapi ada banyak perpindahan kelas di kampus. Kadang-kadang, kami harus
keluar dan berpindah gedung, jadi itu merupakan pekerjaan
berat bagiku
yang menggunakan kursi roda. Di sinilah seseorang yang memiliki waktu kosong
datang untuk membantu.
Aku memang merasa sangat membantu. Aku hanya perlu bersyukur dan
menunjukkan rasa terima kasih. Hanya saja──
“Bisakah
kamu berhenti mengomel?”
Mereka
tidak ingin terpisah dariku dan biasanya mengoceh tentang ingin ikut kuliah
bersamaku. Para profesor yang melihat situasi ini mencoba menghentikan mereka,
tetapi mereka malah berkelahi, berteriak, bahkan Shino berusaha menggunakan
kekuasaannya untuk memecat profesor dari universitas.
Akibatnya,
kuliah tidak berjalan, aku menjadi sorotan rasa penasaran, dan perutku sakit. Karena duduk
di tempat paling depan, perasaan ini semakin terasa.
Aku
tidak bisa berteman dan benar-benar kesulitan.
Jika
keempatnya bertindak dengan niat jahat, aku bisa saja menolak mereka, tetapi
jika semua ini berasal dari kebaikan hati yang berlebihan dan rasa bersalah, maka aku tidak bisa
berbuat banyak.
“Tapi seriusan, aku bersyukur fakultas kita
berbeda……”
Satu-satunya
hal yang menyelamatkanku
adalah kamu semua berada di fakultas yang berbeda. Satsuki di
fakultas hukum, Reine di fakultas sastra, Shuna di fakultas manajemen, dan
Shino di fakultas Ilmu Politik.
Berkat itu, setidaknya aku bisa menikmati waktu sendiri selama kuliah. Meskipun
aku tidak tertarik pada belajar, satu-satunya waktu di mana aku bisa sendirian
membuatku merasa tenang.
“Mereka bilang ada urusan yang tidak
bisa ditinggalkan saat istirahat siang. Selama waktu itu, aku harus memanfaatkannya untuk mencari teman……!”
Tidak
memiliki jaringan di dalam fakultas sangat melelahkan. Saat SMA itu tidak
masalah, tetapi segalanya berbeda antara SMA dan universitas, dan aku merasa
tidak bisa melakukannya sendirian. Sayangnya, universitas lebih keras pada
orang yang tidak aktif dibandingkan SMA.
Aku
berpikir ini kesempatan terakhirku, jadi aku bertekad untuk mencari teman.
Hanya
saja──
“Gara-gara mereka, semua orang jadi
menjauhiku……”
Bel istirahat siang berbunyi tepat saat kuliah selesai.
Seketika, orang-orang berbondong-bondong keluar dari kelas.
Aku
duduk di sisi pintu keluar yang paling depan. Saat orang keluar, aku pasti akan
bertemu wajah mereka, tetapi ketika aku mencoba menyapa, mereka mengabaikanku
dan segera pergi. Beberapa orang bahkan memilih untuk keluar dari pintu
belakang kelas meskipun itu lebih jauh.
Kemampuan
komunikasiku
sudah menurun setelah menghabiskan tiga tahun sendirian di SMA, jadi perlakuan
ini benar-benar terasa sangat menyakitkan. Sekarang hampir tidak ada orang di
kelas.
“Meski
begitu, aku masih berharap setidaknya punya satu
teman……”
Meskipun
kedengarannya
kurang pantas,
tapi
kurasa aku tidak punya pilihan lain selain mencari teman sekelas yang juga introvert. Mereka
yang gagal dalam debut universitas pasti menginginkan teman sepertiku.
Ayo,
siapa saja, tolong ajak bicara! Aku bahkan rela mentraktir makan setiap hari!?
“Boleh kita bicara sebentar?”
Akhirnya
datang!
Mungkin keinginanku akhirnya terkabul, karena dari belakang ada seseorang yang
memanggilku. Sejak aku bereinkarnasi ke dunia ini, aku sama sekali tidak
percaya pada Tuhan, tetapi kali ini aku akan bersyukur.
Kesan pertama merupakan hal yang penting. Jika aku membuat kesan pertama yang buruk, pihak lain mungkin
takkan menerimaku
sebagai teman. Sebenarnya, aku sudah melakukan kesalahan. Ini benar-benar
seperti berada di ujung jurang. Aku harus menyambutnya dengan senyuman terbaik
yang bisa aku tunjukkan.
“I-Iya, tidak masalah… eh?”
Saat
aku menoleh ke belakang, ada Sano Yuto──musuh bebuyutanku, dan seluruh tubuhku
membeku. Sebenarnya, aku sudah menyadari kalau dirinya berada di fakultas yang sama denganku. Saat itu aku sangat terkejut,
tetapi karena Sano dan aku tidak memiliki hubungan langsung, aku tidak berniat
untuk berinteraksi dengannya. Meskipun begitu, aku terus mengalihkan pandangan
dan mengabaikan keberadaannya.
“Senang
bertemu denganmu,
namaku Sano Yuuto.”
“Ah,
eh, ya. Aku Iriya Satoshi.
Senang bertemu denganmu.”
“Hahaha, kita berdua sekelas, kan? Kamu tidak perlu pakai bahasa formal segala.”
“Ah,
kalau begitu, tidak apa-apa…”
Aku
tidak menyangka bahwa orang yang memiliki perasaan paling rumit di dunia ini
akan langsung menyapaku. Emosi yang terpendam di dalam hatiku tiba-tiba muncul. Dari sudut
pandang Sano, aku adalah orang yang baru ditemuinya, jadi aku harus berpura-pura tenang.
Namun, detak jantungku semakin cepat, dan lengan kananku yang seharusnya tidak
bergerak sedikit bergetar.
Saat
aku melihat sekeliling, di aula yang luas ini hanya ada aku dan Sano. Biasanya,
pasti ada beberapa orang yang tersisa
untuk mengikuti kelas sore, tapi sekarang tidak ada siapa-siapa. Ruangan ini anehnya terasa sepi.
“Aku
berasal dari SMA yang kurang dikenal di Prefektur XX, jadi aku tidak punya teman untuk
diajak bicara. Kebetulan, aku melihatmu, jadi aku mencoba menyapamu.”
Sano
duluan yang pertama memecah keheningan.
Ia menyapaku dengan senyuman ramah.
Tak peduli seberapa rumitnya perasaan batinku, Sano tidak tahu apa-apa. Karena
dia berbicara dengan baik, aku pun harus menjawab dengan tulus.
“Heh,
kebetulan banget.
Aku juga berasal dari sekolah yang sama.”
“Serius!?
Eh, apa kamu
mahasiswa yang mengulang?”
“Tidak,
aku masih mahasiswa semester
pertama.”
“Serius…
Aku tidak menyangka ada teman sekelas dari sekolah yang sama.”
Karena
tidak ada yang perlu disembunyikan, aku menceritakan semuanya apa adanya. Namun,
aku harus berpura-pura tidak tahu, jadi aku tidak boleh lengah. Aku tidak bisa
membiarkan diriku mengungkapkan terlalu banyak informasi.
“…Bagaimana
dengan luka itu?”
“Hmm?
Oh, tidak. Aku terjatuh dan terluka. Haha, padahal ini sebelum masuk kuliah…”
“Malang
sekali… Hati-hati ya?”
“Eh?
Oh, terima kasih.”
Saat
aku tersenyum kering karena merendahkan diri, aku terkejut ketika Sano
menunjukkan kepedulian padaku.
Ngomong-ngomong,
aku hanya memperhatikan para heroine, tetapi aku sama sekali tidak memikirkan
apa yang terjadi pada Sano setelah mencapai Bad-ending yang buruk.
Anehnya,
aku tidak merasakan ketidaknyamanan yang kurasakan saat di SMA dari Sano sekarang. Mungkin, sebagai 'protagonis'
di 【LoD】, dirinya
terpapar pada 'kekuatan paksaan
dunia'
dan diarahkan menuju akhir yang buruk. Muncul pertanyaan apakah dirinya telah menjadi aneh karena 'kekuatan paksaan dunia' tersebut.
Lagipula,
menjauhi
【Gadis Elok Empat Arah】yang sangat ingin
dimilikinya sama mustahilnya dengan meteorit jatuh dari langit.
Jika
memang benar begitu, mungkin aku bisa memaafkan masa
lalu. Sebaliknya, jika aku menganggap kami sebagai sesama korban 【LoD】, terlepas dari kebencian yang
kurasakan padanya, perasaan simpati yang aneh muncul dari lubuk hatiku.
“Luka
parah, sekolah yang sama…”
Sano
tenggelam dalam pikirannya dan bergumam sendiri, menyadarkanku kembali ke
kenyataan.
“Ada
apa?”
“Tidak,
hanya saja…”
Ia
memperhatikan tubuhku seolah-olah sedang menilai. Rasanya tidak nyaman, seperti
sedang dinilai. Kemudian, entah apa yang terpikirkan, ia mengarahkan tatapan
tajam padaku.
“Jangan-jangan,
orang
yang
ditabrak truk saat upacara kelulusan di depan sekolah tuh… adalah kamu, Iriya?”
Aku
terkejut, tidak menyangka ia mengingatnya.
“Ah,
iya, tapi kenapa?”
“──”
Lalu,
tatapan Sano berubah menjadi sedingin angin musim dingin yang membekukan.
“Cih…
jadi begitulah yang terjadi. Akhirnya semuanya
terhubung… ternyata itu
kamu.”
Nada
bicara Sano jelas-jelas
berubah. Sesuatu yang dingin menjalar di punggungku, dan matanya yang menatapku
dipenuhi dengan penghinaan dan kebencian yang sangat kuat. Permusuhan yang
nyata diarahkan padaku, dan setetes keringat mengalir deras dari dahiku.
Melihatku
seperti itu, Sano tampak terkejut.
“Kamu
tidak sadar kalau kamu melakukan tindakan yang kejam banget?”
“Aku
tidak mengerti maksud perkataanmu…”
Aku
membalas dengan kebingungan atas pertanyaannya yang tidak jelas.
“Biar
aku jelaskan dengan lebih jelas. Bebaskan semua orang, terutama 【Gadis Elok Empat Arah】, dasar brengsek.”
“Hah?”
Perkataannya cukup mengejutkan. Reaksi wajahku pasti terlihat sangat bodoh saat
itu.
Dan
aku menarik kembali apa yang kukatakan sebelumnya. Ini bukan tentang 'kekuatan paksaan dunia', tapi dirinya memang orang yang brengsek.
Namun,
aku juga tidak mengerti mengapa ia membenciku sampai sejauh ini. Sebaliknya,
seharusnya ia perlu berterima kasih padaku…
“Aku
selalu keheranan.
Kenapa semua orang tidak merespon saat aku menghubungi mereka. Kamu tahu hubungan
antara aku dan mereka, ‘kan?
Kalau kamu
dari sekolah yang sama.”
“Yah…”
Kabar
tentang 【Gadis Elok Empat Arah】yang jatuh cinta pada protagonis yang tampak seperti karakter sampingan, 【Sano Yuuto】, cukup terkenal di sekolah. Malahan, aneh rasanya
kalau tidak ada orang yang mengetahuinya.
“Ah,
kamu benar-benar keparat, ya. Kamu…”
Bahkan
aku mulai kehilangan kesabaran. Aku tidak suka orang mengatakan apa pun sesuka hatinya kepadaku.
“Apa
yang ingin kamu katakan? Jangan bilang kalau kamu berpikir aku sengaja mengalami kecelakaan supaya bisa dirawat oleh 【Gadis Elok Empat Arah】?”
“Aku
tidak menyalahkanmu karena mengalami kecelakaan. Aku sangat menyesal
mendengarnya. Tapi──”
Ia
berpura-pura kesal dengan gerakan yang berlebihan dan menatapku dengan
tajam.
“Apa
yang tidak bisa aku maafkan ialah
sikapmu yang menikmati situasi sekarang. Dasar bajingan!”
Pernyataan
yang penuh tekanan seperti seorang protagonis, tetapi kemarahanku semakin
meningkat.
“Tarik
kembali pernyataan itu… Mana
mungkin aku merasa senang dalam keadaan seperti ini. Cukup sudah.”
“Entahlah.
Di dalam hatimu, kamu pasti merasa senang
karena semua 【Gadis Elok Empat Arah】khawatir padamu, ‘kan?”
“Sudah kubilang tidak! Jangan bicara
padaku lagi.”
Karena
merasa tidak ada gunanya
untuk berbicara dengannya
lagi, jadi aku mencoba menggerakkan kursi rodaku dengan tangan kiri. Namun, di
detik berikutnya, pegangan kursi itu ditangkap dengan kuat, dan aku menoleh
untuk menatap Sano, yang juga menatapku dengan tajam.
“Satsuki
dan yang lainnya terlalu baik
hati, jadi mereka tidak bisa membiarkanmu begitu saja
yang mengalami kecelakaan di depan mereka. Tentu saja mereka akan berusaha
keras. Apa salahnya jika aku menyebutmu brengsek karena memanfaatkan kebaikan
itu?”
“──Itu…”
'Aku
telah menyelamatkan Satsuki dan lainnya sebagai penyelamat hidup mereka!' 'Kamu dibenci
oleh semua 【Gadis Elok Empat Arah】.'
Membantah
perkataan
Sano Yuuto sangatlah mudah, dan ada
begitu banyak hal yang bisa kukatakan tentang betapa brengseknya dirinya hingga seharian pun tidak akan
cukup.
Namun,
tidak ada satu pun kata yang bisa keluar dari mulutku.
Perkataan
Sano──pernyataan bahwa aku memanfaatkan kebaikan, menusuk hatiku seperti
pisau.
Aku
berusaha membiarkan mereka melakukan apa pun sampai rasa bersalah itu hilang,
tapi apakah aku benar-benar melakukan itu dengan sikap yang tulus? Jika aku
benar-benar ingin menolak, aku pasti bisa menolak dengan mudah.
'Karena
mereka
akan jatuh ke dalam kegelapan'
bukanlah alasan dari para heroine, tetapi mungkin itu adalah penafsiran yang
menguntungkan bagiku agar bisa bersama mereka.
Sebenarnya,
aku hanya tenggelam dalam kesenangan dari situasi di mana aku bisa melakukan
apa pun kepada para heroine──
Sisi
gelap yang tidak ingin kulihat mulai muncul, dan aku merasakan sesak di dadaku
seolah-olah jantungku tercekik.
Ketika
aku tersadar dari pikiranku, Sano memandangku dengan tatapan penuh
penghinaan.
“Jadi,
kamu memang menyadarinya… dasar pria
tak
tahu malu.”
“Ti-tTdak, bukan itu maksudku…!”
“Satsuki
dan yang lainnya pasti ingin menjalani kehidupan kampus yang indah, tetapi
mereka terjebak oleh parasit yang menghisap kebaikan orang lain. Memangnya kamu tidak
pernah kepikiran untuk membebaskan mereka?”
“……!”
Kata-katanya yang kasar itu menusuk hatiku seperti
belati. Aku ingin membantah. Aku ingin melawan. Namun, suara yang mencoba
membenarkan diriku hanya terbenam dalam emosi gelap yang mengalir di dalam
diriku.
“Aku
juga tidak ingin mengatakannya,”
Sano
berkata sambil menghela napas pendek.
“Tapi…
ketika memikirkan tentang Satsuki dan yang lainnya, aku merasa sudah menjadi tugasku
untuk melakukan pekerjaan kotor itu.”
“Sano…”
Aku
menyadari bahwa ia tidak hanya menyerangku dengan kemarahan, dan hatiku semakin
tertekan.
“Yang
kamu butuhkan hanyalah satu kata
sederhana: aku baik-baik saja sekarang. Cukup itu saja. Kamu bisa melakukannya ‘kan, Iriya?”
“Itu….”
Hanya karena aku penyelamat hidup mereka, bukan berarti aku bisa
mengikat mereka seumur hidup dengan hal itu. Mereka juga memiliki kehidupan mereka sendiri. Jika tidak, maka
tidak ada gunanya
aku melindungi masa depan mereka. Jika nyawa yang diselamatkan hanya terikat
dalam penjara, maka aku akan sama saja dengan orang-orang yang menciptakan
dunia ini.
Namun,
sifat burukku menolak untuk membebaskan mereka.
Aku
tidak ingin sendirian lagi──
Keinginan
egois dan mementingkan diri sendiri. Ketika itu terwujud dalam pikiranku, aku
merasa sangat menyedihkan.
Jika
satu-satunya
caraku bisa
terhubung dengan orang lain hanyalah dengan
menimbulkan rasa bersalah, mungkin lebih baik aku mati saat itu──
Kepalaku
tertunduk secara alami, dan hatiku tenggelam dalam kegelapan. Ketika aku
melirik ekspresi Sano, dirinya
tersenyum sinis dan penuh ejekan, tetapi aku sudah tidak peduli lagi.
“Apa
yang sedang kamu lakukan──”
◇◇◇◇
Tatapan
tajam dan membekukan dari Reine menembus Sano. Meskipun begitu, Sano tidak ragu
sedikit pun dan mengarahkan senyum lembutnya
kepada Reine.
“Sudah
sekitar sebulan, ya? Apa kamu
baik-baik saja… eh…”
Reine
mengabaikan Sano dan menyamakan tinggi pandanganku. Kenangan tentang diriku
yang menyedihkan sebelumnya muncul dalam pikiranku, dan aku mengalihkan
pandanganku, tapi Reine tersenyum seolah melihat anak kecil yang tidak berdaya.
“Maafin aku ya, Satoshi. Aku sedikit terlambat.”
“Tidak,
itu tidak masalah. Yang lebih penting…”
“Kamu tidak perlu melanjutkan.”
Reine
berkata demikian sambil lembut menempelkan tangannya di bibirku.
“Aku
merasa
sangat senang
bahwa Satoshi begitu mempedulikan kami. Tapi, jika kamu berpikir itu semua karena rasa
bersalah kami
padamu…
aku
merasa itu
sedikit menyedihkan.”
“Reine…”
Reine
menundukkan sedikit kepalanya. Namun, dia segera
kembali dengan ekspresi dingin dan anggun, lalu memegang pegangan kursi rodaku
tanpa berkata-kata.
“Yuk,
kita pergi makan siang. Shino bilang ingin mencoba
makan ramen. Sepertinya dia ingin merasakan masakan rakyat jelata.”
“……
Haha, kedengarannya memang Shino banget.”
Suara
Reine yang dingin dan tegas kini terasa lebih hangat daripada apa pun. Aneh sekali. Sesak yang kurasakan sebelumnya
sedikit mereda, dan ada rasa nyaman. Reine mendorong kursi rodaku dari
belakang. Biasanya, aku merasa malu dan ingin segera turun, tetapi sekarang aku
merasa sangat tenang.
“Lama
tidak ketemu ya,
Reine. Apa kabar?”
“──”
“Eh?”
Reine
memperlakukan keberadaan Sano seolah-olah dirinya
tidak ada sejak awal. Ketika kami mencoba melewati pintu aula,
“Satoshi-kun, maaf sudah membuatmu menunggu~!”
“Woaaah!”
Satsuki
datang menerjang kursi rodaku sambil tersenyum. Namun, setelah melihat
wajahku, ekspresinya langsung berubah mendung.
“Apa
kamu baik-baik saja? Apa lukamu semakin parah? Aku khawatir karena kamu tidak
bisa melakukan apa pun sendirian tanpa kami…”
“Aku
baik-baik saja. Seperti biasa.”
Sebaliknya,
karena Satsuki menabrakku, rasa sakitku malah bertambah.
“Aku
juga sama mengkhawatirkanmu.”
“Benar banget~ aku tidak mau kalau cuma Satsuki-chan saja yang diperlakukan istimewa~.”
Shuna
dan Shino muncul dari belakang Satsuki dengan wajah cemberut, tapi suara mereka tidak memiliki emosi.
“Eh?
Eh? Apa yang terjadi──oh, begitu rupanya.”
Ketika
Satsuki melihat sesuatu di belakangku, sorot matanya
menjadi hitam pekat, dan suaranya kehilangan intonasi.
“Satsuki.”
Sano
berusaha
memanggil
Satsuki, tapi dia tidak menanggapi dan hanya menatapku dengan senyum.
“Kurasa kamu sudah mendengarnya dari Reine, ada restoran ramen
enak di luar universitas. Kan, Shino?”
“Ya,
ayo cepat pergi. Aku ingin mencoba yang namanya ‘mesin penjual tiket’.”
“Kamu
memang tetap seorang putri, ya~”
“Hey,
tunggu….”
Sano
bergetar sedikit dan bergumam,
tetapi sepertinya keempat orang lainnya sama sekali tidak mendengarnya. Yang
paling penting, saat aku mencoba melihat ke belakang, mereka membentuk dinding
untuk menghalangi pandanganku dan mulai mendorong kursi rodaku.
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Sano Yuuto)
“Oi…”
Kakiku
terasa berat seolah-olah
dirantai beban berat dan tidak bergerak sama sekali.
Bahkan ketika aku mengulurkan tangan, aku tidak bisa meraih sesuatu yang
penting.
Rasanya
seperti ilusi yang menjauh.
“Tunggu!
Aku punya banyak hal yang ingin kutanyakan!”
Aku
memanggil mereka, tetapi mereka tidak menanggapiku sama sekali, seolah-olah tanganku
terhalang tirai.
“Shino,
apa kamu tahu apa itu ramen?”
“Pertanyaan
bodoh. Kamu menganggap aku ini siapa…”
“Kamu
kan Ojou-sama
yang suka penasaran dan suka merepotkan.
Aku
penasaran apa kamu bisa memakan semuanya…?”
“Jika
kamu
tidak bisa menghabiskannya,
kamu
tinggal berikan
saja padaku ya~ lagipula, aku cukup lapar~ Satoshi-kun juga sama, kan~?”
“Eh?
Ah, um… ya, mungkin.”
Bukan
kamu tauuuuuuuu!
Ketika
tatapan
mataku
bertemu dengan Iriya, dinding orang segera terbentuk, dan pandangan kami tidak saling
bertemu. Dari lima orang yang berjalan di depan, hanya Iriya yang secara
eksklusif mengenaliku. Ironisnya, hal itu memberitahuku bahwa keempat orang
yang berjalan di depanku bukanlah ilusi.
“Oi, tolong jangan mengabaikanku dan
dengarkan apa yang aku katakan!”
Akhirnya,
kehendak tubuh dan pikiranku selaras, jadi
aku mulai mengejar mereka. Meskipun ini pertemuan kembali setelah sekian lama,
aku merasa sedikit kesal karena keempat orang itu tidak memperhatikanku, tetapi
aku berusaha untuk tetap tenang. Namun──
“Kalau
begitu, aku akan menyuapimu ya~”
“Bukannya itu sedikit
enggak adil!?
Hei, Satoshi-kun.
Kalau kamu makan ramen dengan tangan yang bukan tangan dominanmu, pasti akan
berantakan, jadi aku akan membantumu!”
“Kalau
ada gadis ribut seperti Satsuki di dekatnya,
nafsu makan Satoshi
pasti akan berkurang, kan? Aku tidak begitu lapar, jadi biarkan aku yang mengurus Satoshi. Kalian bertiga tinggal menikmati ramen saja.”
“Bukannya itu tidak adil, Reine-san. Seharusnya itu aku, ‘kan?”
“Tidak,
aku baik-baik saja sendirian…”
“Hey!
Hentikan!”
Keempat
gadis cantikku sedang bersaing memperebutkan perhatian pria lain. Selain itu, mereka tampak
akrab. Aku menunda pengakuanku untuk memberi mereka waktu memperkuat ikatan di
antara mereka.
Namun,
semua itu terjadi karena aku berada di pusat lingkaran ini, bukan untuk orang
lain. Dalam keadaan cemas, aku tidak bisa lagi menahan emosiku.
“Kenapa
kalian dekat dengan orang seperti itu! Bukannya kalian
semua menyukaiku!
Bahkan saat aku menghubungi kalian, kalian mengabaikanku. Apa yang sebenarnya
terjadi!”
Di
sudut gedung kuliah yang sepi. Di depan lift, punggung keempat orang itu
akhirnya berhenti.
“Haah,
akhirnya kalian berhenti
juga.”
Suara
napasku satu-satunya yang terdengar di ruang itu. Keempat orang yang sebelumnya
gaduh tiba-tiba menjadi sunyi seperti tenangnya laut mati.
Aku
tidak boleh melewatkan kesempatan ini.
“Hey,
jika menjawab itu sulit, kalian bisa menganggukkan kepala saja. Beri sinyal SOS. Apa pun
yang terjadi, aku akan membantumu!”
Mereka
pasti tidak menginginkan hal seperti ini. Iriya telah memanfaatkan kebaikan
mereka dan sekaligus menggenggam suatu kelemahan. Jika tidak, mana mungkin mereka memperlakukan pria yang mereka
sukai
seperti ini.
Namun,
ketika lampu menunjukkan lantai dua dan pintu lift terbuka, keempatnya tidak
menoleh ke arahku dan masuk ke dalam lift bersama Iriya.
“Arghh! Tunggu!”
Aku
tidak boleh berhenti──begitu
pikirku, aku melangkah maju dengan kuat dan menyelipkan kakiku ke celah pintu
lift yang hampir tertutup. Pintu lift berhenti dengan sedikit guncangan, dan
gerakan menutupnya terhenti.
“!!! Karena kita sedang membicarakan kebaikan Satsuki dan lainnya! Kelemahan kalian pasti diketahui olehnya, ‘kan! Kalian sebenarnya tidak ingin melakukan
ini, tetapi kalian pasti dipaksa oleh Iriya Satoshi!”
Telinga
mereka sedikit berkedut.
“Iriya
juga sama!
Coba
katakan
sesuatu, dasar bajingan!”
Aku
menyalahkan Iriya yang tidak bisa kulihat karena Reine dan Shino masih mendorong kursi rodanya. Keheningannya kelihatan pengecut dan licik.
“Hey.”
“……
Satsuki, ya?
Satsuki……!”
Mungkin permohonanku yang putus asa sepertinya tersampaikan pada Satsuki, yang dengan berani
menjawabku. Sudah kuduga,
Satsuki pasti telah
mengalami perlakuan buruk dari Iriya. Jika begitu, aku harus segera──
“──Mati saja sana.”
Srrrrrrrr
Sebelum
aku bisa bereaksi terhadap tatapan mata
Satsuki yang mengerikan seolah-olah dicat hitam pekat dan suara dingin yang
menusuk telinga, tangan kanan Satsuki dengan cepat menjulur dari pintu lift
yang hampir tertutup.
Jari-jarinya
yang ramping mencengkeram bajuku, dan tanpa sempat berbuat apa-apa, tubuhku
terseret ke depan. Tidak ada keraguan dalam genggaman tangan Satsuki; dia
berusaha menyeretku masuk ke dalam lift.
“Hah…?”
Desahan
kecil yang campur aduk antara kebingungan dan ketakutan meluncur dari mulutku,
tetapi pada saat yang sama, Satsuki menarik tangannya kembali, dan pintu lift
tertutup tanpa belas kasihan.
Aku
terpaksa menempelkan kepalaku ke pintu, dan dampak tumpulnya menggema di
seluruh wajahku, membuatku tanpa sadar meringis dan jatuh ke lantai.
“~~~~~!”
“──”
Darah
segar berhamburan di udara, dan berceceran mengotori lantai.
Ketika
pintu lift terbuka lagi, Satsuki memandangku dengan tatapan seolah-olah sedang memandang sampah. Dalam pandanganku yang
kabur, aku melihat Shuna
tersenyum sambil menekan tombol buka-tutup.
Ironisnya,
berkat rasa sakit itu, pikiranku segera kembali berfungsi.
“!
Apa yang kamu lakukan...!?”
Kata-kataku
segera terhenti. Bukan hanya Satsuki, tetapi Shino dan Reine juga memandangku
dengan ekspresi yang sama.
“Dasar
menjijikkan… Apa yang kamu
pikirkan ketika berbicara kepada penyelamat hidup kami?”
“Memanfaatkan
kami? Memegang kelemahan kami? Berhentilah merendahkan Satoshi kami!”
“H-Haaaa? Apa yang sedang kalian bicarakan? Hei, Shuna!”
“Jangan
seenaknya
memanggil
namaku, ya~? ── Itu akan mencemari namaku.”
Nada
suaranya yang biasanya lembut dan ramah kini hancur, dipenuhi dengan kedinginan
dan kemarahan. Senyum yang seharusnya menenangkan kini terhapus dari wajah Shuna, dan dirinya tampak sangat serius.
Apa?
Seriusan, apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Pikiranku
dan kenyataan terus menyimpang,
dan kesadaranku tidak bisa menetap. Kemudian, Satsuki duduk di depanku yang
terjatuh, meraih rambutku dengan kasar, dan mengangkatku hingga setinggi
dirinya.
Tatapan
kami bertemu, tetapi mata Satsuki seperti lubang hitam.
“Setelah
kamu
mempermainkan perasaan kami begitu lama, kamu
masih memiliki keberanian untuk berbicara dengan normal. Bahkan sampai berusaha
melukai hati Satoshi
kami. Mati saja sana,
matilah, matilah, matilah, matilah──matilah.”
“Hiiiii!”
Apa
orang yang ada di depanku sekarang beneran Satsuki…?
Sebagian
rambutku sedikit rontok saat aku berusaha
keluar dari cengkeraman Satsuki, tetapi ketakutan menutup semua indraku, dan aku tidak merasakan
apa-apa. Ketika Satsuki berdiri, pintu lift mulai menutup dengan kejam.
“Jangan
pernah berbicara padaku lagi. Hanya kamu
yang tidak boleh──”
Saat
kata-kata terakhirnya
terputus, pintu lift menutup sepenuhnya dengan bunyi keras.
Aku
tertegun dan
kepalaku kosong. Ekspresi penuh penghinaan dari Satsuki dan yang lainnya saat
itu terukir
jelas dalam ingatanku. Ada kemarahan dan kedinginan yang tak terukur di
sana.
Akan kubunuh──
Gerakan
terakhir dari
bibir Satsuki seolah-olah mengatakan demikian.
“Ap-Apa salahku sampai
diperlakukan begini…!?”
Ketakutan
dan kebingungan memenuhi hatiku, dan──
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Iriya Satoshi)
“Rasanya capek banget. Ngomong-ngomong,
kenapa kuliah di universitas itu begitu membosankan ya… Kupikir bakal lebih
menyenangkan.”
“Mau bagaimana lagi. Profesor itu adalah ahli
penelitian, bukan ahli mengajar. Untuk bisa merasakan hal yang menarik, kita
harus menambah pengetahuan. Lagipula, siapa sih mereka yang suka mengganggu
saat kuliah…?”
“Jarang
sekali ada yang serius mengikuti kuliah~. Banyak monyet yang benar-benar
mencari pacar,
jadi menyebalkan~.”
“Aku
sudah diamkan mereka dengan satu kalimat, ‘Aku sudah punya pacar’.”
“……
Bukannya
itu curang?”
“Oh?
Tapi
itu tidak
dilarang dalam [Perjanjian Empat Pihak], ‘kan?”
“Genius
yang curang, ya, Reine-san.”
“Aku
juga akan melakukan itu mulai sekarang~.”
Jam
menunjukkan pukul 18.00. Waktu sudah larut setelah menemani Satsuki dan yang lainnnya.
Angin
sepoi-sepoi berhembus di alun-alun depan stasiun terdekat, dan kelopak bunga
sakura beterbangan. Wajah orang-orang yang terus-menerus keluar dari gerbang
stasiun tampak lelah, tetapi ada rasa lega di antara mereka.
Hari
ini adalah hari Jumat. Fakta bahwa besok adalah hari libur tampaknya membuat
ekspresi orang-orang lebih ceria. Kami pun tidak terkecuali.
Namun,
meskipun baru saja mengalami kejadian seperti itu, bagaimana mereka bisa
berbicara dengan ceria seperti ini…
Aku
teringat kejadian di lift.
Aku
tertegun melihat bagaimana
para heroine 【LoD】 yang tidak bisa meningkatkan hubungan mereka
dengan protagonis bisa membencinya
sampai sejauh itu. Semua heroine yang tidak terhubung dalam permainan berakhir
mati, jadi dalam arti tertentu, aku merasa seperti melihat latar belakang
cerita. Namun, saat mereka memukuli Sano di bagian akhir, ekspresi keempat
gadis itu sangat menakutkan, sampai-sampai aku tidak berani melihatnya.
Yang lebih
menakutkannya
lagi adalah kenyataan bahwa meskipun mereka telah melakukan semua itu, saat
makan ramen, mereka bertindak seolah-olah biasa saja.
Sano sampai
berdarah, loh?
Ah,
mungkin itu bukan sesuatu
yang perlu dipikirkan…
Kami
berlima berjalan di sepanjang rel kereta. Dalam keheningan, hanya suara empat
gadis dan bunyi roda kursi roda yang samar-samar terdengar. Di sekitar kami
tidak ada sosok siapapun.
Tiba-tiba,
suara alarm palang pintu berbunyi dari kejauhan, dan menggetarkan udara. Suara keras deru kereta mengikuti, memecah angin
dan mendekat, melintas di samping kami sambil mengguncang rel. Cahaya yang
masuk dari jendela menyinari kami secara berkala, dan ketika getaran dan suara
itu berlalu, keheningan kembali menguasai.
Seolah-olah
dunia telah mempersiapkan segalanya untukku.
“Hey,
Satsuki…”
“Hmm?
Ada apa? Satoshi-kun?”
“Aku
punya sesuatu yang ingin disampaikan kepada semua orang, bisakah kamu membalikkan tubuhku?”
“Baiklah!”
Satsuki
dengan gerakan yang sudah terbiasa membalikkan kursi roda dan aku menghadapi mereka berempat. Mereka menunggu dengan ekspresi
bingung di wajah mereka.
Aku
merasa ini adalah kesempatan terakhirku untuk berkata, “Bukan apa-apa,” dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan. Aku bisa saja
menertawakan cerita Sano dan
mengalihkan pandanganku dari hatiku yang sebenarnya, memperpanjang kehidupanku yang sekarang satu hari lebih
lama.
Namun──
“Kalian berempat tidak perlu merawatku lagi. Kalian semua bisa
menjalani kehidupan
sesuai keinginanmu masing-masing. Terima kasih atas segalanya.”
Setelah
mengeluarkan senyum terbaikku, aku menundukkan kepalaku dalam-dalam sebagai ungkapan rasa terima
kasihku yang sebesar-besarnya.
“Kami,
sudah tidak diperlukan lagi? Kamu sudah tidak
membutuhkan kami...?”
Suara
Satsuki terdengar seolah akan terjatuh ke dalam kegelapan. Ketika aku
mengangkat wajahku, cahaya di mata mereka semua telah hilang. Aku tidak boleh
membiarkan diriku hanyut dalam tempo mereka di sini.
“Tidak
mungkin begitu. Aku merasa senang
dengan
keberadaan kalian
ada di sini, bahkan kalau bisa, aku ingin kalian selalu berada di sampingku.”
“Kalau
begitu, kenapa...?”
Aku
menarik napas dalam-dalam. Kata-kata itu sulit
untuk diungkapkan.
Rasanya sakit.
Aku tidak ingin mengatakannya.
Tapi,
aku tidak bisa berhenti di sini.
“Sebenarnya,
aku sangat membenci orang yang merusak kehidupan orang lain demi kepentingan mereka sendiri... meskipun begitu, akulah yang paling tidak bisa memaafkan
diriku sendiri yang telah menempatkan diri dalam posisi angkuh dan
absolut sebagai 'penyelamat
hidup'
serta memakaikan kerah
yang tidak bisa kalian lepas sendiri...”
“──”
“Oleh karena itu, sudah cukup, aku sudah baik-baik saja. Mulai sekarang, aku akan melakukan semuanya sendiri. Kalian tidak perlu merasa bersalah.
Lupakan aku, dan hiduplah sesuai keinginan kalian masing-masing. Bebaskan dirimu. Aku mohon.”
Aku
menundukkan kepala sekali lagi.
Pada
akhirnya, ini juga demi
diriku sendiri. Aku tidak ingin terus-menerus disiksa oleh rasa bersalah karena
telah merusak kehidupan orang lain. Aku ingin diakhiri sebagai pahlawan yang
menyelamatkan gadis.
Reine
mengatakan bahwa mereka tidak hanya berada di sampingku karena rasa bersalah,
tapi pada akhirnya, aku mengutamakan egoku sendiri.
Keinginan yang egois dan semena-mena. Aku mengabaikan semua perasaan mereka
yang merasa lebih bersalah daripada diriku.
“…Kamu memang baik hati sekali ya. Satoshi-kun.”
“…Tidak
begitu. Aku merasa kalau akulah yang paling brengsek.”
Kemudian,
terdengar desahan yang disertai senyuman kecil.
"Itu
adalah permohonan Satoshi-kun.
Meskipun
aku ingin
memenuhi permohonan itu, tapi maafin aku
ya? Kami tidak bisa mewujudkannya.”
“…Kenapa──hah?”
Ketika
aku mengangkat kepalaku dan hendak mengajukan pertanyaan
kepada Satsuki yang tidak mendengarkan ucapanku, pandanganku terfokus pada
tangannya.
“Aku
tidak tega
melihat Satoshi-kun
menyakiti dirinya lebih lanjut, jadi aku, kami juga akan mengungkapkan perasaan
kami.”
“Tidak,
kenapa itu...!?”
Menulis【Buku Harian】adalah satu-satunya
kebiasaanku selama SMA.
Sampulnya sudah memudar,
sudut-sudutnya sudah halus dan membulat karena sering digunakan.
Kupikir
aku telah lama kehilangan barang itu, tetapi sepertinya Satsuki yang menyimpannya.
Ada banyak pertanyaan berputar di
kepalaku seperti arus deras. Melihatku seperti itu, Satsuki tersenyum dengan
canggung.
“Maafin aku ya. Pada hari ketika Satoshi-kun mengalami kecelakaan, aku
mengambilnya tanpa izin.”
“Eh...?”
“Aku
sudah membaca isinya. Aku sudah mempelajari segalanya, baik itu tentang 【LoD】, tentang 'kekuatan paksa
dunia', tentang 【Saionji Satsuki】...
semuanya... aku sudah mengetahui semuanya.”
“──”
Ketika
aku membandingkan wajah Shino, Shuna, dan Reine, mereka bertiga sepertinya juga tahu isi buku harianku seperti Satsuki.
Satsuki
dengan penuh kasih sayang
membolak-balik halaman buku harianku dan mulai berbicara dengan suara lembut.
“Satoshi-kun, kamu itu selalu melindungi kami terus menerus~, iya
‘kan? Selalu membantu kami,
sendirian.”
“Ah...”
Dia berbicara secara perlahan seperti mengusap permata.
“Tapi,
maafkan kami
ya. Kami tidak ingat apa-apa. Sebelum kami membaca 【Buku Harian】 ini, kami bahkan tidak mengetahui nama 'Iriya Satoshi'. Meskipun kamu telah membantu
kami, kami terus salah paham mengira kamu orang lain... itu sangat menyedihkan,
kan?”
Tidak.
Itu karena 'kekuatan paksa dunia'. Jadi, mau bagaimana lagi.
Namun,
kata-kata itu terjebak di tenggorokanku dan tidak bisa dikatakan.
“Apa yang
telah kamu lakukan untuk kami, yang telah kamu berikan adalah cinta tanpa
syarat── sungguh, seberapa...
betapa kejam dan menyedihkannya perasaan yang tidak terbalas ini...”
Bahunya
bergetar dan
air mata yang tidak bisa ditahan mengalir di pipi Satsuki.
“Tapi...
aku....kami sudah mengetahuinya... siapa
yang menyelamatkan kami...!”
Suara
yang disertai isak tangis itu bergetar. Namun, Satsuki menatapku dengan tatapan
tajam yang penuh kekuatan.
“Setelah
tubuhmu hancur seperti ini...! Kamu telah mendukung kami dari balik layar...! Kami yang mengetahui itu... mana mungkin melupakan Satoshi-kun dan menjalani kehidupan dengan tenang! Jangan mengejek kami!?”
Gema
suaranya mengguncang malam.
“Jangan
menyuruh
kami untuk melupakanmu...! Kami sudah melupakan
segalanya, tapi apa lagi yang harus kami lupakan!?”
Perasaannya
yang mengalir deras tidak bisa dihentikan.
“Jika
kamu meminta tubuh kami, kami akan memberikannya padamu! Jika kamu meminta kami untuk mati, kami akan dengan senang hati mati secepatnya...!?”
Terjadi
keheningan sejenak.
Kemudian,
Satsuki, dengan suara bergetar, mengeluarkan kata-kata yang terpaksa.
“...Tolong,
jangan mengatakan
hal-hal yang merendahkan dirimu sendiri...! Jangan anggap dirimu yang paling brengsek...! Kamu adalah pahlawan yang
tak tergantikan bagi kami── orang yang kami cintai, tau...?”
Air
mata yang membasahi pipinya berkilau di bawah sinar rembulan.
Sementara
itu, ketiga orang yang berdiri di samping Satsuki juga menatapku dengan mata
penuh tekad yang sama, meskipun mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Aku
kehilangan kata-kata. Lalu, tubuhku yang goyah kutumpukan pada kursi dan
menunduk dalam-dalam.
“──Di
kehidupan sebelumnya, aku adalah seorang NEET yang tidak memiliki tempat untuk bernaung...”
Seolah-olah bongkahan es yang bersemayam di dalam dadaku perlahan-lahan
mulai mencair.
“Aku ingin menjalani hidupku sepenuhnya di kehidupan
baruku...Aku ingin menjadi putra yang bisa dibanggakan oleh keluarga yang
melahirkanku...”
Namun,
pada akhirnya, aku adalah orang yang bereinkarnasi.
Aku
bukanlah 【Iriya Satoshi】
yang sebenarnya. Pada akhirnya, orang-orang mulai menganggapku menyeramkan dan
menjauhiku, dan aku kembali sendirian lagi.
“……Jika
tidak ada seorang pun yang membutuhkan keberadaanku, aku memutuskan untuk hidup
sendiri. Tapi, aku teringat bahwa aku adalah 【Iriya Satoshi】... dari
situ, semuanya menjadi...”
‘Hidup
agar tidak mati’
begitulah caraku menghabiskan tiga tahun terakhir.
“Tidak peduli seberapa keras aku berusaha, orang itu selalu merebut
prestasiku... Meskipun cuma demi bertahan hidup, aku selalu penasaran,
apakah ada makna dalam kehidupanku yang hanya didedikasikan untuk si
protagonis...”
Setiap
kali 【Sano Yuuto】 semakin dekat dengan para heroine, perasaan lega sekaligus kekosongan menyergap
dadaku.
Entah
bagaimana, aku belajar untuk menganggapnya sebagai tugasku.
“……Ketika
akhir buruk sudah ditentukan dan aku sampai di titik tanpa jalan kembali, aku
tidak ingin mati tanpa bisa menyelamatkan siapa pun. Jadi, setidaknya, aku
ingin meninggalkan bukti bahwa aku pernah hidup di 【LoD】 dan memutuskan untuk melakukan
balas dendam dengan melibatkan semua orang...”
Aku
selalu, selalu sendirian untuk waktu yang sangat lama. Kesepian. Rasanya begitu menyakitkan. Aku bertanya-tanya apakah ada
makna dalam hari-hari yang terus berjuang tanpa diketahui siapa pun dan tidak
mendapatkan apa-apa.
Semua
perasaan itu akan menghilang
jika aku
mati. Ada kalanya aku merasa bahwa mati adalah penyelamatan.
Namun,
sebenarnya──
“……Aku
ingin ada yang mengetahuinya.”
Aku
ingin seseorang memuji hidupku.
“Setiap
hari, aku merasa tertekan. Seberapa keras aku berjuang... meskipun pada
akhirnya itu adalah akhir buruk, setidaknya...”
Pada saat
itulah.
Tiba-tiba,
kehangatan lembut menyentuh seluruh tubuhku. Kehangatan itu semakin kuat dan
lembut, membungkusku.
“Tenang saja...
semuanya
sudah tidak
apa-apa. Kamu
sudah berusaha cukup keras, Satoshi-kun.”
Suara
Satsuki meresap hingga ke lubuk hatiku.
“Jadi,
kali ini biarkan kami yang menyelamatkanmu.
Ikatlah kehidupan kami dengan cinta.”
Mengikat mereka dengan cinta, bukan dengan rasa
bersalah. Apa itu benar-benar hal yang tepat untuk dilakukan?
Apa
aku berhak memaksakan hal yang egois dan menguntungkan diriku sendiri kepada
mereka?
“Melakukan
hal semacam itu... kalian yakin ingin melakukannya...?”
Suara
yang bergetar seolah bertanya itu terdengar serak. Namun──
“Tentu
saja. Aku sudah siap begitu
sejak awal.”
──Suara
yang berwibawa
dan tanpa keraguan itu membalas dengan tegas.
“Aku
juga~!
Jadi, ayo semangat
ya~!”
──Suara
yang hangat dan lembut.
“……Aku
bisa hidup sampai sekarang berkat dirimu...”
──Suara
yang bergetar, namun terukir
dengan
pasti di dalam
hatiku.
Terima
kasih untuk semuanya──
“……!”
Itu
adalah kata-kata yang sudah lama kuinginkan.
Jauh di dalam lubuk hatiku, kalimat itulah yang
kudambakan berulang kali.
Begitu
aku mendengarnya, dadaku terasa hangat, dan dalam sekejap, air mata mulai
mengalir.
Meskipun
aku berusaha menahan diri, aku tidak bisa menghentikannya.
Suara napas yang mirip isak
tangis keluar dari tenggorokanku.
Tidak
ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan rasa 'terbayar'.
Sudah
berapa banyak perasaan yang terus kutanggung?
Sudah
berapa banyak ketidakberdayaan dan kekosongan yang kutahan dalam kesepian?
Seharusnya akulah yang perlu mengucapkan kata ‘terima kasih’ ──
◇◇◇◇
Di
sepanjang rel kereta, sedikit lebih jauh dari stasiun, ada sebuah taman
kecil.
Di
ruang terbuka yang
dikelilingi pagar rumput itu, hanya ada bangku tua dan perosotan berbentuk
gajah. Tidak ada suara
anak-anak bermain maupun bunyi dengungan serangga.
Hanya
ada bulan yang mengawasi kami dari langit malam.
Seolah-olah
sedang mengawasi kami dari atas, suasananya tenang dan hangat, membuatku merasa
aneh dan malu.
Lagipula,
beberapa saat yang lalu, kami berlima mencurahkan isi hati kami satu sama lain.
Masing-masing
dari
kami menangis,
berteriak, dan akhirnya bisa terhubung──
“……Jadi,
Satoshi-kun,”
Suara
Satsuki memecah keheningan itu.
“Siapa
yang paling kamu sukai
di antara kami?”
“……Hah?”
Pertanyaan
yang tiba-tiba membuat suaraku tercekat.
“Di
dalam
【Buku Harian】, tertulis bahwa kami berempat masing-masing adalah karakter favorit dalam 【LoD】, tapi aku tidak tahu siapa yang paling kamu 'sukai'~~.”
Seperti
yang diperkirakan, keempat gadis itu mulai membolak-balik 【Buku Harian】 di tangan mereka.
──Tolong
jangan. Tolong hentikan,
Satsuki...!?
Tadi,
aku terhanyut dalam gelombang emosi dan tak sempat merasa malu atau apa pun,
tapi sekarang setelah berhasil menenangkan diri, aku benar-benar malu jika isinya dibacakan.
“Kembalikan!
Maksudku, tolong jangan dibaca
lagi!”
Aku
mengulurkan tanganku dengan panik, tapi── tanganku tidak
sampai.
Aku
mencoba menjulurkan lengan kiri sambil membungkuk ke depan, tetapi jarak
beberapa puluh sentimeter itu terasa mustahil untuk dijangkau.
Keempat
pasang mata terfokus pada isi 【Buku Harian】,
seolah-olah itu mengungkapkan isi hati terdalamku, membuatku merasa malu dan
tidak berdaya.
“Satoshi-kun, kamu banyak menulis tentang
betapa imutnya
aku ya~!”
“Iya,
iya, aku juga~! Senang sekali~!”
“Kamu sudah menulisnya berkali-kali kalau Reine itu
cantik. Tentu
saja...”
“Hehe,
kamu
tidak bisa menyembunyikan kebahagiaanmu. Ngomong-ngomong, Satoshi-san. Kenapa deskripsi tentangku kok rasanya lebih banyak yang
erotis?"
Rasanya
seperti sedang berada di neraka, surat cinta buatanku dibacakan keras-keras
tepat di depanku. Aku hanya bisa menutupi wajahku, sementara mereka
mengelilingiku, bersorak-sorai di atas kepalaku.
“Sudahlah...
hentikan...”
Aku
mengeluarkan jeritan memelas pelan seperti suara nyamuk, tetapi tidak ada yang
mendengarkanku. Namun,
itu masih merupakan awal dari segalanya.
“Tapi,
Satoshi-kun,
kamu pasti yang paling menyukaiku, ‘kan?”
Suasananya seketika berubah menjadi tegang.
Angin
malam yang sebelumnya berhembut
lembut tiba-tiba berhenti. Meskipun pagar rumput masih bergoyang ditiup angin,
sepertinya waktu berhenti di sekitar kami.
“……Satsuki-chan,
coba dilihat-lihat lagi baik dengan baik deh~. Deskripsiku paling banyak, kan~?”
“Hah?
Jangan bicara bodoh, Shuna. Satoshi jelas-jelas terpesona padaku, ‘kan!”
“Hehe,
kalian semua memang buta, ya.
Padahal
akulah yang
paling sering dilihatnya
dengan tatapan
seksual.”
“““Hah?”””
Api
perselisihan mulai menyala di antara mereka. Meskipun seharusnya
sedang musim semi, tetapi keringat
dingin mengalir dari dahiku.
“U-Umm begini, bertengkar itu tidak baik, oke?”
Aku
mengumpulkan seluruh keberanianku dan mencoba menyela di antara mereka
berempat. Namun,
keempat gadis yang menatapku itu mendadak tersenyum
dengan cahaya misterius di mata mereka.
“Nee,
Satoshi-kun.
Coba
kasih tahu kami siapa
yang paling kamu sukai?”
“Tidak,
maksudku...”
“Aku tahu kamu ‘mencintai’ kami, jadi berhentilah
bertele-tele, oke?”
Jalan
keluar sudah tertutup.
“Me-Meski ditanya...siapa yang paling aku suka, tapi aku me-menyukai semuanya...”
Entah
bagaimana aku berhasil mengeluarkan kata-kata itu, tapi wajahku tak kuasa
menahan panas. Aku
tak pernah menyangka akan sememalukan ini mengungkapkan perasaanku di depan
seseorang.
“……Se-Sekarang tidak usah yang seperti
itu!”
“Iy-Iya, benar, benar banget~...”
“Ka-Kamu bilang menyukaiku...menyukaiku...”
“Reine-san, tolong tenanglah dulu sebentar. Satoshi-san, bersiap-siaplah nanti.”
“Eh?
Untuk apa?”
Keempat
gadis itu mendekat, masing-masing dengan pipi yang memerah.
Wajah
mereka begitu dekat.
Jaraknya
sangat dekat.
Tekanannya
luar biasa.
……Entah
bagaimana, aku hanya bisa berusaha untuk bernapas.
“……Yah,
tidak apa-apa. Aku sudah tahu ini akan terjadi.”
Satsuki
menghela napas. Gerakannya
setengah menyerah, tetapi juga terlihat senang. Kemudian, Satsuki berdiri di
depanku dan menatapku langsung, kemudian berbicara padaku,
“Satoshi-kun. Pastikan kamu mengingat ini baik-baik, ya?”
Setelah dia mengatakan itu, suasananya langsung berubah.
“Kami
berempat adalah milikmu sekarang. Tapi──”
Mata
Satsuki menyipit, pipinya terlihat merah merona, dan di dalam matanya ada cahaya
yang menggoda dan berkilau.
“Sebagai
seorang wanita, sebagai wanitanya
Satoshi-kun,
aku takkan menyerahkan posisi pertama.”
Saat
itu, ketiga gadis lainnya juga menunjukkan tekad yang kuat di balik ekspresi lembut
mereka.
“……Jadi,
mulai sekarang, demi
menjadi yang pertama, kami akan berusaha keras untuk menjatuhkanmu── makanya, bersiap-siaplah, ya?”
Mereka tidak bercanda.
Mereka berempat benar-benar serius.
Mereka semua
memiliki tatapan yang dipenuhi tekad.
Aku
merasa merinding
di sepanjang tulang punggungku dan hanya bisa menjawab dengan suara
bergetar.
“Tolong jangan terlalu brutal ya...”
